Vous êtes sur la page 1sur 13

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA TULANG BELAKANG


Untuk memenuhi Tugas Surgical di Ruang 13 RSSA

Disusun oleh :

Arinda Rizky Febyantari


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2017

1. DEFINISI
Medula spinalis (spinal cord) merupakan bagian susunan saraf pusat yang terletak
didalam kanalis vetralis dan menjulur dari fenomena magnum ke bagian atas region
lumbalis. Trauma pada medula spinalis dapat bervariasi dari trauma ektensi fiksasi
ringan yang terjadi akibat benturan secara mendadak sampai yang menyebabkan
transeksi lengkap dari medula spinalis dengan quadriplegia (Fransiska, 2008)

Trauma pada tulang belakang adalah cedera yang mengenai servikalis, vertebralis,
dan lumbalis akubat dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang. Chairudin
Rasjad (1998) menegaskan bahwa semua trauma tulang belakang harus dianggap
suatu trauma yang hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama dan transportasi ke
rumah sakit penderita harus diperlakukan secara hati-hati. Trauma pada tulang
belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang belakang, yaitu ligamen dan
diskus, tulang belakang, dan sumsum tulang belakang (Arif, 2008).

2. ETIOLOGI
1. Kecelakaan di jalan raya
2. Olahraga
3. Menyelam pada air yang dangkal.
4. Luka tembak atau luka tikam
5. Jatuh dari pohon atau bangunan
6. Kecelakaan industri
7. Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis slompai, yang seperti spondiliosis servikal
dengan mielopati, yang menghasilkan saluran sempit dan mengakibatkan cedera progresif terhadap
medulla spinalis dan akar mielitis akibat proses inflamasi infeksi maupun non
infeksi osteoporosis yang disebabkan oleh fraktur kompresi pada vertebra, singmelia, tumor
infiltrasi maupun kompresi, dan penyakit vascular.

2
3. KLASIFIKASI
1. stabil
a. Fleksi
Cedera fleksi akibat fraktura kompresi baji dari vertebra torakolumbal umum
ditemukan dan stabil. Kerusakan neurologik tidak lazim ditemukan. Cedera ini menimbulkan
rasa sakit, dan penatalaksanaannya terdiri atas perawatan di rumah sakit selama beberapa hari
istorahat total di tempat tidur dan observasi terhadap paralitik ileus sekunder terhadap
keterlibatan ganglia simpatik.
b. Fleksi ke Lateral dan Ekstensi
Cedera ini jarang ditemukan pada daerah torakolumbal. Cedera ini stabil, dan defisit
neurologik jarang. Terapi untuk kenyamanan pasien (analgetik dan korset) adalah
semua yang dibutuhkan.
c. Kompresi Vertikal
Tenaga aksial mengakibatkan kompresi aksial dari 2 jenis : (1) protrusi diskus ke
dalam lempeng akhir vertebral, (2) fraktura ledakan. Yang pertama terjadi pada
pasien muda dengan protrusi nukleus melalui lempeng akhir vertebra ke dalam
tulang berpori yang lunak. Ini merupakan fraktura yang stabil, dan defisit neurologik
tidak terjadi. Meskipun fraktura ledakan agak stabil, keterl ibatan neurologik dapat
terjadi karena masuknya fragmen ke dalam kanalis spinalis.
2. Tidak stabil
Fraktur mempengaruhi kemampuan untuk menggeser lebih jauh. Hal ini disebabkan
oleh adanya elemen rotasi terhadap cedera fleksi atau ekstensi yang cukup untuk
merobek ligamen longitudinal posterior serta merusak keutuhan arkus neural, baik
akibat fraktur pada fedekel dan lamina, maupun oleh dilokasi sendi apofiseal.

3
PATOFISIOLOGi
Trauma mengenai tulang belakang

Cedera kolumna vetebralis,


Cedera medulla spinalis

Kerusakan jalur sipatetik desending Perdarahan mikroskopik Blok saraf parasimpatis

Kehilangan Terputus Reaksi peradangan Kelumpuhan otot pernapasan


kontrol jaringan
tonus saraf medula
vasomotor spinalis Syok Edema Reaksi Iskemia dan
persyarafan spinal pembengkaka anestetik hipoksemia
simpatis ke n
jantung
Respons Penekanan Ileus paralitik, Gangguan pola
Paralisis dan nyeri saraf dan gangguan fungsi napas
paraplegi hebat pembuluh rektum, dan
Reflek spinal dan akut darah kandung kemih
hipoventilasi

Aktivasi sistem Hambatan Penurunan Gangguan


nyeri perfusi
saraf simpatis mobilitas fisik eliminasi urin Gagal napas
jaringan

Kontriksi kematian
pembuluh darah
5. MANIFESTASI KLINIS
Kelemahan fisik Penuruna
Disfungsi persepsi
- umum
Neuron Motor Atas spasial dan n tingkat koma

Risiko infark pada o Spastisitas otot, kemungkinankehilangan


kontraktursensori kesadaran
miokard o Atrofi otot kecil atau tidak terjadi atrofi Risiko trauma
(cedera)
o Hiperefleksia
o Perubahan
Kerusakan di atas tingkat otak akan mengenai bagian tubuh yang berlawanan
Penekanan jaringan Kemampuan batuk Defisit persepsi -gangguan
- Neuron Motor Bawah
setempat menurun, kurang perawatan sensorik psikologis
o Flaksiditas otot diri
mobilitas fisik
o Atrofi otot -perubahan proses
keluarga
dekubitus o Kehilangan tonus otot -koping individu
Asupan nutrisi
o Risiko
Hiporefleksia atau arefleksia tidak efektif Kecemasan klien
tidak adekuat
o ketidakbersihan
Fasikulasi dan keluarga
-risiko
Risiko terhadap bersihan jalan nafas
kerusakan ketidakpatuhan -risiko penurunan
terhadap pelaksanaan
integritas kulit Ketidakseimbangan
4
penatalaksanaan ibadah spiritual
nutrisi
o Perubahan otot akan terjadi pada otot yang mendapat persarafan oleh saraf
tersebut biasanya otot pada bagian yang sama dengan lesi
- Nyeri konstan dan tumpul serta bertambah berat yang menjalar ke arah lateral dan
bergerak ( fleksi ) atau bila ada kompresi dada ( bersin, memeluk erat-erat ). Bila
disertai nyeri pada perkusi tulang belakang yang terkena
- Kelemahan : khusunya pada otot yang letaknya proksimal dari tungkai dalam pola
upper motor neuron ( neuron motorik atas ), walaupun distribusi pasti hilangnya
kekuatan otot tergantung pada lokasi kompresi. Reflek tendon profunda meningkat
dan respons plantar adalah ekstensor .
- Sensori menurun / parestesia : asenden sampai atau tepat dibawah dermatom
setinggi persarafan yang mengalami kompresi
- Ataksia : hilangnya propiosepsi ( kolumna posterior )
- Parestesi distal ekstremitas dan arefleksia
- Neuropati inflamatorik progresif yang menyerupai polineuropati, dimielinisasi
inflamatori kronis
- Motorik :
o Kerusakan UMN yang mengenai kedua kaki ( parestesia spastik ) atau jika
parah terkena keempat anggota gerak ( tetraparesis spastik ). Lesi pada
medula spinalis servikalis juga dapat menyebabkan paraparesis spastik yang
bersamaan dengan campuran gambaran LMN dan UMN pada anggora gerak
atas, karena kerusakan simultan pada medula spinalis dan radiks saraf pada
leher.
- Sensorik
o Sensasi kutaneus di bawah lesi terganggu

- Otonom
o Gangguan kandung kemih :
Urgensi dan frekuensi berkemih
Retensi Urin, inkontinensia dan kontipasi: gejala dari disfungsi
otonom.
o Mengeluh kontipasi
o Disfungsi seksual terutama impotensi dan ereksi

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Setiap klien dengan trauma tulang belakang harus mendapat pemeriksaan secara
lengkap , meliputi :

5
1. Anamnesa
Anamnesa yang baik mengenai jenis trauma, apakah jatuh dari ketinggian,
kecelakaan lalu lintas, atau olahraga
Diperhatikan adanya tanda-tanda trauma dan abrasi kepala bagian depan
yang mungkin disebabkan karena trauma hiperekstensi
2. Pemeriksaan Tulang Belakang
Dilakukan secara hati-hati dengan memeriksa mulai dari vertebra servikal
sampai vertebra lumbal dengan meraba bagian-bagian vertebra, ligamen,
serta jaringan lunak lainnya
3. Pemeriksaan Neurologis
Pada setiap trauma tulang belakang harus dilakukan pemeriksaan yang teliti
terhadap trauma yang mungkin menyertainya seperti trauma pada kepala,
toraks, rongga perut serta panggul
4. Pemeriksaan Foto Rontgen Thorax
Mengetahui keadaan paru
5. Pemeriksaan CT Scan Vertebra
Untuk melihat fragmentasi, pergeseran fraktur dalam kanal spinal
Untuk menentukan tempat luka
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan jaringan lunak, struktur tulang, dan
kanalis spinalis dalam potongan aksial
6. Pemeriksaan CT Scan dengan mielografi
7. Foto Polos Vertebra
Merupakan langkah awal untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang
melibatkan medulla spinalis, kolumna vertebralis dan jaringan di sekitarnya.
8. MRI Vertebra
MRI dapat memperlihatkan seluruh struktur internal medulla spinallis dalam
sekali pemeriksaan
Untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal
9. Sinar X Spinal
Menentukan lokasi dan jenis cedera tulang ( Fraktur atau dislokasi )
10. Analisa Gas Darah
Menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi

7. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul akibat trauma tulang belakang yaitu :

6
- Retensi urine, retensi urine atau perubahan kontrol kandung kemih terjadi akibat otak
tidak dapat mengontrol kandung kemih akibat cedera susmsum tulang belakang.
- Sensasi Kulit, cedera yangkehilangan sebagian atau semua kulit menyebabkan
berkurangnya sensasi kulit tertentu yang mengirimkan pesan ke otak untuk rangsang
panas atau dingin.
- Komplikasi kardiovaskuler atau respiratorik, pada sistem pernapasan akibat dari
cedera tulang belakang kemungkinan komplikasi yang ditumbulkan seperti resiko
pnemoni atau masalah paru lainnya
- Depresi, akibat dari cedera tulang belakang hidup dengan rasa sakit yang
berkepanjangan dan beberapa orang mengalami depresi.

8. PENATALAKSANAAN
1. Tiga fokus utama penanganan awal pasien cedera medula spinalis yaitu : 1.
Mempertahankan usaha bernafas, 2. Mencegah syok dan 3. Imobilisasi leher (neck
collar dan long spine board). Selain itu, fokus selanjutnya adalah mempertahankan
tekanan darah dan pernapasan, stabilisasi leher, mencegah komplikasi ( retensi urin
atau alvi, komplikasi kardiovaskuler atau respiratorik, dan trombosis vena-vena
profunda).
Terapi Utama :
- Farmakologi : Metilprednisolon 30 mg / kg bolus selama 15 menit, lalu 45 menit
setelah pemberian bolus pertama, lanjutkan dengan infus 5,4 mg/kg/jam selama 23
jam.
- Imobilisasi :
o Pemakaian kollar leher, bantal pasir atau kantung IV untuk mempertahankan agar
leher stabil, dan menggunakan papan punggung bila memindahkan pasien
o Traksi skeletal untuk fraktur servikal, yang meliputi penggunaan Crutchfield, Vinke,
atau tong Gardner Wellsbrace pada tengkorak
o Tirah baring total dan pakaian brace halo untuk pasien dengan fraktur servikal
ringan.
- Bedah : Untuk mengeluarkan fragmen tulang, benda asing, reparasi hernia diskus
atau fraktur vertebrata yang mungkin menekan medula spinalis; juga diperlukan
untuk menstabilisasi vertebrata untuk mencegah nyeri kronis.
2. Kortikosteroid dosis tinggi bisa mengurangi gejala
3. Radioterapi untuk mengurangi ukuran tumor adalah terapi pilihan dan bisa
mengurangi nyeri. Tenaga bisa membaik, namun perbaikan paraplegia hanya terjadi
pada 10-15%. Lapang radiasi mencangkup dua ruas tulang belakang di tiap tepi
lokasi kompresi ( lokasi rekurensi tersering )

7
4. Pembedahan memiliki morbiditas dan mortalitas yang signifikan, namun berperan
pada kasus dengan instabilitas spinalis, adanya perkembangan defisit neurologis
selama radioterapi, kompresi pada area yang pernah diradiasi ( medula spinalis
pernah menerima dosis radiasi maksimal yang bisa ditolerir ) atau penyakit yang
radioresisten
5. Kemoterapi : kemoterapi sitoktoksik adalah terapi pilihan pada anak-anak dengan
tumor yang kemosensitif, dan sebagai terapi tambahan selain radioterapi pada orang
dewasa dengan penyakit kemosensitif. Terapi endokrin bisa membantu pada kanker
prostat dan kanker payudara
6. Fisioterapi sangat penting dalam memaksimalkan pulihnya fungsi neurologis
7. Tindakan tindakan untuk mengurangi pembengkakan pada medulla spinalis dengan
menggunakan glukokortikoid steroid intravena.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


PENGKAJIAN
1. Anamnesa
a. Data Demografi
Nama, Umur, Alamat
b. Keluhan Utama
Kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas
Nyeri Tekan otot
Hiperparestesi tepat di atas daerah trauma
Mengalami deformitas pada daerah trauma
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Adanya riwayat trauma yang mengenai tulang belakang akibat kecelakaan
lalu lintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan industri, kecelakaan lain seperti
jatuh dari pohon atau bangunan, luka tusuk, atau luka tembak
Pengkajian yang didapat yaitu hilangnya sensibilitas, paralisis ( dimulai dari
paralisis layu disertai hilangnya sensiblitas yang total dan
melemah/menghilangnya reflex profunda
Ileus paralitik
Retensi urin
Hilangnya reflex-reflex
d. Riwayat Penyakit Terdahulu
Adanya riwayat hipertensi
Riwayat cedera tulang belakang sebelumnya

8
DM
Penyakit Jantung
Anemia
Penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif dan
konsumsi alkohol berlebihan
e. Riwayat Keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan
DM
f. Pengkajian Psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respon
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta rspon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
Apakah ada dampak yang timbul pada klien yang timbul seperti ketakutan
atau kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah ( gangguan body
image )
Adanya perubahan berupa paralisis anggota gerak bawah memberikan
manifestasi yang berbeda pada setiap klien yang mengalami cedera tulang
belakang
Cedera tulang belakang memerlukan biaya untuk pemeriksaan, pengobatan
dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya
ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi serta pikiran klien dan keluarga
Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan
dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Pada cedera tulang belakang umumnya tidak mengalami penurunan
kesadaran
Adanya perubahan pada tanda-tanda vital meliputi brakikardi dan hipotensi
b. B1 ( Breathing )
Inspeksi Umum
o Klien batuk
o Peningkatan produksi sputum
o Sesak nafas
o Penggunaan otot bantu nafas

9
o Peningkatan frekuensi pernafasan
o Terdapat retraksi interkostalis
o Pengembangan paru tidak simetris
o Ekspansi dada : dinilai penuh/tidak penuh dan kesimetrisannya.
Ketidaksimetrisan mungkin menunjukkan adanya atelektasis, lesi
pada paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga dan
pneumotoraks. Pada observasi ekspansi dada juga dinilai :
retraksi dari otot-otot interkostal, subsernal, pernafasan abdomen,
dan respirasi paradoks. Pola nafas ini dapat terjadi jika otot-otot
interkostal tidak mampu menggerakkan dinding dada akibat
adanya blok saraf parasimpatis

Palpasi
o Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan
didapatkan apabila melibatkan trauma pada rongga thorax
Perkusi
o Adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan
trauma pada torax/hemotoraks
Auskultasi
o Bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronki, pada
klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk
yang menurun yang sering didapatkan pada klien cedera tulang
belakang dengan penurunan tingkat kesadaran koma
c. B2 ( Blood )
Syok hipovolemik
TD menurun
Nadi brakikardi
Berdebar-debar
Pusing saat melakukan perubahan posisi
Brakikardi ekstremitas dingin atau pucat
d. B3 ( Brain )
Pengkajian Tingkat Kesadaran
o Letargi
o Stupor
o Semikomatosa

10
o Koma
Pengkajian Fungsi Serebral
o Status mental : observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya
bicara, ekspresi wajah dan aktifitas motorik klien. Pada klien yang
telah lama menderita cedera tulang belakang biasanya status
mental klien mengalami perubahan
e. B5 ( Bowel )
Ileus paralitik ( hilangnya bising usus, kembung, dan defekasi tidak ada )
Pemeriksaan reflek bulbokavernosa didapatkan positif
Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan asupan nutrisi yang
kurang
Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya lesi
pada mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukkan adanya dehidrasi
f. B6 ( Bone )
Disfungsi motorik ( kelemahan dan kelumpuhan pada seluruh ekstremitas
bawah )
Kaji warna kulit : warna kebiruan
Adanya kesulitan untuk beraktifitas karena kelemahan, kehilangan sensori
dan mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktifitas dan istirahat

Sedangkan menurut sember lain dari (Carpenito (2000), Doenges at al


(2000)) pengkajiannya adalah sebagai berikut:

a. Aktifitas dan istirahat : kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal
b. Sirkulasi : berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi,
hipotensi, brakikardi, ekstremitas dingin atau pucat
c. Eliminasi : inkontensia defekasi dan berkemih, retensi urin, distensi perut,
peristaltik hilang
d. Intgritas ego : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas,
gelisah dan menarik diri
e. Pola makan : mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang
f. Pola kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam melakukan ADL
g. Neurosensori : kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki paralisis
flasid, hilangnya sensasin dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek, perubahan
reaksi pupil
h. Kenyamanan : nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma dan
mengalami deformitas pada daerah trauma

11
i. Pernafasan : nafas pendek, ada ronki, pucat, sianosis
j. Keamanan : suhu yang naik turun

2.2.2 PRIORITAS DIAGNOSA


1. Pola Napas Tidak Efektif
2. Ketidakefektifan Perfusi jaringan Perifer
3. Hambatan Mobilitas Fisik

DAFTAR PUSTAKA

- Batticaca, Fansisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
- Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
- Mayo Clinic Staff (2014). Spinal Cord Injury (online).
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/spinal-
cordinjury/basics/complications/con-20023837. (5 mei 2015).
- Dewantoro, George dkk. 2007. Panduan Praktis Diagnosis & Tata laksana penyakit
saraf. Jakarta : EGC

12
- Standar perawatan pasien; proses keperawatan, diagnosis, dan evaluasi / Susan
Martin Tucker... ( et al ) ; alih bahasa, Yasmin Asih ... ( et al ) ; editor, Monica Ester.-
Ed. 5 Jakarta : EGC, 1998
- Panduan praktis diagnosis & tata laksana penyakit saraf / penulis, George Dewanto
... ( et al. ). Jakarta : EGC, 2009.
- Ginsberg, Lionel. 2008. Neurologi. Jakarta : Penerbit Erlangga
- Susan , Martin Tucker ( 1998 ). Standar Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
- Muttaqin Arif ( 2008 ). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika

13

Vous aimerez peut-être aussi