Vous êtes sur la page 1sur 24

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK K DENGAN ATRIUM SEPTAL DEFECT


DI RSUD MARDI WALUYO BLITAR

Oleh :

1. I Putu Muhammad I (04.11.)


2. Aisyah Wahyu S (04.12.3231)
3. Alit Mantika L (04.12.3232)
4. Ana Marfuah (04.12.3233)
5. Asrina Saleh (04.12.3234)
6. Ayu Kuswaweni R (04.12.3235)
7. Esti Lestari (04.12.3237)
8. Feri Nisa F (04.12.3242)
9. Herkulana A. Molo (04.12.3245)
10. Istiqomah (04.12.3246)
11. Luthfi Masruri (04.12.3248)

PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2015

KATA PENGANTAR

1
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan Tugas keperawatan gawat
Daurat yang berjudul : Laporan kasus Gawat Darurat Penyakit Jantung Bawaan.
Kami juga mengucapkan terimah kasih kepada bapak pembimbing dan
semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat
pada waktunya.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat
dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu
pengetahuan bagi kita semua.
Akhir kata kami mengucapakan banyak terima kasih.

Yogyakarta, 15 April 2015

mahasiswa

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Pengertian CHD
B. Etiologi
C. Patofisiologi
D. Komplikasi
E. Gambaran Klinik
F. Penatalaksanaan
G. Penatalaksanaan Keperawatan
BAB III LAPORAN KASUS & ASKEP

BAB IV KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
ASD (Atrial Septal Defect) merupakan kelainan jantung bawaan tersering
setelah VSD (ventrikular septal defect).Dalam keadaan normal, pada peredaran
darah janin terdapat suatu lubang diantara atrium kiri dan kanan sehingga darah
tidak perlu melewati paru-paru.Pada saat bayi lahir, lubang ini biasanya
menutup.Jika lubang ini tetap terbuka, darah terus mengalir dari atrium kiri ke
atrium kanan (shunt).Maka darah bersih dan darah kotor bercampur.
Kelainan ini disebabkan adanya defek (lubang) pada dinding atrium
jantung. Akibatnya darah dari atrium kiri yang seharusnya pergi ke ventrikel kiri,
akan masuk ke dalam ke dalam ventrikel kanan, kemudian ke ventrikel kanan.
Jika lubangnya cukup besar, ASD akan mengakibatkan beban volume di jantung
kanan, di samping itu juga menyebabkan beban volume di jantung kiri. ASD
merupakan salah satu penyakit jantung bawaan non sianotik (kelainan kongenital).
Insidensnya sekitar 6,7% dari seluruh penyakit jantung bawaan pada bayi yang
lahir hidup.
Di antara berbagai kelainan bawaan (congenital anomaly) yang ada,
penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan yang sering ditemukan. Di
amerika serikat, insidens penyakit jantung bawaan sekitar 8 10 dari 1000
kelahiran hidup, dengan sepertiga di antaranya bermanifestasi sebagai kondisi
kritis pada tahun pertama kehidupan dan 50% dari kegawatan pada bulan pertama
kehidupan berakhir dengan kematian penderita. Di indonesia, dengan populasi
lebih dari 200 juta penduduk dan angka kelahiran hidup 2%, diperkirakan terdapat
sekitar 30.000 penderita.
Berdasar data diatas maka penulis merasa tertarik untuk menyusun
makalah tentang Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Kelainan Jantung
Bawaan ASD

B. Rumusan masalah
1. Apa definisi dari ASD?

4
2. Apa saja etiologi, petofisiologi dan penatalaksanaan dari ASD?
3. Bagaimana konsep asuhan keperawatan ASD?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari ASD
2. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic spesifik dari ASD
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada ASD

5
BAB II
KONSEP TEORI
A. Definisi
Atrial septal defeck ( ASD ) adalah penyakit jantung bawaan lubang
(defek) pada septum interatrial (sekat antar serambi) yang terjadi karena
kegagalan fungsi interatrial semasa janin, atrial septal defect adalah suatu lubang
pada dinding (septum) yang memisahkan jantung bagian atas ( atrium kiri dan
kanan ).
Atrial Septal Defect (ASD) adalah terdapatnya hubungan atrium kanan
dengan atrium kiri yang tidak ditutup oleh katup ( Markum, 1991).
ASD adalah defek pada sekat yang memisahkan atrium kiri dan kanan.
(Sudigdo Sastroasmoro, 1994).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
Atrial Septal Defect ( ASD ) penyakit jantung bawaan dimana terdapat lubang
( defek ) pada sekat atau septum interatrial yang memisahkan atrium kiri dan
kanan yang terjadi karena kegagalan fusi septum interatial semasa janin.

B. Klasifikasi
Tiga macam variasi yang terdapat pada ASD, yaitu :
a. Ostium primum ( ASD I ), letak lubang dibagian bawah septum,
disertai kelainan katub mitral
b. Ostium secundum (ASD 2 ), letak lubang di tengah septum
c. Sinus venosus defek, lubang berada di antara vena kava superior dan
atrium kanan
C. Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa
faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.
Faktor-faktor tersebut diantaranya :
1. Faktor Prenatal
1) Ibu menderita penyakit infeksi rubella
2) Ibu alkoholisme
3) Umur ibu lebih dari 40 tahun
4) Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
2. Faktor Genetik
1) Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
2) Ayah atau ibu menderita PJB

6
3) Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
4) Lahir dengan kelainan bawaan lain
5) Faktor Hemodinamik
Tekanan di atrium kiri lebih tinggi dari pada tekanan di natrium kanan
sehingga memungkinkan aliran darah dari atrium kiri ke atrium kanan

D. Manifestasi Klinis
Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala (asimptomatik)
pada masa kecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat menyebabkan kondisi
gagal jantung di tahunpertama kehidupan pada sekitar 5% penderita. Kejadian
gagal jantung meningkat pada dekade ke-4 dan ke-5, dengan disertai adanya
gangguan aktivitas listrik jantung (aritmia). Gejala yang muncul pada masa bayi
dan kanak-kanak adalah adanya infeksi saluran nafasbagian bawah berulang, yang
ditandai dengan keluhan batuk dan panas hilang timbul (tanpapilek). Selain itu gejala
gagal jantung (pada ASD besar) dapat berupa sesak napas, kesulitanmenyusu,
gagal tumbuh kembang pada bayi atau cepat capai saat aktivitas fisik pada
anak yang lebih besar. Selanjutnya dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang seperti elektro-kardiografi (EKG), rontgent dada dan echo-cardiografi,
diagnosis ASD dapat ditegakkan.
Gejalanya bisa berupa :
1) Sering mengalami infeksi saluran pernafasan.
2) Dispneu (kesulitan dalam bernafas)
3) Sesak nafas ketika melakukan aktivitas
4) Jantung berdebar-debar (palpitasi)
5) Pada kelainan yang sifatnya ringan sampai sedang, mungkin sama sekali
6) Tidak ditemukangejala atau gejalanya baru timbul pada usia pertengahan
Aritmia.

E. Patofisiologi
Penyakit dari penyakit jantung kongentinal ASD ini belum dapat
dipastikan banyak kasus mungkin terjadi akibat aksi trotogen yang tidak diketahui
dalam trisemester pertama kehamilan saat terjadi perkembangan jantung janin.
Pertama kehidupan status, saat struktur kardiovaskuler terbentuk kecuali duktus
arteriosis paten yaitu saluran normal untuk status yang harus menututp dalam
beberapa hari pertama.

7
Darah artenal dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek
sekat ini. Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan
kanan tidak begitu besar (tekanan pada atrium kiri 6 mmHg sedang pada atrium
kanan 5 mmHg) . Adanya aliran darah menyebabkan penambahan beban pada
ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri. Bila shunt
besar, maka volume darah yang melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali dari darah
yang melalui aorta.
Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis. Maka tekanan pada alatalat tersebut naik., dengan adanya kenaikan
tekanan, maka tahanan katup arteri pulmonalis naik, sehingga adanya perbedaan
tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu
bising sistolik ( jadi bising sistolik pada ASD merupakan bising dari stenosis
relatif katup pulmonal ). Pada valvula trikuspidalis juga ada perbedaan tekanan,
sehingga disini juga terjadi stenosis relatif katup trikuspidalis sehingga terdengar
bising diastolik.
Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri
pulmonalis, maka lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri
pulmunalis dan akibatnya akan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang
permanen. Tapi kejadian ini pada ASD terjadinya sangat lambat ASD I sebagian
sama dengan ASD II. Hanya bila ada defek pada katup mitral atau katup
trikuspidal, sehingga darah dari ventrikel kiri atau ventrikel kanan mengalir
kembali ke atrium kiri dan atrium kanan pada waktu systole. Keadaan ini tidak
pernah terjadi pada ASD II.
Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi
darah sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi
hipoksemi dan sianosis.
F. Komplikasi
1) Endokarditis
2) Obtruksi pembuluh darah pulmonal (Hipertensi Pulmonal)
3) Aritmia
4) Henti jantung

8
G. Gambaran Klinik
Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala
(asimptomatik) pada masa kecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat
menyebabkan kondisi gagal jantung di tahunpertama kehidupan pada sekitar
5% penderita. Kejadian gagal jantung meningkat pada dekade ke-4 dan ke-5,
dengan disertai adanya gangguan aktivitas listrik jantung (aritmia). Gejala
yang muncul pada masa bayi dan kanak-kanak adalah adanya infeksi saluran
nafasbagian bawah berulang, yang ditandai dengan keluhan batuk dan panas
hilang timbul (tanpapilek). Selain itu gejala gagal jantung (pada ASD besar)
dapat berupa sesak napas, kesulitanmenyusu, gagal tumbuh kembang pada
bayi atau cepat capai saat aktivitas fisik pada anak yang lebih besar.
Selanjutnya dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti
elektro-kardiografi (EKG), rontgent dada dan echo-cardiografi, diagnosis ASD
dapat ditegakkan.
Gejalanya bisa berupa :
1. Sering mengalami infeksi saluran pernafasan.
2. Dispneu (kesulitan dalam bernafas)
3. Sesak nafas ketika melakukan aktivitas
4. Jantung berdebar-debar (palpitasi)
5. Pada kelainan yang sifatnya ringan sampai sedang, mungkin sama
sekali
6. Tidak ditemukangejala atau gejalanya baru timbul pada usia
pertengahan Aritmia.
H. Penatalaksanaan
1. ASD kecil (diameter < 5 mm) karena tidak menyebabkan gangguan
hemodinamik dan bahaya endokarditis infeksi, tidak perlu dilakukan
operasi.
2. ASD besar (diameter > 5 mm s/d beberapa centimeter), perlu
tindaklan pembedahan dianjurkan < 6 tahun, karena dapat
menyebabkan hipertensi pulmonal (walaupun lambat)
1. Pembedahan : menutup defek dengan kateterisasi jantung
Untuk tujuan praktis, penderita dengan defek sekat atrium dirujuk
ke ahli bedah untuk penutupan bila diagnosis pasti. Berdalih tentang
pembedahan jantung yang didasarkan pada ukuran shunt menempatkan

9
lebih pada kepercayaan terhadap data dari pada alasan yang diberikan.
Dengan terbuktinya defek sekat atrium dengan shunt dari kiri ke kanan
pada anak yang umurnya lebih dari 3 tahun, penutupan adalah beralasan.
Agar terdeteksi, shunt dari kiri ke kanan harus memungkinkan rasio
QP/QS sekurang-kurangnya 1,5 : 1 ; karenanya mencatat adanya shunt
merupakan bukti cukup untuk maju terus. Dalam tahun pertama atau
kedua, ada beberapa manfaat menunda sampai pasti bahwa defek tidak
akan menutup secara spontan. Sesudah umur 3 tahun, penundaan lebih
lanjut jarang dibenarkan. Indikasi utama penutupan defek sekat atrium
adalah mencegah penyakit vascular pulmonal abstruktif. Pencegahan
masalah irama di kemudian hari dan terjadinya gagal jantung kongesif
nantinya mungkin jadi dipertimbangkan, tetapi sebenarnya defek dapat
ditutup kemudian jika masalah ini terjadi. Sekarang resiko pembedahan
jantung untuk defek sekat atrium varietas sekundum benar-benar nol. Dari
430 penderita yang dioperasi di Rumah Sakit Anak Boston, tidak ada
mortalitas kecuali untuk satu bayi kecil yang amat sakit yang mengalami
pengikatan duktus arteriosus paten. Kemungkinan penutupan tidak
sempurna pada pembedahan jarang. Komplikasi kemudian sesudah
pembedahan jarang dan terutama adalah masalah dengan irama atrium.
Berlawanan dengan pengalaman ini adalah masalah obstruksi vaskular
pulmonal yang sangat menghancurkan pada 510 persen penderita, yang
menderita penyakit ini. Penyakit vaskular pulmonal obstruktif hampir
selalu mematikan dalam beberapa tahun dan dengan sendirinya cukup
alasan untuk mempertimbangkan perbaikan bedah semua defek sekat
atrium
2. Penutupan Defek Sekat Atrium dengan kateter.
Alat payung ganda yang dimasukan dengan kateter jantung
sekarang digunakan untuk menutup banyak defek sekat atrium. Defek
yang lebih kecil dan terletak lebih sentral terutama cocok untuk
pendekatan ini. Kesukaran yang nyata yaitu dekatnya katup
atrioventrikular dan bangunan lain, seperti orifisium vena kava, adalah

10
nyata dan hingga sekarang, sistem untuk memasukkan alat cukup besar
menutup defek yang besar tidak tersedia. Keinginan untuk menghindari
pemotongan intratorak dan membuka jantung jelas. Langkah yang paling
penting pada penutupan defek sekat atrium transkateter adalah penilaian
yang tepat mengenai jumlah, ukuran dan lokasi defek. Defek yang lebih
besar dari pada diameter 25 mm, defek multipel termasuk defek di luar
fosa ovalis, defek sinus venosus yang meluas ke dalam vena kava, dan
defek dengan tepi jaringan kurang dari 3-6 mm dari katup trikuspidal atau
vena pulmonalis kanan dihindari.

3. Penderita dengan defek yang letaknya sesuai


Ukuran ditentukan dengan menggembungkan balon dan mengukur
diameter yang direntangkan. Payung dipilih yang 80% lebih besar
daripada diameter terentang dari defek. Lengan distal payung dibuka pada
atrium kiri dan ditarik perlahan-lahan tetapi dengan kuat melengkungkan
sekat ke arah kanan. Kemudian, lengan sisi kanan dibuka dan payung
didorong ke posisi netral. Lokasi yang tepat dikonfirmasikan dan payung
dilepaskan. Penderita dimonitor semalam, besoknya pulang dan dirumat
dengan profilaksi antibiotik selama 6-9 bulan. Seluruh penderita dengan
ASD harus menjalani tindakan penutupan pada defek tersebut, karena
ASD tidak dapat menutup secara spontan, dan bila tidak ditutup akan
menimbulkan berbagai penyulit di masa dewasa. Namun kapan terapi dan
tindakan perlu dilakukan sangat tergantung pada besar kecilnya aliran
darah (pirau) dan ada tidaknya gagal jantung kongestif, peningkatan
tekanan pembuluh darah paru (hipertensi pulmonal) serta penyulit lain.
Sampai 5 tahun yang lalu, semua ASD hanya dapat ditangani dengan
operasi bedah jantung terbuka. Operasi penutupan ASD baik dengan
jahitan langsung ataupun menggunakan patch sudah dilakukan lebih dari
40 tahun, pertama kali dilakukan tahun 1953 oleh dr. Gibbson di Amerika
Serikat, menyusul ditemukannya mesin bantu pompa jantung-paru (cardio-
pulmonary bypass) setahun sebelumnya.

11
Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat
(tidak terlambat) memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko
minimal (angka kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah). Murphy
JG, et.al melaporkan survival (ketahanan hidup) paska opearsi mencapai
98% dalam follow up 27 tahun setelah tindakan bedah, pada penderita
yang menjalani operasi di usia kurang dari 11 tahun. Semakin tua usia saat
dioperasi maka survival akan semakin menurun, berkaitan dengan sudah
terjadinya komplikasi seperti peningkatan tekanan pada pembuluh darah
paru
4. Terapi intervensi non bedah
Aso adalah alat khusus yang dibuat untuk menutup ASD tipe
sekundum secara non bedah yang dipasang melalui kateter secara
perkutaneus lewat pembuluh darah di lipat paha (arteri femoralis). Alat ini
terdiri dari 2 buah cakram yang dihubungkan dengan pinggang pendek dan
terbuat dari anyaman kawat nitinol yang dapat teregang menyesuaikan diri
dengan ukuran ASD.

12
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK K
DENGAN ATRIUM SEPTAL DEFECT
POST OPEN HEART DI ICU RSUD MARDI WALUYO BLITAR

I. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama : By. Kinanti
Tanggal lahir : 26 januari 2015
Umur : 3 Bulan 20 hari
Jenis kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Jawa/ Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Jln. Ir Soekarno ,Blitar, Jawa Timur
Nama ayah : Budi Karmito
Tanggal MICU : 25 Maret 2015
Tanggal MRS : 30 Februari 2015
Tanggal pengkajian : 25 Maret 2015, jam 13.00 wib
Diagnosa medis : ASD
No. register : 1068121
Sumber informasi : orang tua dan status

2. Riwayat Keperawatan
Keluhan Utama : sesak, tidak mau menetek, tidak bisa tidur, gelisah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Tgl 6 februari 2015 : usia bayi 10 hari, mulai batuk-batuk
belum disertai sesak.
Tgl 19 Februari 2015 : bayi mulai batuk-batuk disertai
sesak pertama kali

13
Tgl 30 februari 2015 : penderita dibawa ke RS untuk
berobat dan langsung dirawat, karena tidak teratasi penderita
dirujuk ke RSUD
Tgl 25 maret 2015 : penderita masuk ICU post op open
heart : Ligasi coartasio aorta.
Riwayat Penyakit Sebelumnya :
Bayi lahir spontan pada tanggal 26 December 2015, usia kehamilan 9
bulan 1 minggu dengan BB 2,6 kg ditolong oleh bidan. Bayi langsung
menangis, warna kulit merah, tidak ada tanda dan gejala penyakit
yang disertai.

Riwayat Keehatan Keluarga :


Tidak ada yang mengalami sakit seperti penderita.
Saat hamil tidak minum obat sembarang, kecuali dari rumah
sakit, jamu tidak pernah minum.
Ayah dan ibu sering pilek dan batuk dipagi hari bila kena
debu

3. Observasi dan Pemeriksaan fisik


Keadaan Umum : post op open heart, kesadaran somnolen,
terpasang ventilator dengan ETT, penderita usia 3 bulan

Pengkajian Fisik :
B1 (Breathing) / Pernafasan :
1) Pernafasan dengan ETT dibantu dengan ventilator mode
IPPV, FiO2 60 %, frekwensi nafas 40 x/mnt, SaO 2 50-60
% dan makin turun.
2) Ronchi positif (+), tidak ada whezing, tidak ada stridor.
3) Retraksi intercostal positif (+)
4) Pernafasan cuping hidung positif (+)

14
B2 (Bleeding) / sirkulasi :
1) Perfusi jaringan dingin, klien tampak biru, sianosis
2) Capilary refill time 3 detik
3) Suhu : 36,50 C
4) Tensi : 60/30 mmHg
5) Nadi : 95 x/mnt
6) Terpasang CVP 8 cm H2O
7) Terpasang balon drain tekanan (-) 8 cm H2O, cairan merah
8) Infus D10 0,18 MS 200 cc / 24 jam

B3 (Brain) / Kesadaran :
1) Kesadaran menurun , somnolen, usia 3 bulan
2) GCS 6, gerakan sangat lemah
3) Kejang tidak ada (-)
4) Pupil isokor, diameter sama
5) Sklera putih
6) Kemampuan buka mata lemah

B4 (Blader) / Perkemihan :
1) Bayi menggunakan kateter
2) Kateter menates
3) Produksi urine 3 cc/jam

B5 (Bowel) / Pencernaan :
1) Bising usus positis (+), kembung posistif (+)
2) Terpasang sonde susu 120 cc/24 jam
3) BAB encer berlendir, warna hijau kehitaman, jumlah 50
cc/BAB
B6 (Bone) / Tulang otot-integumen
1) Pergerakan sendi sangat lemah

15
2) Pnemoni positif (+) membaik
3) Terpasang infus divena kava (bilument), udema tidak ada
4) Luka operasi tertutup hepafix, tidak ada rembesan darah
5) Kulit sangat halus dan sensitif, terbaring dalam waktu yang
lama
6) Kulit sekitar pantat, genetalia tampak kemerahan (bintik-
bintik merah) sedikit terkelupas

4. Data Psikososial
Ibu sangat cemas dan bingung
Ibu sering menanyakan kondisi anaknya
Ibu menanyakan bagaiman kondisi anaknya selanjutnya, apakah
akan normal
Ibu menangis saat bertanya tentang anaknya dan berharap cepat
sembuh

5. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 27 Maret 2015 :
1. Thorak photo : Cor : jantung membesar kekanan dan kekiri
Pulmo : tampak infiltrat pada supra parahiler
kanan dan kedua paru tampak
hiperareated
Kedua sinus Phrenicocostalis tajam
Kesimpulan : Kardiomegali dengan
pnemoni

16
2. ECG : Irama sinus, HR 142 x/mnt, sumbu QRS + 1150 / RAD
Tanggal 27 Maret 2015 :
Labotratorium :
Jam 16.00 : elektrolit : K : 1,59 meg/L
Na : 11,7 meg/L
AGD : PH : 7,447
pCO2 : 68 mmHg
pO2 : 43, 9mmHg
HCO3 : 45,9 mmol /L
BE : 21,9 mmol/L
SaO2 : 79,8 %
CHO2 : 48,0 %
6. Terapie
Tanggal 28 Maret 2015 :
Obat : Meronem : 3 x 50 mg/iv
Cloxacillin : 3 x 50 mg/iv
Cairan : D10 0,18 NS : 180 cc/24 jam
KCl : 1 meq

17
II. ANALISA DATA

No Data Etiologi Problem


1 DS : Ibu mengatakan sangat cemas karena nafas Hiperventilasi Ketidakefektifan P
anaknya begitu cepat. Nafas (00032)
Ibu sering menanyakan kondisi anaknya
Ibu menangis saat bertanya tentang anaknya dan
berharap cepat sembuh

DO : pasien nampak tachipnea,


Frekwensi nafas 40 x/mnt, SaO2 50-60 % dan
makin turun. Ronchi positif (+), Retraksi
intercostal positif (+)
Pernafasan cuping hidung positif (+)
Menggunakan otot aksesorius untuk bernafas (+)

2 DS : Ibu mengatakan bahwa anak sering tidur dari Defect Struktur Ketidakefektifan
pada bangun, dan jika bangun bisanya menangis. Perfusi Jaringan
DO :
Perifer (00204)
Capilary refill time 3 detik, Pasien terlihat pucat
dan lemas, TD : 60/30 mmHg, Nadi : 95 x/mnt
Perfusi jaringan dingin, klien tampak biru

3 DS: Keluarga mengatakan bahwa anak tidak Perubahan Penurunan Curah


banyak aktifitas dan lemas. Kontraktilitas Jantung (00029)
Jantung
DO:
Bradikardi, Dispnea, Perubahan warna kulit, (penurunan TD)
Penurunan stroke volume index, TD : 60/30
mmHg, Nadi : 95 x/mnt

18
III. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan hiperventilasi
2. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan
Defect Struktur
3. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan Perubahan
Kontraktilitas Jantung

IV. INTERVENTION
Nama pasien : An K Ruang/kelas :
Umur : 3 Bln No. Reg :
No. Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional Ttd
Dx
1 Setelah diberikan asuhan O : Kaji frekuensi, Kecepatan nafas biasanya
keperawatan 1x 24 jam kedalaman pernafasan dan meningkat. Dispnea dan
diharapkan dengan ekspansi dada. terjadi peningkatan kerja
Tujuan : pola nafas kembali
nafas.
efektif N : Tinggikan kepala dan
Duduk tinggi
Kriteria hasil :
bantu mengubah posisi
memungkinkan ekspansi
sesak nafas berkurang
(posisi semi fowler).
paru dan memudahkan
Respiration dalam batas
pernafasan.
normal antara 15-30 x/menit, C : Tindakan kolaborasi
Meningkatkan sediaan
SaO2 80 -100 % dengan memberikan
oksigen untuk
Penggunaaan otot bantu
oksigen tambahan sesuai
kebutuhan/mencegah
pernafasan (-)
indikasi.
Pernafasan cuping hidung (-) iskemia.
E : Pertahankan perilaku
Membantu klien mengalami
tenang, bantu pasien untuk
efek fisiologi hipoksia, yang
kontrol diri dengan
dapat dimanifestasikan
menggunakan pernapasan
lebih lambat dan dalam.
2 Setelah diberikan asuhan O : Kaji warna kulit, suhu, mengetahui derajat
keperawatan 1x24 jam dengan sianosis, nadi perifer dan hipoksemia dan peningkatan
Tujuan : perfusi jaringan
diaforesis secara teratur. tahanan perifer.
kembali normal dengan
Kriteria hasil : N : Catat Bunyi tambahan
menunjukkan aliran darah

19
CRT < 3 detik. (murmur) dalam jantung (kelainan
Blood Pressure dalam rentang Pertahankan Therapi katup, kerusakan septum
95-110 systole dan 58-71 oksigen secara Adekuat tertutup)
Tinggikan bagian kaki dari
Diastole mempertahankan oksigenasi
Pulse dalam rentang 103-186 permukaan badan.
agar udara yang dihirup
x/Menit
dapat masuk dengan
Cyanosis (-), Akaral Kembali
maksimal.
Hangat.
E : jelaskan pada keluarga
Mengembalikan sirkulasi
atas segala prosedure
darah ke jaringan perifer.
tindakan yang dilakukan

C : Kolaborasi dengan
doker untuk pemberian
obat

3 Setelah diberikan asuhan O : Kaji Vital Sign klien Memantau dan memberikan
Pantau tekanan darah gambaran umum keadaan
keperawatan selama 1x 24 jam
klien secara bertahap.
dengan
tujuan : peningkatan curah N : Auskultasi nadi apikal, untuk mengetahui fungsi
kaji frekuensi, irama pompa jantung yang sangat
jantung
jantung dipengaruhi oleh pengisian
curah jantung
dengan kriteria hasil :
Posisikan istirahat semi biasanya terjadi takikardia
Blood Pressure dalam rentang fowler untuk mengkompensasi
penurunan kontraktilitas
95-110 systole dan 58-71
jantung
Diastole
Pulse dalam rentang 103-186 E : Berikan pengarahan memperbaiki
insufisiensi kontraksi
x/Menit pada keluarga untuk
jantung dan penuruna venus
Bradikadi(-), Cyanosis (-) memantau keadaan klien return

C : Kolaborasi dengan tim


dokter untuk terapi
oksigen,obat jantung, obat
diuretik dan cairan membantu dalam proses
kimia dalam tubuh

20
21
Diagnosa 1 :
Kriteria :
Klien tidak sianosis,
Klien tidak sesak nafas
Pengembangan dada +/+
Nafas cuping hidung tidak ada
Frekwensi nafas normal
SaO2 80 100 %
Implementasi :
1. Mencuci tangan sebelum memegang bayi
2. Memberikan O2 dengan menggunakan Head Box
3. Melakukan suction :
Memakai handscoon steril
Mengambil kanul suction 1/3 dari ETT
Baging sampai SaO2 diatas 95, dimasukan suction
Dilakukan dalam 3 periode
4. Mengkaji pernafasan klien 15 menit pertama, selanjutnya tiap jam
Suara nafas : ronchi
Tanda vital : 15 menit pertama
Perfusi jaringan
5. Mengatur posisi yang nyaman untuk klien
membungkus klien dengan kain panjang
atur posisi miring
Evaluasi jam 13. 15 WIB :
S:
O:- Sianosis
Klien tidak sesak
Pengembangan dada (+/+)
Nafas cuping hidung (+)
Frekwensi nafas 30 x/mnt
SaO2 90 %, T : 100/70 mmHg, N: 134 x/mnt

22
A: Masalah teratasi Sebagian
P : Pertahankan tindakan yang ada no 1, 2, 3, 4, 5.
Untuk no 2 dan 3 : Jadwalkan suction tiap jam/ bila ada indikasi
Untuk no 4 : Dilakukan tiap jam

Diagnosa 2 :
Kriteria Hasil :
Saturasi O2 (>80 %)
CRT < 3 detik.
Blood Pressure dalam rentang 95-110 systole dan 58-71
Diastole
Pulse dalam rentang 103-186 x/Menit
Cyanosis (-), Akaral Kembali Hangat.
Implementasi :
1. Mengkaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer dan diaforesis
secara teratur.
2. Melakukan Auskultasi adanya bunyi tambahan (Murmur)
3. Memberikan Therapi Oksigen Secara Adekuat
4. Meninggikan Bagian kaki dari permukaan badan
5. Menjelaskan kepada setiap prosedure perawatan yang diberikan
kepada anak.
6. Menganjurkan klien untuk menarik nafas dalam dan
mengeluarkannya pelan-pelan
7. Berkolaborasi dengan doker untuk pemberian obat

Evaluasi : tanggal 29 Maret 2015, jam 13.00


S:-
O : Tanda vital dalam batas normal: tensi 100/70 mmHg, N 134 x/mnt, RR
24 x/mnt
SaO2 88 %
A: Masalah terarasi

23
P: Pertahankan Intervensi
Diagnosa 3 :
Kriteria :
Blood Pressure dalam rentang 95-110 systole dan 58-71
Diastole
Pulse dalam rentang 103-186 x/Menit
Bradikadi(-)
Cyanosis (-)

Implementasai :
1. Mengkaji Tanda tanda Vital Klien
2. Memantau tekanan darah Secara Intensif
Mengkaji Auskultasi nadi apical secara berkala,
Mengkaji frekuensi dan irama jantung
3. Memberikan Posisi istirahat semi fowler kepada klien
4. Memberikan edukasi pengarahan pada keluarga untuk memantau
keadaan klien
5. Berkolaborasi dengan tim dokter untuk terapi oksigen,obat jantung,
obat diuretik dan cairan

Evaluasi : tanggal 1 April 2015, jam 16.00 WIB .


S : Ibu klien mengatakan bahwa anaknya tidak sering nangis dan rewel
O:
Tanda vital dalam batas normal: tensi 105/75 mmHg, N 134 x/mnt, RR 26
x/mnt
SaO2 89 %

A : Masalah teratasi sebagian

P : Pertahankan rencana tindakan yang ada no 2, 3 dan 5

24

Vous aimerez peut-être aussi