Vous êtes sur la page 1sur 22

AMPUTASI

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Amputasi adalah hilangnya sebagian alat gerak yang menyebabkan ketidakmampuan
seseorang untuk melakukan aktivitas dalam derajat yang bervariasi, tergantung dari bagianmana
alat gerak yang hilang, usia, dan penanganan operasi (untuk kasus kehilangan alat gerak yang
disebabkan amputasi). Kehilangan alat gerak tersebut dapat disebabkan berbagai hal,seperti
penyakit, faktor cacat bawaan lahir, ataupun kecelakaan. Operasi pengangkatan alatgerak pada
tubuh manusia ini diebut dengan amputasi. Menurut Crenshaw, dalam Vitriana(2002), amputasi
pada alat gerak bawah mencapai 85%-90% dari seluruh amputasi, dimana amputasi bawah lutut
(transtibial amputation) merupakan jenis operasi amputasi yang paling sering dilakukan. Angka
kejadian amputasi yang pasti di indonesia saat ini tidak diketahui, tapi menurut Vitriana (2002)
di Amerika Serikat terjadi 43.000 kasus per tahun dari jumlah penduduk 280.562.489 jiwa atau
sekitar 0,02%, sedangkan dalam Raichle et al. (2009) disebutkan bahwa terjadi kasus amputasi
sekitar 158.000per tahun dari jumlah penduduk 307.212.123 atau sekitar 0,05%. Dengan
demikian dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kasus amputasi di Amerika Serikat, baik
secara jumlah, maupun secara persentase dari jumlah penduduk

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa definisi dari Amputasi
1.2.2 Apa saja etiologi dari Amputasi
1.2.3 Bagaimana pathofisiologi dari Amputasi
1.2.4 Apa saja manifestasi klinis dari Amputasi
1.2.5 Apa saja komplikasi dari Amputasi
1.2.6 Apa saja pemeriksaan penunjang pada Amputasi
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan pada Amputasi
1.2.8 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Amputasi
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menambah pengetahuan seputar penyakit Amputasi serta asuhan keperawatan yang
dilakukan oleh perawat pada pasien Amputasi
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Amputasi
2. Untuk mengetahui gejala-gajala yang timbul pada penderita Amputasi
3. Untuk mengetahui apa saja penyebab Amputasi
4. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Amputasi
1.4 Manfaat
a. Mahasiswa akan lebih mengetahui tentang Amputasi
b. Lebih mengerti tentang penatalaksanaan terhadap klien dengan Amputasi
c. Lebih memahami tentang penerapan asuhan keperawatan Amputasi
BAB 2
AMPUTASI

2.1 Pengertian Amputasi


Amputasi berasal dari bahasa latin yaitu amputate yang berarti pancung. Dalam ilmu kedokteran
diartikan sebagai membuang sebagian atau seluruh anggota gerak, sesuatu yang menonjol atau
tonjolan alat (organ) tubuh (Soelarto Reksoprodjo, 1995 : 581)
Amputasi adalah perlakuan yang mengakibatkan cacat menetap (Syamsuhidayat, 1997 :1282 )
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa amputasi adalah perlakuan
berupa penghilangan seluruh atau sebagian ekstremitas atau sesuatu yang menonjol yang
mengakibatkan cacat menetap

2.2 Etiologi
2.2.1 Penyebab amputasi adalah kelainan ekstremitas yang disebabkan oleh penyakit DM, Gangren,
cedera, dan tumor ganas.
2.2.2 Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi :
a. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
b. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
c. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
d. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
e. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
f. Deformitas organ.
2.3 Patofisiologi
Amputasi terjadi karena kelainan extremitas yang disebabkan penyakit pembuluh darah,
cedera dan tumor oleh karena penyebab di atas, Amputasi harus dilakukan karena dapat
mengancam jiwa manusia. Adapun pengaruhnya meliputi :
a. Kecepatan metabolism

Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi
simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan
metabolisme basal.

b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari anabolisme,
maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan
intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan
oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan
kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat
pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.

c. Sistem respirasi

1. Penurunan kapasitas paru

Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif
kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.

2. Perubahan perfusi setempat

Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi dengan
perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena
latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.

3. Mekanisme batuk tidak efektif

Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi mukus
cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.

d. Sistem Kardiovaskuler

1. Peningkatan denyut nadi


Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme pada
keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.

2. Penurunan cardiac reserve

Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu pengisian
diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.

3. Orthostatik Hipotensi

Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana arteriol dan venula
tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga
darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah
darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah
menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan
pingsan.

b. Sistem Muskuloskeletal

1. Penurunan kekuatan otot

Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2 dan nutrisi
sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan
terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.

2. Atropi otot

Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi persarafan.
Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.

3. Kontraktur sendi

Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan gerak.

4. Osteoporosis

Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan
anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.

f. Sistem Pencernaan

1. Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar
pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang
menyebabkan menurunnya nafsu makan.

2. Konstipasi

Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus menjadi
kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan
orang sulit buang air besar.

g. Sistem perkemihan

Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam keadaan
sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi dan pelvis renal banyak menahan
urine sehingga dapat menyebabkan :
- Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.

- Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan dapat
menyebabkan ISK.

h. Sistem integumen

Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan tertekan
sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini
dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan
dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.
(WOC TERLAMPIR)
2.4 Manifestasi Klinis
a. Kehilangan anggota gerak (ektremitas atas atau bawah)
b. Nyeri pada bagian yang diamputasi yang berasal dari neuroma ujung saraf yang dekat dengan
permukaan.
c. Edema yang apabila tidak ditangani menyebabkan hiperplasia varikosa dengankeronitis.
d. Dermatitis pada tempat tekanan ditemukan kista (epidermal atau aterom)
e. Busitis (terbentuk bursa tekanan antara penonjolan tulang dan kulit)
f. Bila kebersihan kulit diabaikan terjadi folikulitis dan furunkulitis.
g. Sedih dan harga diri rendah (self esteem) dan diikuti proses kehilangan
2.5 Jenis- jenis Amputasi
2.5.1 Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
a. Amputasi selektif/terencana. Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan
mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan
sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir.
c. Amputasi akibat trauma. Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak
direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta
memperbaiki kondisi umum klien.
d. Amputasi darurat. Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya
merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang
multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
2.5.2 Jenis amputasi yang dikenal adalah :
a. Amputasi terbuka. Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana
pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama. Amputasi terbuka dilakukan pada luka
yang kotor, seperti luka perang atau infeksi berat antara lain gangrene, dibuat sayatan dikulit
secara sirkuler sedangkan otot dipotong sedikit proximal dari sayatan kulit dan digergaji sedikit
proximal dari otot.
b. Amputasi tertutup. Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan
dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5
sentimeter dibawah potongan otot dan tulang. Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka
kegiatan selanjutnya meliputi perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga
kekuatan otot/mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk
penggunaan protese ( mungkin ). Amputasi tertutup dibuat flap kulit yang direncanakan luas dan
bentuknya secara teliti untuk memperoleh kulit penutup ujung putung yang baik dengan lokasi
bekas pembedahan
2.6 Tingkatan Amputasi
a. Estremitas atas. Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal
ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan aktivitas
yang lainnya yang melibatkan tangan. Ekstremitas atas, terdiri dari : telapak, pergelangan tangan,
lengan bawah, siku dan lengan atas.
b. Ekstremitas bawah. Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari
jari-jari kaki yang menimbulkan penurunan seminimal mungkin kemampuannya. Ekstremitas
bawah terdiri dari : jari kaki dan kaki, proksimal sendi pergelangan kaki, tungkai bawah, tungkai
atas, sendi panggul, lutut, hemipeivektomi. Adapun amputasi yang sering terjadi pada
ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak amputasi yaitu :
1. Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu
amputasi pada nonischemic limb dan inschemic limb.
2. Amputasi diatas lutut Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien
dengan penyakit vaskuler perifer.
c. Nekrosis. Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak berhasil
dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.
d. Kontraktur. Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta
melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi terlalu lama
diistirahatkan atau tidak di gerakkan.
e. Neuroma. Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehinggamelengket
dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf lebih proximal dari
stump sehingga tertanam di dalam otot.
f. Phantom sensation. Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya
ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan, stimulasi
terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.
2.7 Komplikasi
Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi dan kerusakan kulit. Perdarahan dapat
terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat menjadi masif. Infeksi dapat terjadi
pada semua pembedahan dengan peredaran darah yang buruk atau adanya kontaminasi serta
dapat terjadi kerusakan kulit akibat penyembuhan luka yang buruk dan iritasi penggunaan
protesis.
2.8 Penatalaksanaan Amputasi
Tujuan utama pembedahan adalah mencapai penyembuhan luka amputasi
dan menghasilkan sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang sehat . pada
lansia mungkin mengalami kelembatan penyembuhan luka karena nutrisi yang buruk dan
masalah kesehatan lainnya. Percepatan penyembuhan dapat dilakukan dengan penanganan yang
lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa tungkai dengan balutan kompres lunak
(rigid) dan menggunakan teknik aseptik dalam perawatan luka untuk menghindari infeksi.
2.8.1. Balutan rigid tertutup
Balutan rigid adalah balutan yang menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu
dikamar operasi. Pada waktu memasang balutan ini harus direncanakan apakah penderita harus
imobilisasi atau tidak dan pemasangan dilengkapi tempat memasang ekstensi prosthesis
sementara (pylon) dan kaki buatan. Balutan ini sering digunakan untuk mendapatkan kompresi
yang merata, menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri dan mencegah kontraktur.
Kaoskaki steril dipasang pada sisi steril dan bantalan dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa
tungkai (punting) kemudian dibalut dengan gips elastic yang ketika mengeras akan memberikan
tekanan yang merata. Hati-hati jangan sampai menjerat pembuluh darah. Gips diganti sekitar 10-
14 hari. Bila terjadi peningkatan suhu tubuh, nyeri berat atau gips mulai longgar harus segara
diganti.
2.8.2. Balutan lunak
Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila diperlukan inspeksi
berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat dibalutkan pada
balutan. Hematoma puntung dikontrol dengan alat drainase luka untuk meminimalkan infeksi.
2.8.3 Amputasi bertahap
Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi. Pertama-tama dilakukan
amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan sepsis. Luka didebridemen
dan dibiarkan mengering. Jika dalam beberapa hari infeksi telah terkontrol dank lien telah stabil,
dilakukan amputasi definitife dengan penutupan kulit.
2.8.4 Protesis
Kadang diberikan pada hari pertama pasca bedah sehingga latihan segera dapat dimulai.
Keuntungan menggunakan protesis sementara adalah membiasakan klien menggunakan protesis
sedini mungkin. Kadang protesis darurat baru diberikan setelah satu minggu luka sembuh. Pada
amputasi, untuk penyakit pembuluh darah proteis sementara diberikan setelah 4 minggu. Protesis
ini bertujuan untuk mengganti bagian ekstremitas yang hilang. Artinya defek system
musculoskeletal harus diatasi, temasuk defek faal. Pada ekstremitas bawah, tujuan protesis ini
sebagian besar dapat dicapai. Sebaliknya untuk ekstremitas atas tujuan itu sulit dicapai, bahkan
dengan tangan miolektrik canggih yang bekerja atas sinyal miolektrik dari otot biseps dan
triseps.
2.9 Management Keperawatan
Kegiatan keperawatan yang dilakukan
pada klien dapat dibagi dalam tiga
tahap yaitu pada tahap preoperatif,
tahap intraoperatif, dan pada tahap post
operatif.
a. Pre Operatif . Pada tahap praoperatif,
tindakan keperawatan lebih ditekankan
pada upaya untuk mempersiapkan
kondisi fisik dan psikolgis klien dalam menghadapi kegiatan operasi. Pada tahap ini, perawat
melakukan pengkajian yang berkaitan dengan kondisi fisik,khususnya yang berkaitan erat
dengan kesiapan tubuh untuk menjalani operasi.
b. Intra Operatif. Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi terbaik
klien. Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah untuk menciptakan
kondisi opyimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan. Perawat berperan untuk tetap
mempertahankan kondisi hidrasi cairan, pemasukan oksigen yang adekuat dan mempertahankan
kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri selama operasi dan dimasa pemulihan kesadaran.
Khusus untuktindakan perawatan luka, perawat membuat catatan tentang prosedur operasi yang
dilakukan dan kondisi luka, posisi jahitan dan pemasangan drainage. Hal ini berguna untuk
perawatan luka selanjutnya dimasa postoperatif
c. Post Operatif. Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan tanda-
tanda vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas bawah diatas lutut merupakan
tindakan yang mengancam jiwa. Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien
belum sadar secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas, mempertahankan
oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi dan
mencegah injuri. Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi adanya
perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau terlalu ketat. Selang
drainase benar-benar tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh clot darah. Awal
masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan secara umum yaitu
menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi optimum klien. Perawat
bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien, khususnya yang dapat
menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan klien. Berikutnya fokus perawatan lebih
ditekankan pada peningkatan kemampuan klien untuk membentuk pola hidup yang baru serta
mempercepat penyembuhan luka. Tindakan keperawatan yang lain adalah mengatasi adanya
nyeri yang dapat timbul pada klien seperti nyeri Panthom Limb dimana klien merasakan seolah-
olah nyeri terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat amputasi. Kondisi ini dapat
menimbulkan adanya depresi pada klien karena membuat klien seolah-olah merasa tidak sehat
akal karena merasakan nyeri pada daerah yang sudah hilang. Dalam masalah ini perawat harus
membantu klien mengidentifikasi nyeri dan menyatakan bahwa apa yang dirasakan oleh klien
benar adanya.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Riwayat Kesehatan.

Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat


mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus, penyakit
jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga mengkaji riwayat penggunaan
rokok dan obat-obatan.

3.1.1 Pengkajian Fisik

Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien secara
utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan amputasi merupakan
tindakan terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebaik mungkin manakala
merupakan trauma/ tindakan darurat.
Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :
SISTEM TUBUH KEGIATAN
Integumen : Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat
Kulit secara umum. hidrasi.
Lokasi amputasi Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut
atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan
progesif. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi
terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus
return.
Sistem Cardiovaskuler : Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan
Cardiac reserve pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator
Pembuluh darah fungsi jantung.
Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian
terhadap elastisitas pembuluh darah.
Sistem Respirasi Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai
adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.
Sistem Urinari Mengkaji jumlah urine 24 jam.
Menkaji adanya perubahan warna, BJ urine.
Cairan dan elektrolit Mengkaji tingkat hidrasi.
Memonitor intake dan output cairan.
Sistem Neurologis Mengkaji tingkat kesadaran klien.
Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik
dan sensorik daerah yang akan diamputasi.
Sistem Mukuloskeletal Mengkaji kemampuan otot kontralateral.
3.1.2 Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual
Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada kondisi psikologis (
respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi kecemasan pada klien melalui penilaian
klien terhadap amputasi yang akan dilakukan, penerimaan klien pada amputasi dan dampak
amputasi terhadap gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri. Disamping
itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi terhadap nyeri yang mungkin
timbul.
Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan memperhatikan tingkat
persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal diri klien dengan meninjau persepsi klien
terhadap perilaku yang telah dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang dibuat oleh
klien sendiri, pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan penampilan peran dan
gangguan identitas.
Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama dan bersama-
sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan koping konstruktif.
Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya gangguan fungsi
jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien setelah klien benar-benar siap untuk
menjalani operasi amputasi itu sendiri. Kesadaran yang penuh pada diri klien untuk berusaha
berbuat yang terbaik bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan bagi perawat untuk
melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat pre operatif.
3.2 Diagnosa Keperawatan
3.2.1. Pre Operasi
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan cedera fisik/jaringan dan trauma saraf.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan fungsi otot dan pergerakan akibat
gangren.
c. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kegiatan perioperatif.
d. Berduka yang antisipasi (anticipated griefing) berhubungan dengan kehilangan akibat amputasi.
3.2.2. Post Operasi
a. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan insisi bedah sekunder terhadap amputasi.
b. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah
arteri/ vena
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan/anoreksia.
d. Resiko kerusakan Integritas kulit b.d adanya dekubitus akibat tirah baring lama.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot akibat tirah baring lama post
amputasi.
f. Kurang perawatan diri : makan, mandi, berpakaian, berdandan berhubungan dengan kehilangan
bagian tubuh
g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan hilangnya salah satu anggota badan akibat amputasi..
3.3 Intervensi Keperawatan
3.3.1. Pre Operasi
No. Analisa Data Diagnosa NOC NIC
keperawatan
1. Ds: Pasien Nyeri (akut) Setelah dilakukan Mandiri
1. Catat lokasi,
mengatakan berhubungan asuhan keperawatan
frekwensi dan
nyeri pada daerah dengan cedera selama 3x24 jam
intensitas nyeri
luka. fisik/jaringan dan pasien dapat
(skala 0-10). Amati
Do: trauma saraf. mentoleransi nyeri
perubahan
- Wajah meringis dan nyeri berkurang.
karakteristik nyeri,
- nadi: 120x/mnt Dengan kriteria hasil:
misalnya kebas dan
- RR: 25x/mnt -Px. Tampak rileks
kesemutan.
TD: Nadi: 60-100x/mnt
2. Tinggikan bagian
170/90mmHg RR:16-24x/mnt
yang sakit dengan
TD:120/80mmHg
meninggikan
Skala nyeri berkurang tempat tidur atau
0-2. bantal guling
sebagai penyangga.
3. Tingkatkan
kenyamanan klien
(rubah posisi
sesering mungkin,
dan beri pijatan
punggung). Dotong
penggunaan teknik
manajemen stres
(napas dalam,
visualisasi).
4. Berikan pijatan
lembut pada sisa
tungkai (puntung)
sesuai toleransi bila
balutan telah
dilepas.
5. Kolaborasi dalam
pemberian
analgetik

2. Data Subjetif: Kecemasan Setelah dilakukan1. Memberikan


- pasien sering berhubungan tindakan keperawatan bantuan secara fisik
menanyakan dengan kurang selama 3 jam pasien dan psikologis,
tentang prosedur pengetahuan mampu mengontrol memberikan
tindakan yang tentang kegiatan tingkat ansietasnya dukungan moral.
akan dilakukan. perioperatif. serta mampu2. Menerangkan
Data Objektif: mengkomunikasikan prosedur operasi
- nadi: 120x/mnt perasaan negatifnya dengan sebaik-
- RR: 25x/mnt dengan tepat. Dengan baiknya.
- TD: KH: 3. Mengatur waktu
170/90mmHg Nadi: 60-100x/mnt khusus dengan
- Tampak bingung RR:16-24x/mnt klien untuk
TD:120/80mmHg berdiskusi tentang
Pasien tampak rileks kecemasan klien.
4. Bina hubungan
saling percaya
dengan pasien dan
keluarga pasien.
5. Kolaborasi: beri
obat untuk
mengurangi
ansietas sesuai
kebutuhan
3. Ds: - Berduka Setelah dilakukan1. Anjurkan klien
Do: wajah pasien yang antisipasi asuhan keperawatan untuk
tampak murung. (anticipated selama 1x24 jam mengekspresikan
Pasien tidak griefing) klien mampu perasaan tentang
ingin melihat berhubungan mendemontrasikan dampak
tubuh yang telah dengan kehilangan kesadaran akan pembedahan pada
di amputasi. akibat amputasi. dampak pembedahan gaya hidup.
pada citra diri dengan2. Berikan informasi
KH: yang adekuat dan
Pasien menyadaridan rasional tentang
menerima kondisi alasan pemilihan
tubuhnya saat ini, tindakan pemilihan
pasien tampak amputasi.
tenang. 3. Beri informasi
bahwa amputasi
merupakan
tindakan untuk
memperbaiki
kondisi klien dan
merupakan langkah
awal untuk
menghindari
ketidakmampuan
atau kondisi yang
lebih parah.
4. Fasilitasi untuk
bertemu dengan
orang dengan
amputasi yang telah
berhasil dalam
penerimaan
terhadap situasi
amputasi.

3.3.2. Post Operasi


No. Analisa Data Diagnosa NOC NIC
keperawatan
1. Ds: Pasien Gangguan rasa Setelah 1. Evaluasi nyeri :
mengatakan nyeri nyaman: Nyeri dilakukanasuhan berasal dari sensasi
pada bagian tubuh berhubungan dengan keperawatan selama panthom limb atau
yang diamputasi. insisi bedah 3x24 jam pasien dari luka insisi. Bila
Do: sekunder terhadap dapat mentoleransi terjadi nyeri
- Wajah meringis amputasi. nyeri dan nyeri panthom limb
- nadi: 120x/mnt berkurang. Dengan2. Ajarkan klien
- RR: 25x/mnt kriteria hasil: memberikan
- TD: -Px. Tampak rileks tekanan lembut
170/90mmHg Nadi: 60-100x/mnt dengan
RR:16-24x/mnt menempatkan
TD:120/80mmHg puntung pada
Skala nyeri handuk dan
berkurang 0-2. menarik handuk
dengan berlahan.
3. Ajarkan teknik
distraksi relaksasi
untuk
menanggulangi
nyeri.
4. Beri analgesic
( kolaboratif )
2. Ds: - Resiko tinggi Setelah dilakukan
1. Pantau tanda vital,
Do: perubahan perfusi asuhan keperawatan palpasi nadi perifer,
- Terdapat sianosis jaringan perifer selama 1x24 jam perhatikan kekuatan
- Suhu Ekstremitas berhubungan dengan menunjukkan perfusi dan kesamaan.
dingin penurunan aliran jaringan yang baik
2. Lakukan
- Denyut proksimal darah arteri/ vena dengan kriteria hasil: pengkajian
dan perifer distal - Sianosis (-) neurovascular
lemah - Suhu ekstermitas periodic misalnya
- N: 50x/mnt hangat sensasi, gerakan,
- Warna kulit pucat - Denyut proksimal nadi, warna kulit
dan perifer distal dan suhu.
kuat 3. Inspeksi
- N: 60-100x/mnt balutan/drainase,
- Warna kulit normal. perhatikan jumlah
dan karakteristik
balutan.
4. Berikan tekanan
langsung pada sisi
perdarahan, bila
terjadi perdarahan
segera hubungi
dokter.
5. Evaluasi tungkai
bawah yang tidak
dioperasi dari
adanya inflamasi
6. Kolaborasi
Berikan cairan
IV/darah sesuai
order
Gunakan kaoskaki
antiembolitik untuk
kaki yang tidak
dioperasi.
Pantau pemeriksaan
laboratorium :
- Hb/Ht
- Pt/APTT.

3. Ds: pasien Perubahan nutrisi Setelah dilakukan1. Berikan informasi


mengatakan kurang dari asuhan keperawatan tentang kebutuhan
adanya sensasi kebutuhan tubuh b.d selama 3x24 jam nutrisi dan
rasa pahit di penurunan nafsu kebutuhan nutrisi bagaimana cara
lidahnya makan/anoreksia. pasien terpenuhi memenuhinya
Do: dengan kriteria hasil: 2. Berikan asupan
-adanya sisa -rasa pahit di lidah(-) makanan dalam
makanan di piring -sisa makanan (-) porsi sedikit tapi
pasien -Bising Usus (-) sering
-Bising usus -Konjungtiva dan3. Beri asupan
hiperaktif mukosa berwarna makanan tinggi
-konjungtiva dan merahmuda kalori tinggi protein
mukosa pucat -annoreksia(-) 4. Kolaborasi dengan
Menolak untuk ahli gizi dalam
makan menentukan
kebutuhan nutrisi
pasien untuk
memenuhi
kebutuhan nutrisi
pasien.
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami amputasi merupakan bentuk asuhan
kompleks yang melibatkan aspek biologis, spiritual dan sosial dalam proporsi yang cukup besar
ke seluruh aspek tersebut perlu benar-benar diperhatikan sebaik-baiknya.
Tindakan amputasi merupakan bentuk operasi dengan resiko yang cukup besar bagi klien
sehingga asuhan keperawatan perioperatif harus benar-benar adekuat untuk memcapai tingkat
homeostatis maksimal tubuh. Manajemen keperawatan harus benar-benar ditegagkkan untuk
membantu klien mencapai tingkat optimal dalam menghadapi perubahan fisik dan psikologis
akibat amputasi
4.2 Saran
Sehat merupakan sebuah keadaan yang sangat berharga, sebab dengan kondisi fisik yang
sehat seseorang mampu menjalankan aktifitas sehari-harinya tanpa mengalami hambatan. Maka
menjaga kesehatan seluruh organ yang berada didalam tubuh menjadi sangat penting mengingat
betapa berpengaruhnya sistem organ tersebut terhadap kelangsungan hidup serta aktifitas
seseorang.
DAFTAR PUSTAKA
Engram, Barbara ( 1999 ), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, edisi Indonesia, EGC:
Jakarta.
Wilkinson, Judith.M. 2006. Buku saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan Kriteria
Hasil NOC. Edisi 7. EGC: Jakarta
Anton (online http://studikeperawatan.blogspot.com/2011/08/asuhan-keperawatan-askep-amputasi.html
diakses tanggal 17 November 2012, pukul 19.00)
Saskia ( online http://id.scribd.com/doc/93523943/makalah-amputasi diakses tanggal 18 November
2012, pukul 09.00)
Irvanzaky (online http://irvanzaky.blogspot.com/2012/05/amputasi.html diakses tanggal 18
November 2012, pukul 11.00)
Icha (online http://x-asuhankeperawatan.blogspot.com/2012/07/asuhan-keperawatan-dengan-
amputasi_19.html diakses tanggal 18 November 2012,pukul 15.30)

Vous aimerez peut-être aussi