Vous êtes sur la page 1sur 38

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perawat

1. Pengertian

Perawat kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri

dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau

keterampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis

tertentu membutuhkan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan

(Hartono, 2010).

Perawat kesehatan merupakan bagian dari sumber daya manusia

yang sangat berperan dalam pembangunan kesehatan dalam Sistem

Kesehatan Nasional (SKN). Tenaga kesehatan berperan meningkatkan

kemandirian masyarakat dalam menjaga kesehatan yang bersifat promotif

dan preventif. Pelayanan promotif bertujuan untuk meningkatkan

kemandirian dan peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan.

pelayanan yang bersifat preventif memerlukan pakar tenaga kesehatan

yang memahami epidemiologi penyakit, cara-cara, dan metode

pencegahan serta pengendalian penyakit untuk menjamin

terselenggaranya pelayanan kesehatan (Keliat, 2014).

2. Peran perawat

Menurut Kusnanto (2009), sebagai tenaga kesehatan perawat

memiliki sejumlah peran di dalam menjalankan tugas sesuai dengan hak

11
12

dan kewenangan yang ada. Peran perawat yang utama adalah sebagai

berikut :

a. Care give, sebagai pemberi asuhan keperawatan

b. Client advocate, sebagai pembela untk melindungi klien

c. Counsellor, sebagai pemberi bimbingan /konseling klien

d. Educator, sebagai pendidik klien

e. Collaborator, sebagai anggota tim kesehatan yang dituntut untuk

dapat bekerja sama dengan tenaga ksehatan lain

f. Coordinator, sebagai koordinator agar dapat memanfaatkan sumber-

sumber dan potensi klien.

g. Change agent, sebagai pembaru yang selalu dituntut untuk

mengadakan perubahan-perubahan

h. Consultan, sebagai sumber informasi yang dapat membantu

memecahkan masalah klien

Peran perawat kesehatan jiwa mempunyai peran yang bervariasi dan

spesifik (Dalami, 2009). Aspek dari peran tersebut meliputi kemandirian

dan kolaborasi diantaranya adalah :

a. Sebagai pelaksana asuhan keperawatan, yaitu perawat memberikan

pelayanan dan asuhan keperawatan jiwa kepada individu, keluarga

dan komunitas. Dalam menjalankan perannya, perawat menggunakan

konsep perilaku manusia, perkembangan kepribadian dan konsep

kesehatan jiwa serta gangguan jiwa dalam melaksanakan asuhan

keperawatan kepada individu, keluarga dan komunitas. Perawat

melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif melalui


13

pendekatan proses keperawatan jiwa, yaitu pengkajian, penetapan

diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, dan

melaksanakan tindakan keperawatan serta evaluasi terhadap tindakan

tersebut.

b. Pelaksana pendidikan keperawatan yaitu perawat memberi pendidikan

kesehatan jiwa kepada individu, keluarga dan komunitas agar mampu

melakukan perawatan pada diri sendiri, anggota keluarga dan anggota

masyarakat lain. Pada akhirnya diharapkan setiap anggota masyarakat

bertanggung jawab terhadap kesehatan jiwa.

c. Pengelola keperawatan adalah perawat harus menunjukkan sikap

kepemimpinan dan bertanggung jawab dalam mengelola asuhan

keperawatan jiwa. Dalam melaksanakan perannya ini perawat diminta

menerapkan teori manajemen dan kepemimpinan, menggunakan

berbagai strategi perubahan yang diperlukan, berperan serta dalam

aktifitas pengelolaan kasus dan mengorganisasi pelaksanaan berbagai

terapi modalitas keperawatan.

d. Pelaksana penelitian yaitu perawat mengidentifikasi masalah dalam

bidang keperawatan jiwa dan menggunakan hasil penelitian serta

perkembangan ilmu dan teknologi untuk meningkatkan mutu

pelayanan dan asuhan keperawatan jiwa.

3. Fungsi perawat jiwa

Menurut Erlinafsiah (2010), Fungsi perawat jiwa adalah memberikan

asuhan keperawatan secara langsung dan asuhan keperawatan secara tidak


14

langsung. Fungsi tersebut dapat dicapai melalui aktifitas perawat jiwa,

yaitu:

a. Memberikan lingkungan terapeutik yaitu lingkungan yang ditata

sedemikian rupa sehingga dapat memberikan perasaan aman, nyaman

baik fisik, mental,dan sosial sehingga dapat membantu penyembuhan

pasien.

b. Bekerja untuk mengatasi masalah klien here and now yaitu dalam

membantu mengatasi segera dan tidak ditunda sehingga tidak terjadi

penumpukkan masalah.

c. Sebagai model peran yaitu perawat dalam memberikan bantuan

kepada pasien menggunakan diri sendiri sebagai alat melalui contoh

perilaku yang ditampilkan oleh perawat.

d. Memperhatikan aspek fisik dari masalah kesehatan klien merupakan

hal yang sangat penting. Dalam hal ini perawat perlu memasukkan

pengkajian biologis secara menyeluruh dalam evaluasi pasien jiwa

untuk mengidentifikasi adanya penyakit fisik sedini mungkin

sehingga dapat diatasi dengan cara yang tepat.

e. Memberikan pendidikan kesehatan yang ditujukan kepada pasien,

kleuarga dan komunitas yang mencakup pendidikan kesehatan jiwa,

gangguan jiwa, ciri-ciri sehat jiwa, penyebab gangguan jiwa, ciri-ciri

gangguan jiwa, fungsi dan tugas keluarga, dan upaya perawatan

pasien ganggua jiwa.


15

f. Sebagai perantara sosial yaitu perawat dapat menjadi perantara dari

pihak pasien, keluarga dan masyarakat dalam memfasilitasi

pemecahan masalah pasien.

g. Kolaborasi dengan tim lain adalah perawat membantu pasien

mengadakan kolaborasi dengan petugas kesehatan lain yaitu dokter

jiwa, perawat kesehatan masyarakat (perawat komunitas), pekerja

sosial, psikolog, dll.

h. Memimpin dan membantu tenaga perawatan adalah pelaksanaan

pemberian asuhan keperawatan jiwa didasarkan pada manajemen

keperawatan kesehatan jiwa.

i. Menggunakan sumber di masyarakat sehubungan dengan kesehatan

mental. Hal ini penting diketahui oleh perawat bahwa sumber-sumber

yang ada dimasyarakat perlu diidentifikasi untuk digunakan sebagai

faktor pendukung dalam mengatasi masalah kesehatan jiwa yang ada

dimasyarakat.

4. Kinerja Perawat

Menurut Gibson (2003), mengatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja perawat adalah :

a. Faktor individu

1) Pengetahuan dan eterampilan

2) Latar belakang pribadi

3) Demografi

b. Faktor psiologis

1) Persepsi
16

2) Sikap

3) Kepribadian

4) Motivasi (reward)

c. Faktor organisasi

1) Sumber daya

2) Kepemimpinan

3) Imbalan jasa

4) Struktur

5) Desain pekerjaan

5. Syarat-syarat petugas kesehatan

Menurut Asmadi (2008), syarat-syarat petugas kesehatan yaitu :

a. Mampu mendekati masyarakat dan merebut kepercayaan merekan dan

mengajaknya untuk kerja sama serta membangun rasa saling percaya

antara petugas dan masyarakat.

b. Mengetahui dengan baik sumber-sumber daya maupun sumber-

sumber alam yang ada dimasyarakat dan juga mengetahui dinas-dinas

dan tenaga ahli yang dapt diminta bantuan.

c. Mampu berkomunikasi dengan masyarakat, dengan menggunakan

metode dan tehnik khusus sedemikian rupa sehingga informasi dapat

dipindahkan, dimengerti dan diamalkan oleh masyarakat.

d. Mempunyai kemampuan profesional tertentu untuk berhubungan

dengan masyarakat melalui kelompok-kelompok tertentu.

e. Mempunyai pengetahuan tentang masyarakat dan keadaan

lingkungannya.
17

f. Mempunyai pengetahuan dasar mengenai keterampilan (skils) tertentu

yang dapat segera diajarkan kepada masyarakat untuk meningkatkan

taraf hidup masyarakat secara menyeluruh.

g. Mengetahui keterbatasan pengetahuan sendiri.

B. Konsep Halusinasi

1. Pengertan

Halusinasi adalah salah satu gangguan jiwa pada individu yang

ditandai dengan perubahan sensori presepsi, merasakan sensasi palsu

berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan, pasien

merasakan stmulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat, 2014).

Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera

tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem

penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan

baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat

menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata

lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya

dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Direja, 2011).

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana

klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu

penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan

yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren:

persepsi palsu (Maramis, 2005).

Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai

halusinasi di atas, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa


18

halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan

tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi

pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya

suarasuara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang

dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

2. Etiologi

Menurut Hartono (2010), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:

a. Faktor predisposisi

1) Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan

dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami.

Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:

a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak

yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada

daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku

psikotik.

b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang

berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin

dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.

c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan

terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada

anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan

pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi


19

otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut

didukung oleh otopsi (post-mortem).

2) Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi

respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan

yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah

penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

3) Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita

seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,

bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

b. Faktor Presipitasi

Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan

setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan

tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap

stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan

kekambuhan (Keliat, 2006).

Menurut Direja (2011), faktor presipitasi terjadinya gangguan

halusinasi adalah:

a. Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur

proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk

dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara


20

selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk

diinterpretasikan.

b. Stress lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor

lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

c. Sumber koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi

stressor. Yang menjadi sumber koping adalah pasien, keluarga dan

teman, kemampuan diri.

3. Gejala Halusinasi

Menurut Prabowo (2014), perilaku klien yang terkait dengan

halusinasi adalah sebagai berikut:

a. Bicara sendiri.

b. Senyum sendiri.

c. Ketawa sendiri.

d. Menggerakkan bibir tanpa suara.

e. Pergerakan mata yang cepat

f. Respon verbal yang lambat

g. Menarik diri dari orang lain.

h. Berusaha untuk menghindari orang lain.

i. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.

j. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.

k. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.

l. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.


21

m. Sulit berhubungan dengan orang lain.

n. Ekspresi muka tegang.

o. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.

p. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.

q. Tampak tremor dan berkeringat.

r. Perilaku panik.

s. Agitasi dan kataton.

t. Curiga dan bermusuhan.

u. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.

v. Ketakutan.

w. Tidak dapat mengurus diri.

x. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.

Menurut Hartono (2010), seseorang yang mengalami halusinasi

biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu:

a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.

b. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.

c. Gerakan mata abnormal.

d. Respon verbal yang lambat.

e. Diam.

f. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.

g. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas

misalnya

h. peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.

i. Penyempitan kemampuan konsenstrasi.


22

j. Dipenuhi dengan pengalaman sensori.

k. Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara

halusinasi dengan realitas.

l. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh

halusinasinya daripada menolaknya.

m. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.

n. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.

o. Berkeringat banyak.

p. Tremor.

q. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.

r. Perilaku menyerang teror seperti panik.

s. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.

t. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan

agitasi.

u. Menarik diri atau katatonik.

v. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.

w. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

4. Jenis-Jenis Halusinasi

Menurut Direja (2011), halusinasi terdiri dari tujuh jenis yaitu :

a. Pendengaran

Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara

berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas

berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara

dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana


23

klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan

sesuatu kadang dapat membahayakan.

b. Penglihatan

Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,

gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias

yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.

c. Penghidu

Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses

umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu

sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.

d. Pengecapan

Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

e. Perabaan

Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa

tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

f. Cenestetik

Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,

pencernaan makan atau pembentukan urine.

g. Kinistetik

Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

5. Tahapan halusinasi

Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Suliswati

(2005), dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:


24

a. Fase I : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas,

kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada

pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien

tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa

suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.

b. Fase II : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien

mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak

dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan

tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan

tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah),

asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk

membedakan halusinasi dengan realita.

c. Fase III : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi

dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar

berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu

mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang

sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang

lain.

d. Fase IV : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien

mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan,

agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang

kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien

sangat membahayakan.
25

C. Jenis Terapi Pada Pada Pasien Halusinasi

Jenis terapi pada pasien halusinasi ada 2 jenis yaitu terapi farmakologi dan

non farmakologi (Videbeck, 2008):

1. Farmakoterapi

Tfarmakologi adalah terapi yang menggunakan obat-obatan untuk

membantu kesembuhan pasien dengan gangguan halusinasi. Antipsikotik

yang dikenal sebagai neuroleptik digunakan untuk mengobati gejala

psikosis seperti waham dan halusinasi, obat yang digunakan dalam terapi

ini ada tiga macam, yang warnanya orange namanya CPZ minum 3 kali

sehari gunanya supaya tenang dan berkurang rasa marah dan mondar

mandirnya, yang warnanya putih namanya THP minum 3 kali sehari

supaya relaks dan tidak kaku, yang warnanya merah jambu ini namanya

HLP gunannya untuk menghilangkan suara-suara yang pasien dengar.

semuanya ini harus pasien minum 3 kali sehari yaitu jam 7 pagi, jam 1

siang, dan jam 7 malam. obat harus selalu diminum untuk mencegah

kekambuhan .

2. Non Farmakoterapi

Pada terapi Non farmakologi terbagi atas 2 jenis yaitu terapi kelompok

dan keluarga :

1) Terapi Generalis

1) Individu

Tindakan perawat pada terapi generalis individu untuk klien

halusinasi adalah sebagai berikut:


26

a) Mengkaji isi, waktu, frekuensi, situasi pencetus, dan respons klien

terhadap halusinasi (mengenal halusinasi).

b) Melatih klien mengontrol halusinasi

Untuk membantu klien agar mampu mengontrol halusinasi,

perawat dapat mendiskusikan empat cara mengontrol halusinasi

pada klien, meliputi :

(1) Menghardik Halusinasi

(2) Melatih klien menggunakan obat secara teratur

(3) Melatih bercakap-cakap dengan orang lain

(4) Melatih klien beraktivitas secara terjadwal

c) Memantau efek samping obat

2) Kelompok

Menurut Keliat (2014), terapi aktivitas kelompok yang dapat

dilakukan untuk pasien dengan halusinasi adalah :

a) TAK Orientasi Realitas

Sesi pertama : Pengenalan orang

Sesi kedua : Pengenalan Tempat

Sesi ketiga : Pengenalan waktu

b) TAK stimulasi persepsi

Sesi pertama : Menghardik Halusinasi

Sesi kedua : Mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat

Sesi ketiga : Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap

dengan orang lain

Sesi keempat : Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan


27

3) Terapi Keluarga

Pada terapi ini dapat dilakukan beberapa hal, antara lain :

a) Memberikan pendidikan tentang halusinasi, termasuk cara

perawatan dan tanda-tanda kekambuhan.

b) Memberikan informasi tentang dan memonitor efek pengobatan

dengan antipsikotik.

c) Menghindari saling menyalahkan dalam keluarga.

d) Meningkatkan komunikasi dan keterampilan pemecahan masalah

keluarga.

e) Mendorong pasien dan keluarga untuk mengembangkan kontak

sosial mereka, terutama berkaitan dengan jaringan pendukung.

f) Meningkatkan harapan bahwa segala sesuatu akan membaik, dan

pasien mungkin tidak harus kembali ke rumah sakit.

D. Strategi pelaksanaan (SP) Pada Pasien Halusinasi

Pada umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena

keluarga merasa tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan

hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah

sakit untuk mendapatkan perawatan.

Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya

sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal

ini terjadi jika halusinasi sudah sampai pada fase empat, dimana klien

mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya.

Masalah yang menyebabkan halusinasi itu adalah harga diri rendah dan
28

isolasi sosial, akibat rendah diri dan kurangnya berhubungan sosial maka

klien menjadi menarik diri dari lingkungan (Keliat, 2006).

Menurut Keliat (2014), strategi pelaksanaan (SP) perawat pada pasien

halusinasi meliputi :

SP I Bantu pasien mengenali halusinasi

Untuk membantu pasien mengenali halusinasi, perawat dapat

berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang di dengar,

dilihat, atau dirasa), frekuensi, waktu terjadi halusinasi, situasi yang

menyebabkan halusinasi muncul dan respon pasien saat halusinasi

muncul.

Menurut Dalami (2009), mengatakan bahwa agar pasien dapat

mengenal halusinasinya di lakukan beberapa cara yaitu :

a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap

b. Observasi tingkah laku klien yang terkait dengan halusinasinya,

dengar, lihat penghidu, raba dan pengecapan, jika menemukan

pasien yang sedang halusinasi maka :

1) Tanyakan apakah pasien mengalami sesuatu (halusinasi dengar,

lihat, penghidu, peraba, pengecap)

2) Jika pasien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang dialaminya.

3) Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut,

namun perawat sendiri tidak mengalaminya (dengan nada

bersahabat tanpa menuduh dan menghakimi)

4) Katakan bahwa ada pasien lain yang mengalami hal yang sama.

5) Katakan bahwa perawat akan membantu


29

c. Jika pasien tidak sedang berhalusinasi, klarifikasi tentang adanya

pengalaman halusinasi, diskusikan dengan pasien, yang mencakup :

1) Isi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore

dan malam) atau sering dan kadang-kadang.

2) Situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi.

3) Diskusikan dengan pasien apa yang dirasakan jika terjadi

halusinasi dan beri kesempatan pada klien untuk mengungkakan

perasaannya

4) Diskusikan dengan pasien apa yang dilakukan untuk mengatasi

hal tersebut.

5) Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila pasien

berhalusinasi.

Menurut Keliat (2014), mengatakan bahwa membantu pasien

menghardik halusinasinya ada tiga fase, yaitu:

a. Fase orientasi

1) Salam terapeutik yaitu memberikan salam, memperkenalkan diri,

menanyakan nama pasien.

2) Evaluasi atau validasi yaitu bertanya tentang keadaan klien saat

perawat mengunjungi klien. Evaluasi validasi dapat dilakukan

dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir,

meliputi

3) Kontrak yang berisikan tentang topik, waktu dan tempat dan

tujuan
30

b. Fase kerja

Bertanya kepada pasien apakah mendengar suara tanpa ada

wujudnya? , Apakah mendengarnya terus menerus atau sewaktu-

waktu? Kapan yang paling sering mendengar suara itu? Berapa kali

dalam sehari mendengarnya? Pada keadaan apa suara itu terdengar?

Apakah pada waktu sendiri? Apa yang dirasakan ketika mendengar

suara itu? Bagaimana perasaan ketika mendengar suara tersebut?

Kemudian apa yang dilakukan? Apakah dengan cara tersebut suara-

suara itu hilang? Lalu menjelaskan kepada pasien bahwa yang

mereka rasakan adalah halusinasi. Lalu perawat memperaktekkan

cara menghardik halusinasi, setelah mempraktekkan perawat

meminta pasien mengulangi cara tersebut.

c. Fase terminasi

Pasien di latih agar melakukan sesuai yang diajarkan perawat

sampai suara itu tidak terdengar lagi, lakukan itu selama 3 kali sehari

apabila pasien berhasil maka perawat melanjutkan ke strategi yang

selanjutnya.

d. Rencana Tindak Lanjut (RTL)

Menganjurkan klien untuk memperagakan apa yang diajarkan oleh

perawat .
31

SP II Minum obat secara teratur

Minum obat secara teratur dapat mengontrol halusinasi. Klien juga

harus dilatih untuk minum obat secara teratur sesuai dengan program

terapi dokter. Klien gangguan jiwa yang dirawat dirumah sering

mengalami putus obat sehingga pasien mengalami kekambuhan. Jika

kekambuhan terjadi, untuk mencapai kondisi semula akan membutuhkan

waktu. Oleh karena itu pasien harus dilatih minum obat sesuai program

dan berkelanjutan. Strategi pelaksanaan yang dilakukan perawat agar

pasien patuh minum obat, meliputi :

a. Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian bila tidak

minum obat, nama, warna, dosis, cara, efek terapi dan efek samping

penggunaan obat.

b. Pantau pasien saat penggunaan obat.

c. Beri pujian bila klien menggunakan obat dengan benar.

d. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan

dokter.

e. Anjurkan pasien untuk konsultasi kepada perawat jika terjadi hal

yang tidak di inginkan

Menurut Keliat (2014), mengatakan bahwa membantu pasien mengenal

halusinasinya ada tiga fase

a. Fase Orientasi.

Salam Terapeutik yaitu mengucapkan salam dan menanyakan

keadaan pasien. Fase orientasi terdiri dari :


32

1) Evaluasi/validasi

Perawat bertanya ke pasien apakah halusinasinya masih ada?

Apakah telah melakukan apa yang telah kita pelajari kemarin?

Bagaimana apakah dengan menghardik suara-suara yang di

dengar berkurang? Bagus sekarag coba praktekkan pada saya

bagaiman melakukannya. Bagus sekali.

2) Kontrak, yang berisi tentang topik melatih pasien tentang cara

minum obat

Bertujuan untuk agar klien dapat mendemonstrasikan kepatuhan

minum obat untuk mencegah halusinasi.

b. Fase Kerja.

Bertanya ke pasien apakah sudah dapat obat dari perawat? Pasien

perlu meminum obat ini secara teratur agar pikiran jadi tenang, dan

tidurnya juga menjadi nyenyak. Obatnya ada tiga macam, yang

warnanya orange namanya CPZ minum 3 kali sehari gunanya supaya

tenang dan berkurang rasa marah dan mondar mandirnya, yang

warnanya putih namanya THP minum 3 kali sehari supaya relaks dan

tidak kaku, yang warnanya merah jambu ini namanya HLP gunannya

untuk menghilangkan suara-suara yang pasien dengar. semuanya ini

harus pasien minum 3 kali sehari yaitu jam 7 pagi, jam 1 siang, dan

jam 7 malam. Bila nanti mulut klien terasa kering, untuk membantu

mengatasinya klien bisa menghisap es batu. Bila klien merasa mata

berkunang-kunang, pasien sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas


33

dulu. Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum

berkonsultasi dengan dokter .

Sebelum pasien meminum obat perawat harus menjelaskan

6 benar obat yaitu benar jenis obat, benar guna, benar cara, benar

frekuensi, benar dosis dan benar continuitas (Workshop UI, 2014)

c. Fase Terminasi yaitu membuat jadwal minum obatnya dan

menjelaskan ke pasien agar rutin minum obat sesuai jadwal yang telah

di berikan perawat. Setelah semua dilakukan pasien maka perawat

melanjutkan strategi selanjutnya.

Evaluasi adalah klien dapat menyebutkan jenis, dosis, waktu

pemberian, manfaat serta efek samping, kemampuan klien dalam

mematuhi minum obat, pelaksanaan minum obat dengan mengisi

jadwal kegiatan harian.

d. Rencana Tindak Lanjut (RTL)

Menganjurkan klien untuk memperagakan dan mengerti apa yang

disampaikan perawat pada SP I dan II.

SP III Bercakap-cakap dengan orang lain

Bercakap-cakap dengan orang lain dapat membantu mengontrol

halusinasi. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain, terjadi

distraksi, fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke

percakapan yang dilakukan dengan orang lain.

Menurut Keliat (2014), mengatakan bahwa membantu klien

mengenal halusinasinya ada tiga fase, yaitu :


34

a. Fase orientasi

Menyapa pasien, salam dan bertanya ke pasien apakah suara-suara

asing muncul, apakah pasien sudah menggunkaan cara yang telah

diberikan perawat, setelah mengaplikasikan apakah suara-suara

berkurang, apakah pasien rutin minum obat, apabila jawabannya

ya maka dilanjutkan pada tahap mengajari pasien cara bercakap-

cakap dengan orang lain. Bertujuan agar klien mampu melakukan

berbincang-bincang dengan orang lain untuk menghilangkan

halusinasi yang timbul.

1) Evaluasi/validasi

Bertanya ke klien bagaimana perasaannya hari ini? Apakah

Halusinasinya masih muncul? Apakah klien telah melakukan

dua cara yang telah kita pelajari untuk menghilangkan suara-

suara yang menganggu? melihat jadwal kegiatan harian klien?

Memberikan pujian apabila dilaksanakan, melihat obat klien

apakah di minum sesuai perintah yang telah di ajarkan perawat

dan latihan menghardik suara-suara juga dilakukan dengan

teratur. Apakah klien mampu menceritakan pada perawat

apakah dengan dua cara tadi suara-suara yang klien dengarkan

berkurang? Meminta klien mempraktekkan cara menghardik

suara-suara yang telah kita pelajari. menceritakan perbedaan

minum obat secara teratur dengan yang dulu tidak teratur? Dan

meminta klien cara minum obat dengan benar. Dan memberi

pujian.
35

b. Fase kerja

Menjelaskan ke pasien untuk mencegah halusinasi adalah dengan

bercakap-cakap dengan orang lain, jadi kalau pasien mendengar

suara-suara , langsung saja cari teman untuk di ajak ngobrol, minta

teman pasien untuk mengobrol dengan pasien.

c. Fase terminasi yaitu bertanya bagaimana perasaan pasien setelah

latihan, apakah pasien bisa memperagakan apa yang sudah

dipelajari, bila pasien berhasil melakukan semua yang di jelaskan

perawat maka perawat melanjutkan ke tahap strategi selanjutnya.

d. Rencana Tindak Lanjut (RTL)

Menganjurkan klien memperaktekkan atau memperagakan apa

yang diajarkan pada SP I, II dan III.

SP IV Melaksanakan aktivitas terjadwal

Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan

menyibukkan diri melakukan aktivitas yang teratur. Dengan aktivitas

secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang

sendiri yang sering kali mencetuskan halusinasi. Halusinasi dapat

dicegah dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi

sampai tidur malam. Strategi pelaksanaan yang dilakukan perawat

dalam memberikan aktivitas yang terjadwal meliputi :


36

1) Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi

halusinasi

2) Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan pasien

3) Melatih pasien melakukan aktivitas

4) Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas

yang telah dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktivitas mulai

dari bangun pagi sampai tidur malam.

5) Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberikan penguatan

terhadap perilaku pasien yang positif.

Bertujuan agar klien dapat menyibukkan diri melakukan aktivitas

teratur untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi.

a. Fase Orientasi.

Salam Terapeutik yaitu mengucapkan salam dan menyakan

keadaan pasien.

1) Evaluasi validasi.

Bagaimana perasaan klien hari ini? Apakah masih ada

halusinasinya? Apakah telah melakukan tiga cara yang telah

dipelajari untuk menghilangkan suara-suara yang

menganggu? Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya?

Bagus sekali, anda minum obatnya dengan teratur, latihan

bercakap-cakap dengan teman dan perawat juga dilakukan

dengan teratur. Sekarang coba ceritakan pada saya apakah

dengan ketiga cara tadi suara-suara yang anda dengarkan

berkurang? Bagus sekali, dengan suara-suara itu sudah tidak


37

menganggu anda lagi. Coba sekarang anda praktekkan lagi

bagaimana cara menghardik suara-suara yang telah kita

pelajari dan jelaskan kembali pada saya 6 cara minum obat

yang benar dan dengan siapa anda bisa bercakap-cakap.

Bagus sekali, anda sudah bisa mempraktekkannya.

Kontrak.

b. Fase Kerja.

Klien di ajak untuk merapikan tempat tidur. Tujuannya agar klien

dapat mengalihkan suara yang didengar. Diaman kamar tidur

anda? nah kalau kita akan merapika tempati tidur, kita pindahkan

dulu bantal, guling dan selimutnya. Bagus sekali sekarang kita

pasang sepraynya lagi, kita mulai dari arah atas.. ya sekarang

bagian kaki, tarik dan masukkan, lalu bagian pinggir dimasukkan.

Sekarang ambil bantal dan letakkan dibagian atas kepala

selanjutnya kita lipat dan rapikan selimutnya dan letakan dibawah

kaki. Bagus sekali. anda dapat melakukannya dengan baik dan

rapi.

c. Fase Terminasi.

Menanyakan perasaan klien setelah membereskan tempat tidur

apakah selama kegiatan berlangsung suara-suara itu datang? O

bagus sekali anda dapat melakukan kegiatan untuk

menghilangkan suara-suara nah sekarang coba ulangi langkah-

langkah yang tadi telah kita lakukan!


38

d. Rencana Tindak Lanjut (RTL)

Menganjurkan klien untuk memperagakan ulang tentang SP I, II,

III dan IV yang telah diajarkan ke klien.

Hasil yang diharapkan pada penerapan strategi pelaksanaan pasien dengan

halusinasi adalah:

1. Pasien mampu memutuskan halusinasi dengan berbagai cara yang telah

diajarkan.

2. Pasien mampu mengetahui tentang halusinasinya.

3. Meminta bantuan atau partisipasi keluarga.

4. Mampu berhubungan dengan orang lain.

5. Menggunakan obat dengan benar.

6. Keluarga mampu mengidentifikasi gejala halusinasi.

7. Keluarga mampu merawat klien di rumah dan mengetahui tentang cara

mengatasi halusinasi serta dapat mendukung kegiatan-kegiatan klien.

E. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, indra pendengaran, indra rasa

dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga. Pengetahuan atau kognitif adalah domain sangat penting

terbentuknya tindakan seseorang over behavior). Pengetahuan adalah hasil

pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera

yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya. Pengetahuan


39

seseorang terhadap objek mempunyai intesitas atau tingkat yang berbeda-

beda secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan yaitu

(Notoatmojdo, 2010) :

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya.Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu apa yang dipelajari antara

lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan

sebagainya, sebagai contoh dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan

kalori dan protein pada anak balita.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi

secara benar.Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus

dapat menjelaskan dan menyebutkan.Misalnya dapat menjelaskan

mengapa harus makan makanan yang bergizi.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya) misalnya

dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem

solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang

diberikan.
40

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur

organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (symthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian dari suatu bentuk keseluruhan yang

baru.Misalnya dapat menyusun dapat merencanakan, dapat meringkas,

dapat menyesuaikan dan sebagainya.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-

penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria yang telah ada misalnya: dapat membandingkan

antara anak-anak yang cukup gizi dengan anak-anak yang kekurangan gizi,

dapat menanggapi terjadinya wabah diare di suatu tempat.

Menurut Wawan dan Dewi (2011), pengetahuan seseorang dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

1. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang

lain. Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan

seseoran.
41

2. Umur

Makin tua umur seseorang maka proses perkembangan mentalnya

bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses

perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan

tahun. Selain itu, daya ingat seseorang dipengaruhi oleh umur. Dari

uraian ini maka dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya umur

seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang

diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu mengingat atau

menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu

pengetahuan akan berkurang.

3. Tingkat pendidikan

Pendidikan dapat memperluas wawasan atau pengetahuan

seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi

akian mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan

seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.

4. Keyakinan

Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa

adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi

pengetahuan seseorang , baik keyakinan itu bersifat positif atau negatif .

5. Sumber informasi

Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia

mendapatkan informasi yang baik maka pengetahuan seseorang akan

meningkat. Sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan

seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan buku.


42

6. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan

seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia

akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber

informasi.

7. Sosial budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat

mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap

sesuatu.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari

subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin

kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkat-tingkat pengetahuan di atas

(Notoatmodjo, 2007).

Menurut Notoadmotjo dalam Wawan dan Dewi (2010), cara

memperoleh pengetahuan adalah :

1. Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan

a. Cara coba salah (Trial Error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan

sebelum adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dengan

menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan

apabila kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila

kemungkinan ini tidak berhasil maka dicoba. Kemungkinan yang

lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.


43

b. Cara kekuasaan atau otoritas

Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-pimpinan

masyarakat baik formal ,ahli agama, pemegang pemerintah, dan

bebagai prinsip orang lain yang menerima mempunyai otoritas,

tanpa menguji, terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya

baik berdasarkan fakta emperis maupun penalaran sendiri.

c. Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya

memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali

pengalaman yang pernah diperoleh dealam memecahkan

permasalahan yang dihadapi masa lalu.

2. Cara moderen dalam memperoleh pengetahuan

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer atau

disebut metodelogi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan

oleh prancis bacon (1561-1626) , kemudian dikembangkan oleh

deoboldvan daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan

penelitian yang dewasa ini dikenal dengan penelitian ilmiah.

F. Sikap

1. Definisi Sikap

Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seserang

mengenai objek atau situasi yang relatif kukuh, yang disertai adanya

perasaan tertentu, dan memberikan dasar pada orang tersebut untuk

membuat respon atau berperilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya

(Sunaryo, 2004)
44

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang dari suatu stimulan atau objek. Tindakan adalah wujud dari

sikap yang nyata. Untuk terwujudnya ini perlu faktor prndukung yang

memungkinkan terbentuknya suatu perilaku dari si objek dimulai dari

stimulus berupa materi atau objek yang diberikan sehingga menimbulkan

respon lebih jauh lagi yaitu tindakan terhadap stimulus atau objek tadi.

Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi

merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih

merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah

laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan atau bereaksi terhadap

objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek

(Notoadmodjo, 2007).

Sikap adalah suatu bentuk dari perasaan, yaitu perasaan

mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak

mendukung (Unfavourable) pada suatu objek. Sikap juga merupakan

suatu pola perilaku, tendenasi atau kesiapan antisipatif untuk

menyesuaikan diri dari situasi sosial yang telah terkondisikan (Utami,

2008).

2. Komponen sikap

Allport (1954) dalam Notoadmodjo (2007), menjelaskan bahwa sikap

mempunyai 3 komponen pokok, yakni :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek

2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek

3. Kecendrungan untuk bertindak (trend to behave)


45

Dalam penentuan sikap yang utuh, pengetahuan, berpikir,

keyakinan, dan emosi memegang peranan penting, sikap ini terdiri dari

berbagai tingkatan, yakni : (Notoadmodjo (2007).

a. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek)

b. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menye-

lesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

c. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan

otang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat

ketiga.

d. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

3. Fungsi sikap

Menurut Sunaryo (2004), fungsi sikap terbagi atas 4 yaitu :

a. Fungsi instrumental

Fungsi sikap ini dikaitkan dengan alasan praktis atau manfaat, dan

menggambarkan keadaan keinginan. Sebagaimana kita ketahui bahwa

untuk mencapai suatu tujuan, diperlukan sarana yang disebut sikap.

Apabila objek sikap dapat membantu individu mencapai tujuan,


46

individu akan bersikap positif terhadap objek sikap tersebut atau

sebaliknya.

b. Fungsi pertahanan ego

Sikap ini diambil individu dalam rangka melindungi diri dari

kecemasan atau ancaman harga dirinya

c. Fungsi nilai ekspresi

Sikap ini mengekspresikan nilai yang ada dalam diri individu. Sistem

nilai apa yang ada pada diri individu, dapat dilihat dari sikap yang

diambil leh individu yang bersangkutan terhdap nilai tertentu.

d. Menghargai (valuing)

Pada tingka ini, sikap mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan masalah.

e. Bertanggung jawab

Pada tingkat ini, sikap individu akan bertanggung jawab dan siap

menganggunng segala resiko atas segala sesuatu yang telah

dipilihnya.

4. Ciri-ciri sikap

Ciri-ciri sikap yang dikemukan oleh Sunaryo (2004), pada intinya sama,

yaitu :

a. Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari (learnability) dan

dibentuk berdasarkan pengalaman dan latihan sepanjang

perkembangan individu dalam hubungan dengan objek.

b. Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi syarat untuk

itu sehingga dapat dipelajari.


47

c. Sikap tidak berdiri sendiri tetapi selalu berhubungan objek sikap.

d. Sikap dapat tertuju pada satu objek ataupun dapat tertuju pada

sekumpulan/banyak objek

e. Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar

f. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi sehingga

membedakan dengan pengetahuan.


48

G. Kerangka Teori

Bagan 2.1

Kerangka Teori

Faktor yang
mempengaruhi kenerja
perawat :
a. Faktor Individu
1. Pengetahuan dan
ketrampi lan
2. Latar belakang
pribadi
3. Demografi
b. Faktor Psikologis
1. Persepsi
2. Sikap
3. Kepribadian
4. Motivasi (reward)
c. Faktor Organisasi
1. Sumber daya
2. Kepemimpinan
3. Imbalan jasa
4. Struktur Kinerja Perawat
5. Desain pekerjaan

Strategi pelaksanaan (SP)


Pada Pasien Halusinasi :
1. Bantu pasien mengenali
halusinasi
2. Minum obat secara
teratur.
3. Bercakap-cakap dengan
orang lain
4. Melaksanakan aktivitas
terjadwal

Sumber : Gibson (2003) dan Keliat (2014).

Vous aimerez peut-être aussi

  • Format Pengkajian Keluarga TN.C
    Format Pengkajian Keluarga TN.C
    Document8 pages
    Format Pengkajian Keluarga TN.C
    Nadia Sagita Ginting
    Pas encore d'évaluation
  • Aspek Hukum Dan Legalitas Enterpreneurship
    Aspek Hukum Dan Legalitas Enterpreneurship
    Document9 pages
    Aspek Hukum Dan Legalitas Enterpreneurship
    Nadia Sagita Ginting
    Pas encore d'évaluation
  • LATAR BELAKANG Epid
    LATAR BELAKANG Epid
    Document2 pages
    LATAR BELAKANG Epid
    Nadia Sagita Ginting
    Pas encore d'évaluation
  • ONAD
    ONAD
    Document13 pages
    ONAD
    Nadia Sagita Ginting
    Pas encore d'évaluation
  • Format Pengkajian Keluarga TN.C
    Format Pengkajian Keluarga TN.C
    Document8 pages
    Format Pengkajian Keluarga TN.C
    Nadia Sagita Ginting
    Pas encore d'évaluation
  • TREND PENYAKIT
    TREND PENYAKIT
    Document7 pages
    TREND PENYAKIT
    Nadia Sagita Ginting
    Pas encore d'évaluation
  • Nama-Nama KK Yang Sudah Di Data
    Nama-Nama KK Yang Sudah Di Data
    Document1 page
    Nama-Nama KK Yang Sudah Di Data
    Nadia Sagita Ginting
    Pas encore d'évaluation
  • LATAR BELAKANG Epid
    LATAR BELAKANG Epid
    Document2 pages
    LATAR BELAKANG Epid
    Nadia Sagita Ginting
    Pas encore d'évaluation
  • APA ITU HIPERTENSI DAN AKIBATNYA
    APA ITU HIPERTENSI DAN AKIBATNYA
    Document2 pages
    APA ITU HIPERTENSI DAN AKIBATNYA
    Nadia Sagita Ginting
    Pas encore d'évaluation
  • Pengkajian Ny.p
    Pengkajian Ny.p
    Document11 pages
    Pengkajian Ny.p
    Nadia Sagita Ginting
    Pas encore d'évaluation
  • HPT
    HPT
    Document11 pages
    HPT
    Nadia Sagita Ginting
    Pas encore d'évaluation
  • Nama-Nama KK Yang Sudah Di Data
    Nama-Nama KK Yang Sudah Di Data
    Document1 page
    Nama-Nama KK Yang Sudah Di Data
    Nadia Sagita Ginting
    Pas encore d'évaluation
  • Absensi MMRT II
    Absensi MMRT II
    Document3 pages
    Absensi MMRT II
    Nadia Sagita Ginting
    Pas encore d'évaluation
  • BAB V Skripsi
    BAB V Skripsi
    Document9 pages
    BAB V Skripsi
    Nadia Sagita Ginting
    Pas encore d'évaluation
  • BAB II Skripsi
    BAB II Skripsi
    Document38 pages
    BAB II Skripsi
    Nadia Sagita Ginting
    Pas encore d'évaluation
  • Kuesioner
    Kuesioner
    Document9 pages
    Kuesioner
    Nadia Sagita Ginting
    Pas encore d'évaluation
  • Laporan Hasil Penyuluhan Hipertiroid
    Laporan Hasil Penyuluhan Hipertiroid
    Document5 pages
    Laporan Hasil Penyuluhan Hipertiroid
    Nadia Sagita Ginting
    Pas encore d'évaluation
  • Daftar Bagan
    Daftar Bagan
    Document1 page
    Daftar Bagan
    Nadia Sagita Ginting
    Pas encore d'évaluation
  • Bab I
    Bab I
    Document5 pages
    Bab I
    Nadia Sagita Ginting
    Pas encore d'évaluation
  • Tupen 3
    Tupen 3
    Document12 pages
    Tupen 3
    Nadia Sagita Ginting
    Pas encore d'évaluation
  • Hard Cover
    Hard Cover
    Document1 page
    Hard Cover
    Nadia Sagita Ginting
    Pas encore d'évaluation
  • BAB 1 TBC
    BAB 1 TBC
    Document1 page
    BAB 1 TBC
    Nadia Sagita Ginting
    Pas encore d'évaluation
  • Laporan Hasil Pelaksanaan Roleplay
    Laporan Hasil Pelaksanaan Roleplay
    Document3 pages
    Laporan Hasil Pelaksanaan Roleplay
    Nadia Sagita Ginting
    Pas encore d'évaluation
  • Health Project Kesepian
    Health Project Kesepian
    Document9 pages
    Health Project Kesepian
    Nadia Sagita Ginting
    Pas encore d'évaluation
  • Helath Project 111
    Helath Project 111
    Document8 pages
    Helath Project 111
    Nadia Sagita Ginting
    Pas encore d'évaluation
  • FFFFF
    FFFFF
    Document35 pages
    FFFFF
    Ande Nacang
    Pas encore d'évaluation
  • New Bab I
    New Bab I
    Document5 pages
    New Bab I
    Nadia Sagita Ginting
    Pas encore d'évaluation
  • Kuesioner
    Kuesioner
    Document9 pages
    Kuesioner
    Nadia Sagita Ginting
    Pas encore d'évaluation
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Document1 page
    Abs Trak
    Nadia Sagita Ginting
    Pas encore d'évaluation
  • Bukti Penyerahan Skripsi.
    Bukti Penyerahan Skripsi.
    Document1 page
    Bukti Penyerahan Skripsi.
    Nadia Sagita Ginting
    Pas encore d'évaluation