Vous êtes sur la page 1sur 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Manfaat Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN

2.2 Definisi
Striktur uretra adalah suatu kondisi penyempitan lumen uretra. Striktur
uretra menyebabkan gangguan dalam berkemih, mulai dari aliran berkemih yang
kecil sampai tidak dapat mengeluarkan urine keluar dari tubuh (Muttaqin.A,
2011).
Striktur uretra adalah penyempitan atau penyumbatan dari lumen uretra
sebagai akibat dari pembentukan jaringan fibrotic (jaringan parut pada uretra dan
/ atau pada daerah peri uretra) (Nursalam, 2008)

2.3 Manifestasi Klinis


Keluhan: kesulitan dalam berkemih, harus mengejan, pancaran mengecil,
pancaran bercabang dan menetes sampai retensi urine. Pembengkakan dan getah /
nanah di daerah perineum, skrotum dan terkadang timbul bercak darah di celana
dalam. Bila terjadi infeksi sistemik penderita febris, warna urine bisa keruh
(Nursalam, 2008).
Gejala dan tanda striktur biasanya mulai dengan hambatan arus kemih dan
kemudian timbul sindrom lengkap obstruksi leher kandung kemih seperti
digambarkan pada hipertrofia prostat. Striktur akibat radang uretra sering agak
luas dan mungkin multiple (Smeltzer.C,2002).

2.4 Etiologi
Kongenital, uretritis gonore atau non gonore,ruptur uretra anterior atau
posterior serta iatrogenik maupun bukan. Pada wanita umumnya disebabkan
karena radang kronis, biasanya wanita tersebut berusia di atas 40 tahun dengan
sistitis berulang (Mansjoer.A, 2000).
Striktur uretra dapat disebabkan oleh setiap radang kronik atau cedera.
Radang karena gonore merupakan penyebab penting tetapi radang lain yang
kebanyakan di sebabkan penyakit kelamin lain. Kebanyakan striktur terletak di
pars membranasea walaupun juga terdapat di tempat lainInfeksi, trauma internal
maupun eksternal pada uretra, kelainan bawaan (Nursalam, 2008).
Penyebab umum dari suatu penyempitan uretra adalah akibat traumatik atau
iatrogenik. Penyebab lain adalah inflamasi, proses keganasan dan kelainan
bawaan pada uretra (Muttaqin.A, 2011).

2.5 Patofisiologi
Lesi pada epitel uretra atau putusnya kontinuitas, baik oleh proses infeksi
maupun akibat trauma, akan menimbulkan terjadinya reaksi peradangan dan
fibroblastic. Iritasi dan urine pada uretra akan mengundang reaksi fibroblastic
yang berkelanjutan dan proses fibrosis makin menghebat sehingga terjadilah
penyempitan bahkan penyumbatan dari lumen uretra serta aliran urine mengalami
hambatan dengan segala akibatnya. Ekstravasasi urine pada uretra yang
mengalami lesi akan mengundang terjadinya peradangan periuretra yang dapat
berkembang menjadi abses periuretra dan terbentuk fistula uretrokutan (lokalisasi
pada penis, perineum dan / atau skrotum) (Nursalam, 2008).

2.6 WOC
2.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratoriun
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk pelengkap pelaksanaan
pembedahan. Selain itu, beberapa dilakukan untuk mengetahui adanya tanda
tanda infeksi melalui pemeriksaan urinalisis dan kultur urine
Uroflowmetri
b. Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran
urine. Volume urine yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan lamanya
proses miksi. Kecepatan pancaran urine normal pada pria adalah 20 ml/detik dan
pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran kurang dari harga normal
menandakan adanya obstruksi.
c. Radiologi
Diagnosis pasti dibuat dengan uretrografi sehingga dapat melihat letak
penyempitan dan besarnya penyempitan uretra. Untuk mengetahui lebih lengkap
mengenai panjang striktur adalah dengan sistouretrografi yaitu memasukkan
bahan kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara retrograd dari uretra.
Dengan pemeriksaan ini, panjang striktur dapat diketahui sehingga penting untuk
perencanaan terapi atau operasi (Muttaqin.A, 2011).

2.8 Penatalaksanaan Medis


Pada pasien yang datang dengan retensio urine harus dilakukan sistostomi
kemudian baru dilakukan pemeriksaan uretrografi untuk mengetahui adanya
striktur uretra. Pada pasien dengan infiltrat urine atau abses dilakukan insisi,
sistostomi baru kemudian dilakukan uretrografi. Bila panjang striktur uretra lebih
dari 2 cm atau terdapat fistula uretrokutan atau residif dapat dilakukan
uretroplasty. Bila panjang striktur kurang dari 2 cm dan tidak ada fistel maka
dilakukan bedah endoskopi dengan alat sachse. Untuk striktur uretra anterior
dapat dilakukan otis uretrotomie. Pada wanita pengobatannya dengan dilatasi, bila
cara tersebut gagal bisa dilakukan otis uretrotomie (Mansjoer.A, 2002).

2.9 Asuhan Keperawatan


BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

Vous aimerez peut-être aussi