Vous êtes sur la page 1sur 20

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan melindungin
beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Kerangka juga berfungsi sebagai
alat ungkit pada gerakan dan menyediakan permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh
karena fungsi tulang yang sangat penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya tulang harus di
jaga agar terhindar dari trauma atau benturan yang dapat mengakibatkan terjadinya patah
tulang atau dislokasi tulang. Bentuk kaku (rigid) dan kokoh antar rangka yang membentuk tubuh
dihubungkan oleh berbagai jenis sendi. Adanya penghubung tersebut memungkinkan satu
pergerakan antar tulang yang demikian fleksibel dan nyaris tanpa gesekan. Tulang dan sendi
dipakai untuk melindungi berbagai organ vital di bawahnya disamping fungsi pergerakan
(locomotor)/perpindahan makhluk hidup. Sendi merupakan satu organ yang kompleks dan
tersusun atas berbagai komponen yang spesifik satu dengan lainnya. Pada umumnya sendi
terdiri dari air dan tersusun atas serabut kolagen, proteoglikan, glikoprotein lain serta lubrikan
asam hialuronat, struktur yang kompleks di atas memungkinkan suatu pergerakan sendi yang
luas (fungsi locomotor), frictionless dan tidak mengakibatkan kerusakan besar dalam jangka
panjang.
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini
dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen
tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat
mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya
terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain sendi rahangnya telah mengalami dislokasi. Dislokasi
yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha).
Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa
nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi
kendor.
Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi. Dislokasi terjadi saat ligamen
memberikan jalan sedemikian rupa sehingga tulang berpindah dari posisinya yang normal di
dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan
(acquired) atau karena sejak lahir (kongenital).

1
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa pengertian dislokasi sendi?


1.2.2 Apa etiologi dislokasi sendi?
1.2.3 Apa saja jenis-jenis dislokasi sendi?
1.2.4 Apa saja manifestasi klinis dislokasi sendi?
1.2.5 Bagaimana patofisiologi dislokasi sendi?
1.2.6 Apa saja komplikasi dislokasi sendi?
1.2.7 Apa saja pemeriksaan penunjang untuk dislokasi sendi?
1.2.8 Bagaimana penatalaksanaan untuk dislokasi sendi?
1.2.9 Bagaimana pathway dari dislokasi sendi?

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui pengertian dislokasi sendi


1.3.2 Mengetahui etiologi dislokasi sendi
1.3.3 Mengetahui jenis-jenis dislokasi sendi
1.3.4 Mengetahui manifestasi klinis dislokasi sendi
1.3.5 Mengetahui patofisiologi dislokasi sendi
1.3.6 Mengetahui komplikasi dislokasi sendi
1.3.7 Mengetahui pemeriksaan penunjang untuk dislokasi sendi
1.3.8 Mengetahui penatalaksanaan untuk dislokasi sendi
1.3.9 Mengetahui pathway dari dislokasi sendi

1.4 Manfaat

Mahasiswa mengetahui tentang dislokasi sendi serta cara penanganannya, kemudian dapat
diterapkan dalam layanan asuhan keperawatan pada pasien yang menderita dislokasi sendi.

2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Dislokasi adalah keluarnya bongkol sendi dari mangkok sendi, Keadaan dimana tulang-
tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi)
(Brunner & Suddarth, 2002). Dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan
pertolongan segera (Arif Mansyur, dkk. 2000). Dislokasi sendi atau luksasio adalah tergesernya
permukaan tulang yang membentuk persendian terhadap tulang lain (Sjamsuhidajat, 2011).
Dislokasi sendi adalah menggambarkan individu yang mengalami atau beresiko tinggi untuk
mengalami perubahan posisi tulang dari posisinya pada sendi (Carpenito, 2000). Dislokasi
adalah deviasi hubungan normal antara rawan yang satu dengan rawan yang lainnya sudah tidak
menyinggung satu dengan lainnya (Price & Wilson, 2006).
Dislokasi sendi adalah fragmen frakrtur saling terpisah dan menimbulkan deformitas
(Kowalak, 2011). Jadi, dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh
komponen tulang dari tempat yang seharusnya. Sebuah sendi yang ligamen-ligamennya pernah
mengalami dislokasi, biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang mengalami
dislokasi kembali. Apabila dislokasi itu disertai pula patah tulang, pembetulannya menjadi sulit
dan harus dikerjakan di rumah sakit. Semakin awal usaha pengembalian sendi itu dikerjakan,
semakin baik penyembuhannya.

2.2 Etiologi
Dislokasi terjadi saat ligamen rnamberikan jalan sedemikian rupa sehingga tulang
berpindah dari posisinya yang normal didalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor
penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital). Patah
tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi
sendi yang disebut fraktur dislokasi. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya dislokasi sendi antara
lain sebagai berikut.
a. Cedera olah raga biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan
hoki serta olahraga yang beresiko jatuh, misalnya: terperosok akibat bermain ski, senam,
volley, basket, dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan
dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
b. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga benturan keras pada sendi saat
kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi, terjatuh dari tangga atau terjatuh
saat berdansa diatas lantai yang licin.

3
c. Terjadinya tear ligament dan kapsul articuler yang merupakan kompenen vital
penghubung tulang.
d. Terjatuh.

2.3 Jenis-Jenis Dislokasi Sendi


Dislokasi sendi dapa dibedakan sebagai berikut.
a. Dislokasi congenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
b. Dislokasi patologik
Terjadi akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau
osteoporosis tulang. Hal ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
c. Dislokasi traumatic
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat,
kematian jaringan akibat anoksia) akibat edema (karena mengalami pengerasan) terjadi
karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan
disekeilingnya dan merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan sistem vaskular.
Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
Berdasarkan tipe kliniknya dibagi sebagai berikut.
a. Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip serta disertai nyeri akut dan
pembengkakan di sekitar sendi
b. Dislokasi Berulang.
Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut
dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada
shoulder joint dan patello femoral joint. Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah
tulang/ fraktur yang disebabkan berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena
kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
Berdasarkan tempat terjadinya :
a. Dislokasi Sendi Rahang
Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena menguap atau terlalu lebar serta terkena
pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya penderita tidak dapat menutup
mulutnya kembali.
b. Dislokasi Sendi Bahu
Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral berada di anterior dan medial
glenoid (dislokasi anterior), di posterior (dislokasi posterior), dan di bawah glenoid
(dislokasi inferior).
c. Dislokasi Sendi Siku

4
Mekanisme cederanya biasanya jatuh pada tangan yang dapat menimbulkan dislokasi
sendi siku ke arah posterior dengan siku jelas berubah bentuk dengan kerusakan
sambungan tonjolan-tonjolan tulang siku.
d. Dislokasi Sendi Jari
Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan segera sendi
tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat mengalami dislokasi ke arah telapak
tangan atau punggung tangan.
e. Dislokasi Sendi Metacarpophalangeal dan Interphalangeal
Merupakan dislokasi yang disebabkan oleh hiperekstensi-ekstensi persendian.
f. Dislokasi Panggul
Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior dan atas acetabulum
(dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi anterior), dan caput femur
menembus acetabulum (dislokasi sentra).
g. Dislokasi Patella
Dislokasi patella paling sering terjadi ke arah lateral. Reduksi dicapai dengan memberikan
tekanan ke arah medial pada sisi lateral patella sambil mengekstensikan lutut perlahan-
lahan. Apabila dislokasi dilakukan berulang-ulang diperlukan stabilisasi secara bedah.
Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh
berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi
otot dan tarikan.

2.4 Manifestasi Klinis


a. Nyeri akut.
b. Perubahan kontur sendi.
c. Perubahan panjang ekstremitas.
d. Kehilangan mobilitas normal.
e. Perubahan sumbu tulang yag mengalami dislokasi.
f. Deformitas pada persendiaan
Kalau sebuah tulang diraba secara sering akan terdapat suatu celah.
g. Gangguan gerakan Otot-otot tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang tersebut.
h. Pembengkakan
Pembengkakan ini dapat parah pada kasus trauma dan dapat menutupi deformitas.
i. Rasa nyeri sering terdapat pada dislokasi
Sendi bahu, sendi siku, metakarpal phalangeal dan sendi pangkal paha servikal.
j. Kekakuan.

2.5 Patofisiologi
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital yang
mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan stabilitas sendi. Dari
adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari patologik karena
adanya penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dari tiga hal tersebut,
menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang,

5
penyempitan pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan
struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi.

2.6 Komplikasi
a. Komplikasi dini
1. Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera, pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan
mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut.
2. Cedera pembuluh darah : arteri aksilla dapat rusak.
3. Fraktur disloksi.
b. Komplikasi lanjut.
1. Kekakuan sendi bahu:I immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi
bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral
secara otomatis membatasi abduksi.
2. Dislokasi yang berulang: terjadi kalau labrum glenoid robek.
3. Kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid.
4. Kelemahan otot.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


a. Sinar-X (Rontgen)
Pemeriksaan rontgen merupakan pemeriksaan diagnostik noninvasif untuk membantu
menegakkan diagnosa medis. Pada pasien dislokasi sendi ditemukan adanya pergeseran
sendi dari mangkuk sendi dimana tulang dan sendi berwarna putih.

b. CT scan
CT-Scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan bantuan komputer, sehingga
memperoleh gambar yang lebih detail dan dapat dibuat gambaran secara 3 dimensi. Pada
psien dislokasi ditemukan gambar 3 dimensi dimana sendi tidak berada pada tempatnya.
c. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnet dan frekuensi radio
tanpa menggunakan sinar-X atau bahan radio aktif, sehingga dapat diperoleh gambaran
tubuh (terutama jaringan lunak) dengan lebih detail. Seperti halnya CT-Scan, pada
pemeriksaan MRI ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi.

2.8 Penatalaksanaan
6
Dislokasi dapat direposisi tanpa anastesi, misalnya pada sendi bahu atau siku. Reposisi
dapat diadakan dengan gerakan atau perasat yang barlawanan dengan gaya trauma dan
kontraksi atau tonus otot. Reposisi tidak boleh dilakukan dengan kekuatan karena bisa
mengakibatkan patah tulang. Untuk mengendurkan kontraksi dan spasme otot perlu diberikan
anastesi setempat atau umum. Kekenduran otot memudahkan reposisi.
a. Reposisi
1. Lakukan reposisi segera.
2. Dengan manipulasi secara hati-hati permukaan sendi diluruskan kembali. Tindakan ini
sering dilakukan anestesi umum untuk melemaskan otot-ototnya.
3. Dislokasi sendi :
1. Dislokasi sendi kecil dapat direposisi ditempat kejadian tanpa anestesi. Misalnya
dislokasi jari ( pada fase shock ), dislokasi siku, dislokasi bahu.
2. Dislokasi sendi besar. Misalnya panggul memerlukan anestesi umum
3. Fisioterapi harus segera mulai untuk mempertahankan fungsi otot dan latihan yang
aktif dapat diawali secara dini untuk mendorong gerakan sendi yang penuh, khususnya
pada sendi bahu.
4. Tindakan pembedahan harus dilakukan bila terdapat tanda-tanda gangguan
neumuskular yang berat atau jika tetap ada gangguan vaskuler setelah reposisi tertutup
berhasil dilakukan secara lembut. Pembedahan terbuka mungkin diperlukan,
khususnya kalau jaringan lunak terjepit diantara permukaan sendi.
5. Persendian tersebut disangga dengan pembedahan, dengan pemasangan gips,
misalnya pada sendi panngkal paha, untuk memberikan kesembuhan pada ligamentum
yang teregang.
6. Dislokasi reduksi: dikembalikan ke tempat semula dengan menggunakan anastesi jika
dislokasi berat.
7. Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi.
8. Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar
tetap dalam posisi stabil.
9. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X sehari
yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi.
10. Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.
2. Penatalaksanaan Medis
a. Farmakologis : pemberian obat-obatan : analgesik non narkotik
1. Analsik yang berfungsi untuk mengatasi nyeri otot, sendi, sakit kepala, nyeri pinggang.
Efek samping dari obat ini adalah agranulositosis. Dosis: sesudah makan, dewasa:
sehari 31 kapsul, anak: sehari 31/2 kapsul.
7
2. Bimastan yang berfungsi untuk menghilangkan nyeri ringan atau sedang, kondisi akut
atau kronik termasuk nyeri persendian, nyeri otot, nyeri setelah melahirkan. Efek
samping dari obat ini adalah mual, muntah, agranulositosis, aeukopenia. Dosis:
dewasa; dosis awal 500mg lalu 250mg tiap 6 jam.
b. Pembedahan
1. Operasi ortopedi
Operasi ortopedi merupakan spesialisasi medis yang mengkhususkan pada
pengendalian medis dan bedah para pasien yang memiliki kondisi-kondisi arthritis yang
mempengaruhi persendian utama, pinggul, lutut dan bahu melalui bedah invasif
minimal dan bedah penggantian sendi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan
meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Interna atau disingkat ORIF (Open Reduction
and Fixation). Berikut dibawah ini jenis-jenis pembedahan ortopedi dan indikasinya
yang lazim dilakukan :
a. Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang patah
setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang patah.
b. Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup,
plat, paku dan pin logam.
c. Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog)
untuk memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi atau mengganti tulang
yang berpenyakit.
d. Amputasi : penghilangan bagian tubuh.
e. Artroplasti: memperbaiki masalah sendi dengan artroskop(suatu alat yang
memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar)
atau melalui pembedahan sendi terbuka.
f. Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak.
g. Penggantian sendi: penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau
sintetis.
h. Penggantian sendi total: penggantian kedua permukaan artikuler dalam
sendidengan logam atau sintetis.
2. Non medis
a. Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika
dislokasi berat.
RICE
1. R : Rest (istirahat)
I : Ice (kompres dengan es)
C : Compression (kompresi/ pemasangan pembalut tekan)
E : Elevasi (meninggikan bagian dislokasi)
b. Pencegahan
1. Cedera akibat olahraga

8
a. Gunakan peralatan yang diperlukan seperti sepatu untuk lari.
b. Latihan atau exercise.
c. Conditioning.
2. Trauma kecelakaan
1. Kurangi kecepatan.
2. Memakai alat pelindung diri seperti helm, sabuk pengaman.
3. Patuhi peraturan lalu lintas

PATHWAY
Etiologi

Cedera olahraga Trauma Kecelakaan

Terlepasnya kompresi jaringan jar. Tulang dari kesatuan sendi

Merusak struktur sendi, ligamen

Kompresi jaringan tulang yg terdorong ke depan

Merobek kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi

Ligamen memberikan jalan

Tlg. berpindah dari posisi yg normal

Dislokasi

9
Radang cedera jar.lunak ekstremitas

Ketidakmampuan mengunyah spasme otot hambatan mobilitas fisik

Ketidakseimbangan nutrisi nyeri akut

kurang dari kebutuhan tubuh

10
ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian
a. Identitas Klien
Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,asuransi golongan darah ,nomor registrasi, tanggal
dan jam masuk rumah sakit (MRS), dan diagnosis medis. Dengan fokus ,meliputi:
1. Umur. Pada pasien lansia terjadi pengerasan tendon tulang sehingga menyebabkan
fungsi tubuh bekerja secara kurang normal dan dislokasi cenderung terjadi pada orang
dewasa dari pada anak-anak, biasanya klien jatuh dengan keras dalam keadaan strecth
out.
2. Pekerjaan. Pada pasien dislokasi biasanya di akibatkan oleh kecelakaan yang
mengakibatkan trauma atau ruda paksa, biasaya terjadi pada klien yang mempunyai
pekrjaan buruh bangunan. Seperti terjatuh , atupun kecelakaan di tempat kerja ,
kecelakaan industri dan atlit olahraga, seperti pemain basket , sepak bola dll
3. Jenis kelamin. Dislokasi lebih sering di temukan pada anak lakilaki dari pada
perempuan karna cenderung dari segi aktivitas yang berbeda.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan adalah
nyeri, kelemahan dan kelumpuhan ekstermitas, nyeri tekan otot, dan deformitas pada daerah
trauma, untuk mendapatkan pengkajian yang lengkap mengenai nyeri klien dapat menggunakan
metode PQRS.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji adanya riwayat trauma akibat kecelakaan pada lalu lintas, kecelekaan industri, dan
kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan, pengkajian yang di dapat meliputi
nyeri, paralisis extermitras bawah, syok .
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit, seperti osteoporosis, dan
osteoaritis yang memungkinkan terjadinya kelainan, penyakit lainnya seeperti hypertensi,
riwayat cedera, diabetes milittus, penyakit jantung, anemia, obat-obat tertentu yang sering di
guanakan klien, perlu ditanyakan pada keluarga klien.
e. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien pemeriksaan fisik sangat
berguna untuk mendukung pengkajian anamnesis sebaiknya dilakukan persistem B1-B6 dengan
fokus pemeriksaan B3( brain ) dan B6 (bone).
1. Keadaan umum
11
Klien yang yang mengalami cedera pada umumnya tidak mengalami penurunan
kesadaran ,periksa adanya perubahan tanda-tanda vital ,yang meliputi brikardia
,hipotensi dan tanda-tanda neurogenik syok.
2. B3 ( brain)
a) Tingkat kesedaran pada pasien yang mengalami dislokasi adalah kompos mentis
b) Pemeriksaan fungsi selebral
c) Status mental: observasi penampilan ,tingkah laku gaya bicara ,ekspresi wajah
aktivitas motorik klien
d) Pemeriksaan saraf kranial
e) Pemeriksaan refleks .pada pemeriksaan refleks dalam ,reflecs achiles menghilang dan
refleks patela biasanya meleamh karna otot hamstring melemah
3. B6 (Bone)
a) Paralisis motorik ekstermitas terjadi apabila trauma juga mengompresi sekrum gejala
gangguan motorik juga sesuai dengan distribusi segmental dan saraf yang terkena
b) Look, pada insfeksi parienum biasanya di dapatkan adanya pendarahan,
pembengkakan dan deformitas
c) Fell, kaji adanya derajat ketidakstabilan daerah trauma dengan palpasi pada ramus
dan simfisi fubis
d) Move, disfungsi motorik yang paling umum adalah kelemahan dan kelumpuhan pada
daerah ekstermitas.

4.2 Diagnosa Keperawatan


a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah.
d. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.
e. Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk tubuh.

12
4.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Gangguan rasa Rasa nyeri teratasi. 1. Kaji skala nyeri 1. Mengetahui intensitas nyeri.
nyaman nyeri Kriteria hasil: 2. Berikan posisi relaks pada pasien 2. Posisi relaksasi pada pasien dapat mengalihkan
berhubungan dengan 1. Klien tampak tidak meringis lagi. 3. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi focus pikiran pasien pada nyeri.
diskontinuitas 2. Klien tampak rileks. 4. Berikan lingkungan yang nyaman, dan 3. Tehnik relaksasi dan distraksi dapat mengurangi
jaringan. aktifitas hiburan rasa nyeri.
5. Kolaborasi pemberian analgesik 4. Meningkatkan relaksasi pasien
5. Analgesic Mengurangi nyeri
Gangguan mobilitas Memberikan kenyamanan dan melindungi 1. Kaji tingkat mobilisasi pasien 1. menunjukkan tingkat mobilisasi pasien dan
fisik berhubungan sendi selama masa penyembuhan. 2. Berikan latihan ROM menentukan intervensi selanjutnya.
dengan deformitas Kriteria hasil: 3. Anjurkan penggunaan alat bantu jika 2. Memberikan latihan ROM kepada klien untuk
dan nyeri saat 1. melaporkan peningkatan toleransi diperlukan mobilisasi
mobilisasi. aktivitas (termasuk aktivitas sehari- 4. Monitor tonus otot 3. Alat bantu memperingan mobilisasi pasien
hari) 5. Membantu pasien untuk imobilisasi baik 4. Agar mendapatkan data yang akurat
2. menunjukkan penurunan tanda dari perawat maupun keluarga 5. Dapat membnatu pasien untuk imobilisasi
intolerasi fisiologis, misalnya nadi,
pernapasan, dan tekanan darah masih
dalam rentang normal

Perubahan nutrisi Kebutuhan nutrisi terpenuhi. 1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang 1.Mengidentifikasi defisiensi, memudahkan
kurang dari Kriteria hasil: disukai intervensi

13
kebutuhan tubuh 1. Menunujukkan peningkatan 2. Observasi dan catat masukkan makanan 2.Mengawasi masukkan kalori atau kualitas
berhubungan dengan /mempertahankan berat badan pasien kekurangan konsumsi makanan
kegagalan untuk dengan nilai laboratorium normal. 3. Timbang berat badan setiap hari. 3.Mengawasi penurunan berat badan atau
mencerna atau 2. Tidak mengalami tanda mal nutrisi. 4. Berikan makan sedikit dengan frekuensi efektivitas intenvensi nutrisi
ketidak mampuan 3. Menununjukkan perilaku, perubahan sering dan atau makan diantara waktu 4.Menurunkan kelemahan, meningkatkan
mencerna makanan pola hidup untuk meningkatkan dan makan pemasukkan dan mencegah distensi gaster
/absorpsi nutrient atau mempertahankan berat badan 5. Observasi dan catat kejadian 5.Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia
yang diperlukan untuk yang sesuai. mual/muntah, flatus dan dan gejala lain (hipoksia) pada organ.
pembentukan sel yang berhubungan 6.Meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan
darah merah. 6. Berikan dan Bantu hygiene mulut yang oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri,
baik, sebelum dan sesudah makan, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik
gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan perawatan mulut khusus mungkin diperlukan
yang lembut. Berikan pencuci mulut yang bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri
di encerkan bila mukosa oral luka. berat.
7. Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana 7.Membantu dalam rencana diet untuk
diet. memenuhi kebutuhan individual
8. Kolaborasi ; pantau hasil pemeriksaan 8.Meningkatakan efektivitas program pengobatan,
laboraturium termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
9. Kolaborasi; berikan obat sesuai indikasi 9.Kebutuhan penggantian tergantung pada tipe
anemia dan atau adanyan masukkan oral yang
buruk dan defisiensi yang diidentifikasi.

14
Ansietas berhubungan kecemasan pasien teratasi. 1. kaji tingkat ansietas klien 1. mengetahui tingakat kecemasan pasien dan
dengan kurangnya Kriteria hasil: 2. Bantu pasien mengungkapkan rasa cemas menentukan intervensi selanjutnya.
pengetahuan tentang 1. klien tampak rileks atau takutnya 2. Mengali pengetahuan dari pasien dan
penyakit 2. klien tidak tampak bertanyatanya 3. Kaji pengetahuan Pasien tentang prosedur mengurangi kecemasan pasien
yang akan dijalaninya. 3. agar perawat tau seberapa tingkat pengetahuan
4. Berikan informasi yang benar tentang pasien dengan penyakitnya
prosedur yang akan dijalani pasien 4. Agar pasien mengerti tentang penyakitnya dan
tidak cemas lagi

Gangguan bodi image Pasien bisa mengatasi body image pasien 1. Kaji konsep diri pasien 1. Dapat mengetahui pasien
berhubungan dengan 2. Kembangkan BHSP dengan pasien 2. Menjalin saling percaya pada pasien
deformitas dan 3. Bantu pasien mengungkapkan masalahnya 3. Menjadi tempat bertanya pasien untuk
perubahan bentuk 4. Bantu pasien mengatasi masalahnya. mengungkapkan masalah nya
tubuh. 4. mengetahui masalah pasien dan dapat
memecahkannya

15
4.4 Implementasi Keperawatan
Diagnosa Implementasi
Gangguan rasa nyaman 1. Telah dilakukan pengkajian skala nyeri
nyeri berhubungan 2. Telah diberikan posisi relaks pada pasien
dengan diskontinuitas 3. Telah diajarkan teknik distraksi dan relaksasi
jaringan. 4. Telah diberikan lingkungan yang nyaman, dan pemberian aktifitas
hiburan
5. Telah dilakukan tindakan kolaborasi dalam pemberian analgesic
Gangguan mobilitas 1. Telah dilakukan pengkajian tingkat mobilisasi pasien
fisik berhubungan 2. Telah diberikan latihan ROM
dengan deformitas dan 3. Telah dianjurkan penggunaan alat bantu
nyeri saat mobilisasi 4. Telah dilakukan monitoring tonus otot
5. Telah dilakukan tindakan membantu pasien untuk imobilisasi baik
dari perawat maupun keluarga
Perubahan nutrisi 1. Telah dilakukan pengkajian riwayat nutrisi, termasuk makan yang
kurang dari kebutuhan disukai
tubuh berhubungan 2. Telah dilakukan observasi dan pencatatan masukkan makanan
dengan kegagalan pasien
untuk mencerna atau 3. Telah dilakukan timbang berat badan setiap hari.
ketidak mampuan 4. Telah diberikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau
mencerna makanan makan diantara waktu makan
/absorpsi nutrient yang 5. Telah dilakukan observasi dan pencatatan kejadian mual/muntah,
diperlukan untuk flatus dan dan gejala lain yang berhubungan
pembentukan sel darah 6. Telah diberikan dan dibantu hygiene mulut yang baik, sebelum dan
merah sesudah makan dengan menggunakan sikat gigi halus untuk
penyikatan yang lembut. Telah diberikan pencuci mulut yang di
encerkan bila mukosa oral luka.
7. Telah dilakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk rencana diet.
8. Telah dilakukan kolaborasi dengan memantau hasil pemeriksaan
laboraturium
9. Telah dilakukan kolaborasi dengan memberikan obat sesuai indikasi
Ansietas berhubungan 1. Telah dilakukan pengkajian tingkat ansietas klien
dengan kurangnya 2. Telah dilakukan membantu pasien mengungkapkan rasa cemas atau
pengetahuan tentang takutnya
penyakit 3. Telah dilakukan pengkajian pengetahuan pasien tentang prosedur
yang akan dijalaninya
4. Telah diberikan informasi yang benar tentang prosedur yang akan

16
dijalani pasien
Gangguan bodi image 1. Telah dilakukan pengkajian konsep diri pasien
berhubungan dengan 2. Telah diajarkan pola BHSP dengan pasien
deformitas dan 3. Telah dilakukan tindakan membantu pasien mengungkapkan
perubahan bentuk masalahnya
tubuh. 4. Telah dilakukan tindakan membantu pasien mengatasi masalahnya.

4.5 Evaluasi Keperawatan


Diagnosa Evaluasi
Gangguan rasa nyaman nyeri S: Pasien mengatakan Sus, saat ini saya
berhubungan dengan discontinuitas merasa lebih rileks dan bisa tidur
jaringan dengan nyenyak.
O: Pasien tidak terlihat meringis nyeri
A: Masalah dapat teratasi
P: Intervensi dihentikan
Gangguan mobilitas fisik berhubungan S: Pasien berkata bahwa ia sudah bisa
dengan deformitas dan nyeri saat jalan-jalan dengan kruk.
mobilisasi. O: Tekanan darah 120/80 mmHg
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan S: Pasien mengatakan makanan saya
tubuh b.d kegagalan untuk mencerna pagi ini sudah saya habiskan, Sus.
atau ketidak mampuan mencerna O: Adanya peningkatan berat badan
makanan /absorpsi nutrient yang A: Masalah teratasi sebagian
diperlukan untuk pembentukan sel P: Intervensi dilanjutkan
darah merah
Ansietas berhubungan dengan S: Pasien mengatakan Saya sudah
kurangnya pengetahuan tentang tidak merasa cemas dengan penyakit
penyakit ini.
O: Pasien terlihat tenang
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
Gangguan bodi image berhubungan S: Pasien mengatakan saya sudah
dengan deformitas dan perubahan dapat menerima kondisi saya saat
bentuk tubuh. ini.
O: Pasien mulai nampak percaya diri
dengan kondisi saat ini.
A: Masalah teratasi sebagian

17
P: Intervensi dilanjutkan

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dislokasi sendi atau luksasio adalah tergesernya permukaan tulang yang membentuk
persendian terhadap tulang lain (Sjamsuhidajat, 2011). Dislokasi terjadi saat ligamen
rnamberikan jalan sedemikian rupa sehingga tulang berpindah dari posisinya yang normal
didalam sendi. Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital
18
yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan stabilitas sendi. Dari
adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari patologik karena
adanya penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dislokasi mengakibatkan
timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah, perubahan panjang
ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi.
Dislokasi dapat direposisi tanpa anastesi, misalnya pada sendi bahu atau siku. Reposisi dapat
diadakan dengan gerakan atau perasat yang barlawanan dengan gaya trauma dan kontraksi
atau tonus otot. Reposisi tidak boleh dilakukan dengan kekuatan karena bisa mengakibatkan
patah tulang. Untuk mengendurkan kontraksi dan spasme otot perlu diberikan anastesi
setempat atau umum.

5.2 Saran
Pengetahuan seorang perawat tentang konsep dasar sebuah penyakit dapat membantu
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Seorang perawat yang telah mampu
menguasai konsep dasar penyakit maka kemungkinan akan lebih mudah dalam melaksanakan
asuhan keperawatannya. Selain mempermudah perawat atau dalam menyusun asuhan
keperawatan, memahami konsep dasar sebuah penyakit juga dapat membantu perawat dalam
memberikan edukasi kepada pasien. Dalam hal ini perawat dapat membantu memberikan
pengetahuan kesehatan tentang dislokasi sendi pada pasien. Sehingga pasien dapat melakukan
pencegahan dini terhadap kemungkinan munculnya penyakit dislokasi sendi ini.

19
DAFTAR PUSTAKA

Baughman C. Diane (2000). Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit Buku Kedokteran ECG, Jakarta.
Brashers, Valentina L. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan & Manajemen, Ed. 2. Alih bahasa
oleh Kuncara. Jakarta: EGC.
Brooker, Chris. 2009. Ensiklopedia Keperawatan. Alih bahasa oleh Hartono, dkk. Jakarta: EGC.
Brunner, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 3. EGC : Jakarta
Corwin Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta.
Doengoes, Mariliynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan.
EGC : Jakarta.
Mansjoer Arif, dkk (2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi III jilid II. Penerbit Buku Aesculapius
Fakultas Kedokteran VI, Jakarta
Sloanne Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. EGC: Jakarta

20

Vous aimerez peut-être aussi