Vous êtes sur la page 1sur 5

REFLEKSI KASUS

CKR
FRAKTUR RADIUS ULNA 1/3 DISTAL DEXTRA
KOMPLIT NON-DISPLACED TERTUTUP

DISUSUN OLEH:
Brigita (406152042)
Rachel Callista (406152043)

PEMBIMBING:
dr. Widi Antono, SpB

KEPANITERAAN ILMU BEDAH


RSUD RAA SOEWONDO PATI
PERIODE 13 FEBUARI 2017 22 APRIL 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
RESUME
Sdr. M laki-laki berusia 16 tahun datang ke RSUD RAA Soewondo Pati
dengan keluhan nyeri pada lengan kanan bawah dan tidak bisa digerakan setelah
mengalami kecelakaan lalu lintas sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan
tersebut dirasakan setelah pasien mengalami kecelakaan lalu lintas dengan
mengendarai sepeda motor sejak 1 jam SMRS. Kecelakaan terjadi setelah pasien
meminum-minuman keras hingga membuat pasien mabuk. Keluarga pasien
mengatakan kronologis kejadian yaitu pasien menabrak motor lain disamping kirinya
ketika pasien hendak belok ke kiri, lalu pasien terjatuh ke arah kanan dengan lengan
bawah bagian kanan tertindih dengan stang motor dengan keras. Pasien tidak
menggunakan helm saat kejadian. Pasien sempat pingsan, dan sadar ketika dalam
perjalanan ke rumah sakit. Riwayat kepala terbentur tidak diketahui. Setelah sadar,
pasien mengatakan lengan bawah kanannya sangat sakit dan tidak dapat digerakkan.
Pasien tidak ingat mekanisme kejadian kecelakaan. Setelah kejadian, mual (-),
muntah (-), nyeri kepala (+), pusing (+), keluar cairan dari hidung (-) dan telinga (-).
Riwayat merokok (+), minum alkohol (+).

Saat di IGD, dilakukan rontgen pada lengan kanan pasien. Hasilnya menunjukkan
fraktur radius ulna dextra 1/3 distal, komplit, non-displaced, tertutup. Pasien
disarankan oleh dokter spesialis ortopaedi untuk dilakukan operasi, namun pasien dan
keluarganya menolak dengan alasan tidak memiliki BPJS dan takut akan operasi yang
akan dijalani. Lalu pasien pulang atas permintaan sendiri.

Setelah pasien pulang, orang tua pasien membawa pasien ke tukang urut dan tangan
pasien diolesi dengan daun-daunan yang ditumbuk untuk menyembuhkan penyakit
pasien dan ditutup dengan menggunakan kain yang tidak steril. Setelah diurut, pasien
tidak merasakan adanya perbaikan pada lengan pasien, namun menjadi semakin nyeri
dan bengkak.

Setelah itu, pasien datang kembali ke IGD RSUD RAA Soewondo Pati dengan
keluhan nyeri pada lengan kanan bawah yang semakin parah, tidak bisa digerakan,
gatal disertai pembengkakan yang semakin hebat.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi umum tampak sakit sedang,


kesadaran komposmentis (GCS 15), tanda-tanda vital dalam batas normal

1
(tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 86x/menit, napas 20x/menit reguler, suhu
37,3C). Pupil isokor (+), racoons eye (-), battle sign (-), otorea (-), rinorea (-
), jejas pada kepala, thorax, abdomen (-). Pada pemeriksaan ekstremitas atas regio
antebrachii dextra pada look tak tampak luka terbuka, edema (+), deformitas (-),
eritem (+), feel perabaan hangat (+), nyeri tekan (+), krepitasi (+), move: gerakan
aktif dan pasif terhambat, nyeri bila digerakkan.

Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin tanggal 24 Maret 2017 didapatkan


eritrosit 5,33 x 10^3/L, dan neutrofil 83,2%. Pada pemeriksaan foto rontgen
regio antebrachii dextra AP-L didapatkan fraktur radius ulna dextra 1/3 distal
tertutup, komplit, non-displaced. Sedangkan pada tanggal 28 Maret 2017 hasil
pemeriksaan laboratorium darah rutinnya yakni leukosit 13,4 x 10^3/L,
eritrosit 5,52 x 10^6/L, neutrofil 86,7%, dan eosinofil 6,1%. Pasien dikelola
dengan diagnosis CKR dan fraktur radius ulna dextra 1/3 distal tertutup,
komplit, non-displaced. Tatalaksana pasien meliputi infus RL 20 tpm, injeksi
ceftriaxone 2x1 gram, injeksi ketorolac 3x30 mg, injeksi ranitidin 2x50 mg
dan diedukasi untuk dilakukan operasi elektif reposisi terbuka dan fiksasi interna.

REFLEKSI KASUS
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Trauma yang
menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma
dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh
dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula, pada
keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.

Gejala yang didapatkan dapat berupa: deformitas di daerah yang fraktur:


angulasi, rotasi (pronasi atau supinasi) atau shorthening; nyeri;
pembengkakan. Pemeriksaan fisik harus meliputi evaluasi neurovascular dan
pemeriksaan elbow dan wrist. Dan evaluasi kemungkinan adanya sindrom

2
kompartemen. Tanda-tanda tersebut semuanya ditemukan pada pasien Sdr. M
dan turut didukung dengan hasil pemeriksaan rontgen antebrachii dextra AP-
L yang dilakukan, dimana didapatkan fraktur radius ulna dextra 1/3 distal
tertutup, komplit, non-displaced. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin kedua
didapatkan leukositosis dan eosinofilia dimana hal ini dikarenakan adanya infeksi
dan reaksi alergi yang terjadi karena penanganan yang tidak tepat.

Dari segi medis, tindakan yang seharusnya dilakukan adalah operasi untuk
melakukan reposisi terbuka dan fiksasi interna karena dapat menimbulkan
komplikasi seperti deformitas menetap (cacat seumur hidup) jika tidak segera
ditangani. Selain itu, seharusnya pada pasien ini tidak dilakukan pengurutan maupun
menambahkan ramuan dedaunan pada tangan pasien dikarenakan dapat
memperparah dari kondisi penyakitnya dan dapat menimbulkan penyakit baru seperti
dermatitis iritan akibat iritasi terhadap ramuan tersebut, dimana jika sudah terjadi
dermatitis iritan akan mempermudah terjadinya infeksi yang dapat memperparah
kondisi pasien.

Dari segi pendidikan, orang tua pasien hanya lulusan SD, sehingga kesadaran akan
kesehatan masih sangat kurang, ditunjukkan dengan pasien yang tidak memiliki
BPJS karena kondisi keluarga pasien yang tergolong sehat. Selain itu, pasien dan
keluarganya juga belum mengerti akan pentingnya operasi untuk pemulihan
kesembuhan pasien walau telah diberikan edukasi oleh dokter spesialis orthopaedi.

Dari segi sosial ekonomi, pasien tergolong kurang mampu sehingga tidak memiliki
uang untuk membiayai tindakan operasi yang akan dilakukan, sedangkan pasien juga
tidak memiliki kartu BPJS sehingga menjadi salah satu alasan keluarga pasien
menolak tindakan operasi.

Oleh karena itu pentingnya untuk dilakukan edukasi yang jelas pada pasien maupun
keluarganya mengenai penyakit yang diderita oleh pasien dan tindakan apa yang
boleh dilakukan ataupun yang tidak boleh yang berhubungan dengan penyembuhan
penyakit pasien.

3
REFERENSI
1. Sylvia, A. Price, Patofisiologi, Buku II, Edisi 4, Penerbit EGC, 1995.
2. Dunphy & Botsford (1995), Pemeriksaan Fisik Bedah, Yayasan Essentia
Medica, Jakarta. Dudley (2009), Ilmu Bedah G
3. Dudley (2002), Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi
11, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
4. Carter Michel A., Fraktur dan Dislokasi dalam: Price Sylvia A, WilsonLorraine
McCarty. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 2011. Hal 1365-1371.4.
5. Goh Lesley A., Peh Wilfred C. G., Fraktur-klasifikasi,penyatuan, dankomplikasi dalam
: Corr Peter. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta. 2013. Hal 112-121.5.
6. Rasjad Chairuddin, Struktur dan Fungsi Tulang dalam: Rasjad Chairuddin. Pengantar
Ilmu Bedah Ortopedi. Cetakan keenam. Penerbit PT. Yarsif Watampone. Jakarta.
2012. Hal 6-11.8.

Vous aimerez peut-être aussi