Vous êtes sur la page 1sur 42

REFERAT

SMF ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN

TOXOPLASMOSIS DALAM KEHAMILAN

Oleh

Ni Luh Putu Winda Alpiniawati

16710111

Pembimbing:
dr. Pramudyo Dwiputro, Sp. OG (K)

SMF ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA
KUSUMA SURABAYA RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH KABUPATEN SIDOARJO
2017

1
DAFTAR ISI

Halaman
Cover ................................................................................................................... 1
Daftar Isi.............................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 3
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 6
2.1 Toxoplasma gondii ..................................................................... 6
2.1.1 Taksonomi ....................................................................... 6
2.1.2 Stadium ............................................................................ 6
2.1.3 Siklus hidup ..................................................................... 8
2.2 Epidemiologi ............................................................................... 12
2.3 Patofisiologi ................................................................................. 13
2.3.1 Mekanisme invasi sel ....................................................... 13
2.3.2 Respon imun pada toxoplasma ........................................ 15
2.4 Manifestasi Klinis ........................................................................ 28
2.4.1 Toxoplasmosis pada imunokompeten pasien ..................... 18
2.4.2 Toxoplasmosis kongenital .................................................. 19
2.4 Diagnosis ...................................................................................... 21
2.5 Penatalaksanaan ............................................................................ 37

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 41

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Toxoplasmosis adalah penyakit nomor tiga didunia yang menyebabkan

kematian yang disebarkan oleh makanan didahului oleh salmonellosis dan

listeriosis (Paquet et al,2013). Diperkirakan menginfeksi lebih dari satu miliar

orang di seluruh dunia (Rosso et al,2008). Dijakarta pada taun 2003

menunjukkan bahwa prevalensi seropositif pada 71% laki-laki dan 69%

perempuan dengan menggunakan IgG ELISA (Soedarto,2012).

Toxoplasmosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh obligat

parasit intraseluler yaitu Toxoplasma gondii (Chaudhry, Gad dan Koren,

2014). Infeksi dapat diperoleh melalui konsumsi, daging yang kurang matang

atau makanan dan air yang terkontaminasi (Montoya dan Reminton, 2008).

Parasit ini bisa menginfeksi semua hewan yang berdarah panas termasuk

mamalia dan burung. Dengan penemuan peran sentral kucing sebagai tuan

rumah definitif dimana terjadi siklus parasit seksual dan menyebarkan ookista

melalui tinja (Gangneux dan Darde, 2012). Lalu ookista di makan oleh

manusia dan mamalia menjadi sporosit dan menginfeksi jaringan, sel, hepato

sel, CNS, dan sel-sel jantung (ACMSF,2008).

Ada empat kelompok individu yang diagnosis toksoplasmosis yang

paling penting: wanita hamil yang terinfeksi selama kehamilan, janin dan

bayi baru lahir yang kongenital terinfeksi, pasien imunokompromais, dan

3
chorioretinitis (Tekkesin,2012). Dan biasanya pada penderita yang tidak

mengalami imunokopromais gejalanya asimtomatik, meskipun ada beberapa

gejala seperti malaise, demam ringan dan limfadenopati. (Paquet et al, 2013).

Pasien imunokompromais mendapat gejala infeksi yang parah, dan

mengancam jiwa (Serranti, Buonsenso, dan Valentini, 2011). Pada

imunokompromais wanita hamil, Toxoplasma gondii dapat menyebabkan

ensefalitis, miokarditis, pneumonitis, atau hepatitis melalui infeksi akut atau

reaktivasi infeksi laten (Paquet et al, 2013). Pada ibu hamil yang terinfeksi

dan yang tidak mengalami imunokompremaise juga asimtomatik, tetapi dapat

menginfeksi janin ini terjadi ketika seorang wanita hamil memperoleh infeksi

primer. Janin dapat terinfeksi lewat plasenta atau pada waktu persalinan

(Serranti, Buonsenso, dan Valentini, 2011).

Diagnosis toxoplasmosis pada pasien yang tidak memiliki

imunokompromais sulit karena tidak menimbulkan gejala sehingga

diagnosisnya dari gejala cukup sulit biasanya menggunakan diagnosis

serologi (IgM dan IgG), ini bisa juga digunakan dalam diagnosis kehamilan

(Villard et al, 2016). Tes serologi bisa menggunakan ELISA, Sabin Feldman

Dye Test, IgA antibodi, IgE antibodi, IgG aviditi tes (Tekkesin,2012).

Dengan cairan amnion kita juga bisa menegakkan diagnosis pada kehaamilan

pada penelitian yang berjudul Accuracy of Real-Time Polymerase Chain

Reaction for Toxoplasma gondii in Amniotic Fluid oleh Wallon et al, 2010.

USG juga bisa digunakan untuk mendiagnosis toxoplasmosis dilakukan pada

4
wanita hamil untuk memantau kelainan kongenital pada janinya(Montoya dan

Reminton, 2008).

Pengobatan pada wanita juga sangat penting karena infeksi akut

toxoplasma dapat menyebabkan penyakit kongenital pada wanita hamil yang

mendapatkan infeksi pada waktu umur kehamilannya kurang dari 18 minggu

dapat menggunakan spiramycin jika kehamilan diatas 18 minggu

menggunkan Pyrimethamine, sulfadiazine, and folinic acid (Montoya dan

Reminton, 2008).

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Toxoplasmosis gondii

2.1.1 Taksonomi (Soedarto,2012)

Kingdom : Protista

Phylum : Apicomplexa

Class : Toxoplasmida

Subclass : Coccidiasina

Order : Eucoccidiorida

Family : Toxoplasmidae

Genus : Toxoplasma

Species : Toxoplasma gondii

Toxoplasma memiliki 3 stadium infeksius takizoid, bradizoit didalam

kista jaringan, sprozoit didalam ookista (ACMSF,2008).

2.1.2 Stadium

a. Takizoid

Pada stadium akut toxoplasmosis, takizoit melakukan invasi

jaringan dan memperbanyak diri didalam sel (Soedarto,2012). Takizoid

adalah bentuk penyebaran. Takizoid bisa menyerang hampir semua jenis

sel vertebrata, takizoid berkembang biak di vakuola parasitophorous.

(Gangneux dan Darde, 2012). Takizoid juga lah yang bertangung jawab

dalam infeksi horizontal, ibu dan janin. Takizoit sensitif terhadap enzim

6
proteolitik dan bias dihancurkan oleh pencernaan lambung. Tetapi,

takizoid telah terbukti bertahan hingga 2 jam dalam larutan pepsin dan

asam aplikasi oral dosis tinggi takizoit telah terbukti menghasilkan

infeksi pada tikus dan kucing. Takizoit telah ditemukan di air liur, dahak,

urine, air mata dan air mani, serta dalam telur mentah dari eksperimental,

dan tidak ada bukti dikaitkan dengan penularan infeksi secara horizontal

(ACMSF,2008).

b. Bradizoit

Bradizoit adalah bentuk yang terdapat pada fase laten

toxoplasmosis pada pendertita yang imunukompeten (Soedarto,2012).

Bradizoit tahan terhadap asam pepsin maka dari itu penularannnya bisa

lewat pencernaan. Karena memiliki metabolisme yang laten shingga

memiliki waktu hidup yang pajang. Dan dindingnya juga terbatas

menyajikan beberapa invaginasi terdiri dari berbagai pelagica dan lapisan

yang mendasari granular elektron yang bermateri padat (Gangneux dan

Darde, 2012). Bradizoit dapat ditemukan otot, hati, otak. Bradizoit bisa

dibunuh dengan suhu > 67c, <-12c (ACMSF,2008).

c. Sprozoit

Sprorozit dalam bentukkan ookista terdapat didalam tinja kucing

(Soedarto,2012). Dinding ookista adalah struktur multilayer sangat kuat

melindungi parasit dari kerusakan mekanik dan kimia. Hal ini

memungkinkan parasit bertahan untuk waktu yang lama, hingga lebih

dari satu tahun, di lingkungan yang lembab (Gangneux dan Darde, 2012).

7
2.1.3 Siklus hidup

Toxoplasma gondii adalah obligat parasit intraseluler, memiliki siklus

hidup yang kompleks dengan aseksual reproduksi yang terjadi di jaringan

beragam mamalia dan burung (host sekunder) dan reproduksi seksual terjadi di

epitel pencernaan kucing (host utama). Kucing menjadi terkontaminasi dengan

cara memangsa daging hewan (tikus, burung) yang terinfeksi dengan

Toxolasma gondii jarang karena menelan ookista langsung dari feses kucing.

Kucing yang terinfeksi biasanya tanpa gejala dan mulai untuk menyebarkan

unsporulated ookista (sampai satu juta per hari) dalam fesesnya 1-2 minggu

setelah terinfeksi (Paquet et al,2013). Enzim perncernaan akan melepaskan

organisme yang kemudian menjadi bentuk zigot yang kemudian membentuk

dinding atau kapsul sehingga berbentuk ookista (yang belum infeksi), yang

akan keluar bersama tinja kucing (Soedarto,2012).

8
Gambat 2.1 Siklus hidup Toxoplasma gondii

Setelah kista tertelan, dinding kista dihancurkan oleh enzim lambung.

Bradyzoites menetap dalam enterosit, di mana terjadi perkawinan aseksual,

ditandai dengan pembangunan merozoit dalam skizon. Langkah pertama ini

diikuti oleh perkembangan seksual, dengan pembentukan gamet jantan dan

gamet betina (gametogony). Setelah pembuahan, ookista terbentuk dalam

enterosit dibebaskan dan diekskresikan sebagai bentuk unsporulated kista di

kotoran kucing.

Proses sporogoni terjadi setelah ookista beberapa hari di lingkungan

eksternal. Pengurangan meiosis dan perubahan morfologi yang mengarah pada

9
pembentukan ookista berspora dengan dua sporokista, masing-masing berisi

empat sporozoit haploid (Gangneux dan Darde, 2012).

Dalam host intermediate, parasit hanya mengalami satu perkembangan

aseksual. Setelah menelan ookista, sporozoit dibebaskan, menembus epitel

usus, di mana sporozoit berubah menjadi takizoit. Takizoit cepat melakukan

repoduksi asexual (endodyogeny) dalam setiap jenis sel dan menyebarkannya

ke seluruh organ. Sebagai hasil dari perubahan dari takizoid ke bradizoid,

jaringan kista timbul 7 sampai 10 hari setelah infeksii dan mungkin tetap ada

sepanjang hidup pada sebagian besar host, terutama di otak atau otot

(Gangneux dan Darde, 2012).

Setelah menelan kista jaringan ini dengan hospes perantara melalui

daging mentah atau setengah matang, kista pecah ketika mereka lepas melalui

saluran pencernaan, menyebabkan pelepasan bradyzoid. Bradyzoid akan

menginfeksi epitel usus host baru dan membedakan kembali ke tahap

tachyzoite cepat mebelah untuk penyebaran ke seluruh tubuh. Selain itu, jika

fase akut terjadi selama kehamilan, parasit dapat melewati plasenta dan

menginfeksi janin (congenital transmisi) (Gangneux dan Darde, 2012).

2.2 Epidemiologi

Secara umum diasumsikan bahwa sekitar 25 sampai 30% dari populasi

manusia dunia terinfeksi oleh Toxoplasma (Gangneux dan Darde, 2012).

Menurut WHO ibu hamil yang memiliki IgM positif selama kehamilan sekitar

19.9% (Mastroiacovo dan Torgerson, 2013).

10
Dan yang memiliki seropositif yang tinggi (>50%) adalah negara yang

suka memakan daging mentah (Prancis >54%) dan negara yang beriklim panas

seperti amerika latin, afrika dimana ookista bisa bertahan lama. Di Amerika

Serikat, 15% dari wanita usia subur terinfeksi Toxoplasma gondii, dengan

kejadian toksoplasmosis kongenital diperkirakan 400-4000 kasus per tahun

(Paquet et al,2013).

Seroprevalensi lebih tinggi di Eropa Tengah, Amerika Selatan dan

tengah, dan di Afrika Barat (50-80%) dan sama atau lebih rendah di Asia

Tenggara, Cina dan Korea (4-39%) dan Skandinavia (11-28%). Pada awal

1990-an,prevalensi di Eropa bervariasi dari 8,1% di Inggris untuk 77,4% di

bekas Yugoslavia. Iklim, dan konsumsi daging mentah, mungkin faktor yang

berkontribusi terhadap ini variasi seropositif ini (ACMSF,2008).

Penelitian di salah satu rumah sakit di Brazil menemukan bahwa angka

kejaidan akut toxoplasmosis pada wanita hamil adalah 4.8/1000 wanita hamil.

Kelahiran dengan kongenital toxoplasmosis 0,6/1000 kelahiran (Varella et al,

2009).

Penelitian yang dilakukan pada 995 wanita hamil di Cali, Colombia.

Menemukan bahwa IgG antibodi ditemukan sekitar 45.8% sedangkan IgA

ditemukan sekitar 2.8%. Prevalensi meningkat secara signifikan dengan usia 14

sampai 19 sebear 39.0% sedangkan pada usia 30 sampai 39 ditemukan sekitar

55.3%. Dan juga ditemukan prevalensi meningkat pada sosial ekonomi rendah

(Rosso et al, 2008).

11
Dalam penelitian yang dilakukan di jepang, prevalensi antibodi anti-

Toxoplasma di Jepang pada wanita hamil adalah 10,3%. Prevalensi lebih tinggi

pada wanita di atas 35 tahun dibandingkan pada wanita di bawah 35 tahun.

Secara umum, prevalensi Toxoplasma antibodi hampir 1 dari setiap 5 wanita

hamil di atas 35 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa probabilitas datang ke

dalam kontak dengan sumber infeksi meningkat dengan usia. Jumlah

kehamilan berisiko tinggi, termasuk terlambat hamil, terus meningkat dalam

beberapa tahun terakhir, paparan yang lebih lama juga yang menyebabkan

lebih tinggi usia lebih besar IgG toxoplasma yang positif (Sakikawa, 2011)

Di Indonesia penelitian yang di lakukan riskesdas 2007 ada pada tabel

dibawah ini

Dapat disimpulkan juga wanita yang memiliki IgG positif meningkat

sesuai dengan usia.

2.3 Patofisiologi

12
2.3.1Mekanisme Invasi Sel (Gangneux dan Darde, 2012).

Penularan didapat dari menelan ookista dari tinja kucing, memakan

kista jaringan (bradizoit), meminum air atau susu dan daging yang

terinfeksi takizoid, atau mendapat donor darah, transplantasi dari

pendertita akut toxoplasma (takizoid).

Saat sporozoit keluar dari ookista lalu organisme ini akan memasuki

sel-sel gastrointestinal. Syarat dari sel invasi adalah menempelnya parasit

pada sel host dan bergantung pada motiltas parasit dan sekresi protein dari

organel skretori yaitu micronemes, roptries dan granula padat.

Penempelan memerlukan skeresi kalsium dari micronemes seperti

protein MIC2 yang mengenali reseptor dari host. Meknisme sel invasi

tergantung pada komplek reaksi antara host dan parasit dinamakan proses

gliding motility, sistem liner yang rumit di promosikan oleh interaksi actin

miosin dan parasit cytoskeleton. Proses masuk proses yang sangat cepat

(rapid, 15-30), berbeda dari kejadian endolitik host. Toxoplasma

membentuk sebuah asosiasi yang erat antara ujung apikal dan membran sel

inang disebut moving junction. Moving juntion berpindah dari apical end

ke posterior end dari parasit, menuju internalisation yang diebuta vakuol

parasitophorus. Stabilisiasi dari moving junction disekitar permukaan

parasit membutuhkan apical membran antigen (AMA1), juga disekresi

oleh micronomes dan sekresi dari rhoptry (ROP) neck protein (RONs)

dimasukan ke dalam sel host. Formasi baru dari Vacuol parasitophorus

membran (PMV) membutuhukan sekresi dari protein ROPs. Dalam

13
beberapa tahun terakhir, peran utama untuk protein ROP2 telah diakui.

Dari protein ROP18 dikaitkan dengan sitosol dari PVM mengeluarkan

aktivitas protein kinase, yang memiliki pengaruh mendalam pada

pertumbuhan parasit dan virulensi, dan ROP16 mampu untuk

memanipulasi ekspresi gen host, yang mempengaruhi sekresi interleukin.

Selain protein ROP, protein dense granular juga berkontribusi untuk

pembentukan PVM selama satu jam pertama setelah invasi. Kebanyakan

protein host transmembran dilucuti dari PVM selama proses invasi, Proses

ini mengubah biokimia karakteristik PVM dan mencegah fusi dengan

lisosom atau vesikel sitoplasma. Sekresi protein dense granular juga

mendukung pengembangan jaringan kompleks tubulus membran yang

berkembang dari PVM dan meluas ke lumen vacuolar. Jaringan ini

seharusnya memiliki peran dalam mengembangkan antara parasit dan sel

inang, membawa nutrisi dari sitosol sel inang atau mengekspor protein

atau lipid dari parasit menuju PVM atau sel inang. PVM ini juga terkait

erat dengan mitokondria sel inang, yang berkontribusi sebagai parasit

metabolisme. Dalam PV tersebut, takizoit membelah selama 6 sampai 9

jam persiklus, dengan proses endodyogeny, yang mengarah pada

pembentukan dua sel anak dalam setiap sel ibu. Keluar sel biasanya setelah

64-128 parasit terakumulasi dalam PV. Egress dari sel adalah proses aktif

tergantung pada kenaikan konsentrasi kalsium setelah rilis dari

intraseluler.

14
Sesudah itu takizoid mengadakan proliferasi, membentuk daerah

daerah nekrosis yang dikelilingi oleh reaksi seluler. Jika respon imun

hospes berlangsung normal, takizoid akan menghilang dari jaringan. Jika

hospes mengalami imunodefisiensi, infeksi akut akan berlangsung

progresif, yang dapat menjadi kerusakan berat misalnya penumonitis,

miokarditis, ensefalitis nekrotik (Soedarto,2012).

Mekanisme dalam invasi plasenta sama seperti invasi pada sel

menggunakan vakuol parasithophorus (Robbins et al,2012)

2.3.2 Respon imun pada toxoplasma

Efektor seluler yang terlibat dalam respon imun terhadap

Toxoplasma gondii telah dipelajari secara ekstensif dalam 2 dekade

terakhir dekade. Respon awal imun dikenali bahwa T helper 1 (Th-1)

didorong oleh interferon gamma (IFN - ) -dan interleukin- 12 (IL-12)

producing sel sangat penting untuk pengendalian parasit. Secara singkat,

parasit tertelan dan transepitelial transfer parasit, ada rilis lokal kemokin

oleh sel yang terinfeksi, menyebabkan daya tarik sel-sel kekebalan

bawaan. Neutrofil tertarik dengan fokus yang terinfeksi dini untuk

menfagositosis parasit bebas dan berkontribusi untuk mengurangi beban

parasit. Fagositosis lainnya, seperti sel-sel dendritik (DC) dan makrofag,

memainkan peran penting dalam inisiasi kekebalan bawaan, karena

mereka adalah sumber utama IL-12 serta IL-18, sehingga memprovokasi

natural killer (NK) dan NKT aktivasi sel, dengan kedua jenis sel

memproduksi IFN- dalam jumlah besar. Selain itu, DC dan sel makrofag

15
dapat menyajikan antigen parasit yang terkait dengan major

histocompatibility complex (MHC) kelas II antigen dan molekul ko-

stimulatori dan sel T. Sebagai tambahan, sel DC dan NK juga bisa

berinteraksi langsung, saling aktivasi dan mengakibatkan amplifikasi IL-

12 dan sintesis IFN- . Rilis IFN- Bisa memicu aktivasi makrofag untuk

mensintesis tumor necrosis factor alpha (TNF), sehingga bertanggung

jawab untuk loop amplifikasi. Pengenalan lebih jauh pada antigen parasit

dengan pengenalan pola reseptor (PRRs) mengarah ke eksaserbasi

aktivitas fagosit dengan produksi oksigen reaktif (ROS) dan nitric oxide

(NO) spesies dan tryptophan melalui aktivasi 2-3-indole-amina

dioksigenase (IDO).

Namun, mesin ampuh ini memiliki dua keterbatasan. Keterbatasan

pertama berada di counterpart negatif dari Th-1 yang memiliki respon

imun yang kuat, yang mungkin membanjiri tujuan dan bertanggung jawab

untuk peradangan yang parah, yang mengakibatkan kerusakan jaringan

usus atau bahkan kematian host. Dengan demikian, ada kebutuhan untuk

down regulating, peran dikhususkan setidaknya sebagian untuk IL-10 dan

transforming growth factor (TGF-), Yang memodulasi aktivasi

makrofag. Seperti efek merusak dari akut Th-1 kekebalan tubuh

Tanggapan juga dikenal dalam pengaturan primer diperoleh infeksi selama

kehamilan dan dapat mengakibatkan kematian janin, karena IFN-

mendestabilkan Th-2 mikro yang diperlukan untuk maternal fetal toleransi.

Dengan demikian, kompleksitas antarmuka ibu-janin diperbesar oleh

16
infeksi Toxoplasma, dan peran plasenta dalam proses immunomodulation

mungkin penting untuk pemeliharaan kehamilan setelah infeksi maternal.

Di sisi lain, meskipun efektor sel host sangat kuat dijelaskan di atas,

data terakhir yang tersedia rincian mekanistik tentang bagaimana

Toxoplasma bisa bertahan di host seumur hidup belum bisa diketahui.

Sekarang diakui bahwa parasit rhoptry protein ROP16 cepat bisa invasi

kedalam sel inang, di mana hal itu mengganggu sinyal jalur dari respon

imun inang, khususnya melalui fosforilasi dari STAT3 dan stat-6 faktor

transkripsi, yang mengarah ke downregulation dari IL-12 produksi

makrofag dan, kemudian, dari IFN-. Menariknya, ini kapasitas yang

tidak dimiliki oleh semua strain tetapi dikhususkan untuk tipe I dan III.

Sebagian bisa menjelaskan keparahan yang lebih besar biasanya diamati

untuk infeksi karena strain menyimpan tipe I alel. Selain itu, jenis strain II,

yang tidak mengerahkan kemampuan ini untuk menekan respon host,

menginduksi respon imun yang cepat, membatasi pertumbuhan parasit,

sehingga memastikan kelangsungan hidup kedua host dan parasit dan

mengakibatkan konversi bradyzoite. Pada saat yang sama, itu

menunjukkan bahwa Toxoplasma juga dapat menghambat mekanisme

apoptosis sel yang terinfeksi oleh antagonis caspase 8 dan campur dengan

jalur NF-kB, sehingga memastikan bradizoit terlindung dari makrofag.

Dalam bentuk infeksi akut, toxoplasma menyebar ke semua organ,

dan parasit tersebut menghilang dari tubuh dalam waktu kurang dari 1

minggu karena imunitas bawaan dan munculnya kekebalan yang spesifik,

17
termasuk kekebalan humoral. Semua isotipe diproduksi oleh sel B : yaitu,

IgM, IgG, IgA, dan IgE. Antibodi ini secara fungsional penting karena

mereka dikenal untuk memblokir invasi sel, melisiskan parasit dengan

mengaktifkan jalur komplemen dan aktivitas katalitik sel NK dan CD8 +.

IgM adalah antibodi pertama muncul, biasanya 1 minggu setelah infeksi.

tingkat mereka meningkat hingga memuncak setelah 1-3 bulan. Penurunan

lambat maka terjadi selama 9 bulan ke depan sampai negativation. Namun,

salah satu bagian dari populasi pasien (27/09%) telah ditemukan

menunjukkan respon antibodi IgM persisten yang tetap selama 2 tahun

atau lebih. Toksoplasma IgG muncul setelah 2 minggu dari infeksi dan

puncak pada 3 bulan. Kemudian tetap pada tingkat tinggi selama 6 bulan

dan setelah 1 tahun mulai perlahan menurun ke tingkat yang lebih rendah

sampai akhir hidup penderita. Antigen mengikat aviditas dari antibodi IgG

naik perlahan-lahan selama 4 bulan pertama. Kinetik produksi IgA adalah

mirip dengan IgM, IgA puncak tercapai paling lambat IgM, dan antibodi

IgA bertahan lebih dari 3 atau 4 bulan infeksi berikut.

2.4 Manifestasi Klinis

2.4.1 Toxoplasmosis pada imunokompeten pasien

Biasanya infeksi pada pasien yang imunokompeten tanpa gejala, atau

disertai oleh limfadenopati servikal dengan demam, nyeri sendi, sakit

kepala dan kelelahan. Toxoplasmosis akut diperantarai oleh takizoid

dengan cepat menghilang dan digantikan oleh bradizoid, bradizoid sendiri

akan menetap pada hospes untuk selamanya dan menjadi toxoplasmosis

18
laten (Kankova dan Flegr, 2007). Dalam organ kekebalan-hak istimewa,

seperti otot, otak, dan mata, parasit ini tetap dalam tetap dalam bentuk

kista bradyzoites untuk sisa kehidupan pasien (Villard et al, 2016). Selama

toksoplasmosis laten parasit bertahan dalam bentuk bradyzoites di jaringan

kista, kekebalan akan ada selama sisa hidup host. Toksoplasmosis laten

umumnya dianggap asimtomatik dari sudut pandang klinis (Kankova dan

Flegr, 2007).

Kebanyakan wanita hamil (> 90%) dengan yang terinfeksi

Toxoplasma gondii infeksi tidak mengalami tanda-tanda dan gejala yang

jelas, dan dapat sembuh sendiri. Hanya sedikit yang akan memberikan

tanda tanda penyakit. Presentasi klinis pada wanita hamil tidak lebih parah

dibandingkan pada wanita yang tidak hamil, dan paling sering terjadi

sebagai penyakit influenza seperti (demam, malaise, limfadenopati),

dengan masa inkubasi 5 sampai 18 hari setelah terpapar. Ibu hamil jarang

menunjukkan perubahan visual karena chorioretinitis (Paquet et al,2013).

Reaktivasi sehingga dapat terjadi di imunosupresi pasien, seperti

yang diagnosis dengan AIDS, yang dapat menyebabkan penyebaran

toksoplasmosis dengan tingkat kematian yang tinggi jika tidak diberi

pengobatan khusus. Namun, dalam retina, reaktivasi dapat terjadi pada

pasien dengan imunokompeten sempurna, terutama untuk

retinochoroiditis.

2.4.2 Toxoplasmosis kongenital

19
Bentuk paling merusak dari toksoplasmosis adalah toksoplasmosis

kongenital. Penularan lewat vertical transmission ibu hamil ke janinnya

dengan bentuk akut infeksi, parasit bisa menginfeksi plasenta. Triad klasik

Sabin gejala toksoplasmosis intrauterine termasuk hydrocephalus,

kalsifikasi intrakranial, dan chorioretinitis. Sekitar 20% dari bayi yang

lahir dengan infeksi kongenital memiliki penyakit yang parah. Lain sekitar

70% tidak menunjukkan gejala saat lahir tetapi dapat mengembangkan

tanda-tanda klinis beberapa tahun kedepan, yaitu neurologis lambat dan

perkembangan mental yang lambat dan chorioretinitis (Serranti,

Buonsenso, dan Valentini. 2011).

Manifestasi klinik yang dialami jika infeksi terjadi pada : (Ernawati,

2007)

Trimester I :

Kematian fetus dan abortus terjadi karena pada sel yang terinfeksi

toxoplasma akan dihasilkan interferon yang berfungsi untuk mengontrol

multiplikasi parasit. Di lain pihak, terlalu banyak interferon dapat

menyebabkan kematian fetus yang diakibatkan reaksi imunopatologis.

interferon bisa menghambat invasi trofoblas melalui peningkatan

trofoblas apoptosis, dan gangguan regulasi apoptosis. Hal ini terjadi pada

saat pembentukan fetus. Biasanya terjadi pada masa awal gestasi (Zhang et

al, 2015).

- Trimester II :

20
Dapat terjadi kelainan neurologis seperti : hidrosefalus,

mikrosefali, kejang dan retardasi mental, di mana pada minggu ke 5 10

kehamilan adalah proses terbentuknya bagian-bagian otak dan wajah. Di

mana pada bulan 2 5 masa kehamilan terjadi proses migrasi neuron dari

germinal ke korteks. Gangguan pada migrasi termasuk heterotopia, agyria

pakegiria, polimikrogiria dan gangguan histogenesis. Di mana

berhubungan dengan pembentukan gray matter di otak. Retardasi mental

dapat disebabkan gangguan perkembangan akibat mutasi DNA. Trisomi

21, Trisomi 18, Trisomi 9, 13, 15, namun perlu diingat bahwa kelainan

kromosom ini meningkat seiring dengan meningkatnya usia ibu.

Trimester III :

Dapat terjadi retinokoroiditis ( okuler toxoplasmosis ), namun

biasanya bermanifestasi setelah beberapa tahun kemudian tergantung dari

terapi. Secara patologis terjadi lesi inflamasi fundus yang terdiri dari sel-

sel mononuclear, limfosit makrofag, epiteloid dan sel-sel plasma. Hal ini

mengakibatkan retinal vaskulitis yang menyebabkan rupturnya barrier

pembuluh darah retina sehingga fungsi retina menurun dimana terjadi

destruksi dan penipisan selaput retina

2.5 Diagnosis

Diagnosis menurut Villard et al 2016 dalam Serological diagnosis of

Toxoplasma gondii infection Recommendations from the French National

Reference Center for Toxoplasmosis

21
Mendeteksi antibodi toksoplasma adalah kunci untuk diagnosis serologis

toksoplasmosis. Kemampuan untuk mengidentifikasi T. Gondii Infeksi

terutama didasarkan pada deteksi uji serologis IgM, IgG, dan tingkat IgA.

Status toxoplasma imunologi dapat ditentukan dengan skrining serologis

menggunakan berbagai metode yang harus disesuaikan dengan situasi klinis,

juga sebagai untuk prevalensi toksoplasmosis dalam pengaturan di mana tes

dilakukan.

a. Tidak adanya IgG dan IgM

Tidak adanya antibodi IgG dan IgM aturan keluar kemungkinan

Infeksi lebih dari atau sama dengan 7 hari di tidak adanya kontaminasi

terbaru kurang dari 1 bulan, dan dianjurkan untuk memberikan higienis

dan diet langkah-langkah pencegahan, untuk ibu hamil dan

immunocompromaise pasien dalam kasus ini. Bagi mereka yang

imunokompeten, sebuah serologis tindak lanjut diperlukan, tergantung

pada situasi klinis.

22
b. Positif IgG dan negatif IgM

Kehadiran IgG spesifik dan tidak adanya IgM segera menunjuk infeksi

sebelumnya, dan segala jenis serologis tindak lanjut sehingga dapat

dihentikan, karena kekebalan diasumsikan untuk melindungi janin dari

setiap reinfeksi. Namun, dalam beberapa kasus, IgM antibodies

mungkin cepat berlalu atau bahkan negatif. Hal ini biasanya dianjurkan

untuk performa serologi kedua 3 minggu kemudian untuk melacak

setiap Potensi peningkatan kadar IgG. tingkat IgG stabil menunjukkan

diagnosis toksoplasmosis kronis. Sebuah peningkatan yang signifikan

dalam tingkat IgG tergantung teknik yang digunakan mengarah ke tes

untuk menentukan IgG aviditas. Dalam kasus tinggi IgG aviditas,

reinfeksi atau reaktivasi diduga kuat. Serologis tindak lanjut tidak

diperlukan jika situasi ini terjadi di sebuah imunokompeten subyek.

23
Sebaliknya, jika aviditas IgG adalah lowor samar-samar dalam wanita

hamil, tanggal kontaminasi tidak dapat ditentukan, dan manajemen

disesuaikan harus dimulai, tergantung pada usia kehamilan.

c. Negatif IgG dan positif IgM

Parasit toxoplasma mencapai plasenta sangat cepat, dan pengobatan

dini mengurangi risiko penularan dari ibu ke anak, juga

24
memungkinkan tingkat keparahan penyakit menjadi berkurang. Jika tes

ini positif pada ibu hamil, kita tidak bisa memastikan ini sebelum

kehamilan atau infeksi pada saat kehamilan maka dari itu penting

sekali sensitifitas dalam IgM. Selain itu untuk memastikan apakah

perlu terapi atau tidak pada ibu hamil dengan amniosintesisi untuk

mengetahui apakah janinya terinfeksi. Dalam konteks ini, sensitivitas

reagen mendeteksi IgM akan meningkat. Antibodi IgG, bagaimanapun,

penting dalam mengkonfirmasikan serokonversi dan infeksi. Deteksi

IgM bersamaan dengan adanya IgG harus membangkitkan infeksi

baru, yang membutuhkan konfirmasi oleh sampling kedua 2 minggu

kemudian. Pertama, spesifisitas dari IgM harus dikonfirmasi dari

menggunakan metode yang berbeda, seperti ISAGA-IgM atau

imunofluoresensi. Jika IgM tidak demikian dikonfirmasi, kehadiran

nonspesifik IgM sangat dicurigai atau reaksi positif palsu. Hasil

sampel kedua dilakukan 2 minggu kemudian sangat penting. Jika

IgG/IgA terdeteksi di samping IgM, infeksi akut dikonfirmasi. Jika

kadar IgM tetap stabil dan tidak ada serokonversi IgG tidak perlu

pengobatan, serologi lanjutan harus dilakukan, pelacakan setiap

serokonversi IgG setiap 2 minggu. Toksoplasmosis akut pada wanita

hamil memerlukan manajemen tergantung pada usia kehamilan. Jika

pasien adalah imunosupresi, metode pengobatan ditentukan

berdasarkan klinis latar belakang dan tingkat imunosupresi.

25
d. Positif IgG dan IgM

Kehadiran IgM terdeteksi untuk membedakan antara akut dan tahap

kronis dalam kasus di mana IgM hadir dalam serum, dan pengukuran

aviditas IgG untuk mengetahui ini infeksi lama atau tidak. Penemuan

bahwa IgG jatuh tempo dari waktu ke waktu mengakibatkan

menggunakan properti ini untuk membedakan fase akut, berdasarkan

buruk yang kompeten IgG. Hal ini juga dibantu dalam lebih tepatnya

menentukan risiko penularan ke janin sehubungan dengan kasus

kehamilan. Beberapa pusat referensi (terutama di Amerika Serikat)

menggunakan diferensial aglutinasi (AC/HS) dalam hubungannya

26
dengan aviditas. Jika IgG aviditas tinggi, infeksi baru-baru ini

berlangsung kurang dari 16-20 minggu, pemeriksaan assay komersial

dapat dikesampingkan. Jika IgG aviditas rendah, atau samar-samar,

sebuah infeksi baru tidak dapat dikesampingkan, dan tindak lanjut

yang menganalisis kinetika IgG dapat memberikan tanggal yang tepat

dari infeksi. Sebuah IgG titer tersisa stabil selama periode 2 minggu

merupakan penanda infeksi laten yang berlangsung setidaknya 2 atau 4

bulan tergantung dari teknik yang digunakan dan individu variabilitas.

Sebuah peningkatan yang signifikan, yang didefinisikan sebagai

setidaknya peningkatan 2 kali lipat dalam konteks tidak ada

pengobatan, adalah penanda infeksi akut dan memerlukan manajemen

disesuaikan tergantung pada usia kehamilan dan taksiran tanggal

infeksi.

27
Diagnosis menurut Tekkesin, et al. 2012. Diagnosis of

Toxoplasmosis in Pregnancy: a review.

Serologi

Awal skrining serologis ibu bergantung pada identifikasi IgG dan

IgM antibodi menggunakan enzyme-linked immunosorbent assay

(ELISA). Kehadiran peningkatan kadar Toxoplasmaspecific antibodi IgG

mengindikasikan infeksi telah terjadi di beberapa titik, tetapi tidak

28
membedakan antara infeksi akut atau laten. Dalam akut infeksi, antibodi

IgG dan IgM umumnya meningkat 1 sampai 2 minggu setelah infeksi.

Toksoplasmosis akut jarang didiagnosis dengan mendeteksi parasit dalam

cairan tubuh, jaringan, atau sekresi. Metode yang paling umum digunakan

di seluruh dunia dalam upaya untuk menentukan apakah dan ketika

seorang wanita hamil telah mengalami infeksi akut dengan

toksoplasmosis. Menentukan kapan infeksi Toxoplasma gondii terjadi

dalam wanita hamil ini penting karena infeksi sebelum konsepsi

menimbulkan sedikit risiko penularan infeksi pada janin. Namun, infeksi

setelah pembuahan tidak menimbulkan risiko tersebut. Deteksi antibodi

IgM Toxoplasma-spesifik telah digunakan sebagai bantuan dalam

menentukan waktu infeksi, tetapi IgM antibodi telah dilaporkan bertahan

sampai 18 bulan postinfection. Sebuah IgM negatif dengan hasil IgG

positif menunjukkan infeksi minimal 1 tahun sebelumnya. IgM positif

dapat menunjukkan infeksi yang lebih baru atau mungkin falsepositive.

29
30
Sabin-Feldman Dye Test

antibodi IgG terutama diukur oleh Sabin-Feldman Dye Uji (DT). DT

adalah netralisasi sensitif dan spesifik untuk Toxoplasma gondii. Antibodi

IgG biasanya muncul dalam waktu 1 sampai 2 minggu dari infeksi, puncak

dalam waktu 1 sampai 2 bulan, dan biasanya bertahan hingga akhir hidup.

Titer tidak berkorelasi dengan tingkat keparahan penyakit. Sebuah DT

positif menetapkan bahwa pasien telah terkena parasit. Sebuah DT negatif

belum terpapar oleh Toxoplasma gondii (kecuali pasien

hypogammaglobulinemic). Namun, dalam sejumlah kecil pasien, antibodi

IgG mungkin tidak terdeteksi dalam waktu 2 sampai 3 minggu setelah

paparan awal. Pengujian konfirmasi dengan profil serologis termasuk

Sabin-Feldman DT dan IgM ELISA tes juga telah berguna dalam

membedakan infeksi akut. Jika kedua DT dan IgM-ELISA negatif, maka

wanita hamil tidak terpapar T. gondii dan rentan terhadap infeksi akut

selama kehamilan. Jika DT positif dan IgMELISA adalah negatif, maka

wanita telah terinfeksi. Jika kedua tes ini positif, kemungkinan infeksi

akut, tapi tes harus diulang dalam 3 minggu untuk mengamati untuk

kenaikan titer.

PCR Polymerase Chain Reaction

Skrining serologis ibu positif harus disertai dengan diagnosis janin.

diagnosis pralahir toksoplasmosis kongenital terutama didasarkan pada

ultrasonografi dan PCR dengan cairan ketuban. Rantai polimerase Reaksi

(PCR) amplifikasi DNA toksoplasmosis dari cairan ketuban telah

31
dianggap yang paling dapat diandalkan dan aman metode diagnosis

prenatal dan pada dasarnya telah diganti langsung pengambilan sampel

darah janin. Pengujian cairan ketuban oleh PCR diindikasikan pada semua

wanita hamil dengan uji serologis hasil diagnostik atau sangat sugestif

infeksi akut diperoleh selama kehamilan dan juga jika ada bukti janin

kerusakan dengan pemeriksaan USG (misalnya, hidrosefalus dan /atau

kalsifikasi). Amniosentesis untuk PCR tidak dianjurkan pada kehamilan

dengan ibu human immunodeficiency virus (HIV) infeksi akibat risiko

prosedural penularan HIV pada janin besar. Penelitian ini juga

menemukan bahwa sensitivitas PCR secara signifikan lebih tinggi ketika

ibu infeksi terjadi antara 17 dan 22 minggu kehamilan. Kehamilan

keandalan PCR sebelum 18 minggu pada dasarnya tetap tidak diketahui.

Selain itu, PCR cairan amnion lebih sensitif dibandingkan pengambilan

sampel darah janin dan lebih aman. PCR dapat dilakukan sebagai awal

kehamilan sebagai 18 minggu, sedangkan IgM tes darah janin hanya

positif setelah 22 kehamilan minggu. Namun, tes positif palsu dan negatif

palsu yang terjadi dengan PCR. Sebuah PCR negatif pada setiap

kehamilan tidak dapat sepenuhnya menyingkirkan infeksi kongenital,

tenaga medis harus mempertimbangkan lanjutan tindak lanjut melalui

ultrasound serial, profilaksis dengan terapi spiramisin, dan pengujian

neonatal.

Anak-anak yang lahir dari ibu yang diperoleh primer infeksi

selama kehamilan harus dievaluasi pada saat lahir untuk kemungkinan

32
toksoplasmosis kongenital. Keturunan ibu kronis terinfeksi dengan parasit

tetapi yang yang kekebalannya terganggu (misalnya, mereka dengan

manusia infeksi virus immunodeficiency atau mereka yang menerima

dosis tinggi obat imunosupresif) juga harus menjalani menyeluruh

pemeriksaan diagnostik untuk menyingkirkan kemungkinan

toksoplasmosis kongenital. PCR dengan cairan serebrospinal, darah utuh,

dan urine telah berhasil digunakan dan bisa dimasukkan dalam evaluasi

bayi yang baru lahir ini.

Wallon et al, 2010. Meneliti keakuratan pada PRC dalam

penelitian yang berjudul Accuracy of Real-Time Polymerase Chain

Reaction for Toxoplasma gondii in Amniotic Fluid.

PCR secara signifikan meningkatkan deteksi Toxoplasma gondii

pada cairan ketuban. Memberikan alat yang akurat untuk memprediksi

infeksi janin dan memutuskan pengobatan dan pengawasan yang tepat.

Tetapi pengamatan postnatal tetap diperlukan dalam tahun hidup pertama

untuk sepenuhnya menyingkirkan infeksi pada anak-anak untuk siapa pun

yangHasil PCR negatif.

Diagnosis menurut Khalid dan Iqbal, 2007 Detection of acute

Toxoplasma gondii infection in early pregnancy by IgG avidity and

PCR analysis

33
Diagnosis toksoplasmosis dalam wanita hamil di awal trimester

pertama sangat penting untuk menawarkan mereka terapi awal atau

intervensi lainnya untuk mencegah infeksi kongenital dari janin. Oleh

karena itu diinginkan untuk mengetahui Toxoplasma-spesifik status

antibodi dari seorang wanita sebelum atau selama yang trimester pertama

kehamilan. Hasil dijelaskan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tes

VIDAS IgG-aviditas, bila digunakan sebagai tes konfirmasi bersama

dengan tes VIDAS IgG / IgM di wanita selama trimester pertama, sangat

berguna dalam membedakan infeksi akut dan infeksi kronis. Diagnosis

serologis rutin toksoplasmosis memberikan sensitivitas tinggi, tapi

spesifisitas bervariasi tergantung pada tes yang digunakan. Dalam

penelitian ini, 31 (13,8%) wanita pada awal kehamilan mereka positif

Toxoplasma-spesifik antibodi IgM, ini menunjukkan infeksi akut.

Umumnya, deteksi anti Toxoplasma-spesifik antibodi IgM adalah

indikator yang sensitif dari infeksi yang sedang berlangsung atau baru.

Namun, positif palsu IgM hasil tes antibodi telah dilaporkan sebelumnya.

Dalam kasus tersebut, diagnosis primer infeksi Toxoplasma. gondii pada

awal kehamilan dapat ditingkatkan dengan penentuan aviditas Toxoplasma

IgG, yang memiliki kemampuan untuk membedakan antara infeksi baru

dan sebelumnya. Pada pengujian aviditas, hanya 9 dari 31 perempuan

(29%) IgM positif memiliki aviditas IgG antibodi yang rendah

menunjukkan infeksi Toxoplasma gondii baru-baru ini di ini wanita. Lebih

penting lagi, 19 (61,3%) dari IgM positif wanita memiliki antibodi tinggi

34
aviditas menunjukkan bahwa Infeksi diperoleh sebelum kehamilan. Jelas

Perbedaan dalam mendeteksi status infeksi oleh IgM serologi dan tes

aviditas mungkin karena fakta bahwa antibodi IgM dapat bertahan selama

berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah akut fase infeksi pada

beberapa individu, sehingga kehadiran antibodi IgM tidak selalu

merupakan indikasi barui. Kehadiran spesifik Toxoplasma gondii IgM

antibodi di tahap infeksi kronis seperti yang diamati dalam 61,3% dari IgM

positive kasus dalam penelitian ini mungkin telah mengakibatkan

kekhawatiran yang tidak beralasan dan misdiagnosis khususnya pada

wanita di awal kehamilan.

Studi sebelumnya telah mendokumentasikan bahwa PCR dapat

benar-benar mendeteksi Toxoplasma gondii dalam spesimen darah wanita

sebelum atau selama kehamilan. Berdasarkan ini, kehadiran DNA

Toxoplasma di darah ibu mungkin menunjukkan infeksi baru atau

parasitemia jelas, yang mungkin secara klinis penting. Clearance waktu

untuk Toxoplasma DNA dari darah pasien dengan limfadenopati

toksoplasma akut diperkirakan 5,5-13 minggu. Dalam penelitian ini, 19

wanita IgM positif dengan antibodi aviditas tinggi, 2 dari 3 perempuan

IgM positif dengan antibodi aviditas negatif untuk analisis DNA

toxoplasmosis.

Umumnya kebanyakan dokter menentukan Toxoplasma aktif infeksi

dengan mendeteksi antibodi IgM dan Toxoplasma-spesifik / atau dengan

mendeteksi peningkatan tiga kali lipat antibodi IgG (IgM negatif) pada

35
wanita hamil selama trimester pertama. Namun, hanya mengandalkan pada

IgG dan / atau IgM tes untuk mendeteksi infeksi akut dapat mengakibatkan

tidak perlu intervensi pada wanita hamil. Menggunakan PCR analisis

untuk mendeteksi DNA Toxoplasma untuk konfirmasi infeksi laten atau

infeksi akut, data kami lebih memvalidasi penelitian sebelumnya

menunjukkan bahwa tes aviditas merupakan tambahan metode konfirmasi,

paling berguna jika antibodi aviditas tinggi terdeteksi pada wanita IgM

positif dan IgM negatif dengan antibodi aviditas rendah. Pengujian

konfirmasi untuk Toxoplasma yang sedang berlangsung atau infeksi baru

dengan tes antibodi VIDAS IgG/IgM dan metode aviditas VIDAS pada

wanita hamil selama 16 minggu pertama kehamilan memiliki potensi

untuk mengurangi kebutuhan untuk tindak lanjut tes dan terapi yang tidak

perlu intervensi pada wanita hamil.

Diagnosis menurut Oz. 2014. Maternal and congenital

toxoplasmosis, currently available and novel therapies in horizon

-fetoprotein, dilepaskan oleh sel hepatic embrio, adalah biomarker

untuk memprediksi cacat perkembangan dan kelahiran, dan berguna dalam

prediksi kesehatan plasenta dan perkembangan pertumbuhan. Diubah dari

protein -feto maternal, berhubungan dengan kehamilan, komplikasi hati,

tumor, kematian janin, dan resorpsi dan dapat ditemukan berguna dalam

prediksi immuneresponses dan kematian intra uterine pada toxoplasmosis

2.6 Penatalaksanaan

36
Menurut Montoya dan Reminton.2008. dalam Management of

Toxoplasma gondii Infection during Pregnancy.

Jika telah ditetapkan bahwa hasil tes serologi yang konsisten

dengan infeksi baru saja diakuisisi dan akuisisi yang dari infeksi selama 18

minggu pertama kehamilan atau sesaat sebelum konsepsi tidak dapat

dikesampingkan, upaya untuk mencegah penularan vertikal parasit melalui

pengobatan dengan spiramisin dianjurkan untuk ibu oleh banyak peneliti

di Amerika Serikat dan Eropa. Jika infeksi janin dikonfirmasi oleh hasil

positif dari PCR dari cairan ketuban pada 18 minggu kehamilan atau lebih,

pengobatan dengan pirimetamin, sulfadiazin, dan asam folinic

direkomendasikan (jika pasien sudah menerima spiramisin, rekomendasi

adalah untuk beralih ke kombinasi ini). Di beberapa pusat di Eropa, switch

ini terjadi pada awal minggu 14-16.

Karena tingkat transmisi yang tinggi diamati setelah 18 minggu

kehamilan, pengobatan dengan pirimetamin, sulfadiazine, dan asam folinic

juga digunakan untuk pasien yang telah memperoleh infeksi setelah 18

minggu kehamilan, dalam upaya untuk mencegah infeksi janin dan, jika

transmisi telah terjadi, untuk memberikan pengobatan untuk janin.

Pirimetamin tidak digunakan sebelumnya karena berpotensi teratogenik.

Spiramisin.

Penggunaan spiramisin antibiotik macrolide telah dilaporkan untuk

mengurangi frekuensi vertikal transmisi. Dengan menggunakan spiramicin

kejadian infeksi kongenital berkurang ~60%. Spiramisin tidak mudah

37
melewati plasenta dan dengan demikian tidak dapat diandalkan untuk

pengobatan infeksi pada janin. Tidak ada bukti bahwa spiramisin adalah

teratogenik. Obat ini diberikan sampai janin lahir bahkan pada pasien

dengan hasil PCR negatif pada ketuban, karena kemungkinan teoritis

bahwa infeksi janin dapat terjadi kemudian hari dalam kehamilan dari

plasenta yang terinfeksi di awal kehamilan. Untuk wanita hamil di

antaranya kemungkinan infeksi janin tinggi atau infeksi janin telah

dibuktikan dan positif telah didirikan, pengobatan dengan spiramisin harus

diaktifkan setelah minggu ke-18 kehamilan untuk pengobatan dengan

pirimetamin, sulfadiazin, dan asam folinic. Di beberapa pusat, perubahan

untuk pengobatan tersebut terjadi lebih awal (misalnya, pada 14-16

minggu kehamilan). Spiramycin diberikan secara oral dengan dosis 1,0 g

(atau 3 juta U) setiap 8 jam (dosis total dari 3 g atau 9 juta U per hari).

Pirimetamin, sulfadiazine, dan asam folinic. Informasi yang

tersedia, Merekomendasikan kombinasi pirimetamin, sulfadiazine, dan

asam folinic sebagai pengobatan untuk wanita hamil yang memperoleh

infeksi setelah 18 minggu kehamilan dan untuk mereka yang di antaranya

infeksi janin telah dikonfirmasi (yaitu, dengan hasil PCR positif dari

ketuban) atau sangat dicurigai (misalnya, karena kelainan janin konsisten

dengan toksoplasmosis kongenital terdeteksi dengan pemeriksaan USG).

obat ini digunakan dalam upaya untuk mengobati infeksi pada janin dan,

dalam beberapa kasus, dengan harapan mencegah penularan, terutama

pada wanita yang amniosentesis untuk pengujian PCR tidak dapat

38
dilakukan dan infeksi yang diperoleh setelah 18 minggu kehamilan.

Pirimetamin berpotensi teratogenik dan tidak boleh digunakan pada

trimester pertama kehamilan. Obat menghasilkan efek yang reversibel,

biasanya bertahap, depresi terkait dosis sumsum tulang. semua pasien

yang menerima pirimetamin harus memiliki darah lengkap jumlah sel

sering dipantau. asam folinic (tidak asam folat) digunakan untuk

pengurangan dan pencegahan toksisitas hematologi obat.

Menurut Hotop, Hlobil dan Grob. 2012. Efficacy of Rapid Treatment

Initiation Following Primary Toxoplasma gondii Infection During

Pregnancy

39
Terapi Prenatal dilakukan hingga awal 16 minggu dengan spiramisin

(3x3juta IU/hari), diikuti oleh kombinasi pyrimethamine (1 hari: 50 mg;

setelahnya, 25 mg/hari) ditambah sulfadiazin (<80 kg berat badan 3 g/

hari; >80 kg berat badan: 4 g/hari) ditambah asam folinic (10-15 mg/

minggu) selama 4 minggu. Perawatan ini diperpanjang sampai dengan 6

minggu, ketika infeksi maternal terjadi setelah 16 minggu, sampai dengan

awal 36 minggu, ketika hasil PCR dari ketuban cairan yang positif, ketika

manifestasi klinis diamati dalam rahim menggunakan USG (misalnya,

hidrosefalus/ventrikel ekstensi). Pengobatan infeksi kongenital, tanpa

gejala pada saat bayi baru lahir diberikan dengan pirimetamin (1 mg/kg

Berat/hari) ditambah sulfadiazin (50 mg/kg berat badan/hari) ditambah

asam folinic (2-3 mg / minggu) selama 3 bulan. Bayi baru lahir dengan

gejala diskrit (dilatations ventrikel kecil atau kalsifikasi intrakranial

diskrit dengan neurologis yang normal negara, bekas luka retina tanpa

fokus inflamasi) menerima pyrimethamine plus sulfadiazine plus folinic

acid kombinasi dengan dosis yang lebih tinggi dari sulfadiazine (100

mg/kg berat badan/hari) selama 6 bulan. Perpanjangan dari skema ini

untuk 12 bulan biasanya diramalkan untuk anak-anak dengan gejala berat

(Kejang, neurologis patologis, retinochoroiditis). Namun, tak satu pun

dari anak-anak dalam populasi penelitian kami sangat terpengaruh. Dalam

semua kasus, pirimetamin dan sulfadiazin konsentrasi darah secara teratur

ditentukan dan mungkin efek samping yang dikendalikan.

40
DAFTAR PUSTAKA

ACMSF (Advisory Commitee on the Microbiological Safety of Food). 2008. Risk


Profile in Relation to Toxoplasma in Food Chain.
Chaudhry, Gad dan Koren. 2014. Toxoplasmosis and Pregnancy. Canadian
Family Physician : Motherrisk. Vol 60
Ernawati. 2007. Toxoplasmosis Terapi dan Pencegahannya. Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya
Gangneux dan Darde. 2012. Epidemiology of and Diagnostic Strategies for
Toxoplasmosis. Clinical Microbiology Review.
Hotop, Hlobil dan Grob. 2012. Efficacy of Rapid Treatment Initiation Following
Primary Toxoplasma gondii Infection During Pregnancy. Treatment of
Toxoplasmosis in Pregnancy

Kankova dan Flegr, 2007. Longer pregnancy and slower fetal development in
women with latent "asymptomatic" toxoplasmosis. BMC Infectious
Diseases

Khalid dan Iqbal.2007. Detection of acute Toxoplasma gondii infection in early


pregnancy by IgG avidity and PCR analysis. Journal of Medical
Microbiology, 56, 14951499
Mastroiacovo dan Torgerson. 2013. The Global Burden of Congenital
Toxoplasmosis: a Systematic Review. Bulletin of the World Health
Organization
Montoya dan Reminton.2008. Management of Toxoplasma gondii Infection
during Pregnancy. Infectious Diseases Society of America.

Oz. 2014. Maternal and congenital toxoplasmosis, currently available and novel
therapies in horizon. Frontiers in Microbiology

Paquet et al. 2013. Toxoplasmosis in Pregnancy: Prevention, Screening, and


Treatment. Sogo Clinical Practice Guidline. No:285

Sakikawa. 2011. Anti-Toxoplasma Antibody Prevalence, Primary Infection Rate,


and Risk Factors in a Study of Toxoplasmosis in 4,466 Pregnant
Women in Japan. Clinical and Vaccine Immunology p. 365367

Serranti, Buonsenso, dan Valentini. 2011. Congenital Toxoplasmosis Treatment.


European Review for Medical and Pharmacological Science.

41
Villard et al. 2016. Serological diagnosis of Toxoplasma gondii infection
Recommendations from the French National Reference Center for
Toxoplasmosis. Diagnostic Microbiology and Infectious Disease. 84
22-23

Soedarto. 2012. Toxoplasmosis Mencegah dan Mengatasi Penyakit, Melindungi


Ibu dan Anak. Surabaya : Sagung Seto

Riskesdas. 2007. Laporan Riskesdas tahun 2007 Bidang Biomedis. Badan


Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.

Robbins et al. 2012. Tissue Barriers of the Human Placenta to Infection with
Toxoplasma gondii. Infection and Immunity

Rosso, et al. 2008. Prevalence of Infection with Toxoplasma gondii among


Pregnant Women in Cali, Colombia, South America. The American
Society of Tropical Medicine and Hygiene.

Tekkesin.2012. Diagnosis of Toxoplasmosis in Pregnancy: a review. Herbert


Open Acces Journals.

Varella et al. 2009. Prevalence of acute toxoplasmosis infection among 41,112


pregnant women and the mother-to-child transmission rate in a public
hospital in South Brazil. Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro, Vol.
104(2): 383-388

Wallon et al, 2010. Accuracy of Real-Time Polymerase Chain Reaction for


Toxoplasma gondii in Amniotic Fluid. The American College of
Obstetricians and Gynecologists Vol. 115, no. 4

Zhang et al. 2015. Interferon gamma is involved in apoptosis of trophoblast cells


at the maternalfetal interface following Toxoplasma gondii infection
Interferon gamma is involved in apoptosis of trophoblast cells at the
maternalfetal interface following Toxoplasma gondii infection.
International Journal of Infectious Diseases 30 1016

42

Vous aimerez peut-être aussi