Vous êtes sur la page 1sur 10

Asuhan Keperawatan gangguan Jiwa

Pada Lansia (depresi)

Bagaimana Proses Penuaan Itu Terjadi ???


Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari.
Walaupun proses penuaan benar adanya dan merupakan sesuatu yang
normal, tetapi pada kenyataannya proses ini menjadi beban bagi orang lain
dibadingkan dengan proses lain yang terjadi.
Proses penuaan dapat dilihat dari dua sisi yaitu :
Penuaan primer sendiri yaitu perubahan pada tingkat sel, sehingga
membran sel menjadi kisut dan akibat kurang mampunya membuat protein
maka akan terjadi penurunan imunologi dan mudah terjadi infeksi.
Penuaan sekunder yaitu proses penuaan akibat dari factor lingkungan,
fisik, psikis, dan social.
Secara umum perubahan proses fisiologis proses menua adalah terjadi dalam sel
seperti:
a. Perubahan mikro
Berkurangnya cairan dalam sel, berkuarangnya besar sel, dan
berkurangnya jumlah sel.
b. Perubahan makro
Mengecilnya mandibula
Erosi permukaan sendi-sendi
Osteoporosis,
Atropi otot
Presbyopi
Rambut memutih
Teori Penuaan
Secara garis besar teori penuaan dibagi menjadi :
1. Teori biologi
a. Biological Programming Theory
Teori program biologis merupakan suatu proses sepanjang kehidupan sel
yang terjadi sesuai dengan sel itu sendiri. Teori waktu kehiduan makhluk
b. Wear and Tear Theory
Teori wear and tear ini menyatakan bahwa perubahan struktur dan fungsi
dapat dipercepat oleh perlakuan kejam dan diprlambat oleh perawatan.
2. Teori psikologis
a. Eriksons Stage of Ego Integrity
Teori Erikson tentang perkembangan manusia mengidentifikasi tugas yang
harus dicapai pada setiap tahap kehidupan.
b. Life Review Theory
Pada lansia, melihat kembali kehidupan sebelumnya merupakan proses
yang normal berkaitan dengan pendekatan terhadap kematian.
3. Teori sosiokultural
a. Disengagement Theory
Postulat pada teori ini menyatakan bahwa lansia dan penarikan diri dari
lingkungan sosial merupakan bagian dari proses penuaan yang normal.
b. Activity Theory
Teori aktivitas berpendapat bahwa penuaan harus disertai dengan
keaktifan beraktifitas sebisa mungkin. Teori ini memperlihatkan efek positif dari
Jenis Jenis Gangguan Jiwa Pada Lansia
1. Skizofrenia
Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan
gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi
kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena
menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-budaya.
Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari kelompok
lanjut usia (lansia) (Dep.Kes.1992)
Gangguan skizofrenia sebenarnya dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu :
1. Skizofrenia paranoid (curiga, bermusuhan, garang dsb)
2. Skizofrenia katatonik (seperti patung, tidak mau makan, tidak mau
minum, dsb)
3. Skizofrenia hebefrenik (seperti anak kecil, merengek-rengek,
minta-minta, dsb)
4. Skizofrenia simplek (seperti gelandangan, jalan terus, kluyuran)
5. Skizofrenia Latent (autustik, seperti gembel)
2. Gangguan Jiwa Afektif
Gangguan jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya
gangguan emosi (afektif) sehingga segala perilaku diwarnai oleh
ketergangguan keadan emosi.
A. Gangguan Afektif tipe Depresif
1. Definisi depresi
Dadang Hawari (2001) menyebutkan Depresi adalah gangguan alam
perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang
mendalam dan berkelanjutan sehingga menyebabkan hilangnya kegairahan
hidup.
2. Sedangkan Menurut Stuart dan Sundeen (1998),ada empat sumber dari
depresi yaitu :
1. Kehilangan keterikatan
2. Peristiwa besar dalam kehidupan
3. Peran dan ketegangan peran
4. Perubahan fisiologi
3. . Gambaran Klinis Depresi Pada Usia Lanjut
Mengenali depresi pada usia lanjut memerlukan suatu keterampilan dan
pengalaman, karena manifestasi gejala-gejala depresi klasik :
perasaan sedih
kurang semangat
hilangnya minat/hobi
hilangnya tenaga/energi
tidak bisa tidur
kehilangan rasa sakit/nyeri (Depkes RI, 2001).
Menurut Brodaty, 1991 dalam Depkes RI (2001), gejala yang sering
muncul adalah:
1. Anxietas atau kecemasan
2. Preokupasi gejala fisik
3. Perlambatan motorik
4. Kelelahan
5. Mencela diri sendiri
6. Pikiran bunuh diri dan insomnia
7. Sedangkan gejala depersonalisasi, rasa bersalah, minat seksual
menurun.
Penatalaksaan depresi
Penatalaksanaan depresi pada usia lanjut yang adekuat menggunakan
kombinasi terapi psikologis dan farmakologis disertai pendekatan
multidisiplin yang menyeluruh seperti :
1. Terapi fisik
a. Obat (Farmakologis)
Secara umum semua jenis obat antidepresan sama efektivitasnya.
Pengobatan dimulai dengan dosis separuh dosis dewasa, lalu dinaikkan
perlahan-lahan sampai ada perbaikan gejala.
2. Terapi Psikologik
a. Psikoterapi
Psikoterapi Individu dan kelompok paling efektif dilakukan
bersama-sama dengan pemberian anti depresan
b. Terapi Kognitif
Bertujuan mengubah pola pikir pasien yang selalu negatif (persepsi
diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak mapu, dsb) ke arah pola pikir
yang netral atau yang positif.
c. Terapi Keluarga
problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit
depresi, sehingga dukungan/support terhadap pasien sangat penting.
Proses penuaan mengubah dinamika keluarga, ada perubahan posisi dari
dominasi menjadi dependen pada orang usia lanjut.
d. Penanganan ansietas
teknik yang umum dipakai adalah program relaksasi progresif baik
secara langsung dengan infra struktur (psikolog atau terapis okupasional)
atau melalui tape recorder.

B. Gangguan Afektif tipe Manik


Gangguan ini sering timbul secara bergantian pada pasien yang
mengalami gangguan afektif tipe depresi sehingga terjadi suatu siklus
yang disebut gangguan afektif tipe Manik Depresif. Dalam keadaan
Manik, pasien menunjukkan keadaan
3. Neurosis
Sering sukar untuk mengenali gangguan ini pada lanjut usia
(lansia) karena disangka sebagai gejala ketuaan. Hampir separuhnya
merupakan gangguan yang ada sejak masa mudanya, sedangkan
separuhnya lagi adalah gangguan yang didapatkannya pada masa
memasuki lanjut usia (lansia).
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Identitas : Nama / initial, Usia, Jenis kelamin, Alamat, Informan,
Tanggal pengkajian, RM No.
2. Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa klien merasa dirinya sudah tidak berguna lagi,
tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa.
3. Faktor predisposisi
Menurut Amir N (2005), faktor resiko depresi adalah
a) Jenis kelamin (wanita lebih cepat depresi dibandingkan laki-laki), usia
rata-rata awitan antara 20-40 tahun)
b) Status perkawinan terutama individu yang bercerai atau berpisah,
geografis (penduduk dikota lebih sering depresi daripada penduduk di
desa)
c) Riwayat keluarga yang menderita gangguan depresi (kemungkinan lebih
sering terjadi depresi)
d) Kepribadian : mudah cemas, hipersensitif, dan lebih tergantung orang lain
e) Dukungan sosial yaitu seseorang yang tidak terintegrasi ke dalam
masyarakat
f) Stresor sosial : peristiwa-peristiwa baik akut maupun kronik, tidak bekerja
terutama individu yang tidak mempunyai pekerjaan atau menganggur.

Faktor presipitasi
Stuart dan Sundeen (1998)
1. Kehilangan keterikatan
2. Peristiwa besar dalam kehidupan
3. Peran dan ketegangan peran
4. Perubahan fisiologik

Perilaku
Perubahan tingkah laku yang berhubungan dengan depresi :
1. Mood depresi hampir sepanjang hari
2. Hilang miknat/rasa senang secara nyata dalam aktivitas normal
3. Berat badan menurun atau bertambah
4. Insomnia atau hipersomnia
5. Agitasi atau retardasi psikomotor
6. Kelelahan dan tidak punya tenaga
7. Rasa tidak berharga atau perasaan bersalah berlebihan
8. Sulit berkonsentrasi
9. Pikiran berulang tentang kematian, percobaan/ide bunuh diri.
Activity Daily Life
Pada klien lansia dengan gangguan depresi biasanya akan mengalami
masalah dalam pemenuhan nutrisi, kebutuhan istirahat tidur, kebersihan
diri, hubungan peran, merasa dirinya tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak
ada tujuan hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri

Psikososial
1. Genogram
2. Konsep diri
3. Hubungan sosial

Status mental
Pada klien lansia dengan depresi biasanya memiliki afek tidak sesuai
merasa bersalah dan malu, sikap negatif yang curiga, rendah diri dan
kecemasan berat.
Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakannya
pada orang orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri).
Resiko Isolasi :
Keputusan mencederai diri menarik diri

Resiko
kekambuhan
Perubahan
penampilan Depresi
peran
Regimen terapi
inefektif

Koping individu Koping keluarga


G. Citra tubuh
inefetif inefektif
Diagnosa
1. Isololasi sosial (menarik diri) b.d depresi
2. Resiko perilaku kekerasan b.d depresi
3. Depresi b.d gangguan citra tubuh
4. Depresi b.d koping indidvidu inefektif
5. Resiko kekambuhan b.d regimen terapi inefektif
6. Regimen terapi inefektif b.d koping keluarga inefektif

Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa 1: isolasi sosial (menarik diri) b.d depresi
TUM: Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya
TUK 2: Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
TUK 3: Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Intervensi Rasional
1. Sapa klien dengan ramah baik 1. Kesan pertama pada klien
verbal maupun non verbal sangat menentukan untuk BHSP
2. Perkenalkan diri dengan sopan 2. Kepercayaan klien terhadap
3. Tanyakan nama lengkap klien perawat akan muncul jika klien
dan nama panggilan yang mengenal perawat tersebut.
disukai 3. Perhatian terhadap klien akan
4. Jelaskan tujuan pertemuan membuat klien merasa dihargai.
5. Jujur dan menepati janji 4. Mengurangi rasa takut klien
6. Tunjukkan sikap empati dan terhadap perawat
menerima klien apa adanya 5. Untuk meningkatkan
7. Berikan perhatian kepada klien kepercayaan klien.
dan perhatian kebutuhan dasar 6. Penerimaan akan keadaan klien
klien akan membuat klien merasa
lebih nyaman untuk
mengungkapkan perasaannya
7. Kepedulian terhadap klien akan
meningkatkan kepercayaan
terhadap perawat

Diagnosa 2: Resiko perilaku kekerasan b.d depresi


TUM: Klien tidak menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya
TUK 2: Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
TUK 3: Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol prilaku kekerasan
Intervensi Rasional
1. Sapa klien dengan ramah baik 1. Kesan pertama pada klien
verbal maupun non verbal sangat menentukan untuk
2. Jelaskan tujuan pertemuan BHSP.
3. Jujur dan menepati janji 2. Mengurangi rasa takut klien
4. Tunjukkan sikap empati dan terhadap perawat
menerima klien apa adanya 3. Untuk meningkatkan
5. Berikan perhatian kepada klien kepercayaan klien.
dan perhatian kebutuhan dasar 4. Penerimaan akan keadaan klien
klien akan membuat klien merasa
lebih nyaman untuk
mengungkapkan perasaannya
5. Kepedulian terhadap klien akan
meningkatkan kepercayaan
terhadap perawat

Vous aimerez peut-être aussi