Vous êtes sur la page 1sur 32

Pemeluk Islam pertama

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Lompat ke: navigasi, cari
Artikel ini adalah bagian dari seri tentang:

Islam

Rukun Iman

Allah

Malaikat
Kitab Allah

Rasul
Hari Kiamat

Qadha & Qadar

Rukun Islam

Syahadat
Salat

Saum
Zakat
Haji

Teks dan hukum

1
Quran
Sunnah
Hadits

Fiqih
Syariah
Kalam

Sejarah dan pemimpin

Garis waktu
Muhammad

Ahlul Bait
Sahabat

Khulafaur Rasyidin
Kekhalifahan
Penyebaran Islam

Denominasi

Sunni
Syiah
Sufisme

Ibadi
Ahmadiyah

Non-denominasi
Quranisme
NOI (Five-Percent)
Liberal

Budaya dan masyarakat

Akademik
Hewan

2
Seni

Kalender
Anak-anak

Dakwah
Demografi

Festival
Masjid

Filsafat
Politik

Sains
Wanita

Topik terkait

Agama lain
Islamisme
Kritik
Islamofobia
Glosarium

Portal Islam

l
b
s

As-Sabiqun al-Awwalun (Arab:


)adalah orang-orang terdahulu yang pertama
kali masuk/ memeluk Islam. Mereka adalah dari golongan kaum Muhajirin dan Anshar,[1]
mereka semua sewaktu masuk Islam berada di kota Mekkah, sekitar tahun 610 Masehi pada
abad ke-7.[2] Pada masa penyebaran Islam awal, para sahabat nabi di mana jumlahnya sangat
sedikit dan golongan as-sabiqun al-awwalun yang rata-ratanya adalah orang miskin dan
lemah.

Daftar isi
1 Etimologi

3
2 Kerasulan Nabi Muhammad
o 2.1 Awal kerasulan
o 2.2 Pendakwahan
2.2.1 Siriyyah (rahasia)
2.2.2 Terbuka
2.2.3 Madrasah Pertama
o 2.3 Daftar as-sabiqun al-awwalun
o 2.4 Profesi
o 2.5 Tugas
3 Surga Bagi As-Sabiqun al-Awwalun
4 Kedatangan Islam secara asing dan akan kembali asing
5 Lihat pula
6 Catatan kaki
7 Referensi

Etimologi[sunting | sunting sumber]


Akar kalimat as-sabiqun dalam bahasa Arab berakar dari huruf S-B-Q (-- Sin-Ba-
Qaf), sabaqa ( )sebuah kata kerja yang artinya "mendahulukan", "pergi sebelum", "lebih
dahulu", "melampaui", juga berarti "sudah" atau "sebelum"; "aksi pendahulu", "bergerak
sebelumnya" dan sebagainya, contoh:


...dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang...(An-Nazi'at, 79:4)

yang artinya melewati atau melampaui. Sabaqa: berpacu (kata kerja). Sabiq: bertindak.[3]

Kemudian kalimat al-awwalun terdiri dari huruf A-W-L (-- Alif-Wau-Lam), awwal
( )sebuah kata yang artinya "pertama" atau "awal", kemudian kata ini diserap kedalam
bahasa Indonesia, yang memiliki makna yang sama pula.

Kerasulan Nabi Muhammad[sunting | sunting sumber]


Awal kerasulan[sunting | sunting sumber]

Nabi Muhammad dilahirkan di tengah-tengah masyarakat terbelakang yang senang dengan


kekerasan, pertempuran dan penyembahan berhala. Ia sering menyendiri ke Gua Hira',
sebuah gua bukit dekat Mekkah, yang kemudian dikenali sebagai Jabal An Nur karena
bertentangan sikap dengan kebudayaan Arab pada zaman tersebut. Di sinilah ia sering
berpikir dengan mendalam, memohon kepada Allah supaya memusnahkan kekafiran dan
kebodohan.

Pada suatu malam, ketika Nabi Muhammad sedang bertafakur di Gua Hira', Malaikat Jibril
mendatanginya. Jibril membangkitkannya dan menyampaikan wahyu Allah di telinganya. Ia
diminta membaca. Ia menjawab, "Saya tidak bisa membaca". Jibril mengulangi tiga kali

4
meminta agar Nabi Muhammad membaca, tetapi jawabannya tetap sama. Akhirnya, Jibril
berkata:

Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari


segumpal darah. Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang Maha Pemurah, yang
mengajar manusia dengan perantaraan (menulis, membaca). Dia mengajarkan
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Al-Alaq 96: 1-5)
Ini merupakan wahyu pertama yang diterima oleh Muhammad. Ketika itu ia berusia 40 tahun.
Wahyu turun kepadanya secara berangsur-angsur dalam jangka waktu 23 tahun. Wahyu
tersebut telah diturunkan menurut urutan yang diberikan Muhammad, dan dikumpulkan
dalam kitab bernama al-mushaf yang juga dinamakan al-Quran (bacaan).

Pendakwahan[sunting | sunting sumber]

Siriyyah (rahasia)[sunting | sunting sumber]

Selama tiga tahun pertama, Nabi Muhammad hanya menyebarkan agama terbatas kepada
teman-teman dekat dan kerabatnya, pendapat ini dikemukakan oleh Ibnu ishaq dan Al-
Waqidi. Kebanyakan dari mereka yang percaya dan meyakini ajaran Muhammad adalah para
anggota keluarganya, tetapi tidak semua orang terdekatnya mau menerima dakwah ini.
Sebagai contoh Abu Thalib yang tidak meyakini ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad.
Begitu pula dengan salah satu pamannya yang bernama Abu Lahab, bahkan menjadi
penentang keras dakwah Muhammad.

Nabi Muhammad menjadi nabi dan berdakwah pada kisaran tahun 610 - 614 Masehi. Setelah
adanya wahyu, surat Al-Muddatsir: 1-7, yang artinya:

Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan
Rabbmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa
(menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan
maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak, dan untuk (memenuhi
perintah) Rabbmu, bersabarlah. (Al-Mudatsir 74: 1-7)
Dengan turunnya surat Al-Muddatsir ini, mulailah rasulullah berdakwah. Mula-mula ia
melakukannya secara sembunyi-sembunyi di lingkungan keluarga, sahabat, pengasuh dan
budaknya. Orang pertama yang menyambut dakwahnya adalah Khadijah, istrinya. Dialah
yang pertama kali masuk Islam. Menyusul setelah itu adalah Ali bin Abi Thalib, saudara
sepupunya yang kala itu baru berumur 10 tahun, sehingga Ali menjadi lelaki pertama yang
masuk Islam.

Kemudian Abu Bakar, sahabat karibnya sejak masa kanak-kanak. Baru kemudian diikuti oleh
Zaid bin Haritsah, bekas budak yang telah menjadi anak angkatnya, dan Ummu Aiman,
pengasuh Nabi Muhammad sejak ibunya masih hidup. Setelah mereka, lalu masuk yang
lainnya. Abu Bakar sendiri kemudian berhasil mengislamkan beberapa orang teman
dekatnya, seperti, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa'ad bin
Abi Waqqas, dan Thalhah bin Ubaidillah. Dari dakwah yang masih rahasia ini, belasan orang

5
telah masuk Islam. Sedangkan menurut sejarah Islam, putri Abu Bakar yaitu Aisyah adalah
orang ke 21 atau 22 yang masuk Islam.[4]

Syaikh Al-Albani mengatakan: "Lelaki dewasa dan merdeka yang pertama kali beriman
adalah Abu Bakar, dari kalangan anak-anak adalah Ali bin Abi Thalib, dari kalangan budak
Zaid bin Haritsah.[5]

Terbuka[sunting | sunting sumber]

Dakwah secara siriyyah ini dilakukan selama kurang lebih 3 tahun dan setelah orang Islam
berjumlah 40 orang[6], maka turunlah ayat


...dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat (Asy-
Syuara, 26:214)

Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang


diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.
Sesungguhnya kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang
memperolok-olokkan (kamu). (Al-Hijr ayat 15:94-95)
Nabi Muhammad mulai terbuka menjalankan dakwah secara terang-terangan. Mula-mula ia
mengundang kerabat karibnya bangsa Quraisy dalam sebuah jamuan. Pada kesempatan itu ia
menyampaikan ajarannya.

Namun ternyata hanya sedikit yang menerimanya. Sebagian menolak dengan halus, sebagian
menolak dengan kasar, salah satunya adalah Abu Lahab dan istrinya Ummu Jamil. Mereka
sangat membenci ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad.

Sebelum kelahiran Nabi Muhammad, orang-orang Arab Quraisy adalah para penyembah
berhala. Mereka suka membunuh anak laki-Iaki dan menanam hidup-hidup anak perempuan.
Mereka mudah membunuh sebagian yang lain hanya karena hal-hal yang sepele. Oleh karena
itu ketika Muhammad mengajak mereka untuk menyembah Allah yang Esa, meninggalkan
kepercayaan mereka, mereka marah besar. Mereka yang semula cinta kepadanya berubah
menjadi kebencian dan kemarahan. Sedangkan mereka yang semula membenarkan
Muhammad, telah berubah menjadi orang-orang yang mendustakannya.

Madrasah Pertama[sunting | sunting sumber]

Nabi Muhammad mulai merasa perlu mencari sebuah tempat bagi para pemeluk Islam dapat
berkumpul bersama. Di tempat itu akan diajarkan kepada mereka tentang prinsip-prinsip
Islam, membacakan ayat-ayat Al-Qur'an, menerangkan makna dan kandungannya,
menjelaskan hukum-hukumnya dan mengajak mereka untuk melaksanakan dan
mempraktikkannya. Pada akhirnya Muhammad memilih sebuah rumah di bukit Shafa milik
Abu Abdillah al-Arqam bin Abi al-Arqam. Semua kegiatan itu dilakukan secara rahasia tanpa
sepengetahuan siapa pun dari kalangan orang-orang kafir.

Rumah Abu Abdillah al-Arqam bin Abi al-Arqam ini merupakan Madrasah pertama
sepanjang sejarah Islam,[7] tempat ilmu pengetahuan dan amal saleh diajarkan secara terpadu

6
oleh sang guru pertama, yaitu Nabi Muhammad. Ia sendiri yang mengajar dan mengawasi
proses pendidikan disana.

Daftar as-sabiqun al-awwalun[sunting | sunting sumber]

Ibnu Hisyam pernah menulis 40 nama as-sabiqun al-awwalun. Ia menulis Khadijah dalam
nomor urut pertama, Asma' di nomor urut 18, dan Aisyah di nomor urut 19. Umar bin
Khattab berada jauh di bawah Aisyah.[8]

Yang termasuk as-sabiqun al-awwalun adalah sebagai berikut:

Khadijah binti Khuwailid Utsman bin Mazh'un


Zaid bin Haritsah Said bin Zayd bin Amru
Ali bin Abi Thalib Abu Ubaidah bin al-Jarrah
Abu Bakar Al-Shiddiq Waraqah bin Naufal
Bilal bin Rabah Abu Dzar Al-Ghiffari
Ummu Aiman Umar bin Anbasah
Hamzah bin Abdul Muthalib Said bin Al-Ash
Abbas bin Abdul Muthalib Abu Salamah bin Abdul Asad
Abdullah bin Abdul-Asad Abu Abdillah al-Arqam bin Abi al-Arqam
Ubay bin Kaab Yasir bin Amir
Abdullah bin Rawahah Ammar bin Yasir
Abdullah bin Mas'ud Sumayyah binti Khayyat
Mus'ab bin Umair Amir bin Abdullah
Mua'dz bin Jabal Ja'far bin Abi Thalib
Aisyah Khabbab bin 'Art
Umar bin Khattab Ubaidah bin Harits
Utsman bin Affan Ummu al-Fadl Lubaba
Arwa' binti Kuraiz Shafiyyah
Zubair bin Awwam bin Khuwailid Asma' binti Abu Bakr
Abdurrahman bin Auf Fatimah bin Khattab
Sa'ad bin Abi Waqqas Suhayb Ar-Rummi
Thalhah bin Ubaidillah
Abdullah bin Zubair
Miqdad bin Aswad

Khadijah, Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar Al-Shiddiq, Ummu Aiman, dan
Bilal bin Rabah, merekalah orang yang pertama kalinya mengucap kalimat dua syahadat, lalu
menyebar ke yang lainnya. Kesemuanya berasal dari kabilah Quraisy, kecuali Bilal bin
Rabah.

Daftar di atas tersebut, tidaklah sesuai dengan kronologis urutan sejarah aslinya, dikarenakan
penyebaran Islam ini awalnya secara rahasia, maka terlalu sulit untuk mencari siapa saja yang
terlebih dahulu memeluk Islam, setelah lima besar pemeluk Islam.

Profesi[sunting | sunting sumber]

7
Pada awalnya golongan ini hanya terdiri dari kaum miskin dan lemah, kemudian setelah
menempuh waktu semakin bertambah dan masuk beberapa orang dari lapisan golongan
masyarakat, yang terdiri dari pemuka adat, pemimpin suku, panglima perang, ibu rumah
tangga, anak-anak, majikan, saudagar, pengusaha, pedagang, petani, peternak binatang,
pelayan rumah tangga, orang merdeka, budak.

Para budak banyak yang tertarik dengan prinsip yang diajarkan oleh Islam, yaitu tentang
kesetaraan manusia di hadapan Allah, rasulallah mempersaudarakan sebagian muslim dari
golongan aristokrat Quraisy dengan sekelompok muslim lain yang dari golongan budak.
Tidak ada perbedaan antara yang kaya dan miskin, kuat maupun lemah, merdeka maupun
budak, Arab maupun non-Arab, semua setara. Menurut kaca mata Islam, Allah tidak pernah
melihat umat-Nya berdasarkan profesi/ pangkat dan jabatan seseorang, yang Allah nilai
hanya iman dan taqwa hamba-Nya.

Tugas[sunting | sunting sumber]

As-Sabiqun al-Awwalun yang Salaf, memiliki beberapa tugas penting yang harus diemban
mereka. Tugas itu meliputi:

Bertauhid (mengesakan Allah), Berhala harus dihancurkan,


Beriman kepada para malaikat, Melarang kemusyrikan,
rasul, kitab-kitab Allah, takdir Darah tidak ditumpahkan,
Menegakkan salat, Tidak ada jiwa yang harus dibunuh
Menunaikan zakat, kecuali karena kebenaran,
Melakukan keadilan, Jalan-jalan tetap aman,
Melakukan amal kebaikan, Tali silaturahmi terus dijalin,
Meninggalkan kekejian, Menjunjung tinggi kesetaraan/
Meninggalkan kemungkaran, kemerdekaan manusia,
Meninggalkan kezaliman, Mencegah keburukan,
meninggalkan penyembahan Mempertahanan bela agama,
berhala, Menyebarkan secara diam-diam agama
yang dibawa oleh Muhammad.

Surga Bagi As-Sabiqun al-Awwalun[sunting | sunting


sumber]
Menurut kepercayaan Islam, As-Sabiqun al-Awwalun akan mempunyai tempat tinggal yang
mulia, Surga Jannatun Na'im.

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara


orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah dan
Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang
besar (At-Taubah ayat 9:100)

8
Diperkuat oleh dalam hadits mutawatir yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari tentang tiga
masa yang mendapatkan kemulian dan keutamaan muslim dan lain-lainnya, dimana Nabi
Muhammad bersabda, Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi
setelahnya, kemudian generasi setelahnya.[9]

Kedatangan Islam secara asing dan akan kembali


asing[sunting | sunting sumber]
Menurut beberapa hadits yang shahih, agama Islam dikatakan pertama kali muncul dalam
keadaan terasing, kemudian akan kembali menjadi asing sebagaimana semula ajaran Islam itu
datang. Sementara itu orang disekelilingnya telah menjadi rusak secara aqidah dan mereka
akan memusuhi ajaran Islam itu sendiri

https://id.wikipedia.org/wiki/Pemeluk_Islam_pertama

9
Nama lengkapnya adalah Jafar bin Abi Thalib bin Thalib Abd Manaf bin Abd al-Muthallib
bin Hasyim bin Abd Manaf bin Qushai al-Quraisyi al-Hasyimi. Jafar adalah putra ketiga
Abu Thalib, paman Nabi Saw dan kakak kandung Ali bin Abi Thalib yang berusia sepuluh
tahun lebih tua diatas Ali bin Thalib. Dia dikenal dengan julukan Jafar al-Thayyar (Jafar
sebagai burung terbang).

Sosok Jafar bin Abi Thalib digambarkan sebagai seorang yang bertubuh tinggi, besar serta
kuat. Jafar juga seorang yang mempunyai otak yang cerdas, dia adalah salah satu diantara 5
orang sahabat yang secara fisik mirip dengan Rosulullah Saw, kelima orang tersebut adalah
Abu Sufyan bin al-Harist, Qatsam bin al-Abbas, Al-Saib bin Ubaid bin Abd Yazid, al-Hasan
bin Abi Thalib, cucu Rosulullah Saw dari putrinya Fatimah al-Zahra, dan Jafar bin Abi
Thalib sendiri. Mengenai kemiripan Jafar dengan Rosullah Saw, beliau sendiri pernah
bersabda: Engkau ini Jafar bin Abi Thalib, orang yang paling mirip denganku, baik secara
fisik maupun akhlak. Engkau juga berasal dari jajaran keluargaku.

Jafar bin Abi Thalib bersama istrinya Asma binti Umais termasuk golongan sahabat yang
pertama masuk Islam. Semenjak kecil Jafar diasuh oleh pamannya Abbas bin Abdul
Muthalib dimana Abbas juga termasuk ke dalam golongan orang yang pertama masuk Islam.
Dia diasuh oleh pamannya karena memang Abu Thalib adalah seorang yang miskin dan
mempunyai anak yang banyak, karenanya dia merelakan beberapa putranya untuk diasuh
oleh saudaranya, termasuk Ali bin Abi Thalib yang diasuh oleh Rosulullah Saw.

Jafar bersama istrinya Asma turut serta dalam hijrah pertama kaum muslimin ke negeri
Habasya. Negeri yang dipimpin oleh seorang raja Nasrani yang dikenal adil, sehingga sang
raja bisa menerima kehadiran kaum muslimin dengan baik dan dengan tangan terbuka.
Kepergian kaum muslimin ke negeri Habasya melahirkan kecemasan tersendiri dikalangan
kaum musyrikin. Mereka takut jika kaum muslimin akan bertambah kuat setelah berada di
sana. Karenanya kaum musyrikin mengutus beberapa orang untuk menghadap raja Negus dan
membujuknya untuk menolak kedatangan kaum muslimin dan mengembalikan mereka ke
negerinya. Utusan kaum kafir Quraisy ini juga membawa sejumlah hadiah yang akan
diberikan kepada para pembesar dan pendeta Habasya agar niat mereka bisa dikabulkan. Pada
saat yang sama utusan kaum muslimin yang salah satunya diwakili oleh Jafar bin Abi Thalib
juga sedang menghadap sang raja.

Pada saat raja Negus, dihadapkan dengan utusan Quraisy dan kaum muhajirin Islam, utusan
Quraisy mengatakan tuduhan terhadap kaum muslimin bahwa kaum muslimin itu adalah
orang-orang bodoh dan tolol yang meninggalkan agama nenek moyang mereka tetapi tidak
pula hendak memasuki agama yang dianut oleh raja Negus dan bahkan datang dengan agama
baru yang mereka ada-adakan sehingga utusan itu meminta mereka dikembalikan pada
kaumnya. Negus pun bertanya kepada kaum muslimin, agama apakah yang menyebabkan
mereka meninggalkan bangsanya tetapi juga tidak memandang perlu pula terhadap
agamanya(Nasrani). Mendengar pertanyaan raja Habasya tersebut,
Jafar pun bangkit berdiri untuk menunaikan tugas yang telah diamanahkan padanya oleh
kawan-kawannya sesama Muhajirin yang mereka tetapkan dalam rapat yang diadakan
sebelumnya. Dengan pandangan ramah penuh kecintaan kepada baginda raja yang telah baik
menerima mereka, beliau berkata: Wahai paduka yang mulia! Dahulu kami memang orang-
orang jahil dan bodoh; kami menyembah berhala, memakan bangkai, melakukan pekerjaan-
pekerjaan keji, memutuskan silaturahmi, menyakiti tetangga dan orang yang berhampiran.
Yang kuat waktu itu memakan yang lemah. Hingga datanglah masanya Allah mengirimkan
Rasul-Nya kepada kami dari kalangan kami. Kami kenal asal-usulnyam kejujurannya,

10
ketulusan dan kemuliaan jiwanya. Ia mengajak kami untuk mengesakan Allah dan
mengabdikan diri pada-Nya, dan agar membuang jauh-jauh apa yang pernah kami sembah
bersama bapak-bapak kami dulu, berupa batu-batu dan berhala. Beliau menyuruh kami bicara
benar, menunaikan amanah, menghubungkan silaturahmi, berbuat baik kepada tetangga dan
menahan diri dari menumpahkan darah yang dilarang Allah. Dilarangnya kami berbuat keji
dan zina, mengeluarkan ucapan bohong, memakan harta anak yatim, dan menuduh berbuat
jahat terhadp wanita yang baik-baik. Lalu kami benarkan ia dan kami beriman kepadanya,
dan kami ikuti dengan taat apa yang disampaikannya dari Tuhannya. Lalu kami beribadah
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan tidak kami persekutukan sedikitpun juga, dan kami
haramkan apa yang dihalalkan-Nya untuk kami. Karenanya kaum kami memusuhi kami dan
menggoda kami dari agama kami, agar kami kembali menyembah berhala lagi, dan kepada
perbuatan-perbuatan jahat yang pernah kami lakukan dulu. Maka sewaktu mereka memaksa
dan menganiaya kami, dan menggecet hidup kami dari agama kami, kami keluar hijrah ke
negeri paduka, dengan harapan akan mendapatkan perlindungan paduka dan terhindar dari
perbuatan mereka.

Jafar mengucapkan kata-kata yang mempesona itu laksana cahaya sehingga membangkitkan
perasaan dan keharuan pada jiwa raja Negus. Ketika raja Negus menanyakan wahyu yang
dibawa dari Rasulullah, Jafar langsung membacakan bagian dari surat Maryam.
Mendengarnya, sang rajapun langsung menangis, begitu pula dengan para pendeta dan
pembesar lainnya. Selanjutnya Negus mengatakan kepada kaum Quraisy bahwa
sesungguhnya yang dibaca tadi dan yang dibawa oleh Isa a.s. sama memancar dari satu pelita,
karena itu utusan Quraisy dipersilahkan pergi dan beliau tidak akan menyerahkan kaum
muslimin kepada mereka.

Tetapi keesokan harinya utusan kaum Quraisy itu datang kembali menghadap Raja Negus
hendak memojokkan kaum muslimin telah mengucapkan suatu ucapan keji yang
merendahkan kedudukan Isa sehingga hal itu cukup menggoncangkan raja Negus dan para
pengikutnya. Raja Negus pun memanggil kaum muslimin kembali untuk menanyai
bagaimana sebenarnya pandangan Agama Islam tentang Isa al-Masih.
Jafar pun kemudian berdiri dan berkata: Kami akan mengatakan tentang Isa a.s , sesuai
dengan keterangan yang dibawa Nabi kami Muhammad saw, bahwa
Isa adalah seorang hamba Allah dan Rasul-Nya serta kalimah-Nya yang ditiupkan-Nya
kepada Maryam dan ruh daripada-Nya. Mendengar ucapan Jafar, raja Negus bertepuk
tangan tanda setuju seraya mengumumkan bahwa memang begitulah yang dikatakan al-
Masih tentang dirinya. Akhirnya raja Neguspun mempersilahkan kaum muslimin itu untuk
tinggal bebas di negerinya dan akan melindungi mereka serta mengusir para utusan Quraisy
dengan mengembalikan hadiah-hadiahnya.

Jafar juga dikenal dengan julukan bapak orang miskin. Julukan ini diberikan kepadanya
karena sikap kedermawanan dan kepeduliannya yang tinggi terhadap orang-orang miskin.
Dia tidak pernah menggenggam harta bendanya sendirian, tetapi melibatkan kaum muslimin
untuk ikut memilikinya. Dia sering menanggung makanan kaum fakir miskin dan sering
menjenguk serta menjamin kebutuhan mereka.

Jafar juga seorang yang terkenal dengan keberaniannya. Dia selalu mengikuti berbagai
peperangan yang terjadi di masa Rosulullah Saw. Sehingga dia menjadi syahid dalam
pertempuran Mutah. Dalam pertempuran pertama melawan bangsa Romawi tersebut, Jafar
menjadi panglima perang bersama Zaid bin Haritsah dan Abdullah bin Rawanah. Setelah
Zaid tewas di medan peperangan, Jafar kemudian mengambil bendera kepemimpinan.

11
Dengan gagah berani dan pantang menyerah dia terus menghunuskan pedangnya kekanan
dan ke kiri kearah pasukan lawan, hingga akhirnya salah satu tangannya terputus, kemudian
dengan sigap, bendera kepemimpinan beralih di tangan kirinya hingga akhirnya tangan
kirinyapun terputus, sebelum akhirnya dia tewas menjadi syahid.

Ketika rosulullah Saw mendengar Jafar bin Abi Thalib dan beberapa sahabat tewas di medan
perang, beliau datang ke rumah Jafar dan menemui istri dan anak-anaknya. Saat itu istri
Jafar Asma sedang membuat adonan kue untuk menyambut kedatangan suaminya Jafar dari
medan peperangan. Anak-anakpun sudah dimandikan dengan rapi. Kemudian Rosulullah
berkata kepada Asma: Kemana anak-anakmu? Bawa kemari. Setelah anak-anak dibawa
kehadapan beliau, Rosulullah Saw mendekap mereka sambil menitikkan air mata. Suasana
menjadi begitu mengharukan. Kemudian Asma bertanya kepada Rosulullah Saw: Wahai
Rosulullah, demi ayah ibuku, aku tidak tahu kenapa suasanya jadi menjadi begitu
mengharukan. Apa yang membuat engkau menangus seperti ini?, jangan-jangan telah datang
berita tentang Jafar dan para sahabat yang lain dari medan pertempuran?.

Rosulullah Sawpun menjawab: Betul wahai Asma, tabahkan hatimu, Jafar bin Abi Thalib
dan beberapa orang sahabat telah menjadi syahid. Sontak Asmapun menangis tersedu-sedu.
Rosulullahpun menasihatinya untuk selalu tabah dan berserah diri kepada Allah. Kemudian
beberapa anggota keluarga Rosulullah seperti Fatimah putrinya juga segera datang dengan
bercucuran airmata untuk menghibur dan mengucapkan bela sungkawa kepada Asma.

Jafar meninggal dalam usia 41 tahun. Dia menjadi syahid yang pasti akan diganjar surga
oleh Allah karena telah berjuang dengan membawa panji-panji kebenaran[1].

[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Ja%27far_bin_Abi_Thalib,
http://embuntarbiyah.wordpress.com/2007/06/18/ja%E2%80%99far-bin-abi-thalib/, Hilmi
Ali Syaban, Ibid, hlm 5-53

1 komentar April 15, 2010

32. Ammar bin Yasir


Ammar bin Yasir adalah putra dari Yasir bin Amir dari seorang ibu Sumayyah binti Khayyat.
Sebagai anak yang lahir dari keluarga yang fakir dan berasal dari kelas paling rendah dalam
strata sosial masyarakat Arab masa itu, maka sejak kecil Ammar juga sudah sangat akrab
dengan berbagai penderitaan. Sosok Ammar digambarkan sebagai seorang yang bertubuh
tinggi dengan bahunya yang bidang dan matanya yang biru, dia adalah seorang yang amat
pendiam dan tak suka banyak bicara

Setiap hari Rasulullah saw. berkunjung ke tempat disiksanya keluarga Yasir, mengagumi
ketabahan dan kepahlawanannya, hati beliaupun hancur menyaksikan mereka menerima
siksaan yang sangat menyakitkan. Ketika Rasulullah saw. mengunjungi mereka, Ammar
berkata kepada Rosulullah: WahaiRasulullah, adzab yang kami derita telah sampai ke
puncak. Mendengar keluhan dari mulut Ammar Rasulullah saw berkata:

12
Shabarlah, wahai Abal Yaqdhan, Shabarlah, wahai heluarga Yasir, tempat yang dijanjikan
bagi halian ialah Surga.

Siksaan yang diami oleh Ammar banyak dilukiskan oleh kawan-kawannya dalam beberapa
riwayat. Pernah suatu ketika Ammar disiksa sampai-sampai ia tak menyadari apa yang
diucapkannya. Ammar juga pernah dibakar dengan api oleh orang-orang musyrik. Ketika itu
Rosulullah Saw lewat di tempat tersebut dan melihat kejadian penyiksaan itu. Kemudian
Rosulullah Saw memegang kepalanya dengan tangan beliau, sambil bersabda: Hai api,
jadilah kamu sejuk dingin di tubuh Ammar, sebagaimana dulu hamu juga sejuk dingin di
tubuh Ibrahim!.

Pernah di hari yang lain, Ammar dipukul oleh tukang-tukang cambuk dengan sekuat tenaga
mereka. Kemudian dibakar dengan besi yang sangat panas, disalib di atas pasir panas dengan
ditindih batu laksana bara merah, bahkan sampai ditenggelamkan ke dalam air hingga sesak
nafasnya dan mengelupas kulitnya yang penuh dengan luka.
Pada hari itu, ketika ia telah tak sadarkan diri lagi karena siksaan yang demikian berat, orang-
orang itu mengatakan kepadanya: Pujalah olehmu tuhan-tuhan kami!. Dengan kondisi yang
tidak sadar Ammar mengikutinya tanpa mengetahui apa yang diucapkannya. Ketika ia
siuman sebentar akibat dihentikannya siksaan, tiba-tiba ia sadar akan apa yang telah
diucapkannya, segeralah dia memohon ampun atas apa yang telah diucapkannya.

Ketika itu Rasulullah saw. Sedang menemui Ammar dan mendapatinya ia sedang menangis,
maka disapunyalah tangisnya itu dengan tangan beliau dan bertanya kepada Ammar: Orang-
orang hafir itu telah menyiksamu dan menenggelamkanmu ke dalam air sampai kamu
mengucapkan begini dan begitu ?, Ammarpun menjawab:
Benar: wahai RasuIullah. Kemudian Rasulullah Saw tersenyum sambil berkata: Jika
mereka memaksaimu lagi, tidak apa, ucapkanlah seperti apa yang kamu katakan tadi .!
Lalu Rasulullah Saw membacakan sebuah kepadanya sebuah ayat mulia, yakni:
Kecuali orang yang dipaksa, sedang hatinya tetap teguh dalam keimanan ...(Q.S. 16 an-
Nahl: 106). Mendengar sabda Rosulullah Saw Ammarpun merasakan ketenangan.

Setelah Rosulullah berhijrah di Madinah. Ammarpun mengikuti beliau berhijrah dan tinggal
di Madinah. Ammar selalu aktif mengikuti berbagai peperangan baik pada masa Rosulullah
Saw, maupun peperangan yang terjadi setelah wafatnya beliau. Mulai dari perang Badar,
perang Uhud, perang Khondaq, perang tabuk dan lain sebagainya. Dia juga berada pada
barisan terdepan ketika berperang melawan para murtaddin setelah wafatnya Rosulullah Saw,
bahkan salah satu telinganya terpotong pada saat perang tersebut. Ammar juga berada dalam
barisan pasukan muslim ketika terjadi peperangan besar kaum muslimin melawan bangsa
Romawi dan Persia.

Ammar juga dikenal sebagai seorang yang zuhud dan tidak memikirkan tentang hal-hal
keduniawian. Pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab, Ammar dipercaya sebagai
Amir di kufah dengan Abdullah bin Masud sebagai bendaharanya. Ketika sang khalifah
mengangkat Ammar dan Abdullah bin Masud, Umar mengirimkan surat kepada para
penduduk Kufah yang isinya adalah sebagai berikut: Saya kirim kepada tuan-tuan Ammar
bin Yasir sebagai Amir, dan Ibnu Masud sebagai bendahara dan wazir Keduanya adalah
orang-orang pilihan, dari golongan sahabat Muhammad SAW, dan termasuk pahlawan-
pahlawan Badar!

13
Selama menjadi seorang Amir, Ammar tetaplah menjadi seorang yang biasa saja dan tidak
rakus dengan jabatan dan harta. Meski sebagai seorang pemimpin Ammar bin Yasir biasa
membeli sayuran di pasar, lalu mengikatnya dengan tali dan memikulnya di atas punggung
dan membawanya pulang. Suatu ketika, salah seorang awam berkata (menghina) kepada
Ammar bin Yasir, Hai, yang telinganya terpotong! Mendengar omongan orang itu, sang
amir yang tidak kelihatan keamirannya, berkata, Yang kamu cela itu adalah telingaku yang
terbaik karena ia ditimpa kecelakaan waktu perang fi sabilillah.

Ammar adalah sahabat kesayangan Rosulullah Saw. Bahkan beliau sering membanggakan
Ammar dihadapan para sahabat yang lain dengan berkata: Diri Ammar dipenuhi keimanan
sampai ke tulang pungungnya!. Pernah suatu ketika terjadi selisih faham antara Khalid bin
Walid dengan Ammar, Rasullah bersabda:
Siapa yang memusuhi Ammar, maka ia akan dimusuhi Allah; dan siapa yang membenci
Ammar, maka ia akan dibenci Allah!. Mendengar perkataan Rosulullah Saw, maka tidak
ada pilihan bagi Khalid bin Walid, pahlawan Islam itu, selain segera mendatangi Ammar
untuk mengakui kekhilafannya dan meminta maaf.

Pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib, Ammar berada dibelakang sang
khalifah untuk turut serta dalam perang shiffin. Padahal saat usia Ammar sudah tidak muda
lagi yakni telah berumur 93 tahun, tetapi semangat Ammar masih sangat tinggi, sehingga
diapun bertekad untuk turut serta dalam peperangan demi membela kebenaran. Akhirnya
Ammarpun tewas menjadi syahid dalam perang shiffin tersebut. Begitulah sosok Ammar,
seorang yang menggapai kemuliaan karena keteguhan dan kekuatannya dalam membela
ajaran agamanya. Ajaran agama yang benar. Dia tidak takut kepada siapapun dan apapun
kecuali kepada Allah. Dia selalu memasrahkan dirinya kepada sang Maha hidup, sehingga dia
selalu siap berkorban seluruh jiwa dan raganya untuk menegakkan kebenaran[1].

[1] http://sabdaislam.wordpress.com/2009/12/01/045-ammar-bin-yasir/, http://www.perindu-


syurga.co.cc/2009/12/ammar-bin-yasir.html, http://id.wikipedia.org/wiki/Ammar_bin_Yasir,
http://tokohtokohislam.blogspot.com/2009/07/amar-bin-yasir-radhiallahu-anhu.html

Add a comment April 15, 2010

31. Yasir bin Amir


Yasir bin Amir adalah seorang sahabat Nabi Saw yang termasuk golongan orang fakir dan
papa. Dia bersama keluarganya (istrinya Sumayyah dan putranya Ammar bin Yasir) adalah
termasuk golongan orang yang pertama diberikan cahaya untuk masuk Islam. KeIslaman
Yasir bin Amir dimulai ketika dia berangkat meninggalkan negerinya di Yaman untuk
mencari dan menemui salah seorang saudaranya. Sesampainya di Makkah, rupanya dia
merasa cocok untuk tinggal di kota dimana Rosulullah Saw lahir dan menerima wahyu
kenabian yang akhirnya membuatnya tertarik untuk mengikuti ajaran Rosulullah Saw.
Setelah Bermukim disana, dia mengikat perjanjian persahabatan dengan Abu Hudzaifah Ibnul
Mughirah.

14
Kemudian Abu Hudzaifah mengawinkan dengan salah seorang sahayanya bernama Sumayah
binti Khayyath, dan dari perkawinan yang penuh berkah ini, dikarunia seorang putra bernama
Ammar. Keislaman Yasir bersama keluarganya membuatnya harus melalui ujian yang
sangat berat. Sebagai seorang fakir dan budak yang tidak mempunyai pelindung, Yasir
bersama istri dan anaknya mendapatkan siksaan yang cukup berat dari orang-orang kafir
Quraisy. Tetapi kekejaman dan kebiadaban yang ditimpakan kepada Yasir, istri serta
putranya Ammar tidak membuatnya luntur dan kembali kepada kepercayaan nenek
moyangnya.

Orang-orang Quraisy memang melakukan pertentang terhadap kaum muslimin sesuai dengan
kapasitasnya dan kedudukannya. Seandainya mereka ini golongan bangasawan dan
berpengaruh, mereka hadapi dengan ancaman dan gertakan. Abu Jahal, misalnya, menggertak
dengan ungkapan, Kamu berani meninggalkan agama nenek moyangmu padahal mereka
lebih baik daripadamu! Akan kami uji sampai dimana ketabahanmu; akan kami jatuhkan
kehormatanmu; akan kami rusak perniagaanmu; dan akan kami musnahkan harta bendamu!
Setelah itu, mereka lancarkan kepadanya perang urat syaraf yang amat sengit. Sementara,
sekiranya yang beriman itu dari kalangan penduduk Mekah yang rendah martabatnya dan
yang miskin; atau dari golongan budak belian, mereka didera dan disulutnya dengan api
bernyala.

Keluarga Yasir memang telah ditakdirkan oleh Allah SWT termasuk dalam golongan yang
kedua ini. Karenanya tidak mengherankan jika setiap hari, Yasir, Sumayyah, dan Ammar
dibawa ke padang pasir Mekah yang demikian panas, lalu didera dengan berbagai adzab dan
siksa. Hingga akhirnya Yasir dan Sumayyah menjadi syahid di tangan orang-orang yang
mendzaliminya.

Begitulah sosok Yasir, seorang yang miskin yang terus menerus mengalami siksaan dan
kebiadaban dari orang-orang kafir Quraisy.Tetapi dia tetap teguh mempertahankan
keimanannya meski harus melewati hari-hari yang berat dan sangat menyakitkan. Keyakinan
akan kebenaran agama yang dibawa Muhammad Saw, serta janji Allah yang akan
memberikan tempat yang layak bagi hamba yang sholeh menjadikannya kuat melawan segala
ujian yang menimpanya. Sebuah contoh teladan yang baik bagi semua umat muslim.

Add a comment April 15, 2010

30. Abu Abdillah al-Arqam bin Abi al-Arqam


Abu Abdillah al-Arqam bin Abi al-Arqam adalah termasuk sahabat Nabi yang pertama-tama
masuk Islam. Dia adalah seorang pengusaha yang cukup berpengaruh, berasal dari suku
Makhzum dari kota Mekkah.

Pada awal penyebaran Islam, Rosulullah Saw masih menyebarkan agama secara sembunyi-
sembunyi. Muhammad mulai merasa perlu mencari sebuah tempat bagi para pemeluk Islam
dapat berkumpul bersama. Di tempat itu akan diajarkan kepada mereka tentang prinsip-
prinsip Islam, membacakan ayat-ayat Al-Quran, menerangkan makna dan kandungannya,
menjelaskan hukum-hukumnya dan mengajak mereka untuk melaksanakan dan
mempraktikkannya. Pada akhirnya Muhammad memilih sebuah rumah di bukit Shafa milik

15
Abdillah al-Arqam bin Abi al-Arqam. Semua kegiatan itu dilakukan secara rahasia tanpa
sepengetahuan siapa pun dari kalangan orang-orang kafir.
Rumah milik Abu Abdillah al-Arqam bin Abi al-Arqam ini merupakan Madrasah pertama
sepanjang sejarah Islam, tempat ilmu pengetahuan dan amal saleh diajarkan secara terpadu
oleh sang guru pertama, yaitu Muhammad Rasulallah Saw. Beliau sendiri yang mengajar dan
mengawasi proses pendidikan disana. . Akhirnya rumah Al-Arqam yang sebelumnya disebut
Dar al-Arqam (rumah Al-Arqam), setelah dia memeluk Islam disebut dengan Dar al-Islam
(Rumah Islam)[1].

[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Abdillah_al-Arqam_bin_Abi_al-Arqam

Add a comment April 15, 2010

29. Said bin Al-Ash


Said bin Al-Ash adalah salah sahabat Rosulullah Saw yang berasal dari keturunan Bani
Umayyah. Nama lengkapnya adalah Said bin Ash bin Said bin Ash bin Umayyah bin Abdu
Syams. Dia termasuk golongan sahabat yang pertama masuk Islam.

Said dikenal sebagai seorang yang sangat dermawan dan berkelakuan baik. Dalam sebuah
kisah disebutkan bahwa Suatu ketika, Muhammad bin Jahm al-Barmaki (gubernur di masa
Khalifah Al-Mamun) bermaksud menjual rumahnya. Beberapa orang berkumpul dan salah
seorang di antara mereka membayar rumah itu seharga 50.000 dirham. Muhammad bin Jahm
berkata kepada si pembeli, Ambillah rumah ini dan berbahagialah serta bersenang-
senanglah! Mengapa demikian? tanya si pembeli heran. Dijawab oleh Muhammad bin
Jahm al-Barmaki, Karena rumah ini berdampingan dengan rumah Said bin al-Ash, Lalu
pembeli bertanya kembali, Bagaimana perilakunya terhadap para tetangga?. Jika kamu
meminta sesuatu dia pasti akan memberi. Bila kamu tidak meminta, dia akan menawarkan
diri. Bila kamu menyakitinya ia akan membalasnya dengan kebaikan. Dan bila ia berbuat
baik kepadamu, ia tidak akan menceritakannya kepada orang lain. Cerita ini sampai ke
telinga Said bin al-Ash. Ia pun memberi Muhammad bin Jahm 100.000 dirham seraya
berkata, Ambillah uang ini dan urungkan niatmu untuk menjual rumah!

Begitulah sosok Said, yang tidak pernah berfikir panjang untuk mengeluarkan sebagian
hartanya. Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan (tahun 30 H), sang khalifah
mengangkatnya sebagai penguasa di Kufah. Said termasuk pembantu khalifah dalam program
pengkodifikasian Al-Quran. Said wafat di Madinah pada tahun 59 H atau 679 M[1].

[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Sa%E2%80%99id_bin_Al-Ash

Add a comment April 15, 2010

28. Abu Dzar Al-Ghiffari


16
Nama aslinya adalah Jundub bin Junadah bin Sakan, tetapi dia dikenal dengan sebutan
Abu Dzar al-Ghiffari. Dia adalah sahabat Rosulullah yang berasal dari suku ghiffar dan
termasuk golongan orang yang pertama masuk Islam. Sebelum menjadi seorang muslim, Abu
Dzar dikenal sebagai seorang perampok yang suka merampok para kabilah yang pedagang
yang melewati padang pasir. Suku Ghiffar memang sudah dikenal sebagai binatang buas
malam dan hantu kegelapan. Jika bertemu dengan mereka, jarang sekali orang yang selamat
dari perampokan.

Meski dia adalah seorang perampk, tetapi hidayah Allah telah menghampiri diri Abu Dzar.
Sebelum Rosulullah Saw diangkat menjadi utusan Allah dengan ajaran Islam, Abu Dzar
memang sudah tidak percaya dengan berhala-berhala buatan yang menjadi sesembahan
sebagian besar masyarakat jazirah Arab. Karenanya ketika dia mendengar akan hadirnya
seorang yang membawa kebenaran. Diapun ingin pergi dan bertemu dengan beliau. Dengan
langkah yang terhuyung karena lemah setelah melewati perjalanan yang cukup jauh.
Perjalanan dari kampung halamannya ke Makkah memang merupakan perjalanan panjang
dengan medan yang sulit ditambah dengan teriknya panas matahari serta udara padang pasir
membuat siapapun akan merasa sangat kelelahan dan membuat kondisi fisik menjadi lemah.
Setelah Abu Dzar telah sampai ke kota Makkah. Dia menyamar seolah-olah ia adalah seorang
yang hendak melakukan thawaf keliling berhala-berhala besar di Kabah atau seolah-olah
musafir yang sesat dalam perjalanan atau lebih tepat orang yang telah menempuh jarak amat
jauh, yang memerlukan istirahat dan menambah perbekalan. karena seandainya orang-orang
Mekah mengetahui kedatangannya untuk menemui Muhammad Saw dan mendengar
keterangannya, pastilah mereka akan membunuhnya. Tetapi, lelaki ini tak perduli apakah
akan dibunuh atau dianiaya asalkan ia dapat menjumpai laki-laki yang dicarinya dan
menyatakan iman kepadanya. Kebenaran dan dakwah yang diberikan Muhammad SAW
dapat memuaskan hatinya.

Dia terus melangkah sambil memasang telinga, dan setiap didengarnya orang memerkatakan
Muhammad SAW, ia pun mendekat dan menyimak dengan hati-hati; hingga dari cerita yang
tersebar di sana-sini, diperolehnya petunjuk yang dapat menunjukkan tempat persembunyian
Muhammad SAW, dan mempertemukannya dengan beliau.

Di pagi suatu hari ia pergi ke tempat itu, didapatinya Muhammad SAW sedang duduk
seorang diri. Didekatinya Rasulullah, dan berkata, Selamat pagi wahai kawan sebangsa!
Alaikum salam, wahai sahabat, jawab Rasulullah. Kemudian Abu Dzar berkata,
Bacakanlah kepadaku hasil gubahan Anda! Mendengar hal itu Rosulullah menjawab: Ia
bukan syair hingga dapat digubah, tetapi adalah Quran yang mulia!.

Kemudian Dibacakanlah oleh Rasulullah Saw ayat-ayat al-Quran, sedangkan Abu Dzar
mendengarkan dengan penuh perhatian, hingga tidak berselang lama ia pun berseru,
Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa rasuluh. Setelah itu
Rosulullah bertanya: Anda dari mana, saudara sebangsa?, Dari Ghifar, jawab Abu Dzar.

Akhirnya Abu Dzar telah resmi menyatakan dirinya sebagai seorang muslim. Setelah itu
Rosulullah Saw menyuruhnya untuk kembali ke kampung halamannya hingga Rosulullah
akan memberi perintah setelah dia sampai disana. Tetapi Abu Dzar berkata kepada beliau:
Demi Tuhan yang menguasai nyawaku, saya takkan kembali sebelum meneriakkan Islam
dalam masjid!

17
Sebagai seorang yang radikal dan revolusioner, dia kemudian pergi menuju masjidil haram
dan menyerukan dengan sekeras-kerasnya, Asyhadu Alla ilaaha illallah, wa asyhadu anna
Muhammadar rasulullah. Pada saat itu Rosulullah masih berdakwah dengan sembunyi-
sembunyi, sehingga teriakan Abu Dzar tersebut merupakan teriakan pertama tentang agama
Islam yang menentang kesombongan orang-orang Quraisy dan memekakkan telinga mereka.
Kalimat itu diserukan oleh seorang perantau asing yang di Mekah tidak mempunyai bangsa,
sanak keluarga, maupun pembela. Dan sebagai akibatnya, ia mendapat perlakuan dari mereka
yang sebetulnya telah dimaklumi akan ditemuinya. Orang-orang musyrik mengepung dan
memukulnya hingga rebah.

Berita mengenai peristiwa yang dialami Abu Dzar itu akhirnya sampai juga kepada paman
Nabi Saw, Abbas bin Abdul Muthalib. Ia segera mendatangi tempat terjadinya peristiwa
tersebut, dengan menggunakan diplomasi halus Abbas bin Abdul Muthalib berusaha
membebaskannya dari cengkraman kaum kafir Quraisy, maka kemudian berkatalah Abbas
kepada mereka, Wahai kaum Quraisy! Anda semua adalah bangsa pedagang yang mau tak
mau akan singgah di kampung Bani Ghifar. Dan, orang ini salah seorang warganya, bila ia
bertindak akan dapat menghasut kaumnya untuk merampok kafilah-kafilahmu nanti!

Mereka pun akhirnya menyadari hal itu, kemudian pergi meniggalkannya. Tetapi Abu Dzar
memang seorang yang berani dan tidak mengenal rasa takut. Karenanya dia mengulang
kejadian yang sama pada hari berikutnya. Ketika itu Abu Dzar sedang dua orang wanita
sedang thawaf keliling berhala-berhala Usaf dan Na-ilah sambil memohon kepadanya. Abu
Dzar segera berdiri menghadangnya, lalu di hadapan mereka berhala-berhala itu dihina
sejadi-jadinya. Kedua wanita itu memekik dan berteriak, hingga orang-orang gempar dan
berdatangan laksana belalang, dan seperti yang pernah dialami sebelumnya oleh Abu Dzar,
mereka lalu menghujani Abu Dzar dengan pukulan hingga tak sadarkan diri. Ketika ia
siuman, maka yang diserunya tiada lain hanyalah, Tiada Tuhan yang haq diibadahi,
melainkan Allah, dan bahwa Muhammad itu utusan Allah.

Rasulullah SAW sangat memaklumi watak dan tabiat murid barunya yang ulung serta
mempunyai keberaniannya yang menakjubkan dalam melawan kebathilan. Sayang saatnya
belum tiba, karenanya Rosulullah Saw kembali memerintahkannya untuk pulang, sampai
akhirnya nanti Rosulullah memerintahkan untuk berdakwah secara terang-terangan.

Setelah itu, diapun kembali ke kampung halamannya dan ikut menyampaikan ajaran
kebenaran dari Rosulullah Saw kepada orang-orang di sekitarnya. Diantara para muallaf yang
masuk Islam melalui dia, adalah : Ali-al-Ghifari, Anis al-Ghifari, Ramlah al-Ghifariyah.
Pernah suatu hari Abu Dzar berkata di hadapan banyak orang, Ada tujuh
wasiat Rasulullah SAW yang selalu kupegang teguh. Aku disuruhnya agar
menyantuni orang-orang miskin dan mendekatkan diri dengan mereka. Dalam
hal harta, aku disuruhnya memandang ke bawah dan tidak ke atas (pemilik
harta dan kekuasaan). Aku disuruhnya agar tidak meminta pertolongan
dari orang lain. Aku disuruhnya mengatakan hal yang benar seberapa
besarpun resikonya. Aku disuruhnya agar tidak pernah takut membela agama
Allah. Dan aku disuruhnya agar memperbanyak menyebut la haula walaa
quwwata illa billah.

Abu Dzar selalu membawa pedang yang sangat tajam di pinggangnya yang
digunakannya untuk menebas musuh-musuh Islam. Ketika Rasulullah bersabda
padanya, Maukah kamu kutunjukkan yang lebih baik dari pedangmu? (Yaitu)

18
Bersabarlah hingga kamu bertemu denganku di akhirat? Sejak itulah
ia mengganti pedangnya dengan lidahnya yang ternyata lebih tajam dari
pedangnya.

Keberanian Abu Dzar juga ditunjukkan ketika dia berani mengkritik pemerintahan Ustman
bin Affan. Ketika itu dia berteriak di jalanan, lembah, padang pasir dan sudut
kota menyampaikan protesnya kepada para penguasa yang rajin menumpuk
harta di masa kekhalifahan Ustman bin Affan. Setiap kali turun ke jalan,
keliling kota, ratusan orang mengikuti di belakangnya, dan ikut
meneriakkan kata-katanya yang menjadi panji yang sangat terkenal dan
sering diulang-ulang, Beritakanlah kepada para penumpuk harta, yang
menumpuk emas dan perak. Mereka akan diseterika dengan api neraka,
kening dan pinggang mereka akan diseterika di hari kiamat!

Teriakan-teriakannya telah menggetarkan seluruh penguasa di jazirah


Arab. Ketika para penguasa saat itu melarangnya, dengan lantang ia
berkata, Demi Allah yang nyawaku berada dalam genggaman-Nya! Sekiranya
tuan-tuan sekalian menaruh pedang diatas pundakku, sedang mulutku masih
sempat menyampaikan ucapan Rasulullah yang kudengar darinya, pastilah
akan kusampaikan sebelum tuan-tuan menebas batang leherku. Sepak terjangnya
menyebabkan penguasa tertinggi saat itu Ustman bin
Affan turun tangan untuk menengahi. Bahkan Ustman bin Affan menawarkan tempat
tinggal dan berbagai kenikmatan, tetapi Abu Dzar yang zuhud berkata, aku
tidak butuh dunia kalian!.

Abu Dzar memang tidak hanya seorang yang berani tetapi dia juga seorang yang zuhud dan
tidak pernah berfikir tentang dunia. Bahkan Rasulullah SAW pernah bersabda, Tidak ada di
dunia ini orang yang lebih jujur ucapannya daripada Abu Dzar, pada saat yang lain
Rosulullah SAW juga pernah bersabda, Abu Dzar di antara umatku memiliki sifat zuhud
seperti Isa ibn Maryam.

Kezuhudannya juga diperlihatkannya ketika Abu Dzar menjelang detik-detik kematiannya.


Saat itu istrinya menangis. Abu Dzar kemudian bertanya, Mengapa
engkau menangis wahai istriku?, sang istripun menjawab, Bagaimana aku tidak menangis,
engkau sekarat di hamparan padang pasir sedang aku tidak mempunyai kain
yang cukup untuk mengkafanimu dan tidak ada orang yang akan membantuku
menguburkanmu. Namun akhirnya datanglah pertolongan dari Allah melalui serombongan
musafir yang dipimpin oleh Abdullah bin Masud ra (salah seorang sahabat Rasulullah SAW
juga). Abdullah bin Masud pun membantunya dan berkata,
Benarlah ucapan Rasulullah!. Kamu berjalan sebatang kara, mati sebatang
kara, dan nantinya (di akhirat) dibangkitkan sebatang kara.

Begitulah kisah seorang sahabat Nabi Saw Abu Dzar, sosok yang selalu berani dalam
menyerukan kebenaran yang diyakini. Dia tidak pernah takut dengan apapun bahkan
nyawanya sendiri menjadi taruhannya karena dia yakin bahwa Allah akan selalu bersama
dengan orang-orang yang berada di jalan kebenaran[1].

[1]
http://www.majalahdzikir.com/index.php?option=com_content&task=view&id=547&Itemid

19
=95,
http://www.bimasislam.depag.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=176&
catid=49:artikel&Itemid=92&Itemid, http://sunatullah.com/sahabat-nabi/abu-dzar-al-
ghiffari.html, http://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Dzar_Al-Ghifari

Add a comment April 15, 2010

26. Abu Ubaidah bin al-Jarrah (Seorang


kepercayaan Umat)
Nama lengkapnya adalah Amir bin Abdullah bin al-Jarah bin Hilal al-Fahry al-Qursy,
biasanya dipanggil dengan sebutan Abu Ubaidillah. Dia adalah salah satu sahabat Rosulullah
Saw yang berasal dari kaum Quraisy. Lahir di Makkah dari sebuah keluarga yang terhormat.
Abu Ubaidah adalah seorang yang berperawakan tinggi, kurus, dan tidak terlalu berisi.
Jenggotnya tidak tebal. Orangnya pemurah dan sederhana. berwibawa, bermuka ceria, rendah
diri dan sangat pemalu. Dia juga termasuk orang yang berani ketika dalam kesulitan. Meski
seorang yang pemalu dia disenangi oleh semua orang yang melihatnya, sehingga siapapun
yang mengikutinya akan merasa tenang.

Masuknya Abu Ubaidillah ke dalam ajaran Islam adalah berkat peran dari Abu Bakar Al-
Shiddiq. Karena dia telah berteman dan mengenal sejak lama Abu Bakar, sehingga tidak sulit
bagi Abu Ubaidillah untuk menerima ajakan Abu Bakar untuk mempercayai ajaran baru yang
dibawa oleh Muhammad Saw. Sebagaimana sahabat yang lain, keislaman Abu Ubaidillah
juga tidak lepas dari tantangan dan siksaan dari orang-orang kafir Quraisy. Meski dia berasal
dari keluarga yang cukup terhormat di mata kaum Quraisy. Ayahnya sendiri sangat
menentang keputusannya untuk meninggalkan ajaran nenek moyangnya. Dia terus menerus
dibujuk oleh ayahnya untuk kembali kepada ajarannya semula, hingga ayah Abu Ubaidillah
mempersempit ruang geraknya. Tetapi semua cobaan dapat dilalui dengan sabar dan tawakkal
kepada Allah SWT.

Pada saat Rosulullah Saw menyuruh kaum muslimin untuk berhijrah ke Habasyah dalam
rangka menghindari berbagai tantangan dan siksaan dari kaum kafir Quraisy yang semakin
berat, Abu Ubadillahpun turut serta dalam rombongan para sahabat untuk berhijrah. Abu
Ubaidillah juga salah satu sahabat yang sangat aktif dalam mengikuti berbagai peperangan
pada masa Rosulullah Saw, mulai perang badar, Uhud dan lain sebagainya. Dalam perang
Badar dia berperang melawan ayahnya sendiri yang menjadi salah satu tentara dari pasukan
kaum kafir. Sedangkan pada saat terjadi perang Uhud, ketika wajah Rosulullah terkena dua
rantai besi hingga berdarah, dengan cepat Abu Ubaidillah berusaha mencabutnya dari wajah
Rosulullah, dia mencabut dengan gigi sehingga dua giginya patah. Pada masa kholifah Abu
Bakar al-Shiddiq, dia juga ikut dalam rombongan tentara melawan para murtaddin (orang-
orang yang keluar dari agama Islam). Abu Ubadillah juga termasuk salah satu komandan
tentara Islam yang diutus Abu Bakar dalam penaklukan Islam. Selama ikut dalam
peperangan, beliau berhasil mentaklukan Damaskus, Hamsh, Antokia, Ladhakia, Hebron
hingga seluruh Syam.

Abu Ubaidillah mendapat julukan Aminul Ummah (Orang yang dipercaya bagi kaumnya)
dan Amirul Umaro (pemimpin para pemimpin) dari Rosulullah Saw. Julukan tersebut

20
diberikan oleh Rosulullah Saw berkenaan dengan suatu peristiwa dimana pada suatu hari
delegasi Najran dari Yaman datang untuk menyatakan keislaman mereka, dan meminta
kepada Nabi SAW agar mengutus bersama mereka orang yang mengajarkan kepada mereka
al-Quran, Sunnah dan Islam, maka Nabi SAW mengatakan kepada mereka, Aku benar-
benar akan mengutus bersama kalian seorang pria yang sangat dapat dipercaya, benar-benar
orang yang dapat dipercaya, benar-benar orang yang dapat dipercaya, benar-benar orang yang
dapat dipercaya. Semua sahabat berharap bahwa dialah yang bakal dipilih oleh Rasulullah
SAW termasuk Umar bin Khattab. Ternyata persaksian ini menjadi keberuntungannya.
Setelah Rosulullah Saw melaksanakan sholat dzuhur bersama para sahabat, beliau menengok
ke kanan dan ke kiri hingga pandangannya tertuju pada Abu Ubaidillah dan beliau meminta
Abu Ubaidillah untuk pergi bersama mereka. Pada watku beliau Abu Ubaidillah berdiri,
Rasulullah bersabda; Inilah orang kepercayaan umat Islam.

Setelah Rosulullah Saw wafat, para sahabat berkumpul pada hari Saqifah untuk memilih
seorang kholifah. Pada saat itu Abu Bakar berkata: Saya rela salah satu dari dua orang ini;
Umar bin Khottob dan Abu Ubaidah untuk memimpin Islam. Kemudian Umar bin Al-
Khattab ra mengatakan kepada Abu Ubaidah bin al-Jarrah, Hulurkan tanganmu! Agar saya
baiat kamu, karena saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, Sungguh dalam setiap kaum
terdapat orang yang jujur. Orang yang jujur di kalangan umatku adalah Abu Ubaidah.
Kemudian Abu Ubaidah menjawab, Saya tidak mungkin berani mendahului orang yang
dipercayai oleh Rasulullah SAW menjadi imam kita di waktu shalat (Saidina Abu Bakar as-
Shiddiq ra), oleh sebab itu kita sayogyanya membuatnya jadi imam sepeninggalan Rasulullah
SAW. Akhirnya keputusan itu di terima oleh semua pihak dan akhirnya Abu Bakar di baiat
menjadi khalifah.

Kepribadian dan keluhuran budi pekerti Abu Ubaidillah memang sudah tidak bisa diragukan
lagi. Rosulullah Saw pernah bersabda: Sesungguhnya setiap umat memiliki orang
kepercayaan, dan orang kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidillah bin Al-Jarrah. Ketika
Umar bin Khattab sang khalifah hendak menghembuskan nafas terakhirnya, dia juga berkata:
Seandainya Abu Ubaidillah bin Al-Jarrah masih hidup, niscaya aku menunjuknya sebagai
penggantiku. Jika Rabbku bertanya kepadaku tentang dia, maka aku jawab, Aku telah
menunjuk kepercayaan Allah dan kepercayaan RasulNya sebagai penggantiku. Abdullah bin
Masud, salah satu sahabat Rosulullah Saw juga sangat bangga dengannya. Dia berkata:
Paman-pamanku yang paling setia sebagai sahabat Rasulullah saw. Cuma tiga orang.
Mereka adalah Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Abu Ubaidah,.

Abu Ubaidillah juga dikenal dengan kezuhudannya.Dalam satu kisah disebutkan ketika Abu
Ubaidillah menjabat sebagai seorang gubernur Syam. Umar bin Khattab sang khalifah pada
saat itu hendak berkunjung ke rumahnya. Hai Abu Ubaidah, bolehkah aku datang ke
rumahmu? tanya Umar. Jawab Abu Ubaidah, Untuk apakah kau datang ke rumahku?
Sesungguhnya aku takut kau tak kuasa menahan air matamu begitu mengetahui keadaanku
nanti. Namun Umar memaksa dan akhirnya Abu Ubaidahpun mengizinkan Umar
berkunjung ke rumahnya. Ketika Umar bin Khattab sampai di rumah Abu Ubaidillah, dia
sangat terkejut. Ia mendapati rumah Sang Gubernur Syam kosong melompong. Tidak ada
perabotan sama sekali. Melihat hal tersebut, kemudian
Umar bertanya, Hai Abu Ubaidah, di manakah penghidupanmu? Mengapa aku tidak melihat
apa-apa selain sepotong kain lusuh dan sebuah piring besar itu, padahal kau seorang
gubernur?, Adakah kau memiliki makanan? tanya Umar lagi. Abu Ubaidah kemudian
berdiri dari duduknya menuju ke sebuah ranjang dan memungut arang yang didalamnya.
Umar pun meneteskan air mata melihat kondisi gubernurnya seperti itu. Abu Ubaidah pun

21
berujar, Wahai Amirul Mukminin, bukankah sudah kukatakan tadi bahwa kau ke sini hanya
untuk menangis. Umar berkata, Ya Abu Ubaidah, banyak sekali di antara kita orang-orang
yang tertipu oleh godaan dunia.

Suatu ketika Umar mengirimi uang kepada Abu Ubaidah sejumlah empat ribu dinar. Orang
yang diutus Umar melaporkan kepada Umar, Abu Ubaidah membagi-bagi uang kirimanmu.
Kemudian Umar berkata, Alhamdulillah, puji syukur kepada-Nya yang telah menjadikan
seseorang dalam Islam yang memiliki sifat seperti dia. Begitulah Abu Ubaidah. Hidup
baginya adalah pilihan. Ia memilih zuhud dengan kekuasaan dan harta yang ada di dalam
genggamannya. Baginya jabatan bukan aji mumpung buat memperkaya diri. Tapi,
kesempatan untuk beramal lebih intensif guna meraih surga.

Ketika di negeri Syam sedang terjangkit wabah penyakit, Umar bin Khattab mengirim surat
untuk memanggil Abu Ubaidah. Namun Abu Ubaidah menyatakan keberatannya sesuai
dengan isi surat yang dikirimkannya kepada khalifah yang berbunyi, Hai Amirul Mukminin!
Sebenarnya saya tahu, kalau kamu memerlukan saya, akan tetapi seperti kamu ketahui saya
sedang berada di tengah-tengah tentera Muslimin. Saya tidak ingin menyelamatkan diri
sendiri dari musibah yang menimpa mereka dan saya tidak ingin berpisah dari mereka sampai
Allah sendiri menetapkan keputusannya terhadap saya dan mereka. Oleh sebab itu,
sesampainya surat saya ini, tolonglah saya dibebaskan dari rencana baginda dan izinkanlah
saya tinggal di sini.

Setelah Umar ra membaca surat itu, beliau menangis, sehingga para hadirin bertanya,
Apakah Abu Ubaidah sudah meninggal? Umar menjawabnya, Belum, akan tetapi
kematiannya sudah di ambang pintu.

Akhirnya Abu Ubaidah meninggal karena wabah penyakit tersebut. Menjelang kematian Abu
Ubaidah ra, beliau memesankan kepada tenteranya, Saya pesankan kepada kalian sebuah
pesan. Jika kalian terima, kalian akan baik, Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, puasalah di
bulan Ramadhan, berdermalah, tunaikanlah ibadah haji dan umrah, saling nasihat
menasihatilah kalian, sampaikanlah nasihat kepada pimpinan kalian, jangan suka menipunya,
janganlah kalian terpesona dengan keduniaan, karena betapa pun seorang melakukan seribu
upaya, beliau pasti akan menemukan kematiannya seperti saya ini. Sungguh Allah telah
menetapkan kematian untuk setiap pribadi manusia, oleh sebab itu semua mereka pasti akan
mati. Orang yang paling beruntung adalah orang yang paling taat kepada Allah dan paling
banyak bekalnya untuk akhirat. Kemudian beliau melihat kepada Muaz bin Jabal ra dan
mengatakan, Ya Muaz! Imamilah shalat mereka. Setelah itu, Abu Ubaidah ra pun
menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Sepeninggalan Abu Ubaidah, Muaz bin Jabal ra berpidato di hadapan kaum Muslimin yang
berbunyi, Hai sekalian kaum Muslimin! Kalian sudah dikejutkan dengan berita kematian
seorang pahlawan, yang demi Allah saya tidak menemukan ada orang yang lebih baik
hatinya, lebih jauh pandangannya, lebih suka terhadap hari kemudian dan sangat senang
memberi nasihat kepada semua orang dari beliau. Oleh sebab itu kasihanilah beliau, semoga
kamu akan dikasihani Allah.

Pada saat Umar bin Khaththab RA mendengar kematian Abu Ubaidah, dia memejamkan
kedua matanya dalam keadaan penuh dengan air mata. Air mata pun mengalir, lalu dia
membuka kedua matanya dalam kepasrahan. Ia memo-honkan rahmat Allah untuk
sahabatnya dalam keadaan air mata mengalir dari kedua matanya, air mata orang-orang

22
shalih. Air mata mengalir karena kematian orang-orang yang shalih. Umar bin Khaththab
RA berkata, Seandainya aku boleh berangan-angan, maka aku hanya mengangankan sebuah
rumah yang dipenuhi orang-orang semisal Abu Ubaidah.

Begitulah sosok seorang zuhud dan bijak Abu Ubaidah. Dia dapat menjadi contoh teladan
bagi para pemimpin bahwa menjadi pemimpin bukanlah jalan untuk memperkaya diri sendiri,
tetapi seorang pemimpin hanyalah seorang pelayan dari masyarakat yang seharusnya bersikap
wajar dan tidak berlebih-lebihan[1].

[1] http://sirah.blogsome.com/2005/09/28/abu-ubaidah-bin-jarrah-radhiallahu-anh/,
http://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Ubaidah_bin_al-Jarrah,
http://www.2lisan.com/agama/sahabat-rasul-saw/abu-ubaidah-bin-al-jarrah/,
http://74.125.113.132/search?q=cache:kuPtxdP9ZFIJ:rinialfatih.multiply.com/journal/ite,
http://halaqah-online.com/v3/index.php?option=com_content&view=article&id=586:abu-
ubaidah-bin-al-jarrah&catid=66:sirah-tokoh-sahabat-nabi&Itemid=536

3 komentar April 15, 2010

25. Said bin Zayd bin Amru


Nama lengkapnya adalah Said bin Zayd bin Amru bin Nufail Al Adawi. Dia adalah salah satu
Rosulullah Saw yang berasal dari kaum Quraisy dan termasuk golongan kedalam golongan
sepuluh sahabat yang dijanjikan akan masuk surga. Said dilahirkan di Makkah 22 tahun
sebelum hijriyah dan sering kali dipanggil dengan sebutan Abul Awaar.

Said adalah putra Zaid seorang yang selama hidupnya selalu mencari kebenaran akan agama
yang haq. Dia juga tidak mempercayai akan agama yang dianut oleh nenek moyangnya. Zaid
juga dikenal sebagai penyelamat bayi perempuan pada masa jahiliyah, karena di masa itu
mempunyai bayi perempuan dianggap sebuah aib besar yang dapat meruntuhkan kehormatan
keluarga. Zaid menyelamatkan para bayi perempuan dengan mengangkatnya sebagai anak
dan kemudian mengasuhnya.

Ketidakpercayaan Zaid terhadap ajaran nenek moyangnya dapat dibuktikan dalam sebuah
peristiwa yakni; suatu hari Zaid bin Amr bin Nufail berdiri di tengah-tengah orang banyak
yang berdesak-desakan menyaksikan kaum Quraisy berpesta merayakan salah satu hari besar
mereka. Kaum pria memakai serban sundusi yang mahal, yang kelihatan seperti kerudung
Yaman yang lebih mahal. Kaum wanita dan anak-anak berpakaian bagus warna menyala dan
mengenakan perhiasan indah-indah. Hewan-hewan ternak pun dipakaikan bermacam-macam
perhiasan dan ditarik orang-orang untuk disembelih di hadapan patung-patung yang mereka
sembah.

Kemudian Zaid bersandar ke dinding Kabah dan berkata, Hai kaum Quraisy! hewan itu
diciptakan Allah. Dialah yang menurunkan hujan dari langit supaya hewan-hewan itu minum
sepuas-puasnya. Dialah yang menumbuhkan rumput-rumputan supaya hewan hewan itu
makan sekenyang-kenyangnya. Kemudian, kalian sembelih hewan-hewan itu tanpa menyebut
nama Allah. Sungguh bodoh dan sesat kalian.

23
Al-Khattab, ayah Umar bin Khottob, berdiri menghampiri Zaid, lalu ditamparnya Zaid. Kata
Al-Khattab, Kurang ajar kau! kami sudah sering mendengar kata-katamu yang kotor itu,
namun kami biarkan saja. Kini kesabaran kami sudah habis! Kemudian, dihasutnya orang-
orang bodoh supaya menyakiti Zaid. Zaid benar-benar disakiti mereka dengan sungguh-
sungguh sehingga dia terpaksa menyingkir dari kota Mekah ke Bukit Hira. Al-Khattab
menyerahkan urusan Zaid kepada sekelompok pemuda Quraisy untuk menghalang-
halanginya masuk kota. Karena itu, Zaid terpaksa pulang dengan sembunyi-sembunyi.

Dalam kisah lain disebutkan juga bahwa suatu hari Zaid bin Amr bin Nufail berkumpul
ketika orang-orang Quraisy tengah bersama-sama dengan Waraqah bin Naufal. Abdullah bin
Jahsy, Utsman bin Harits, dan Umaimah binti Abdul Muthallib, bibi Muhammad saw.
Mereka berbicara tentang kepercayaan masyarakat Arab yang sudah jauh tersesat. Pada saat
itu Zaid berkata, Demi Allah! sesungguhnya Saudara-Saudara sudah maklum bahwa bangsa
kita sudah tidak memiliki agama. Mereka sudah sesat dan menyeleweng dari agama Ibrahim
yang lurus. Karena itu, marilah kita pelajari suatu agama yang dapat kita pegang jika
Saudara-Saudara ingin beruntung.

Keempat orang itu akhirnya pergi menemui pendeta-pendeta Yahudi, Nasrani, dan
pemimpin-pemimpin agama lain untuk menyelidiki dan mempelajari agama Ibrahim yang
murni. Waraqah bin Naufal akhirnya meyakini agama Nasrani sebagai agama yang
dipegannya. Sementara Abdullah bin Jahsy dan Utsman bin Harits tidak menemukan apa-apa.
Adapun Zaid bin Amr bin Nufail mengalami kisah tersendiri ketika sedang dalam pencarian
agama tersebut. Zaid mempelajari agama Yahudi dan Nasrani. Tetapi, keduanya
ditinggalkannya karena dia tidak memperoleh sesuatu yang dapat menenteramkan hati dan
menjawab kegelisahan-kegelisahannya. Kemudian Zaidpun berkelana ke berbagai pelosok
mencari agama Ibrahim. Ketika dia sampai ke negeri Syam, dia diberitahu tentang seorang
Rahib yang mengerti ilmu kitab. Kemudian dia mendatangi sang Rahib untuk menceritakan
kepadanya tentang kegelisahannya tentang agama nenek moyangnya serta pengalamannya
dalam mempelajari agama Yahudi dan Nasrani.

Mendengar cerita dari Zaid, kemudian sang Rahib tersebut berkata: Saya tahu engkau
sedang mencari agama Ibrahim, hai putra Mekah?, Zaid pun menjawab: Betul, itulah yang
saya inginkan. Kemudia sang Rahib berkata: Anda mencari agama yang dewasa ini sudah
tak mungkin lagi ditemukan. Tetapi, pulanglah Anda ke negeri Anda. Allah akan
membangkitkan seorang nabi di tengah-tengah bangsa Anda untuk menyempurnakan agama
Ibrahim. Bila Anda bertemu dengan dia, tetaplah Anda bersamanya.

Mendengar keterangan dari rahib tersebut, akhirnya Zaid berhenti berkelana dan dia
memutuskan untuk kembali ke Mekah menunggu nabi yang dijanjikan. Ketika Zaid sedang
dalam perjalanan pulang. Allah mengutus Muhammad menjadi nabi dan rasul dengan agama
yang hak. Tetapi, Zaid belum sempat bertemu dengan beliau, dia dihadang perampok-
perampok Badui di tengah jalan dan terbunuh sebelum ia kembali ke Mekah. Waktu dia akan
menghembuskan napasnya yang terakhir, Zaid menengadah ke langit dan berkata, Wahai
Allah, jika Engkau mengharamkanku dari agama yang lurus ini, janganlah anakku Said
diharamkan pula daripadanya.

Doa Zaid inipun dikabulkan oleh Allah. Putra kesayangannya Said akhirnya menjadi seorang
muslim bahkan menjadi pelopor dari keislaman orang-orang Quraisy lainnya. Sebagai
seseorang yang dididik dari keluarga yang tidak mempercayai tradisi agama nenek
moyangnya, tentu membuat Said begitu mudah untuk menjadi muslim begitu dia mendengar

24
Nabi Saw menyerukan dakwah kepada agama kebenaran. Karenanya Said termasuk golongan
orang yang pertama-tama masuk Islam. Dia mempercayai ajaran baru yang di bawa oleh
seorang utusan Allah Muhammad Saw di saat banyak orang masih meragukannya.

Masuknya Said kedalam Islam tidak lepas dari berbagai siksaan dari orang-orang kafir yang
tidak rela kehilangan pengikut agama nenek moyangnya. Dia menyatakan dirinya sebagai
seorang muslim bersama istrinya Fatimah binti Khattab, adik perempuan Umar bin Khattab,
seorang pemuka Qurasiy yang pada saat itu sangat membenci ajaran baru yang dibawa oleh
Muhammad. Said menjadi seorang muslim dalam usia 20 tahun. Dia tetap teguh dalam
keimanannya ketika mengalami berbagai siksaan. Bahkan keteguhan Said bersama istrinya
dalam meyakini ajaran agamanya telah meluluhkan hati Umar bin Khattab seorang yang
mempunyai hati yang keras dan pada saat itu menjadi salah satu penghalang yang berat bagi
dakwah Rosulullah Saw.

Said adalah seorang yang mengabdikan seluruh hidupnya bagi kepentingan agamanya. Dia
ikut serta dalam hijrah kaum muslimin baik hijrah ke negeri Habasya maupun hijrah ke
Madinah. Dia juga selalu mengikuti peperangan pada masa Nabi Saw, kecuali perang Badar
karena saat itu dia bersama Thalhah bin Ubaidillah mendapat tugas dari Rosulullah Saw
untuk mengintai orang-orang Quraisy. Said juga ikut serta dalam salah satu perang terbesar
dalam sejarah umat muslim yakni perang Yarmuk yang menggulingkan kekuasaan bangsa
Romawi masa itu, dia juga mengikuti perang dalam menggulingkan kekuasaan Persia yang
semuanya terjadi pada pemerintahan khalifah Umar bin Khattab. Said juga mengikuti perang
dalam menaklukkan Damsyiq, bahkan Abu Ubaidah bin Jarrah mengangkat Said bin Zaid
menjadi wali di sana. Dialah wali kota pertama dari kaum muslimin setelah kota itu dikuasai.

Said juga seorang ahli ibadah yang doanya seringkali dikabulkan oleh Allah. Dalam sebuah
kisah disebutkan bahwa pada masa pemerintahan Bani Umayah, merebak suatu isu dalam
waktu yang lama di kalangan penduduk Yatsrib terhadap Said bin Zaid. Yakni, seorang
wanita bernama Arwa binti uwais telah menuduh Said bin Zaid merampas tanahnya dan
menggabungkannya dengan tanah Said sendiri. Wanita tersebut menyebarkan tuduhannya itu
kepada seluruh kaum muslimin, dan kemudian mengadukan perkaranya kepada Wali Kota
Madinah, yang pada saat itu adalah Marwan bin Hakam. Marwan menerima pengaduan
tersebut dan kemudian mengirimkan beberapa petugas kepada Said untuk menanyakan
perihal tuduhan wanita tersebut. Sahabat Rasulullah Saw ini merasa prihatin atas fitnah yang
dituduhkan kepadanya itu.

Kemudian Said berkata: Dia menuduhku menzaliminya (meramapas tanahnya yang


berbatasan dengan tanah saya). Bagaimana mungkin saya menzaliminya, padahal saya telah
mendengar Rasulullah saw. bersabda, Siapa saja yang mengambil tanah orang lain walaupun
sejengkal, nanti di hari kiamat Allah memikulkan tujuh lapis bumi kepadanya. Wahai Allah!
dia menuduh saya menzaliminya. Seandainya tuduhan itu palsu, butakanlah matanya dan
ceburkan dia ke sumur yang dipersengketakannya dengan saya. Buktikanlah kepada kaum
muslimin sejelas-jelasnya bahwa tanah itu adalah hak saya dan bahwa saya tidak pernah
menzaliminya.

Tidak berapa lama kemudian, terjadi banjir yang belum pernah terjadi seperti itu sebelumnya.
Maka, terbukalah tanda batas tanah Said dan tanah Arwa yang mereka perselisihkan.
Sehingga kaum muslimin memperoleh bukti bahwa Saidlah yang benar, sedangkan tuduhan
wanita itu adalah palsu. Hanya sebulan sesudah peristiwa itu, wanita tersebut menjadi buta.

25
Ketika dia berjalan meraba-raba di tanah yang dipersengketakannya, dia pun jatuh ke dalam
sumur.

Begitulah sosok seorang Said bin Zaid, salah satu sahabat Rosulullah Saw yang dijanjikan
akan masuk surga. Dia meninggal dalam usia 73 tahun di Madinah pada tahun 51 H[1].

[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Said_bin_Zayd_bin_Amru,
http://majlisdzikrullahpekojan.org/kisah-sahabat-nabi/said-bin-zaid-bin-amru-bin-nufail.html,
http://sufiimaan.blogspot.com/2009/12/sahabat-said-bin-zayd-bin-amru-bilal.html,
http://sunatullah.com/sahabat-nabi/sa%E2%80%99id-bin-zaid.html,

Add a comment April 15, 2010

24. Utsman bin Mazhun


Ustman bin Mazhun adalah salah satu sahabat Nabi Saw yang termasuk golongan orang
yang pertama masuk Islam. Dia termasuk cendekiawan Arab pada masa Jahiliyah.
Sebagaimana sahabat Rosulullah lain, masuknya Utsman ke dalam ajaran Islam juga menuai
siksaan dan penderitaan dari orang-orang kafir Quraisy. Karenanya ketika Rosulullah
memerintahkan kepada para sahabat untuk berhijrah ke Habasyah dalam rangka menghindari
siksaan kaum kafir Quraisy yang semakin menjadi-jadi, berangkatlah Utsman dan putranya
Said bin Utsman bersama rombongan para sahabat untuk melakukan hijrah pertama kaum
muslimin. Bahkan Rosulullah meminta Utsman untuk menjadi pemimpin rombongan kaum
muslimin yang berhijrah. Negeri Habasyah dipilih sebagai tempat berhijrah kaum muslimin
karena meskipun Habasyah dipimpin oleh seorang raja yang beragama Nasrani yakni raja
Negus, tetapi tidak ada orang yang dianiaya disitu, sehingga raja Neguspun dapat menerima
kaum muslimin dengan baik.

Setelah mendengar isu bahwa kota Makkah sudah cukup aman bagi kaum muslimin, para
sahabat yang telah lama meninggalkan kota Makkahpun ingin segera kembali ke kampung
halaman mereka. Dengan perasaan rindu yang tidak dapat dibendung, mereka meminta izin
Raja Negus untuk kembali ke Makkah. Sesampai di kota Makkah, ternyata informasi yang
mereka dengar tidak benar, orang-orang kafir justru semakin senang menyiksa, mereka
seperti menemukan kembali buronan yang dicari-cari. Mereka memasang jebakan untuk
menyambut kedatangan kaum muslimin ke Makkah. Sementara kaum muslimin dalam
kondisi yang lemah dan tidak dapat berbuat apa-apa, sehingga siksaan demi siksaan diterima
pengikut Rosulullah dengan lapang dada.

Kesulitan dan siksaan tersebut tidaklah dirasakan oleh Ustman karena dia telah mendapatkan
jaminan dari pamannya Walid bin Mughirah, seorang tokoh Quraisy. Jaminan dari seorang
tokoh memang sangat berpengaruh bagi kaum Quraisy masa itu. Perlindungan menjadi tradisi
masyarakat Arab. Siapa pun dan seberapa rendah kelas seseorang, jika masuk dalam
perlindungan tokoh waktu itu, mereka akan aman. Tidak boleh mendapat gangguan sekecil
apa pun. Meski berada dalam perlindungan pamannya, tetapi Ustman merasa tidak nyaman
melihat saudara-saudaranya sesama muslim mendapat perlakuan kasar, kekerasan dan siksaan
dari kaum kafir Quraisy. Untuk itu, dia meminta kepada pamannya untuk melepas

26
perlindungan atas dirinya, agar diapun dapat merasakan siksaan yang diterima oleh saudara-
saudaranya yang seiman. Ustman berkata kepada pamannya: Wahai Abu Abdi Syam
(sebutan penghormatan bagi Walid bin Mughirah), sejak saat ini aku melepaskan
perlindungan yang telah engkau berikan padaku. Karena aku tidak ingin mendapatkan
perlindungan selain dari-Nya. Umumkanlah hal ini, seperti waktu engkau umumkan
perlindungan atasku sebelumnya, kata Utsman dengan suara lantang. Walid tak menyangka
kemenakannya akan mengatakan itu. Kemudian Walidpun bertanya kepada keponakannya,
Mengapa wahai keponakanku? Mungkin ada salah seorang anak buahku yg
mengganggumu?, Tidak ujar Utsman bin Mazhun. Hanya saja saya ingin berlindung
kepada Allah dan tidak suka lagi kepada lain-Nya. Karenanya pergilah Anda ke masjid serta
umumkanlah maksudku ini secara terbuka seperti Anda dahulu mengumumkan perlindungan
terhadap diriku!

Setelah Ustman dapat meyakinkan pamannya, akhirnya mereka berdua pergi ke masjid, dan
Walid mengumumkan kepada semua orang bahwa dia telah melepas perlindungannya atas
Ustman bin Mazhun. Tidak lama setelah Walid mengumumkan pelepasan perlindungan atas
diri Ustman, Kaum Quraisy lantas berdatangan ke arahnya dan mulai menyiksanya.
Utsmanpun menerimanya dengan lapang dada. Ia justru bangga karena ia kini menerima
nasib sama dengan saudara-saudara seimannya. Ia nikmati siksaan demi siksaan itu bagaikan
belaian. Siksaan demi siksaan diterimanya persis di depan sang paman. Ayolah, Utsman,
kalau kamu menghendaki keselamatan, masuklah ke dalam perlindunganku kembali. Tetapi
Utsman menolak tawaran itu. Dengan tenang ia berkata, Mataku yang sehat ini memerlukan
pukulan seperti yang telah dirasakan saudara-saudaraku seiman. Sebenarnya aku berada
dalam perlindungan Allah, yang lebih kuat dari perlindungan yang bisa engkau berikan
untukku. Kemudian Ustman pulang ke rumahnya sambil mendendangkan sebuah pantun:

Andaikata dalam mencintai ridla Ilahi


Mataku ditinju tangan jahil orang mulhidi
Maka Yang Maha Rahman telah menyediakan imbalannya
Karena siapa yang diridhai-Nya pasti berbahagia
Hai ummat, walau menurut katamu daku ini sesat
Daku kan tetap dalam agama Rasul, Muhammad
Dan tujuanku tiada lain hanyalah Allah dan agama yang haq
walaupun lawan berbuat aniaya dan semena-mena.

Ketika Rosulullah Saw memerintahkan kepada kaum muslimin untuk berhijrah ke Madinah,
Utsmanpun ikut serta dalam hijrah tersebut. Di Madinah, Utsman bin Mazhun menjadi
sangat tekun dan rajin beribadah: malam harinya bagai rahib dengan ibadah shalat dan
dzikirnya; siang harinya bagai pahlawan dengan berjuang membela kebenaran. Dia sangat
dikenal dengan kezuhudannya dan tidak memikirkan kesenangan duniawi.

Suatu hari Ustman sedang masuk masjid dengan pakaian yang compang camping dan
beberapa sobekan yang ditambal dengan kulit unta. Dia mendengar Rosulullah Saw sedang
bercakap-cakap dengan para sahabat dan berkata kepada mereka: Bagaimana pendapat
Kalian, bila Kalian punya pakaian satu stel untuk pakaian pagi dan sore hari diganti dengan
stelan lainnya kemudian disiapkan di depan kalian suatu perangkat wadah makanan
sebagai ganti perangkat lainnya yang telah diangkat serta kalian dapat menutupi rumah-
rumah kediaman kalian sebagaimana Kabah bertutup? Kemudian para sahabat menjawab:
Kami ingin hal itu dapat terjadi, wahai Rasulullah, hingga kita dapat mengalami hidup
makmur dan bahagia!, mendengar jawaban para sahabat kemudian Rasulullah sawpun

27
bersabda: Sesungguhnya hal itu telah terjadi, kemudian Kalian sekarang ini lebih baik dari
keadaan Kalian waktu lalu.

Mendengar ucapan yeng menginginkan kecukupan, Ustman tidak pernah terpengaruh,


bahkan dia sangat istiqomah dengan kezuhudannya, sehingga saking zuhudnya, dia hendak
menahan diri untuk menggauli istrinya sampai Rasulullah Sawpun memanggil dan
menyampaikan kepadanya Sesungguhnya keluargamu itu mempunyai hak atas dirimu.

Ustman adalah salah satu sahabat yang sangat dicintai oleh Rosulullah Saw. Pada saat dia
sedang menghadapi detik-detik kematian menuju kehadapan sang khalik, Rosulullah Saw
sempat membungkuk dan menciumnya dengan air mata yang membasahi kedua pipi beliau.
Rosulullahpun bersabda: Semoga Allah memberimu rahmat wahai Abu Saib..Kamu pergi
meninggalkan dunia tak satu keuntungan pun yg kamu peroleh daripadanya serta tak satu
kerugian pun yg dideritanya daripadamu. Ustman meninggal dengan wajah yang
memancarkan sinar dan senyuman pada tahun 2 Hijriyah (624 M). Dia adalah muhajirin
pertama yang meninggal di Madinah dan sahabat Rosulullah yang pertama yang dimakamkan
di baqi.

Sepeninggal Ustman, Rosulullah Saw tidak pernah melupakan sahabatnya tersebut, bahkan
ketika putrinya Rukayyah akan menghadap sang khalik, Rosulullah Saw berkata: : Pergilah
susul pendahulu hita yang pilihan. Utsman bin Mazhun[1].

[1] http://tokoh-ilmuwan-penemu.blogspot.com/2009/12/utsman-bin-mazh.html,
http://sunatullah.com/sahabat-nabi/utsman-bin -mazh%E2%80%99un.html,
http://blog.re.or.id/utsman-bin-mazh-un.htm,
http://id.wikipedia.org/wiki/Utsman_bin_Mazh%27un,
http://abughifari.wordpress.com/2008/09/15/utsman-bin-mazhun/

Add a comment April 15, 2010

23. Bilal bin Rabah (Mutiara hitam bersuara emas)


Bilal ibn Rabah adalah seorang budak yang berasal dari Habasyah (sekarang disebut
Ethiopia). Bilal dilahirkan di daerah Sarah kira-kira 34 tahun sebelum hijrah dari seorang
ayah yang dikenal dengan panggilan Rabah. Sedangkan ibunya dikenal dengan Hamamah.
Hamamah ini adalah seorang budak wanita yang berkulit hitam yang tinggal di Mekkah. Oleh
karenanya, sebagian orang memanggilnya dengan nama Ibnu Sauda (Anaknya budak hitam).

Masa kecil Bilal dihabisakan di Makkah, sebagai putra dari seorang budak, Bilal melewatkan
masa kecilnya dengan bekerja keras dan menjadi budak. Sosok Bilal digambarkan sebagai
seorang yang berperawakan khas Afrika yakni tinggi, besar dan hitam. Dia menjadi budak
dari keluarga bani Abduddar. Kemudian saat ayah mereka meinggal, Bilal diwariskan kepada
Umayyah bin Khalaf, seorang yang menjadi tokoh penting kaum kafir.

Bilal termasuk orang yang teguh dengan pendiriannya. Ketika Rosulullah Saw mulai
menyampaikan risalahnya kepada penduduk Makkah. Bilal termasuk golongan orang yang

28
pertama-tama masuk Islam. Masuknya Bilal ke dalam ajaran Islam mengakibatkan
penderitaan yang mendalam karena berbagai siksaan yang diterima dari majikannya. Apalagi
sang majikan Umayyah bin Khalaf termasuk tokoh penting kaum kafir Quraisy. Siksaan yang
diterima Bilal memang cukup berat, hal ini karena Bilal adalah seorang budak yang lemah
dan tidak mempunyai kuasa apapun. Berbeda dengan para sahabat Nabi Saw yang lain seperti
Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib yang mempunyai keluarga dan siap melindungi menghadapi
ulah kaum kafir yang senantiasa mengganggu dan menghalangi kaum muslimin dengan
berbagai cara.

Penyiksaan kaum kafir Quraisy terhadap para budak yang mustadafin memang sangat kejam.
Hal ini juga dirasakan oleh Bilal bin Rabah yang diperlakukan secara kejam oleh Umayyah
bin Khalaf beserta para algojonya. Bilal dicambuk hingga tubuhnya yang hitam tersebut
melepuh. Tetapi dengan segala keteguhan hati dan keyakinannya, dia tetap mempertahankan
keimanannya meski harus menahan berbagai siksaan tanpa bisa melawan sedikitpun. Setiap
kali dia dicambuk, dia hanya bisa mengeluarkan kata-kata: ahad, ahad (Tuhan yangEsa).
Tidak hanya sekedar dicambuk, kemudian Umayyahpun menjemur Bilal tanpa pakaian di
tengah matahari yang sangat terik dengan menaruh batu yang besar di atas dadanya. Dengan
segala kepasrahan, lagi-lagi Bilalpun hanya bisa berkata: ahad, ahad. Setiap kali menyiksa
Bilal, Umayyah selalu mengingatkannya untuk kembali pada ajaran nenek moyang, dan
Tuhannya Latta, Uzza, tetapi Bilal tidak pernah menyerah dengan keadaan. Dia tetap kukuh
dan terus berkata: ahad, ahad setiap kali siksaan itu datang kepadanya. Semakin Bilal teguh
dan kuat, semakin keras Umayyah menyiksa Bilal. Bahkan dia mengikatkan sebuah tali besar
di leher Bilal lalu menyerahkannya kepada orang-orang bodoh dan anak-anak. Umayyah
menyuruh mereka untuk membawa keliling Bilal ke seluruh perkampungan Mekkah serta
menariknya ke seluruh dataran yang ada di kota tersebut.

Akhirnya Allah mengakhiri siksaan demi siksaan yang dialami oleh Bilal melalui Abu Bakar
al-Shiddiq. Suatu hari, disaat Bilal kembali disiksa oleh majikannya Umayyah, Abu Bakar
sedang lewat tidak jauh dari tempat penyiksaannya. Melihat hal tersebut, Abu Bakar
bermaksud membeli Bilal dari Umayyah bin Khalaf. Lalu Umayyahpun meninggikan
harganya karena ia menduga bahwa Abu Bakar tidak akan mampu untuk membayarnya.

Namun Abu Bakar mampu membayarnya dengan 9 awqiyah dari emas. Umayyah berkata
kepada Abu Bakar setelah perjanjian jual-beli ini usai: Kalau engkau tidak mau mengambil
Bilal kecuali dengan 1 awqiyah emas saja, pasti sudah aku jual juga. Kemudian Abu Bakar
menjawab: Jika engkau tidak mau menjualnya kecuali dengan 100 awqiyah, pasti aku akan
tetap membelinya!

Begitu Abu Bakar As Shiddiq memberitahukan Rasulullah Saw bahwa dia telah membeli
Bilal dan menyelamatkannya dari tangan penyiksa, maka Nabi Saw bersabda: Libatkan aku
dalam pembebasannya, wahai Abu Bakar! As Shidiq lalu menjawab: Aku telah
membebaskannya, ya Rasulullah.

Begitulah akhirnya Bilalpun menjadi seorang yang merdeka dan selamat dari siksaan sang
majikan. Kebebasannya menjadikan Bilal seorang yang semakin taat mengikuti ajaran agama
Allah dan rosulnya. Ketika Rosulullah Saw berhijrah ke Madinah. Bilalpun turut serta
berhijrah ke Madinah untuk menjauhi siksaan kaum kafir Quraisy Makkah. Dia mengabdikan
diri sepanjang hidupnya kepada Rosul yang sangat dicintainya. Dia menjadi pengikut Rosul
yang setia dan selalu mengikuti setiap peperangan yang terjadi pada masa itu. Bahkan dia

29
melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana akhirnya Abu Jahal dan Umayyah bin Khalaf
mantan majikannya tewas di tangan pedang kaum muslimin.

Ketika Rosulullah Saw selesai membangun Masjid Nabawi di Madinah dan menetapkan
azan, maka Bilal bin Rabah ditunjuk sebagai orang pertama yang mengumandangkan azan
(muazin) dalam sejarah Islam. Bilalpun menjadi Muadzin tetap pada masa Rosulullah Saw.
Suaranya yang begitu merdu sangat menggetarkan hati siapapun yang mendengarnya.
Rosulullahpun sangat menyukai suara Bilal. Biasanya, setelah mengumandangkan adzan,
Bilal berdiri di depan pintu rumah Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam seraya berseru,
Hayya alashsholaati hayya alashsholaati(Mari melaksanakan shalat, mari meraih
keuntungan.) Lalu, ketika Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam keluar dari rumah dan
Bilal melihat beliau, Bilal segera melantunkan iqamat.

Ketika Rosulullah Saw akan menaklukkan kota Makkah, Bilalpun berada di samping beliau.
Saat Rasulullah Saw memasuki Kabah, Beliau hanya didampingi oleh 3 orang saja, mereka
adalah: Utsman bin Thalhah sang pemegang kunci Kabah, Usamah bin Zaid orang
kesayangan Rasulullah dan anak dari orang kesayangan Beliau Zaid bin Haristah, serta Bilal
bin Rabah sang muadzin Rasulullah Saw. Kemudian Rosulullah Saw menyuruh Bilal untuk
naik di atas kabah dan menyerukan kalimat tauhid. Bilal menyerukan adzan dengan suara
yang keras dan menggetarkan hati setiap orang yang mendengarnya. Ribuan leher manusia
melihat ke arah Bilal. Ribuan lisan manusia yang mengikuti ucapan Bilal dengan hati yang
khusyuk.

Pada suatu hari, Najasyi, Raja Habasyah, menghadiahkan tiga tombak pendek yang termasuk
barang-barang paling istimewa miliknya kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam.
Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam mengambil satu tombak, sementara sisanya diberikan
kepada Ali bin Abu Thalib dan Umar ibnul Khaththab, tapi tidak lama kemudian, beliau
memberikan tombak itu kepada Bilal. Sejak saat itu, selama Nabi hidup, Bilal selalu
membawa tombak pendek itu ke mana-mana. Ia membawanya dalam kesempatan dua shalat
id (Idul Fitri dan Idul Adha), dan shalat istisqa (mohon turun hujan), dan menancapkannya
di hadapan beliau saat melakukan shalat di luar masjid. Begitulah sosok Bilal, dia selalu
berada di belakang Rosulullah dalam kondisi apapun. Kecintaannya terhadap Rosulullah Saw
pernah membuatnya terbuai dalam mimpi bertemu dengan Rosul sepeninggal beliau. Dalam
mimpinya itu, Rasulullah Saw berkata kepada Bilal: Bilal, sudah lama kita berpisah, aku
rindu sekali kepadamu, Kemudian Bilalpun menjawab: Ya, Rasulullah, aku pun sudah
teramat rindu ingin bertemu dan mencium harum aroma tubuhmu, kata Bilal masih dalam
mimpin-ya. Setelah itu, mimpi tersebut berakhir begitu saja. Dan Bilal bangun dari tidurnya
dengan hati yang gulana. Ia dirundung rindu. Keesokan harinya, ia menceritakan mimpi
tersebut pada salah seorang sahabat lainnya. Seperti udara, kisah mimpi Bilal bin Rabah
segera memenuhi ruangan kosong di hampir seluruh penjuru kota Madinah. Tak menunggu
senja, hampir seluruh penduduk Madinah tahu, semalam Bilal bermimpi ketemu dengan nabi
junjungannya.

Sesaat setelah Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam mengembuskan napas terakhir, waktu
shalat tiba. Bilal berdiri untuk mengumandangkan azan, sementara jasad Rasulullah
Shalallahu alaihi wasallam masih terbungkus kain kafan dan belum dikebumikan. Saat Bilal
sampai pada kalimat, Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah utusan Allah), tiba-tiba suaranya terhenti. Ia tidak sanggup mengangkat
suaranya lagi. Kaum muslimin yang hadir di sana tak kuasa menahan tangis, maka
meledaklah suara isak tangis yang membuat suasana semakin mengharu biru.

30
Sejak kepergian Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam, Bilal hanya sanggup
mengumandangkan azan selama tiga hari. Setiap sampai kepada kalimat, Asyhadu anna
muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), ia
langsung menangis tersedu-sedu. Sehingga kaum muslimin yang mendengarnya ikut larut
dalam tangisan pilu. Karena itulah kemudian Bilal memohon kepada Abu Bakar, sang
khalifah yang menggantikan posisi Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam sebagai
pemimpin, agar diperkenankan tidak mengumandangkan azan lagi, karena tidak sanggup
melakukannya. Selain itu, Bilal juga meminta izin kepadanya untuk keluar dari kota Madinah
dengan alasan berjihad di jalan Allah dan ikut berperang ke wilayah Syam.

Awalnya, ash-Shiddiq merasa ragu untuk mengabulkan permohonan Bilal sekaligus


mengizinkannya keluar dari kota Madinah, namun Bilal mendesaknya seraya berkata, Jika
dulu engkau membeliku untuk kepentingan dirimu sendiri, maka engkau berhak menahanku,
tapi jika engkau telah memerdekakanku karena Allah, maka biarkanlah aku bebas menuju
kepada-Nya. Kemudian Abu Bakar menjawab, Demi Allah, aku benar-benar membelimu
untuk Allah, dan aku memerdekakanmu juga karena Allah.. Mendengar jawaban Abu Bakar,
Bilalpun segera menyahut, Kalau begitu, aku tidak akan pernah mengumandangkan azan
untuk siapa pun setelah Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam wafat. Akhirnya Abu Bakar
menjawab, Baiklah, aku mengabulkannya. Bilal pergi meninggalkan Madinah bersama
pasukan pertama yang dikirim oleh Abu Bakar. Ia tinggal di daerah Darayya yang terletak
tidak jauh dari kota Damaskus. Bilal benar-benar tidak mau mengumandangkan azan hingga
kedatangan Umar ibnul Khaththab ke wilayah Syam, yang kembali bertemu dengan Bilal
Rodhiallahu anhu setelah terpisah cukup lama. Pada saat itu khalifah Umar bin Khattab baru
saja menerima kunci kota Yerussalem. Dalam pertemuan tersebut khalifah Umar bin Khattab
meminta kepada Bilal untuk mau mengumandangkan adzan dan akhirnya Bilalpun mau
menuruti permintaan sang khalifah. Mendengar Bilal menyuarakan adzan, kaum
musliminpun merasa sangat terharu, bahkan Umar tidak dapat menahan dirinya untuk tidak
menangis tersedu-sedu. Suara Bilal membangkitkan segenap kerinduan mereka kepada masa-
masa kehidupan yang dilewati di Madinah bersama Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam.
BiIal adalah pengumandang seruan langit itu.

Peristiwa tersebut merupakan adzan terakhir yang diperdengarkan oleh suara merdu dan
syahdu Bilal bin Rabah di hadapan kaum muslimin. Bilal tetap tinggal di Damaskus hingga
akhir hayatnya. Menjelang kematiannya untuk menghadap sang Khalik, Bilal seringkali
mengucapkan kata-kata secara secara beulang-ulang, kata tersebut adalah:

Esok kita bersua dengan orang-orang terkasih


Muhammad dan sahabat-sahabatnya
Esok kita bersua dengan orang-orang terkasih
Muhammad dan sahabat-sahabatnya

Demikianlah kisah seorang Bilal, keteguhan, ketegaran dan keyakinannya akan ajaran
kebenaran, telah mengangkat derajadnya dan menjadikannya seorang mulia di sisi Allah dan
rosulnya meskipun dia berasal dari seorang budak hitam yang hina dan fakir. Sebuah kisah
teladan bagi kita semua[1].

[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Bilal_bin_Rabah,
http://www.kaunee.com/index.php?option=com_content&view=article&id=249:bilal-bin-
rabah&catid=100:riwayat-tokoh&Itemid=140, http://permai1.tripod.com/bilal.html,

31
http://abihumaid.wordpress.com/2008/06/18/bilal-bin-rabah-al-habasyi-wafat-20-h641-m/,
http://www.kajianislam.net/modules/smartsection/item.php?itemid=310, http://ja-
jp.facebook.com/notes/biografi-ulama/kisah-sahabat-bilal-bin-rabah-rodhiallu-anhu-
/10150094065860602

https://zunlynadia.wordpress.com/category/kisah-para-assabiqunal-awwalun/

32

Vous aimerez peut-être aussi