Vous êtes sur la page 1sur 20

LAPORAN KEGIATAN

LAPORAN PORTOFOLIO

ASMA BRONKHIALE

Disusun oleh:

dr. SITI EVA MUSTAFIAH

Pembimbing :

dr. DEWI K.

dr. SYLVIA M.

INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RSUD LAWANG MALANG


HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Portofolio

Topik : Asma Bronkhiale

Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter internship sekaligus
sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia di
RSUD LAWANG MALANG

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal Juni 2015

Mengetahui,
Dokter Internsip, Dokter Pendamping

dr. Siti Eva Mustafiah dr. Dewi K dan dr. Sylvia M

i
BORANG PORTOFOLIO

Nama Peserta : dr. Siti Eva Mustafiah


Nama Wahana : RSUD LAWANG MALANG
Topik : Asma Bronkhiale
Tanggal (kasus) : 5 Februari 2015
Nama Pasien : Ny. T No. RM : 046622
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Dewi dan dr. Sylvia
Tempat Presentasi : RSUD LAWANG MALANG
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari SMRS, sesak
dipengaruhi oleh cuaca, memberat ketika malam hari sampai terbangun. Saat sesak
pertama kali, pasien langsung berobat ke dokter, diberi obat dan diasap. Keluhan
berangsur-angsur menghilang. Namun, keluhan berulang. Saat datang di IGD, pasien
sesak sampai tidak dapat berbicara utuh satu kalimat dalam satu nafas. Sesak
dirasakan memberat 2 jam SMRS. Sesak disertai batuk dengan dahak kental
berwarna putih, demam (-). Penurunan berat badan (-), penurunan nafsu makan (-).
BAK dan BAB tidak ada keluhan.

Tujuan : Menganalisa etiologi timbulnya manifestasi klinis pada pasien.


Menentukan diagnosa yang tepat sehingga mendapatkan penanganan tepat pula.
Memberikan edukasi tentang penyakit pada pasien dan keluarga.
Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas : Diskusi Presentasi dan Diskusi E-mail Pos
Ny. T / 32 tahun / Masuk RS
Data Pasien : No. Registrasi : 046622
tanggal 5 Februari 2015
Nama Klinik : - Telp : - Terdaftar sejak :-
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
Asma Bronkhiale
Sesak nafas dirasakan pengaruh dari cuaca, memberat ketika malam hari sampai
terbangun
Bicara tidak utuh satu kalimat dalam satu nafas
Batuk dengan dahak putih kental
Riw. sakit serupa (+) berulang kali, sejak usia 15 tahun
Riw. berobat (+) di dokter, berkurang, tetapi jika keluhan menghilang dan obat habis,
tidak kontrol lagi
Riw. alergi (+) makanan laut
TD : 130/80; RR: 34x/menit; N: 96x/menit; t: 36,50C
Wheezing (+/+)

2. Riwayat Pengobatan :
Pasien pernah mengalami keluhan ini sebelumnya, berulang kali sejak usia 15 tahun. Pasien
pernah berobat, keluhan berkurang dan obat habis tidak kontrol.

3. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
Sebelumnya pasien berulang kali sakit seperti ini, keluhan terakhir muncul sekitar 2 minggu
yang lalu, minum Neonaphacyn, berkurang. Pasien sering sesak jika cuaca dingin. Pasien
berobat ke dokter, diberi obat, diasap dan merasa enakan, kemudian jarang kontrol. Pasien
kontrol apabia timbul keluhan yang sama seperti sebelumnya. Pasien juga memiliki alergi
terhadap makanan laut.

4. Riwayat Keluarga : R. HT dan DM : disangkal


R. Asma : (+) ibu
R. Alergi : disangkal

5. Riwayat Pekerjaan : pasien adalah wiraswasta


6. Lain-lain :
Tanda Vital
Keadaan umum : lemah, tampak sesak
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 130/80
Nadi : 96x/menit
Frekuensi Nafas : 34x/menit
Suhu : 36,5C
Pemeriksaan Fisik
Kepala Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah rontok (-), luka (-)
Mata Mata cekung (-/-), konjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), perdarahan
subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter (3 mm/3 mm), reflek
cahaya (+/+), edema palpebra (-/-), strabismus (-/-)
Telinga Membran timpani intak, sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri
tekan tragus (-)
Hidung Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), fungsi penghidu baik
Mulut Sianosis (-), gusi berdarah (-), bibir kering (-), pucat (-)
Leher JVP R+2 cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran limfonodi cervical (-), leher kaku (-), distensi vena-vena leher
(-)
Thorax Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada kanan = kiri, retraksi
intercostal (-), spider nevi (-), sela iga melebar (-), pembesaran KGB axilla
(-/-)
Jantung :
Inspeksi Iktus kordis tidak tampak
Palpasi Iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi Batas jantung kanan atas : SIC II linea sternalis dextra
Batas jantung kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dekstra
Batas jantung kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah : SIC IV 2 cm medial linea medioklavicularis
sinistra
konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi HR : 96 kali/menit reguler. Bunyi jantung I-II murni, intensitas normal,
reguler, bising (-), gallop (-).

Pulmo :
Inspeksi Normochest, simetris, sela iga melebar (-), iga mendatar (-).
Pengembangan dada kanan = kiri, sela iga melebar, retraksi intercostal (-)
Palpasi Simetris, Pergerakan dada kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi Sonor / Sonor
Auskultasi RR : 20 x/menit, suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan wheezing (+/
+), ronchi basah kasar (+/+)min, ronchi basah halus basal paru (-/-),
krepitasi (-/-)

Punggung kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-),


Abdomen :
Inspeksi Dinding perut sejajar dari dinding thorak, distended (-), venektasi (-),
sikatrik (-), stria (-), caput medusae (-)
Auscultasi Peristaltik (+) normal
Perkusi Timpani, pekak alih (-)
Palpasi dinding perut supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Genitourinaria Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-)
Ekstremitas Akral dingin Odem

_ _ _ _

_ _ _ _

Pemeriksaan Laboratorium Darah

05/02/2014 Satuan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 13,8 g/dl
Hematokrit 38,4
Eritrosit 4,1 106/l
Leukosit 9,7 103/l
Trombosit 283 103/l
KIMIA KLINIK
Ureum 20 mg/dL
Kreatinin 0,9 mg/dL
GDS 115 mg/dL

Daftar Pustaka :
1. BKPM Semarang. 2009. Mengenal Penyakit Asma Bronkial. Semarang : BKPM
2. Bleecker, E.R. 2004. Similarities and Differences In Asthma and COPD (The Dutch
Hypothesis), Chest Journal Vol 126:93S-95S)
3. Daniati, K.S Soewarta. 2004. Patogenesis Asma Diagnosis dan Klasifikasi Asma Bronkial.
UJ Jurnal, Jakarta : 1-12
4. Surajanto, Eddy. Diagnosis dan Klasifikasi Asma. Dalam temu ilmiah respirologi. 2001. Lab
Paru Fakultas UNS/SMF Paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Solo: 1-16
5. GINA. 2009. Global Initiative For Asthma: Global Strategy for Asthma Management and
Prevention. www.gina.org. Diakses 9 Maret 2014

Hasil Pembelajaran :
Asma Bronkhiale
1. Definisi
Merupakan gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang
menimbulkan gejala episodic berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat, dan
batuk-batuk terutama pada malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan
obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi, dan sering kali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan.

2. Faktor Resiko
Resiko terjadinya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host) dan faktor
lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetic yang mempengaruhi untuk
berkembangnya asma, yaitu genetic asma, alergik (atopi), hiperaktivitas bronkus, jenis
kelamin, dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan /
predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan
atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu
alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernafasan (virus), diet,
status sosialekonomi dan besarnya keluarga. Interaksi faktor genetik / pejamu dengan
lingkungan dipikirkan melalui kemungkinan:
Pajanan lingkungan hanya meningkatkan resiko asma pada individu dengan genetik asma.
Baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan resiko penyakit asma.
- Faktor Pejamu
Asma adalah penyakit yang diturunkan telah terbukti dari berbagai penelitian. Predisposisi
genetik untuk berkembangnya asma memberikan bakat / kecenderungan untuk terjadinya
asma, dikaitkan dengan ukuran subjektif (gejala) dan objektif (hiperaktivitas bronkus,
kadar IgE serum) dan atau keduanya. Karena kompleksnya gambaran klinis asma, maka
dasar genetic asma dipelajari dan diteliti melalui fenotip-fenotip perantara yang dapat
diukur secara objektif seperti hiperaktivitas bronkus, alergik / atopi, walau disadari kondisi
tersebut tidak khusus untuk asma. Banyak gen terlibat dalam patogenesis asma, dan
beberapa kromosom telah diidentifikasikan berpotensi menimbulkan asma, antara lain
CD28, IGPB5, CCR4, CD22, IL9R, NOS1, reseptor agonis beta2, GSTP1; dan gen-gen
yang terlibat dalam menimbulkan asma dan atopi yaitu IRF2, IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-13,
CSF2 GRL1, ADRB2, CD14, HLAD, TNFA, TCRG, IL-6, TCRB, TMOD, dan
sebagainya.
- Genetik mengontrol respon imun
Gen-gen yang berlokasi pada kompleks HLA (Human leucocyte antigen) mempunyai cirri
dalam memberikan respons imun terhadap aeroallergen. Kompleks gen HLA berlokasi
pada kromosom 6p dan terdiri atas gen kelas I,II, dan III dan lainnya seperti gen TNF-.
Banyak studi populasi mengamati hubungan antara respon IgE terhadap alergen spesifik
dan gen HLA kelas II dan reseptor sel T, didapatkan hubungan kuat antara HLA alel
DRB1*15 dengan respon terhadap alergen Amb av.
- Genetik mengontrol sitokin proinflamasi
Kromosom 11,12,13 memiliki berbagai gen yang penting dalam berkembangnya atopi dan
asma. Fenotip alergik dikaitkan dengan kromosom 11, kromosom 12 mengandung gen
yang mengkode IFN-, mast cell growth factor, insulin-like growth factor, dan nitric oxide
synthase. Studi berkesinambungan menunjukkan ada ikatan positif antara petanda-petanda
pada lokus 12q, asma dan IgE, demikian pula kromosom 14 dan 19.
- Faktor lingkungan
Alergen dan sensitisasi bahan lingkungan kerja dipertimbangkan adalah penyebab utama
asma, dengan pengertian faktor lingkungan tersebut pada awalnya mensensitisasi jalan
nafas dan mempertahankan kondisi asma tetap aktif dengan mencetuskan serangan asma
atau meyebabkan menetapnya gejala.

3. Patogenesis
Asma merupakan inflamasi kronik saluran nafas. Berbagai sel inflamasi berperan
terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil, dan sel epitel. Faktor
lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi
saluran nafas pada penderita asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada
asma intermiten maupun asma persisten. Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk
asma seperti asma alergik, asma nonalergik, asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin.
Ada 2 jenis inflamasi yaitu:
a. Akut
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain allergen, virus,
iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe
cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat.
- Reaksi Asma Tipe Cepat : Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast
dan terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan
preformed mediator seperti histamine, protease, dan newly generated mediator seperti
leukotrin, prostaglandin, dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus,
sekresi mucus dan vasodilatasi.
- Reaksi Fase Lambat : Reaksi ini dapat timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen
dan melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil, dan
makrofag.
b. Kronik
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut ialah limfosit T,
eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos bronkus.

4. Diagnosis dan Klasifikasi


Studi epidemiologi menunjukkan asma underdiagnosed di seluruh dunia disebabkan
berbagai hal, antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya penyakit yang
bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga penderita tidak merasa perlu ke
dokter. Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk,
sesak nafas, mengi, rasa berat di dada, dan variability yang berkaitan dengan cuaca.
Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan
jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibility kelainan faal paru, akan lebih
meningkatkan nilai diagnostik.
Riwayat penyakit/gejala:
Bersifat episodik, sering kali reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
Gejala berupa batuk, sesak nafas, rasa berat di dada, dan berdahak.
Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari.
Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu.
Respon terhadap pemberian bronkodilator.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit:
Riwayat keluarga (atopi).
Riwayat alergi/ atopi.
Penyakit lain yang memberatkan.
Perkembangan penyakit dan pengobatan.
Gejala asma dapat bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat
normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi pada
auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada
pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Pada keadaan
serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema, dan hipersekresi dapat menyumbat
saluran napas; maka sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume paru yang lebih
besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja penapasan
dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi, dan hiperinflasi.
Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Walaupun
demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sanat berat, tetapi
biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi,
dan penggunaan otot bantu napas.
Diagnosis banding asma pada dewasa antara lain penyakit paru obstruksi kronik,
bronkitis kronik, gagal jantung kongestif, batuk kronik akibat lain-lain, disfungsi larings,
obstruksi mekanis, emboli paru. Diagnosis banding asma pada anak adalah benda asing di
saluran napas, laringotrakeomalasia, pembesaran kelenjar limfe, tumor, stenosis trakea,
bronkiolitis.
Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal Paru
I. Intermitten Bulanan APE 80%

- gejala <1x/minggu 2x sebulan - VEP1 80% nilai


prediksi
- APE 80% nilai terbaik
- tanpa gejala di luar - variabiliti APE < 20%
serangan

- serangan singkat

II. Persisten Ringan Mingguan APE > 80%

- gejala >1x/minggu, - VEP1 80% nilai


>2x sebulan
tetapi < 1x/hari prediksi
APE 80% nilai terbaik
- serangan dapat - variabiliti APE 20-30%
mengganggu aktivitas
dan tidur

III. Persisten Sedang Harian APE 60-80%

- gejala setiap hari - VEP1 60 - 80% nilai


>1x/minggu
prediksi
APE 60 - 80% nilai
terbaik
-serangan mengganggu Variabiliti APE > 30%
aktivitas dan tidur

-membutuhkan
bronkodilator setiap hari

IV. Persisten Berat Kontinyu APE 60%

- gejala terus menerus VEP1 60% nilai prediksi


Sering
APE 60% nilai terbaik
- sering kambuh Variabiliti APE > 30%

-aktivitas fisik terbatas

5. Pemeriksaan Penunjang
Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi mengenai asmanya,
demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai dispnea dan mengi; sehingga
dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain untuk menyamakan persepsi
dokter dan penderita, dan parameter objektif menilai berat asma.
Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai obstruksi jalan napas, reversibiliti
kelainan faal paru, dan variabiliti faal paru sebagi penilaian tidak langsung hiperesponsif
jalan napas. Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah
diterima secara luas (standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan
arus puncak respirasi (APE).
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma adalah mengetahui obstruksi
jalan napas dari nilai rasio VEP1/KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi. Selanjutnya
spirometri dapat menilai reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 15% secara spontan, atau
setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral
10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu. Spirometri juga
dapat untuk menilai derajat asma.
Manfaat mengukur arus puncak respirasi (APE) adalah menilai reversibiliti, yaitu
perbaikan nilai APE 15% setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau
bronkodilator oral 10-14 hari, atau respon terapi kotikosteroid (inhalasi/oral, 2 minggu).
Selain itu dapat untuk menilai variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan
variabiliti APE harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat digunakan menilai derajat
berat penyakit.
Selain itu, status kontrol asma seseorang dapat diketahui dengan menggunakan Asthma
Control Test (ACT). ACT adalah sebuah tes sederhana berbentuk kuisioner yang dapat
membantu penyandang asma mengevaluasi asma telah terkontrol dengan baik. Berikut
adalah tabel ACT:
6. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup


agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-
hari.
a. Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditas dan mortalitas. Edukasi tidak
hanya untuk pasien dan keluarganya, tetapi juga pemegang keputusan kesehatan, profesi
kesehatan, dan masyarakat luas. Tujuan dari seluruh edukasi adalah membantu agara
penderita dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma.
Edukasi harus dilakukan terus- menerus, pada prinsipnya edukasi diberikan pada:
1. Kunjungan awal (I)
2. Kunjungan kemudian (II) yaitu 1-2 minggu dari kunjungan pertama
3. Kunjungan berikut (III)
4. Kunjungan-kunjungan berikutnya
Edukasi sebaiknya dilakukan dengan alat peraga lengkap, dengan materi edukasi
bisa mengenai cara dan waktu penggunaan obat, menghindari pencetus, mengenali efek
samping obat dan fungsi kontrol teratur pada pengobatan asma.
b. Penilaian dan Pemantauan Secara Berkala
Pemantauan tanda dan gejala asma sebaiknya meliputi 3 hal berikut ini:
1. Gejala asma sehari-hari (mengi, batuk, rasa berat di dada dan sesak napas)
2. Asma malam terbangun pada malam hari karena gejala asma
3. Gejala asma pada dini hari tidak menunjukkan perbaikan setelah diberi pengobatan
agonis beta-2 kerja singkat
Pemeriksaan faal paru sangat bermanfaatkan dalam mengindentifikasi dan pelaksanaan
penyakit asma, bisa dilakukan dengan spirometri atau pengukuran Arus Puncak Ekspirasi
(APE) menggunakan peak flow meter.
c. Perencanaan dan Pengobatan Jangka Panjang
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit sehingga disebut asma
terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.
Medikasi asma
1. Pengontrol (Controller)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,
diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan kondisi asma terkontrol
pada asma terkontrol.
Macam-macam obat pengontrol adalah :
a. Glukokortikosteroid inhalasi (Budesonide, Flutikason propionate, Beklometason
dipropionat) : medikasi jangka panjang paling efektif dalam mengontrol asma.
Pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat). Kurva dosis-
respons steroid inhalasi adalah datar, berarti meningkatkan dosis tidak akan
banyak menghasilkan manfaat dalam mengontrol asma, sehingga apabila dengan
dosis inhalasi tidak mencapai asma terkontrol, dianjurkan untuk menambah obat
pengontrol lainnya daripada menambah dosis.
b. Glukokortikosteroid sistemik (Metilpredinisolon, Prednison) : digunakan sebagai
pengontrol dalam kasus asma persisten berat, tetapi pengunaannya terbatas
mengingat resiko sistemik.
c. Kromolin (Kromolin, Nedokromil): sebagai AINS, menghambat pelepasan
mediator inflamasi dari sel mast yang diperantarai IgE, selain itu juga
menghambat saluran kalsium. Diberikan secara inhalasi, sebagai pengontrol pada
asma persisten ringan.
d. Metilxantin (Aminofilin lepas lambat, Teofilin lepas lambat) : bronkodilator yang
juga memiliki efek antiinflamasi. Teofilin juga diberikan sebagai bronkodilator
tambahan pada serangan asma berat.
e. Agonis beta-2 kerja lama ( Salmoterol, Formoterol, Bambuterol, Prokaterol):
mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier,
menurunkan permeabilitas pembuluh darah dan memodulasi pelepasan mediator
dari sel mast. Pemberian secara inhalasi menghasilkan efek bronkodilasi lebih
baik dari preparat oral.
f. Leukotriens modifiers (Zafirlukast): merupakan anti asma terbaru dengan
mekanisme menghambat 5-lipoksigenase sehingga memblok semua sintesis
leukotrien. Efek yang dihasilkan adalah bronkodilator minimal dan menurunkan
bronkokontriksi.
2. Pelega (Reliever)
Prinsip kerjanya adalah pelebaran jalan napas melalui relaksasi jalan napas,
memperbaiki dan atau menghambat bronkokontriksi yang berkaitan dengan gejala
akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan
napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas.
Macam-macam obat pelega adalah :
a. Agonis beta-2 kerja singkat (Salbutamol, Fenoterol, Terbutalin, Prokaterol) :
mempunyai onset kerja yang cepat. Merupakan pilihan terapi pada serangan asma
akut dan pratetapi pada exercise-induced asthma.
b. Metilxantin (Teofilin, Aminofilin): sebagai bronkodilator meski lebih lemah dan
onset lebih lama dari agonis beta-2 kerja singkat.
c. Antikolinergik (Ipratropium bromide) : memblok pelepasan asetilkolin dari saraf
kolinegik pada jalan napas.
d. Glukokortikosteroid sistemik (Metilpredinisolon, Prednison) : Short course
efektif untuk mengontrol asma pada terapi awal, sampai tercapai APE 80%
terbaik atau gejala mereda, umumnya membutuhkan 3-10 hr
e. Adrenalin : pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat.
Pengobatan berdasarkan derajat berat asma
1. Asma intermitten
Pengobatan yang lazim adalah agonis beta-2 kerja singkat bila dibutuhkan. Juga
sebelum exercise pada exercise-induced asthmadengan alternatf kromolin atau
leukotriens modifiers. Bila terjadi serangan obat pilihan adalah agonis beta-2 kerja
singkat inhalasi, agonis beta-2 kerja singkat oral, kombinasi teofilin kerja singkat dan
agonis beta-2 kerja singkat oral atau antikolinergik inhalasi. Bila perlu bronkodilator >
1 minggu selama 3 bulan, sebaiknya diperlakukan sebagai asma persisten ringan.
2. Asma persisten ringan
Membutuhkan obat pengontrol setiap hari sehingga terapi utama adalah antiinflamasi
dengan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah. Terapi lainnya adalah bronkodilator
(agonis beta-2 kerja singkat) tidak lebih 4x per hari. Jika > 4x perhari dipertimbangkan
beratnya asma pada tahap selanjutnya.
3. Asma persisten sedang
Obat idealnya adalah kombinasi inhalasi glukokortikosteroid terbagi dalam 2 dosis
dan agonis beta-2 kerja lama 2x sehari. Terapi lainnya adalah bronkodilator (agonis
beta-2 kerja singkat) inhalasi bila perlu,tidak lebih 4x per hari. Alternatifnya adalah
agonis beta-2 kerja singkat oral atau kombinasi oral teofilin kerja singkat dan agonis
beta-2 kerja singkat.
4. Asma persisten berat
Tujuannya adalah mencapai kondisi terbaik, gejala seringan mungkin, kebutuhan
obat pelega seminimal mungkin, faal paru sebaik mungkin, variabilitas APE seminimal
mungkin sehingga obat pengontrolnya lebih dari satu. Terapi utama adalah inhalasi
glukokortikosteroid dosis tinggi dan agonis beta-2 kerja lama 2x sehari. Alternatifnya
adalah teofilin lepas lambat, agonis beta-2 kerja lama oral dan leukotriens modifiers
sebagai alternatis agonis beta-2 kerja lama.
Pelangi Asma
Adalah sistem monitoring keadaan asma secara mandiri, terdiri dari :
Hijau : - kondisi baik, asma trerkontrol
tidak ada/ gejala minimal
APE 80-100 % nilai prediksi
Pengobatan tergantung berat asma, prinsipnya pengobatan dilanjutkan. Bila tetap
pada hijau minimal 3 bulan, pertimbangkan turunkan terapi
Kuning : - berhati-hati, asma tidak terkontrol, dapat terjadi eksaserbasi
dengan gejala asma (asma malam, hambatan aktivitas, batuk, mengi, dada
terasa berat baik aktivitas maupun istirahat dan/atau APE 60-80 % nilai
prediksi.
Membutuhkan peningkatan dosis terapi atau perubahan medikasi.
Merah : - berbahaya
gejala asma terus menerus
APE <60 % nilai prediksi
Penderita perlu pengobatan segera
RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO
SOAP

1. Subjektif :
3 hari SMRS, pasien merasa sesak nafas (+). Sesak muncul ketika cuaca dingin dan
memberat saat malam hari. Pasien sudah berobat, diasap berkurang.
2 jam SMRS, pasien merasa semakin sesak. Saat datang di IGD, pasien tidak dapat
berbicara utuh satu kalimat dalam satu nafas. Sesak disertai batuk dengan dahak
kental berwarna putih.
Keluhan muncul sejak usia pasien 15 tahun. Pasien pernah berobat, keluhan berkurang dan
obat habis tidak kontrol. Keluhan terakhir muncul 2 bulan SMRS, minum
Neonaphacyn, berkurang.
Pasien memiliki alergi (+) terhadap makanan laut. Ibu pasien juga alergi (+).

2. Objektif :
a. Gejala Klinis
Dispnea, dipengaruhi cuaca dingin, memberat saat malam hari.
Bicara tidak utuh satu kalimat dalam satu nafas
Batuk dengan dahak putih kental
Tidak pernah kontrol, keluhan terakhir muncul 2 minggu SMRS, minum
neonaphacyn, berkurang
Riwayat alergi (+), riwayat alergi pada keluarga (+)

b. Vital Sign
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : compos mentis, tampak sesak
Tekanan Darah : 130/80
Nadi : 96x/menit
Frekuensi Nafas : 34x/menit

c. Pemeriksaan Fisik
1. Wheezing (+/+)
2. Ronchi basah kasar (+/+) minimal

d. Riwayat Pengobatan
Pasien jarang berobat rutin ke dokter/puskesmas, hanya jika merasa sesak, pasien datang
ke dookter/puskesmas, diberi obat dan kemudian tidak kontrol lagi atau memeriksakan diri
ke dokter/ puskesmas/RS.

3. Assesment (penalaran klinis) : Asma merupakan gangguan inflamasi kronik saluran nafas
yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak
nafas, dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama pada malam dan atau dini hari. Pasien
tersebut di atas mengarah pada penyakit asma. Faktor pencetus pada pasien tersebut di atas
adalah faktor cuaca (suhu dingin). Selain itu, riwayat asma yang hilang timbul sejak usia 15
tahun juga menandakan bahwa pasien tersebut memang menderita asma yang hilang timbul
dan tidak terkontrol dengan baik. Asma merupakan penyakit yang diturunkan. Predisposisi
genetik untuk berkembangnya asma memberikan bakat / kecenderungan untuk terjadinya
asma, dikaitkan dengan ukuran subjektif (gejala) dan objektif (hiperaktivitas bronkus, kadar
IgE serum) dan atau keduanya. Oleh karena itu, pada ibu yang menderita asma, akan sangat
mungkin jika anaknya juga akan menderita asma.
Ketika asma timbul 3 hari SMRS, pasien sudah berobat ke dokter, diberi obat, diasap, dan
setelah diasap, pasien merasa enak, keluhan berkurang. Asap yang diberikan kemungkinan
adalah bronkodilator. Hal ini menunjukkan bahwa pasien membaik setelah diberikan
bronkodilator. Hal ini merupakan salah satu ciri penyakit asma.
Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema, dan hipersekresi dapat
menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume paru
yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja
penapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi, dan hiperinflasi.
Karena asma yang diderita pasien muncul segera setelah paparan cuaca/faktor pencetus, maka
asma ini tergolong akut. Pada pasien ini, asma yang muncul sangat menganggu aktivitas, dan
untuk berbicara pasien masih bisa, tetapi mulai sedikit terganggu. Hal ini masuk dalam kriteria
asma sedang. Gejala pada pasien ini muncul >2x/minggu, tetapi tidak setiap hari, dan keluhan
sudah mulai mengganggu aktivitas, gejala pada malam hari muncul beberapa kali. Hal ini,
masuk dalam kriteria asma tidak terkontrol. Jadi, kesimpulan, pasien ini menderita asma akut
sedang tidak terkontrol.

4. Plan :
Diagnosis Kerja : Berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik yang dapat disimpulkan
adalah pasien ini menderita asma akut sedang tidak terkontrol.
Pengobatan :
- Pasang O2 2-3 lpm nasal kanul
- Nebulisasi Ventolin 1fl/8 jam
- Inj. Dexamethason 1amp/8jam
- Aminophilin 2x1tab
- Ambroxol 3x30mg

Pendidikan :
Pasien dan keluarga dijelaskan tentang penyakit dan penanganan yang telah
dilakukan. Edukasi tentang prognosis penyakit (dubia et bonam) kepada keluarga
pasien juga penting dilakukan.

Konsultasi : Dijelaskan perlunya konsultasi dengan spesialis penyakit dalam guna


dilakukan pengelolaan secara menyeluruh.
Rujukan : -

Kegiatan Periode Hasil yang Diharapkan


Terkontrolnya serangan asma,
Guna dilakukan
tidak bertambahnya komplikasi
Rujuk Spesialis penatalaksanaan secara
pada penyakit ini, dan
Penyakit Dalam menyeluruh pada pasien
meminimalisir keluhan yang
tersebut
timbul
Follow up Setiap hari Fungsi paru yang diharapkan
membaik setiap waktu
Nasihat Setiap kali kunjungan Kepatuhan minum obat,
kurangi aktifitas fisik,
menghindari faktor pencetus

Vous aimerez peut-être aussi