Vous êtes sur la page 1sur 31

ASKEP GLOMERULONEFRITIS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal
ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada
dewasa. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk
menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus,
bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.
Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan
atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada
akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang
mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui
merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon
imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang
dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di
Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung
(17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1
dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut)
atau secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan
gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi.
Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah,
biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh
spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini yaitu agar mahasiswa dapat
mengetahui tentang asuhan keperawatan glomerulonefritis akut.
2. Tujuan Khusus:
a. Mahasiswa mampu mengetahui Anatomi Fisiologi Ginjal.
b. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis dari
glomerulonefritis akut pada anak
c. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksaan, komplikasi, masalah
keperawatan yang mungkin muncul pada glomerulonefritis akut pada anak
d. Mahasiswa mampu melaksanaan perencanaan asuhan keperawatan dan
implementasi serta evaluasi dari masalah keperawatan glomerulonefritis akut pada
anak.

C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Semoga dengan makalah ini diharapkan kami sebagai mahasiswa dapat
meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai penyebab serta upaya
pencegahan penyakit glomerulonefritis agar terciptanya kesehatan masyarakat
yang lebih baik.
2. Bagi Pembaca
Diharapkan agar pembaca dapat mengetahui tentang glomerulonefritis
lebih dalam sehingga dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari penyakit
glomerulonefritis.
3. Bagi Petugas Kesehatan dan Institusi Pendidikan
Dapat menambah bahan pembelajaran dan informasi tentang
glomerulonefritis.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi
Glomerulus terdiri atas suatu
anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi oleh simpai Bowman.
Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan korteks dan medula
(juxtame-dullary) lebih besar dari yang terletak perifer. Percabangan
kapiler berasal dari arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang dalam
keadaan normal tidak nyata , dan kemudian berpadu lagi menjadi arteriola
efferens. Tempat masuk dan keluarnya kedua arteriola itu disebut kutub
vaskuler.

Gambar 1. Bagian-bagian nefron


Di seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus
contortus proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler
tersebut, ditunjang oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdi ri atas
matriks dan sel mesangial. Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak
paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada kapiler terdapat sel endotel,
yang mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler
terdapat sel epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis dengan
tonjolan-tonjolan sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau foot
processes. Maka itu sel epitel viseral juga dikenal sebagai podosit. Antara sel
endotel dan podosit terdapat membrana basalis glomeruler (GBM =
glomerular basement membrane). Membrana basalis ini tidak mengelilingi
seluruh lumen kapiler. Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa
membrana basalis ini terdiri atas tiga lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar
ialah lamina rara interna, lamina densa dan lamina rara externa. Simpai
Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitel parietal yang gepeng, yang
terletak pada membrana basalis simpai Bowman.
Gambar 2. Penampang glomerulus normal dengan mikroskop cahaya.
Membrana basalis ini berlanjut dengan membrana basalis
glomeruler pada kutub vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler
pada kutub tubuler . Dalam keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-
kadang berproliferasi membentuk bulan sabit ( crescent). Bulan sabit bisa
segmental atau sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa.
Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma
disaring melalui dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang
bebas sel, mengandung semua substansi plasma seperti ektrolit, glukosa,
fosfat, ureum, kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat molekul
rendah kecuali protein yang berat molekulnya lebih dari 68.000 (seperto
albumin dan globulin). Filtrat dukumpulkan dalam ruang bowman dan
masuk ke dalam tubulus sebelum meningalkan ginjal berupa urin.
Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate
(GFR) merupakan penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih
berfungsi yang juga disebut single nefron glomerular filtration rate (SN
GFR).besarnya SN GFR ditentuka oleh faktor dinding kapiler glomerulus
dan gaya Starling dalam kapiler tersebut.
Gambar 3. Filtrasi Glomerulus: Resistensi Vaskular dan Konduktivitas Hidrolik.
B. Definisi
Glumerulonefritis ( juga disebut sindrom nefrotik) , mungkin
akut, dimana pada kasusu seseorang dapat meliputi seluruh fungsi ginjal
atau kronis ditandai oleh penurunan fungsi ginjal lambat , tersembunyi , dan
progresif yang akhirnya menimbulkan penyakit ginjal tahap akhir. Ini
memerlukan waktu 30 tahun untuk merusak ginjal sampai tahap akhir.
Pada keadaan iini beberapa macam intervensi seperti dialisa atau
pencangkokan ginjal dibutuhkan untuk menopang kehidupan. ( Blaiir,
1990).
Glumerulonefritis adalah suatu sindrom yang ditandai oleh
peradangan dari glomerulus diikuti pembentukan beberapa antigen yang
mungkin endogenus ( seperti sirkulasi tiroglobulin) atau eksogenus ( agen
infeksius atau proses penyakiy sistemik yang menyertai). Hopes ( ginjal )
mengenali antigen sebagai benda asing dan mulai membentuk antibodi
untuk menyerangnya. Respons peradangan ini menimbulkan penyebaran
perubahan patofisiologi, termasuk menurunnya laju filtrasi glomerulus (
LFG), peningkatan permebilitas dari dinding kapiler glomerulus terhadap
protein plasma ( terutama albumin) dan SDM , dan retensi abnormal
natrium dan air yang menekan produksi renin dan aldosteron( Glassock,
1988).
Glumerulonefritis kerusakan funsi glomerulus mengakibatkan
penurunan laju filtrasi glomerulus. Ganguan ganguan pre-renal , seperti
hemokonsntrasi atau penurunan tekanan darah arteri perifer , tatu
bendungan vena ginjal secara pasif menurunkan tekanan filtrasi, sehingga
terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus. ( Kapita Seelekta)
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya
gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak
maupun pada dewasa. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini
adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama
terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis
pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah
akibat infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu
istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang
mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu
mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut)
mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya
gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.

C. Etiologi
Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal
terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman
streptococcus beta hemoliticus golongan A tipe 12,4,16,25,dan 29. Hubungan
antara glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus dikemukakan
pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alas an timbulnya
glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina,diisolasinya kuman
streptococcus beta hemoliticus golongan A, dan meningkatnya titer anti-
streptolisin pada serum penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut
terdapat masa laten selama kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta
hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen daripada yang lain, tapi
hal ini tidak diketahui sebabnya. Kemungkinan factor iklim, keadaan gizi,
keadaan umum dan factor alergi mempengaruhi terjadinya
glomerulonefritis akut setelah infeksi kuman streptococcus.
Glomerulonefritis akut pasca streptococcus adalah suatu
sindrom nefrotik akut yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema,
hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal. Gejala-gejala ini timbul setelah
infeksi kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A disaluran
pernafasan bagian atas atau pada kulit. Glomerulonefritis akut pasca
streptococcus terutama menyerang pada anak laki-laki dengan usia kurang
dari 3 tahun.Sebagian besar pasien (95%) akan sembuh, tetapi 5 %
diantaranya dapat mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan
cepat.
Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman
streptococcus beta hemoliticus golongan A disaluran pernafasan bagian atas
atau pada kulit, sehingga pencegahan dan pengobatan infeksi saluran
pernafasan atas dan kulit dapat menurunkan kejadian penyakit ini. Dengan
perbaikan kesehatan masyarakat, maka kejadian penyakit ini dapat
dikurangi.
Glomerulonefritis akut dapat juga disebabkan oleh sifilis,
keracunan seperti keracunan timah hitam tridion, penyakitb amiloid,
trombosis vena renalis, purpura anafilaktoid dan lupus eritematosus.
D. Patogenesis
Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada
binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai
penyebab glomerulonefritis akut. Beberapa ahli mengajukan hipotesis
sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane
basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh
menimbulkan badan auto-imun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dengan membrane basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
merusak membrane basalis ginjal.
Gambar 4. Penyakit Glomerulus

Gambar 4. Gangguan Permeabilitas Selektif Glomerulus dan Sindrom Nefrotik


E. Klasifikasi
a. Congenital (herediter)
1. Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis
progresif familial yang seing disertai tuli syaraf dankelainan mata seperti
lentikonus anterior. Diperkirakan sindrom alport merupakan penyebab dari
3% anak dengan gagal ginjal kronik dan 2,3% dari semua pasien yang
mendapatkan cangkok ginjal. Dalam suatu penelitian terhadap anak dengan
hematuria yang dilakukan pemeriksaan biopsi ginjal, 11% diantaranya
ternyata penderita sindrom alport. Gejala klinis yang utama adalah
hematuria, umumnya berupa hematuria mikroskopik dengan eksasarbasi
hematuria nyata timbul pada saat menderita infeksi saluran nafas atas.
Hilangnya pendengaran secara bilateral dari sensorineural, dan biasanya
tidak terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru tampak pada awal umur
sepuluh tahunan.
2. Sindrom Nefrotik Kongenital
Sinroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir. Gejala
proteinuria massif, sembab dan hipoalbuminemia kadang kala baru
terdeteksi beberapa minggu sampai beberapa bulan kemudian. Proteinuria
terdapat pada hamper semua bayi pada saat lahir, juga sering dijumpai
hematuria mikroskopis. Beberapa kelainan laboratories sindrom nefrotik
(hipoproteinemia, hiperlipidemia) tampak sesuai dengan sembab dan tidak
berbeda dengan sindrom nefrotik jenis lainnya.

b. Glomerulonefritis Primer
1. Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan
gejala yang tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai
glomerulonefitis progresif. 20-30% pasien menunjukkan hematuria
mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan gejala
glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan
sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang
ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian
atas, sehingga penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca
streptococcus atau nefropati IgA.
2. Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau
setelah pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling
sering dijumpai pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik.
Glomerulopati membranosa jarang dijumpai pada anak, didapatkan insiden
2-6% pada anak dengan sindrom nefrotik. Umur rata-rata pasien pada
berbagai penelitian berkisar antara 10-12 tahun, meskipun pernah
dilaporkan awitan pada anak dengan umur kurang dari 1 tahun. Tidak ada
perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan
sindrom nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan,
sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.
3. Nefropati IgA (penyakit berger)
Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut,
sindroma nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal kronik. Nefropati IgA juga
sering dijumpai pada kasus dengan gangguan hepar, saluran cerna atau
kelainan sendi. Gejala nefropati IgA asimtomatis dan terdiagnosis karena
kebetulan ditemukan hematuria mikroskopik. Adanya episode hematuria
makroskopik biasanya didahului infeksi saluran nafas atas atau infeksi lain
atau non infeksi misalnya olahraga dan imunisasi.

c. Glomerulonefritis sekunder
Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu
glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering
adalah streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama
menyerang anak pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis pasca
streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata, kadang-kadang
disertai sembab mata atau sembab anasarka dan hipertensi.

F. Manifestasi Klinis
1. Hematuria
2. Edema pada wajah terutama periorbita atau seluruh tubuh
3. Oliguria
4. Tanda-tanda payah jantung
5. Hypertensi
6. Muntah-muntah,nafsu makan kurang kadang diare
Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala
ringan tetapi tidak jarang anak datang dengan gejala berat. Kerusakan pada
rumbai kapiler gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah
daging dan albuminuria, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Urine
mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi. Kadang-kadang disertai
edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya
edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung.Edema yang terjadi
berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang
mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang,
sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan
pada retensi air dan natrium. Di pagi hari sering terjadi edema pada wajah
terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota GFR
biasanya menurun (meskipun aliran plasma ginja biasanya normal) akibatnya,
ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema
dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan
natrium.Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita,
meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh ketika menjelang
siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat peradangan glomerulus,
apakah disertai dengan payah jantung kongestif, dan seberapa cepat dilakukan
pembatasan garam.
Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari
pertama, kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila
terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama
beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi
kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari
pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi
lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu
makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.
Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah
mungkin hanya sedang.Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel
(ECF) atau akibat vasospasme masih belum diketahui dengna jelas.

G. Komplikasi
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi
ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia.
Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun
bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-
kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan
edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis
eritropoetik yang menurun.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan urine : adanya proteinuria (+1 sampai +4), kelainan sedimen urine
dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++),
albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Analisa urine adanya strptococus
2. Pemeriksaan darah :
- kadar ureum dan kreatinin serum meningkat.
- jumlah elektrolit : hiperkalemia, hiperfosfatem dan hipokalsemia.
- analisa gas darah ; adanya asidosis.
- Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah.
- kadar albumin, darah lengkap (Hb,leukosit,trombosit dan erytrosit)adanya anemia
3. Pemeriksaan Kultur tenggorok : menentukan jenis mikroba adanya
streptokokus
4. Pemeriksaan serologis : antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti
Dnase \
5. Pemeriksaan imunologi : IgG, IgM dan C3.kompleks imun
6. Pemeriksaan radiologi : foto thorak adanya gambaran edema paru atau payah
jantung
7. ECG : adanya gambaran gangguan jantung
Urinalisis menunjukkan hematuria makroskopik ditemukan hampir pada
50% penderita, Kadang-kadang dengan tanda gagal ginjal seperti Kadang-kadang
tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. pada hampir
semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun
sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut
menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.
Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut
pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl).
Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan.
Kadar komplomen akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8
minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada glomerulonefritis
yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung
lebih lama.
Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan
tenggorok dan kulit.Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba.
Beberapa uji serologis terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk
membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase,
dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu
mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin
O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis,
meskipun beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin
O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua
uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi
sterptokokus.Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi
antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya
positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga
sebaiknya uji titer dilakukan secara seri.Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya
infeksi.
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan
C3.kompleks imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak
mempunyai nilai diagnostik dan tidak perlu dilakukan secara rutin pada
tatalaksana pasien.

I. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di
glomerulus.

1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah


selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk
menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi
penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak
berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak
mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi
menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian
penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian
profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman
penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara
teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain,
tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat
dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10
hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30
mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1
g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada
penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal
kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan
larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan
disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti
gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang
diberikan harus dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian
sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat.
Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin.
Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara
intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya
reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari.
Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek
toksis.
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan
dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium,
hemodialisis, bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif,
tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena
kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan
adakalanya menolong juga.
6. Diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi
akhir-akhir ini pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1
mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada
hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto dkk, 1972).
7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.

KONSEP ASKEP GLOMERULONEFRITIS

a. Pengkajian Anamnesis
1. Indentitas klien:
GNA adalah suatu reaksi imunologi yang sering ditemukan pada anak umur 3-7
tahun lebih sering pada pria
2. Riwayat penyakit
Sebelumnya :
Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan riwayat lupus
eritematosus atau penyakit autoimun lain.
Sekarang :
Klien mengeluh kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak sekitar mata
dan seluruh tubuh. Tidak nafsu makan, mual , muntah dan diare. Badan panas
hanya sutu hari pertama sakit.
3. Pertumbuhan dan perkembangan :
Pertumbuhan :
BB = 9x7-5/2=29 kg , menurut anak umur 9 tahun BB nya adalah BB umur 6
tahun = 20 kg ditambah 5-7 lb pertahun = 26 - 29 kg, tinggi badan anak 138
cm. Nadi 80100x/menit, dan RR 18-20x/menit, tekanan darah 65-108/60-68
mm Hg. Kebutuhan kalori 70-80 kal/kgBB/hari. Gigi pemanen pertama /molar,
umur 6-7 tahun gigi susu mulai lepas, pada umur 1011 tahun jumlah gigi
permanen 10-11 buah.
Perkembangan :
Psikososial : Anak pada tugas perkembangan industri X inferioritas, dapat
menyelesaikan tugas menghasilkan sesuatu.

b. Pemeriksaan Fisik
1. Aktivitas/istirahat
- Gejala: kelemahan/malaise
- Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus otot

2. Sirkulasi
- Tanda: hipertensi, pucat,edema
3. Eliminasi
- Gejala: perubahan pola berkemih (oliguri)
- Tanda: Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
4. Makanan/cairan
- Gejala: (edema), anoreksia, mual, muntah
- Tanda: penurunan keluaran urine
5. Pernafasan
- Gejala: nafas pendek
- Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman (pernafasan
kusmaul)
6. Nyeri/kenyamanan
- Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala
- Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah

c. Pengkajian Perpola
a. Pola nutrisi dan metabolik:
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi kelebihan beban
sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema pada sekitar mata dan
seluruh tubuh. Klien mudah mengalami infeksi karena adanya depresi sistem
imun. Adanya mual , muntah dan anoreksia menyebabkan intake nutrisi yang
tidak adekuat. BB meningkat karena adanya edema. Perlukaan pada kulit dapat
terjadi karena uremia.
b. Pola eliminasi :
Eliminasi alvi tidak ada gangguan, eliminasi urin : gangguan pada glumerulus
menyebakan sisa-sisa metabolisme tidak dapat diekskresi dan terjadi penyerapan
kembali air dan natrium pada tubulus yang tidak mengalami gangguan yang
menyebabkan oliguria sampai anuria, proteinuri, hematuria.

c. Pola Aktifitas dan latihan :


Pada Klien dengan kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus
karena adanya hiperkalemia. Dalam perawatan klien perlu istirahat karena adanya
kelainan jantung dan dan tekanan darah mutlak selama 2 minggu dan
mobilisasi duduk dimulai bila tekanan ddarah sudah normaal selama 1
minggu. Adanya edema paru maka pada inspeksi terlihat retraksi dada,
pengggunaan otot bantu napas, teraba , auskultasi terdengar rales dan krekels ,
pasien mengeluh sesak, frekuensi napas. Kelebihan beban
sirkulasi dapat menyebabkan pemmbesaran jantung (Dispnea, ortopnea dan
pasien terlihat lemah) , anemia dan hipertensi yang juga disebabkan oleh spasme
pembuluh darah. Hipertensi yang menetap dapat menyebabkan gagal
jantung. Hipertensi ensefalopati merupakan gejala serebrum karena hipertensi
dengan gejala penglihatan kabur, pusing, muntah, dan kejang-kejang. GNA
munculnya tiba-tiba orang tua tidak mengetahui penyebab dan penanganan
penyakit ini.
d. Pola tidur dan istirahat :
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya uremia.
keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus
e. Kognitif & perseptual :
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa gatal.
Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi.
Hipertemi terjadi pada hari pertama sakit dan ditemukan bila ada infeksi karena
inumnitas yang menurun.
f. Persepsi diri :
Klien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema
dan perawatan yang lama. Anak berharap dapat sembuh kembali seperti semula
g. Hubungan peran :
Anak tidak dibesuk oleh teman temannya karena jauh dan lingkungan
perawatann yang baru serta kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.
h. Nilai keyakinan : Klien berdoa memohon kesembuhan sebelum tidur.

d. Pemeriksaan Diagnostik
Pada laboratorium didapatkan:
- Hb menurun ( 8-11 )
- Ureum dan serum kreatinin meningkat.
( Ureum : Laki-laki = 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8 mg/24jam, wanita = 7,9-
14,1 mmol/24jam atau 0,9-1,6 mg/24jam, Sedangkan Serum kreatinin : Laki-laki
= 55-123 mikromol/L atau 0,6-1,4 mg/dl, wanita = 44-106 mikromol/L atau 0,5-
1,2 mg/dl ).
- Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)
- Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 , albumin , Eritrosit , leukosit
)
- Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus koligentes)
- Pemeriksaan darah
LED meningkat.
Kadar HB menurun.
Albumin serum menurun (++).
Ureum & kreatinin meningkat.
Titer anti streptolisin meningkat.
e. Analisa Data
No Etiologi Problem
DX
1 Infeksi streptokokus hemoliticus Intoleransi aktifitas b.d.
kekurangan protein dan disfungsi
group A
ginjal

Migrasi sel
radang ke glomerulus

Antigen-
Antibody dalam dinding kapiler

Eposit, komplemen, ant trase,


netrofit, netrofil dan monosit

Fibrinogen dan plasma melalui


dinding sel

Prolifirasi sel A fibrin yang


terakumulasi dalam kapsula
bowmans
Proteinuria

Intoleransi aktivitas
2 Potensial kelebihan, volume
Infeksi streptococcus cairan berhubungan dengan
hemoliticus groupA retansi natrium dan air serta
disfungsi ginjal.
Terbentuknya komplek antigen anti
body

antigen melekat pada membran basalis


glomerulus

Merusak glomerulus

Gangguan filtrasi

albumin ikut dalam urine

albumin dalam darah turun

nadi retensi natrium &


cairan dalam interstitiil

Edema

Resiko kelebihan, volume cairan


berhubungan dengan retansi natrium
dan air serta disfungsi ginjal.
3 Resiko
Infeksi streptococcus
peradangan/infeksi berhubungan
hemoliticus groupA
dengan
depresi system imun
Terjadi proses kompleks immune

Antigen melekat pada kapiler-


kapiler glomerulus
Perusakan mekanis aktivasi system
complement

Resiko
peradangan/infeksi berhubungan
dengan depresi system imun
4 Infeksi/ Penyakit Potensial gangguan perfusi
jaringa b.d hipertensi
(Streptococurs hemoliticus grup
A)

Migrasi sel-sel radang ke dalam


glomerular

Pembentukan kompleks antigen-


antibodi dalam dinding kapiler

Deposit, complement dan ant trass


netrofit netrofil dan monosit

Fibrinogen dan plasma protein


lain bermigrasi melalui dinding sel

Menurunnya perfusi kapiler


glomerular, manifestasi klinis
meningkatnya BUN dan Creatimin,
Retensi cairan

Meningkatkan sekresi ADH dan


Aldosteron
Hipertensi

Potensial gangguan perfusi jaringa


b.d hipertensi
5 Infeksi/ Penyakit Perubahan integritas kulit
berhubungan dengan odema.
(Streptococurs hemoliticus grup
A)
Migrasi sel-sel radang ke dalam
glomerular

Pembentukan kompleks antigen-


antibodi dalam dinding kapiler

Deposit, complement dan ant trass


netrofit netrofil dan monosit

Fibrinogen dan plasma protein


lain bermigrasi melalui dinding sel
manifestasi klinis Proteinuria

Prolifirasi sel A fibrin yang


terakumulasi dalam kapsula
bowmans

BUN
Menurunnya perfusi kapiler
glomerular, manifestasi klinis
meningkatnya dan Creatimin,
Retensi cairan

Odema
Perubahan integritas kulit
berhubungan dengan odema.
6 Kurang pengetahuan
Keadaan social ekonomi keluarga
berhubungan dengan kurang
rendah
informasi tentang proses
penyakit.
Lingk. Tempat tinggal yang tidak
sehat

Terjadi Infeksi
streptococcus

hemoliticus group A

Kurang pengetahuan berhubungan


dengan kurang informasi tentang
proses penyakit.

Odema

Kerusakan integritas kulit


berhubungan dengan odema.

f. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kekurangan protein dan disfungsi ginjal
2. Potensial kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi air dan natrium
serta disfungsi ginjal.
3. Potensial terjadi infeksi (ISK, lokal, sistemik) berhubungan dengan depresi
sistem imun.
4. Potensial gangguan perfusi jaringan: serebral/kardiopulmonal berhubungan
dengan resiko krisis hipertensi.
5. Perubahan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi, uremia, kerapuhan
kapiler dan edema.
6. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyakit, perawatan dirumah dan instruksi evaluasi.

g. Intervensi
1. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kekurangan protein dan disfungsi
ginjal
Tujuan : Klien dapat toleransi dengan aktifitas yang dianjurkan.
Intervensi Rasional
1. Pantau kekurangan protein yang 1. Kekurangan protein beerlebihan
berlebihan(proteinuri, albuminuria ) dapat menimbulkan kelelahan.
2. Gunakan diet protein untuk mengganti 2. Diet yang adekuat dapat
protein yang hilang. mengembalikan kehilangan
3. Beri diet tinggi protein tinggi 3. TKTP berfungsi menggantikan
karbohidrat. 4. Tirah baring meningkatkan
4. Anjurkan Pasien untuk tirah baring mengurangi penggunaan energi.
5. Berikan latihan selama pembatasan 5. Latihan penting untuk
aktifitas. mempertahankan tunos otot
6. Rencana aktifitas denga waktu istirahat.6. Keseimbangan aktifitas dan
7. Rencanakan cara progresif untuk istirahat mempertahankan
kembali beraktifitas normal ; evaluasi kesegaran.
tekanan darah dan haluaran protein urin.
7. Aktifitas yang bertahap menjaga
kesembangan dan tidak
mmemperparah proses penyakit

2. Potensial kelebihan volume cairan b.d. retensi air dan natrium serta
disfungsi ginjal.
Tujuan : Klien tidak menunjukan kelebihan volume cairan
Rencana Rasional
1. Pantau dan laporkan tanda dan gejala 1. Memonitor kelebihan cairan
kelebihan cairan: sehingga dapat dilakukan tindakan
Ukur dan catat intak dan output setiap penanganan
4-8 jam 2. Jumlah , karakteristik urin dan
2. Catat jumlah dan karakteristik urine BB dapat menunjukan adanya
Ukur berat jenis urine tiap jam dan ketidak seimbangan cairan
timbang BB tiap hari 3. Natrium dan protein meningkatkan
3. Kolaborasi dengan gizi dalam osmolaritas sehingga tidak terjadi
pembatasan diet natrium dan protein retriksi cairan.
4. Berikan es batu untuk mengontrol rasa
4. Rangsangan dingin ddapat
haus dan maasukan dalam perhitungan merangsang pusat haus
intak 5. Memonitor adanya ketidak
5. Pantau elektrolit tubuh dan observasi seimbangan elektrolit dan
adanya tanda kekurangan elektrolit menentukan tindakan penanganan
tubuh yang tepat.
Hipokalemia : kram abd,letargi,aritmia6. Pemberian elektrolit yang tepat
Hiperkalemia : kram otot, kelemahan mencegah ketidak seimbangan
Hipokalsemia : peka rangsang pada elektrolit.
neuromuskuler
Hiperfosfatemia: hiperefleksi,parestesia,
kram otot, gatal, kejang
Uremia : kacau mental, letargi,gelisah
6. Kaji efektifitas pemberian elektrolit
parenteral dan oral

3. Potensial terjadi infeksi (ISK, lokal, sistemik) b.d. depresi sistem imun
Tujuan : Klien tidak mengalami infeksi setelah diberikan asuhan keperawatan.
Rencana Rasional
1. Kaji efektifitas pemberian 1. Imunosupresan berfunsi menekan
imunosupresan. sisteem imun bila pemberiannya
2. Pantau jumlah leukosit. tidak ekeftif maka tubbuh akan
3. Pantau suhu tiap 4 jam. sangat rentan terhadap infeksi
4. Perhatikan karakteristik urine. 2. Indikator adanya infeksi
5. Hindari pemakaian alat/kateter pada 3. Memonitor suhu & mengantipasi
saluran urine. infeksi
6. Pantau tanda dan gejala ISK dan 4. Urine keruh mmenunjukan adanya
lakukan tindakan pencegahan ISK. infeksi saluran kemiih
7. Gunakan dan anjurkan tehnik cuci 5. Kateter dapat menjadi media
tangan yang baik. masuknya kuman ke saluran kemih
8. Anjurkan pada klien untuk menghindari6. Memonitor adanya infeksi
orang terinfeksi sehingga dapat dilakukan tindakan
9. Lakukan pencegahan kerusakan dengan cepat
integritas kulit 7. Tehnik cuci tangan yang baik dapat
memutus rantai penularan.
8. Sistim imun yang terganggu
memudahkan untuk terinfeksi
9. Kerusakan integritas kulit
merupakan hilangnya barrier
pertama tubuh

4. Potensial gangguan perfusi jaringan: serebral/kardiopulmonal b.d. resiko


krisis hipertensi.
Tujuan : Klien tidak mengalami perubahan perfusi jaringan.
Rencana Rasional
1. Pantau tanda dan gejala krisis 1. Krisis hipertensi menyebabkan suplay
hipertensi (Hipertensi, takikardi, darah ke organ tubuh berkurang.
bradikardi, kacau mental, penurunan 2. Tekanan darah yang tinggi
tingkat kesadaran, sakit kepala, tinitus, menyebabkan suplay darah berkurang.
mual, muntuh, kejang dan disritmia). 3. Efektifitas obat anti hipertensi penting
2. Pantau tekanan darah tiap jam dan untuk menjaga adekuatnya perfusi
kolaborasi bila ada peningkatan TD jarringan.
sistole >160 dan diastole > 90 mm Hg 4. Posisi tidur yang rendah menjaga
3. Kaji keefektifan obat anti hipertensi suplay darah yang cukup ke daerah
4. Pertahankan TT dalam posisi rendah cerebral

5. Perubahan integritas kulit b.d. imobilisasi, uremia, kerapuhan kapiler dan


edema.
Tujuan : Klien tidak menunjukan adanya perubahan integritas kulit selama
menjalani perawatan.
Rencana Rasional
1. Kaji kulit dari kemerahan, kerusakan,1. Mengantisipasi adanya kerusakan
memar, turgor dan suhu. kulit sehingga dapat diberikan
2. Jaga kulit tetap kering dan bersih penangan dini.
Bersihkan & keringkan daerah 2. Kulit yang kering dan bersih tidak
perineal setelah defikasi mudah terjadi iritasi dan mengurangi
3. Rawat kulit dengan menggunakan media pertumbuhan kuman.
lotion untuk mencegah kekeringan 3. Lotion dapat melenturkan kulit
untuk daerah pruritus. sehingga tidak mudah pecah/rusak.
4. Hindari penggunaan sabun yang 4. Sabun yang keras dapat menimbulkan
keras dan kasar pada kulit klien kekeringan kulit dan sabun yang kasar
5. Instruksikan klien untuk tidak dapat menggores kulit.
menggaruk daerah pruritus. 5. Menggaruk menimbulkan kerusakan
6. Anjurkan ambulasi semampu klien. kulit.
7. Bantu klien untuk mengubah posisi 6. Ambulasi dan perubahan posisi
setiap 2 jam jika klien tirah baring. meningkatkan sirkulasi dan mencegah
Pertahankan linen bebas lipatan penekanan pada satu sisi.
Beri pelindung pada tumit dan siku 7. Lipatan menimbulkan tekanan pada
8. Lepaskan pakaian, perhiasan yang kulit.
dapat menyebabkan sirkulasi 8. Sirkulasi yang terhambat
terhambat. memudahkan terjadinya kerusakan
kulit.
9. Tangani area edema dengan hati -
hati.
10. Pertahankan nutrisi adekuat. 9. Elastisitas kulit daerah edema sangat
kurang sehingga mudah rusak
10. Nutrisi yang adekuat meningkatkan
pertahanan kulit

h. Implementasi
Melakukan implementasi sesuai dengan intervensi dengan memegang prinsip
sebagai berikut :
1). Mempertahankan toleransi anak terhadap aktivitas sehari-hari.
2). Mempertahankan cairan tubuh dalam batas normal.
3). Mencegah terjadinya infeksi.
4). Meningkatkan pengetahuan orang tua terhadap penyakit anaknya.
5). Memenuhi kebutuhan nutrisi klien adekuat.

i. Evaluasi
Dari setiap tindakan yang dilakukan secara paripurna untuk mengatasi masalah
keperawatan akan didapatkan hasil sebagai berikut :
1). Tujuan tercapai / masalah teratasi.
2). Tujuan tercapai sebagian, Intervensi dilanjutkan.
3). Tujuan belum tercapai / masalah belum teratasi dilakukan reasesmen.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
GNA adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri
atau virus tertentu (infeksi kuman streptococcus). GNA sering ditemukan pada
anak usia 3-7 thn dan pada anak pria lebih banyak. Penyakit
sifilis,keracunan,penyakit amiloid,trombosis vena renalis,purpura anafilaktoid,
dan lupus eritematosus. Laju endap darah meninggi, HB menurun pada
pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan urin didapatkan jumlah urin
mengurang, berat jenis meninggi,hematuria makroskopik, albumin (+), eritrosit
(++), leukosit (+),silinder leukosit,ureum dan kreatinin darah meningkat. Pada
penyakit ini, klien harus istirahat selama 1-2 minggu, diberikan penicilli,
pemberian makanan rendah protein dan bila anuria, maka ureum harus
dikeluarkan. Komplikasi yang ditimbulkan adalah oliguria,ensefalopati
hipertensi,gangguan sirkulasi serta anemia. Gejala-gejala umum yang berkaitan
dengan permulaan penyakit adalh rasa lelah, anoreksia dan kadang demam,sakit
kepala, mual, muntah. Gambaran yang paling sering ditemukan adalah :hematuria,
oliguria,edema,hipertensi
Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah
untuk meminimalkan kerusakan pada glomerulus, meminimalkan metabolisme
pada ginjal, meningkatkan fungsi ginjal
Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan
kelainan glomerulus. Pemberian pinisilin untuk membrantas semua sisa
infeksi,tirah baring selama stadium akut, diet bebas bila terjadi edema atau gejala
gagal jantung danantihipertensi kalau perlu,sementara kortikosteroid tidak
mempunyai efek pada glomerulofritis akut pasca infeksi strepkokus.
Pronosis penyakit pada anak-anak baik sedangkan prognosisnya
pada orang dewasa tidak begitu baik.

2. Saran
1. Bagi Penulis
Sebagai mahasiswa haruslah dapat meningkatkan pengetahuan dan
wawasan mengenai penyebab serta upaya pencegahan penyakit glomerulonefritis
agar terciptanya kesehatan masyarakat yang lebih baik.
2. Bagi Pembaca
Diharapkan agar pembaca dapat mengetahui tentang glomerulonefritis
lebih dalam sehingga dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari penyakit
glomerulonefritis.
3. Bagi Petugas Kesehatan dan Institusi Pendidikan
Dapat menambah bahan pembelajaran dan informasi tentang
glomerulonefritis.
DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, petrus. Gumawan Johannes,1990. Kapita Selekta Patologi klinik. Edisi 4.


Jakarat: EGC
Arfin, Behrama Kliegman, 2000. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EEC
Brunner and Suddarth, 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8 Vol.2. Jakarta : EEC
Chandrasoma Parakrama ,Clive R Taylor, 1994. Patologi Anatomi. Edisi 2.Jakarta: EGC
Doengoes, Marilynn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.3. Jakarta : EEC
Engram Barbara, 1999. Rencana Asuhan Kepertawatan Medikal Bedah.Vo.l 1. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC
Mansjoer, Arif.dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.3. Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius. FKUI

http://nersrezasyahbandi.blogspot.com/2013/04/askep-glomerulonefritis.html

Vous aimerez peut-être aussi