Vous êtes sur la page 1sur 28

REFERAT

MASSA SKROTUM

DISUSUN OLEH :
AULIA RIZKY MEUTIA (030102040)

PEMBIMBING :
dr. A.R Herda, Sp.U

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
PERIODE 19 DESEMBER 2016 25 FEBRUARI 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA 2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayahnya-Nya, peneliti dapat menyelesaikan r
eferat ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan b
esar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan ajaran yang semp
urna dan menjadi anugerah serat rahmat bagi seluruh alam semesta.
Selama pembuatan referat ini peneliti mendapat banyak dukungan dan juga
bantuan dari berbagai pihak maka dari itu peneliti ingin mengucapkan banyak teri
ma kasih kepada orang tua peneliti, dokter pembimbing penyusuan referat dr. A.R
Herda, Sp.U, dan seluruh dokter bagian Ilmu Bedah serta teman-teman kepanitera
an klinik Ilmu Bedah.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini jauh dari sempurn
a, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kriti
k dan saran yang bersifat membangun sangat peneliti harapkan demi kesempurnaa
n referat ini. Akhir kata peneliti memohon maaf atas segala kekurangan yang ada
dalam referat ini.

Karawang, Januari 2017

Aulia Rizky Meutia

(03012040)
BAB I
PENDAHULUAN

Massa skrotum merupakan salah satu dari sekian banyak penyakit di bidan
g urologi. Massa skrotum adalah suatu benjolan atau pembengkakan yang bisa dir
asakan di dalam skrotum (kantung zakar). Massa skrotum juga merupakan kelaina
n dalam isi skrotum, kantong kulit yang menggantung di belakang penis. Skrotum
merupakan kantung fibromuskular yang terbagi menjadi 2 kompartemen. Masing-
masing kantung terdiri dari testis, epididymis, spermatic cord, dan bagian lain yan
g melapisinya. Tiap-tiap struktur dapat dipengaruhi oleh berbagai proses patologik
termasuk diantaranya kelainan kongenital, proses inflamasi, atau neoplasma. Mas
sa skrotum dapat memberikan komplikasi yang fatal berupa infertilitas pada laki-l
aki, sehingga diperlukan tatalaksana yang cepat dan tepat dalam menangani kasus
massa skrotum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.2.1. ANATOMI SISTEM UROGENITALIA LAKI-LAKI


Sistem urogenitalia atau genitourinaria terdiri atas sistem organ reproduksi
dan urinaria. Keduanya dijadikan satu kelompok sistem urogenitalia, karena mere
ka saling berdekatan berasal dari embriologi yang sama, dan menggunakan salura
n yang sama sebagai alat pembuangan, misalkan uretra pada pria.
Sistem urinaria adalah sistem organ yang memproduksi, menyimpan, dan
mengalirkan urine. Pada manusia normal, organ ini terdiri dari ginjal beserta siste
m pelviokalises, ureter, buli-buli, dan uretra. Sistem organ genitalia atau reproduk
si pria terdiri atas testis, epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, kelenjar pros
tat, dan penis. Pada umumnya sistem urogenitalia terletak retroperitoneal dan terli
ndung oleh organ lain yang ada disekitarnya, kecuali testis, epididimis, vas defere
ns, dan uretra.

2.1.2.1.1. SKROTUM
Skrotum adalah sebuah kantung kulit yang terdiri dari dua lapis kulit dan f
asia superfisialis. Fasia superfisialis tidak mengandung jaringan lemak, tetapi pada
fasia superfisialis terdapat selembar otot polos yang tipis, dikenal sebagai tunika d
artos, yang berkontraksi sebagai aksi terhadap dingin dan dengan demikian memp
ersempit luas permukaan kulit. Ke arah ventral fasia superfisialis dilanjutkan menj
adi lapis dalamnya yang berupa selaput pada dinding abdomen ventrolateral, dan k
e arah kaudal dlanjutkan menjadi fasia superfisialis perineum. Dinding skrotum ya
ng tipis memungkinan terpalpasinya ketiga struktur di dalam skrotum yaitu funiku
lus spermatikum, epididimis, dan testis.
Didalam funikulus spermatikus terdapat vas deferens yang dapat diraba ka
rena sebagian besar dinding nya terdiri atas otot, prosesus vaginalis yang mungkin
dapat teraba seperti lapisan sutera pada hernia inguinalis pada anak, pembuluh da
rah arteri dan vena, serta otot kremaster. Funikulus spermatikus dapat diraba karen
a keluar dari anulus inguinalis eksternus, pada palpasi sebaiknya dilakukan secara
bilateral bersamaan untuk membandingkan struktur kiri dan kanan.
Perdarahan pada skrotum terdiri dari arteri dan vena. Arteri untuk skrotum
adalah ramus perinealis dari A. Pudenda Interna, A. Pudenda Eksterna dari A. fem
oralis, dan A. Kremasterika dari A. Epigastrika Inferior. Vena scrotalis mengiringi
ateri-arteri tersebut. Pambuluh limfe ditmapung oleh limfonodi inguinalis superfis
ialis. Persarafan skrotum antara lain sebagai berikut :
Ramus genitalis dari N. genitofemoralis (L1,L2) yang bercanag menjadi
cabang sensoris pada permukaan skrotum ventral dan lateral.
Cabang N. ilioinginalis (L1) juga untuk permukaan skrotum ventral
Ramus perinealis dari N. pudendalis (S2-S4) untuk permukaan skrotum
dorsal.
Ramus perinealis dari N. cutaneous femmoris posterior (S2,S3) untuk
permukaan skrotum kaudal.

2.1.2.1.2. TESTIS
Testis merupakan organ genitalia pria yang pada orang normal berjumlah d
ua buah yang masing-masing terletak di dalam skrotum kanan dan kiri. Testis berb
entuk ovoid dan pada orang dewasa berukuran 4 x 3 x 2,5 cm dengan volume 15
25 ml. Testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat pada testis.
Diluarnya terdapat tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis
, serta tunika dartos. Disekitar testis terdapat otot kremaster sehingga memungkink
an testis dapat digerakan mendekati rongga abdomen untuk mempertahankan temp
eratur testis agar tetap stabil.
Secara hispatologis, testis terdiri atas 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri ata
s tubuli seminiferi di dalam tubulus seminiferous terdapat sel spermatgonua dan se
l Sertoli, sedangkan diantara tubuli seminiferi terdapat sel Leydig. Sel spermatogo
nium pada proses spertmatogenesis menjasi sel spermatozoa. Sel Sertoli berfungsi
memberi makan pada bakal sperna, sedangkan sel Leydig atau disebut sel interstis
ial testis berfungsi dalam menghasilkan hormon testoteron.
Sel spermatozoa yang diproduksi di tubule seminiferous testis disimpan da
n mengalami pematangan atau maturasi di epididimis, Setelah mature (dewasa) sel
spermatozoa bersama-sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens dialurk
an menuju ke ampula vas deferens, sel itu setelah bercampur dengan cairan dari ep
ididimis, vas deferens, vesikula seminalsi, serta cairan prostat membentuk cairan s
emen atau mani.
Testis mendapatkan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu (1) arteri sper
matika intera yang merupakan cabang dari aorta (2) arteri deferesialis cabang dari
arteri vesikalis inferio, dan (3) arteri kremasterika yang merupakan cabang arteri e
pigastrika, pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleks
us Pampiniformis. Pleksus ini ada beberapa orang mengakami dilatasi dan dikenal
sebagau varikokel.

2.1.2.1.3. EPIDIDIMIS
Epididimis adalah organ yang berbentuk seperti sosis terdiri atas kaput, ko
rpus, dan kauda epididimis. Korpus epididimis dihubungkan dengan testis melalui
duktuli eferentes. Vaskularisasi epididimis berasal dari arteri testikularis dan arter
i deferensialis. Di sebelah kaudal epididimis berhubungan dengan vasa deferens.
Sel spermatozoa setelah diproduski di dalam testis dialirkan ke epididimis.
Di sini spermatozoa mengalami maturasi sehingga menjadi motil (dapat bergerak)
dan disimpan di dalam kauda epididimis sebelum dialirkan ke vas deferens.

2.1.2.1.4. VAS DEFERENS


Vas deferens merupakan organ berbentuk tabung kecil dan panjangnya 30
35 cm, bermula dari kauda epididimis dan berakhir pada duktus ejakulatorius di
uretra posterior. Duktus deferens dibagi menjadi lima bagian, yaitu: pars tunika va
ginalis, pars skrotalis, pars inguinalis, pars pelvikum, dan pars ampularis. Pada vas
ektomi, pars skrotalis merupakan bagian yang dipotong dan diligasi. Duktus ini ter
diri atas otot polos yang mendapat persarafan dari sistem simpatetik sehingga dapa
t berkontraksi untuk menyalurkan sperma dari epididimis ke uretra posterior.

2.1.2.1.5. VESIKULA SEMINALIS


Vesikula seminalis terletak di dasar buli-buli dan di sebelah kranial dari ke
lenjar prostat. Panjangnya kurang lebih 6 cm berbentuk sakula-sakula. Vesikula se
minalis menghasilkan cairan yang merupakan bagian dari semen. Cairan ini dianta
ranya adalah fruktosa, berfungsi dalam memberi nutrisi pada sperma. Bersama-sa
ma dengan vas deferens, vesikula seminalis bermuara di dalam duktus ejakulatoriu
s.

2.1.2.1.6. KELENJAR PROSTAT


Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-bul
i, di depam rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kem
iri dengan ukuran 4x3x2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. Kelenjar ini ter
diri atas jaringan fibromuskular dan glanular yang terbagi dalam beberapa daerah
atau zona, yaitu zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona preprostatik sfin
gter, dan zona anterior. Secara hispatologik, kelenjar prostat terdiri atas komponen
kelenjar dan stroma. Komponen stroma ini terdiri atas otot polos, fibroblast, pemb
uluh darah, saraf, dan jaringan penyanggah yang lain.
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen d
ari cairan semen atau ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan
bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen y
ang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat meruoakan 25% dari seluruh v
olume ejakulat.

2.1.2.1.7. PENIS
Penis terdiri atas 3 buah korpora berbentuk silindris, yaitu 2 buah korpora
kavernosa yang saling berpasangan dan sebuah korpus spongiosum yang berada di
sebalah ventralnya. Korpora kavernosa dibungkus oleh jaringan fibroelastik tunik
a albuginea sehingga merupakan satu kesatuan, sedangkan di sebelah proksimal te
rpisah menjadi dua sebagai krura penis. Setiap krus penis dibungkus oleh otot ishi
o-kavernosus yang kemudian menempel pada rami osis ischii.
Korpus spongiosum membungkis uretra mulai dari diafragma urogenitalis
hingga muara uretra eksterna. Sebelah proksimal korpus spongiosum dilapisis ole
h otot bulbo-kavernosus. Korpus spongiosum ini berakhir pada sebelah distal seba
gai glans penis. Ketika korpora, yakni dua buah korpora kavernosa dan sebuah kor
pus kavernosum dibungkus oleh fasia Buck dan lebih superfisial lagi fasia Colles
atau fasia Dartos yang merupakan kelanjutan dari fasia Scarpa.
Di dalam setiap korpus yang terbungkus oleh tunika albuginea terdapat jari
ngan erektil yang berupa jaringan kavernus (berongga) sepreti spon. Jaringan ini t
erdiri atas sinusoid atau rongga lakuna yang dilapisi oleh endothelium dan oror po
los kavernosus. Rongga lakuna ini dapat menampung darah yang cukup banyak se
hingga menyebabkan ketegangan batang penis.

2.2.2. MASSA SKROTUM


Massa skrotum adalah suatu benjolan atau pembengkakan yang bisa dirasa
kan di dalam skrotum (kantung zakar).

2.2.2.2.1. EPIDIDIMITIS
Epididimitis adalah reaksi inflamasi yang terjadi pada epididimis. Reaksi i
nflamasi ini dapat terjadi secara akut atau kronis. Dengan pengobatan yang tepat p
enyakit ini dapat sembuh sempurna, tetapi jika tidak ditanganni dengan baik dapat
menular ke testis sehingga menimbulkan orkitis, abses pada testis, nyeri kronis pa
da skrotum yang berkepanjangan, dan infertilitas.

a. Patogenesis
Diduga reakis inflamasi ini berasal dari bakteri yang berada di dalam buli-
buli, prostat, atau uretra yang secara ascending menjalar ke epididimis. Dapat pula
terjadi refluks urine melalui duktus ejakulatorius atau penyebaran bakteri secara h
ematogen atau langsung ke epididymitis seperti pada penyebaran kuma tuberculos
is.
Mikroba penyebab infeksi pada pria dewasa muda (<35 tahun) yang terseri
ng adalah Chlamidia trachomatis atau Neiserria gonorhoika, sedangkan pada anak
-anak dan orang tua yang tersering adalah E.Coli atau Ureoplasma ureolitikum.
b. Gambaran Klinis
Epididymitis akuta adalah salah satu keadaan akut skrotum yang dibedakan
dengan torsio testis. Pasien mengeluh nyeri mendadak pada daerah skrotum, diiku
ti dengan bengkak pada kauda hingga kaput epididimis. Tidak jarang disertai dem
am, malese, dan nyeri dirasakan hingga ke pinggang.
Pemeriksaan menunjukkan pembengkakkan pada hemiskrotum dan kadang
kala pada palpasi kulit sulit untuk memisahkan antara epididimis dengan testis. M
ungkin disertai dengan hidrokel sekunder akibat reaksi inflamasi pada epididimis.
Reaksi inflamasi dan pembengkakkan dapat menjalar ke funikulus spermatikus pa
da daerah inguinal. Gejala klinis epididimits akut sulit dibedakan dengan torsio tes
tis yang sering terjadi pada usia 10-20 tahun. Pada epididimitis akut jika dilakukan
elevasi (pengangkatan) testis, nyeri akan berkurang; hal ini berbeda dengan pada t
orsio testis.
Pemeriksaan urinalisis dan darah lengjap dapat membuktikan adanya prose
s inflamasi. Pemeriksaan dengan ultrasonografi Doppler dan stetoskop Doppler da
pat mendeteksi peningkatan aliran darah di daerah epididimis.

c. Terapi
Pemilihan antibitotika tergantung pada kuman penyebab infeksi. Pada pasi
en yang berudia dibawah 35 tahun dengan perkiraan kumam penyebabnya adalah
Chlamidia trachomatis atau Neiseria gonorhoica, antibiotika yang dipilih adalah a
moksisilin dengan disertai probenesid, cefttiakson yang diberikan secara intravena
. Selanjutnya diteruskan dengan pemberian doksisiklin atau eritromisin per oral se
lama 10 hari. Tidak kalah pentingnya adalah pengobatan terhadap pasangannya. S
ebagai terapi simtomatis untuk menghilangkan nyeri dianjurkan memakai celana k
etat agar testis terangkat (terletak lebih tinggi), mengurangi aktivitas, atau pemberi
an anestesi lokal/topikal. Untuk mengurangi pembengkakan dapat dikompres deng
an es.
Pemberian terapi di atas akan menghilangkan keluhan nyeri dalam beberap
a hari, akan tetapi pembengkakan baru sembuh setelah 4-6 minggu, dan indurasi p
ada epididimis akan bertahan sampai beberapa bulan.
2.2.2.2.2. ORKITIS
Orkitis adalah inflamasi (peradangan) akuta atau infeksi pada testis. Hal ini
biasanya terjadi akibat komplikasi dari penyakit sistemik atau sebagai perluasan d
ari epididimitis.

a. Etiologi
Orkitis bisa disebabkan oleh sejumlah bakteri dan virus. Virus yang paling
sering menyebabkan orkitis adalah virus gondongan (mumps). Virus lainnya meli
puti Coxsackie virus, varicella, dan echovirus. Bakteri yang biasanya menyebabka
n orkitis antara lain Nesseria goonrrhoeae, Chlamydia trachomatis, E. coli, Klebsi
ella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus sp, dan Streptococcus s
p. Pasien immunocompromised (memiliki respon imun yang diperlemah dengan i
munosupresif) dilaporkan terkena orkitis dengan agen penybab Mycobacterium av
ium complex, Crytoccocus neoformas, Toxoplasma gondi, Haemophilus parainflu
enza, dan Candida albicans.

b. Epidemiologi
Pasien paling banyak berasal dari usia prapubertas (< 10 tahun) untuk oeny
ebab virus, orkitis bakterialis sering terjadi bersamaan dengan epididymitis (epidid
imo-orkitis), biasanya terjadi pada usia 15 tahun keatas dan laki-laki > 50 tahun de
ngan pembesaran prostat jinak.

c. Manifestasi Klinis
Pasien akan mengeluhkan nyeri disertai pembengkakan pada testis. Gejala
lain yang dirasakan pasien adalah kelelahan, malaise, mual, muntah, demam, dan s
akit kepala.

d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksa
an penunjang.
Anamnesis
Tanyakan keluhan pasien yang terdapat dalam bagian manifestasi klinis.
Tanyakan riwayat penyakit gondongan/mumps dalam 4-7 hari sebelumnya.
Tanyakan mengenai riwayat hubungan seksual
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan testis : pembesara, indurasi testis diserati tanda peradangan.
Kulit skrotum terlihat merah dan edematosa. Apabila epididimiti membesar,
curigai adanya epididimo-orkitis.
Prehns sign positif. Rasa nyeri tidak bertambah atau bahkan berkurang saat
testis diangkat.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : laju endap darah meningkat, urinalisis menunjukkan adanya
infeksi.
Pemeriksaan biakan dan mikrobiolgi dengan bahan cairan uretra.

e. Tata Laksana
Tata Laksana Awal
Di ruang gawat darurat pasien diistirahatkan, dapat dikompres panas/dingi
n untuk meringankan nyeri. Selain itu pengangkatan testis dapat dilakukan untuk
mengurangi rasa nyeri. Setelah itu dilakukan konsulyasi atau rujuk pasien ke dokt
er spesialis urologi untuk penanganan lebih lanjut.

Tata Laksana Medikamentosa


Orkitis viral : obat-obatan seperti suportif berupa analgesic dan antipiretik.
Orkitis bakterialis diberikan antibiotic, pilihannya : seftriakson, doksisiklin,
azitromisin, siprofloksasin selama 7-14 hari, atau kotrimoksazol.

2.2.2.2.3. HIDROKEL
Hidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan di antara lapisan pari
etalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada di
dalam rongga itu memang ada dan berada dalam keseimbangan antara produksi da
n reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.

a. Etiologi
Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena : (1) be
lum sempurnanya penutupuan prosesus vaginal sehingga terjadi aliran cairan perit
oneum ke prosessu vaginalis atau (2) belum sempurnanya sistem limfatik di daera
h skrotum dalam melakukan reabsorbsi cairan hidrokel.
Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan sek
under. Penyebab sekunder terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau epid
idimus yang menyebabkan tergangguanya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan di
kantong hidrokel. Kelainan pada testis itu mungkin suatu tumor, infeksi, atau trau
ma pada testis/epididimis.

b. Gambaran Klinis
Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri. Pa
da pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan kons
istenis kistus dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya translumi
nasi. Pada hidrokel yang terinfeksi atau kulit skrotum yang sangat tebal kadang-ka
dang sulit melakukan pemeriksaan ini, sehingga harus dibantu dengan pemeriksaa
n ultrasonografi, menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibe
dakan beberapa macam hidrokel, yaiut (1) hidrokel testis, (2) hidrokel funikulus, d
an (3) hidrokel komunikan.
Pembagian ini penting karena berhubungan dengan metode operasi yang a
kan dilakukan pada saat melakukan koreksi hidrokel.
Pada hidrokel testis, kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis
sehingga testis tak dapat diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel
tidak berubah sepanjang hari.
Pada hidrokel funikulus, kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak
di sebelah kranial dari testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan
berada di luar kantong hidrokel. Pada anamnesis kantong hidrokel besarnya
tetap sepanjang hari.
Pada hidrokel komunikan terdapat hubungan antara prosesus vaginalis
dengan rongga peritoneum sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan
peritoneum. Pada anamnesis, kantong hidrokel besarnya dapat berubah-
ubah yaitu bertambah besar pada saat anak menangis. Pada palpasi, kantong
hidrokel terpisah dari testis dan dapat dimasukkan ke dalam rongga
abdomen.

c. Terapi
Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun
dengan harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri
; tetapi jika hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu difikirkan untuk d
ilakukan koreksi.
Tindakan untuk mengatasi cairan hidrokel adalah dengan aspirasi dan oper
asi. Aspirasi cairan hidrokel tidak dianjurkan karena selain angka kekambuhannya
tinggi, kadang kala dapat menimbulkan penyulit berupa infeksi.
Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah: (1) hidro
kel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah, (2) indikasi kosmetik, da
n (3) hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien dala
m melakukan aktivitasnya sehari-hari.
Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali
hidrokel ini disertai dengan hernia inguinalis sehinnga pada saat operasi hidrokel,
sekaligus melakukan herniorafi. Pada hidrokel testis dewasa dilakukan pendekatan
scrotal dengan melakukan eksis dan marsupialisasi kantong hidrokel sesuai cara
Winkelman atau plikasi kantong hidrokel sesuai cara Lord. Pada hidrokel funikulu
s dilakukan akstirpasi hidrokel secara in toto.

d. Penyulit
Jika dibiarkan, hidrokel yang cukup besar mudah mengalami trauma dan hi
drokel permagna bisa menekan pembuluh darah yang menuju ke testis sehingga m
enimbulkan atrofi testis.
2.2.2.2.4. TORSIO TESTIS
Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat te
rjadinya gangguan aliran darah pada testis.
Keadaan ini diderita oleh 1 diantara 4000 pria yang berumur kurang dari 2
5 tahun, dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun).
Di samping itu tidak jarang janin yang masih berada di dalam uterus atau bayi bar
u lahir menderita torsio testis yang tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan keh
ilangan testis baik unilateral maupun bilateral.

a. Anatomi
Testis normal dibungkus oleh tunika albuginea. Pada permukaan anterior d
an lateral, testis dan epididymitis dikelilingi oleh tunika vaginalis yang terdiri atas
2 lapis, yaitu lapisan viseralis yang langsung menempul ke testis dan di sebelah lu
arnya ada;ah lapisan parietalis yang menempel ke muskulus dartos pada dindind s
krotum.
Pada masa janin dan neonates lapisan parietal yang menempel pada musku
lus dartos masih belum banyak jaringan penyanggahnya sehingga testis, epididymi
s, dan tunika vaginalis mudah sekali bergerak dan memungkinkan untuk terpluntir
pada sumbu funiikulus spermatikus. Terpluntirnya testis pada keadaan ini disebut
torsio testis ekstravaginal.
Terjadinya torsio testis pada masa remaja banyak dikaitkan dengan kelaina
n sistem penyanggah testis. Tunika vaginalis yang seharusnya mengelilingi sebagi
an dari testis pada permukaan anterior dan lateral testis, pada kelainan ini tunika m
engelilingi seluruh permukaan testis sehingga mencegah insersi epididymis ke din
ding skrotum. Keadaan ini menyebabkan testis dan epididymis dengan mudahnya
bergerak di kantung tunika vaginalis dan menggantung pada funikulus spermatiku
s, kelainan ini dikenal sebagai anormali bell- clapper. Keadaan ini akan memudah
kan testis mengalami torsio intravaginal.

b. Patogenesis
Secara fisiologis otot kremaster berfungsi menggerakkan testis mendekati
dan menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan suhu ideal untuk testis. Ada
nya kelainan sistem penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio
jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakk
an yang berlebihan itu, antara lain adalah perubahan suhu yang mendadak (seperti
pada berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu keta
t, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum. Pada anak dengan insersi tunika
vaginalis tinggi di funikulus spermatikus dapat menyebabkan torsio testis. Keadaa
n insersi tinggi tunika vaginalis di funikulus spermatikus biasanya digambarkan se
bagai lonceng dengan bandul yang memutar dan mengalami nekrosis dan gangren.

Terpuntirnya funikulus spermatikus menyebabkan obstruksi aliran darah te


stis sehingga testis mengalami hipoksi, edema testis, dan iskemia. Pada akhirnya t
estis akan mengalami nekrosis.

c. Gambaran Klinis dan Diagnosis


Pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya mendadak d
an diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan ini dikenal sebagai akut skrotum. P
embengkakan dan nyeri terletak agak tinggi di skrotum dengan funikulus yang jug
a bengkak. Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah sehi
ngga jika tidak diwaspadai sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Pada bayi g
ejalanya tidak khas yakni gelisah, rewel, atau tidak mau menyusui. Pada pemeriks
aan fisik, testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada t
estis sisi kontralateral. Kadang-kadang pada torsio tetstis yang baru saja terjadi, da
pat diraba adanya lilitan atua penebalan funikulus spermatikus. Keadaan ini biasan
ya tidak disertai dengan demam.
Pemeriksaan sedimen urine tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urin
e dan pemeriksaan darah tidak menunjukkan tanda inflamasi, kecuali pada torsio t
estis yang sudah lama dan telah mengalami peradangan steril. Pemeriksaan penunj
ang yang berguna untuk membedahakn toriso testis dengan keadaan akut dkrotum
yang lain adalah dengan memakai: stetoskop Doppler, ultrasonografi Doppler, dan
sintigrafi testis yang kesemuanya bertujuan untuk menilai adanya aliran darah ke
testis. Pada torsio testis tidak didapatkan adanya aliran darah ke testis sedangkan p
ada peradangan akut testis, terjadi peningkatan aliran darah ke testis.

d. Diagnosis Banding
Epididymitis akut. Penyakit ini secara klinis sulit dibedakan dengan torsio
tetis, nyeri skrotum akut biasanya disertai dengan kenaikan suhu tubuhm
keluarnya nanah dari uretra, ada riwayat coitus suspectus (dugaan
melakukan senggama dengan bukan istrinya), atau pernah menjalani
kateterisasi uretra sebelumnya. Jika dilakukan elevasi (pengangkatan) testis,
pada epididymitis akut terkadang nyeri berkurang sedangkan pada torsio
testis nyeri tetap ada (tanda dari prehn). Pasien epididymitis akut biasanya
berumur lebih dari 20 tahun dan pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan
adanya leukositoria atau bakteriuria.
Hernia skrotalis inkarserta, yang biasanya didahului dengan anamnesis
didapatkan benjolan yang dapat keluar dan masuk ke dalam skrotum.
Hidrokel terinfeksi, dengan anamnesis sebelumnya sudah ada benjolan di
dalam skrotum.
Tumor testis. Benjolan tidak dirasakan nyeri kecuali terjadi perdarahan di
dalam testis.
Edema skrotum yang dapat disebabkan oleh hipoproteinemia, filariasis,
adanya pembuntuan saluran limfe infuinal, kelainan jantung, atau
kelaianan-kelainan yang tidak diketahui sebabnya (idiopatik).

e. Terapi
Detorsi Manual
Detorsi menual adalah mengembalikan posisi tetis ke asalnya, yaitu denga
n jalan memutar testis kea rah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio b
iasanya ke medial makan dianjurkan untuk memutar testis kea rah lateral dahulu, k
emudian jika tidak terjadi perubahan, dicoba detorsi kea rah medial. Hilangnya ny
eri setelah detorsi menandakan bahwa detorsi telah berhasil. Jika detorsi berhasil o
perasi harus tetap dilaksanakan.
Operasi
Tindakan operasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan posisi testis pada
arah yang benar (reposisi) dan setelah itu dilakukan penilaian viabilitas testis yan
g mengalami torsio, mungkin masih viable (hidup) atau sudah mengalami nekrosis
. Jika testis masih hidup, dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos k
emudian disusul orkidopeksi ppada testis kontralateral.
Orkidopeksi dilakuakn dengan mempergunakan benang yang tidak diserap
pada 3 tempat untuk mencegah agar testis tidak terpuntir kemnali, sedangkan pad
a testis yang sudah mengalami nekrosis dilakukan pengangkatan testis (orkidekto
mi) dan kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral. Testis yang menga
lami nekrosis jika tetap dibiarkan berada di dalam skrotum akan merangsang terbe
ntuknya antibody antisperma sehingga mengurnagi kemampuan fertilitas dikemud
ian hari.

2.2.2.2.5. TUMOR TESTIS


Tumor testis merupakan keganasan terbanyak pada pria yang berusia diant
ara 15-35 tahun, dan merupakan 1-2% semua neoplasma pada pria. Akhir-akhir in
i terdapat perbaikan usia harapan hidup pasien yang mendapatkan terapi jika diban
dingkan dengan 30 tahun yang lalu, karena sarana diagnosis lebih baik, diketemuk
an penanda tumor, diketemukan regimen kemoterapi dan radiasi, serta teknik pem
bedahan yang lebih baik. Angka mortalitas menurun dari 50% (1990) menjadi 5%
(1997). Tumor testis berasal dari sel germinal atau jaringan stroma testis, lebih dar
i 90% berasal dari sel germinal. Tumor ini memiliki derajat keganasan tinggi, nam
un dapat sembuh dengan terapi adekuat.

a. Etiologi
Penyebab tumor testis belum diketahui dengan pasti, tetapi terdapat bebera
pa faktor yang erat kaitannya dengan peningkatan kejadian tumor testis, antara lai
n: (1) maldesensus testis, (2) trauma testis, (3) atrofi atau infeksi testis, dan (4) dip
engaruhi hormone.
Kriptorkismus merupakan faktor resiko timbulnya karsinoma testis. Dikata
kan bahwa 7-10% pasien karsinoma testis, menderita kriptorkismus. Proses tumori
genesis pasien maldesensus 48 kali lebih banyak dari testis normal. Meskipun sud
ah dilakukan orkidopeksi, resiko timbulnya degenerasi maligna masih tetap ada.

b. Klasifikasi
Sebagian besar ( 95%) tumor testis primer, berasal dari sel germinal seda
ngkan sisanya berasal dari sel non germinal. Tumor germinal testis terdiri atas sem
inoma dan non seminoma. Seminoma berbeda sifatnya dengan non seminoma, ant
ara lain sifat keganasannya, respon terhadap radioterapi, dan prognosis tumor.
Tumor yang bukan berasal dari sel-sel germinal atau non germinal diantara
nya adalah tumor sel leydig, sel sertoli, dan gonadoblastoma. Pembagian tumor tes
tis dapat dilihat pada gambar.
Selain berada di dalam testis, tumor sel germinal juga bisa berada di luar te
stis sebagai extragonadal germ cell tumor antara lain dapat berada di mediastinum,
retroperitoneum, daerah sakrokoksigeus, dan glandula pineal.

c. Stadium Tumor Spermatosistik


Seminoma Anaplastic
Klasik
Germinal
Primer
Non seminoma Karsinoma sel embrional
Tumor ganas testis Korio karsinoma
Teratoma
Tumor yolk sac
Tumor sel Leydig
Non germinal Tumor sel sertoli
gonadoblastoma

Limfoma
Sekunder Leukemia infiltratif
Berdasarkan sistem klasifikasi TNM, penentuan T dilakukan setelah orkide
ktomi berdasarkan atats pemeriksaan histopatologik seperti pada gambar.
Beberapa cara penentuan stadium klinis yang lebih sederhana dikemukaka
n oleh Boden dan Gibb, yaitu stadium A atau I untuk tumor testis yang masih terb
atas pada testis, stadium B atau II untuk tumor yang telah mengadakan penyebaran
ke kelenjar regional (para aorta) dan stadium C atau III untuk tumor yang telah m
enyebar keluar dari kelenjar retroperitoneum atau telah mengadakan metastasis su
pradiafragma. Stadium II dibedakan menjadi stadium IIA untuk pembesaran limfo
nodi para aorta yang belum teraba, dan stadium IIB untuk pembesaran limfonodi y
ang telah teraba (>10cm).

d. Penyebaran
Tumor testis pada mulanya berupa lesi intratestikuler yang akhirnya menge
nai seluruh parenkim testis. Sel-sel tumor kemudian menyebar ke rete testis, epidi
dymis, funikulus spermatikus, atau bahkan ke kulit skrotum. Tunika albuginea me
rupakan barrier yang sangat kuat bagi penjalaran tumor testis ke organ sekitarnya,
sehingga kerusakan tunika albuginea oleh invasi tumor membuka peluang sel-sel t
umor untuk menyebar keluar testis.
Kecuali korio karsinoma, tumor testis menyebar melalui pembuluh limfe m
enuju ke kelejar limfe retroperitoneal (para aorta) sebagai stasium pertama, kemud
ian menuju ke kelenjar limfe mediastinal dan supraklavikula, sedangkan korio kar
sinoma menyebar secara hematogen ke paru, hepar, dan otak.

e. Gambaran Klinis
Pasien biasanya mengeluh adanya pembesaran testis yang seringkali tidak
nyeri. Namun 30% mengeluh nyeri dan terasa berat pada kantung skrotum, sedang
10% mengeluh nyeri akut pada skrotum. Tidak jarang pasien mengeluh karena m
erasa ada massa di perut sebelah atas (10%) karena pembesaran kelenjar para aorta
, benjolan pada kelenjar leher, dan 5% pasien mengeluh adanya ginekomastia. Gin
ekomastia adalah menifestasi dari beredarnya kadar HCG di dalam sirkulasi sist
emik yang banyak terdapat pada koriokarsinoma.
Pada pemeriksaan fisik testis terdapat benjolan padat keras dan terbatas did
alam testis, tidak nyeri pada palpasi, dan tidak menunjukkan tanda transiluminasi.
Diperhatikan adanya infiltrasi tumor pada funikulus atau epididymis. Perlu dicari
kemungkinan adanya massa di abdomen, benjolan kelenjar supraklavikuler, ataup
un ginekomasti.

f. Penanda Tumor
Penanda tumor pada karsinoma testis germinal bermanfaat untuk membant
u diagnosis, penentuan stadium tumor, monitoring respons pengobatan, dan sebag
ai indicator prognosis tumor testis.(1)
Penanda tumor yang paling sering diperiksa pada tumor testis adalah:(1)
1. FP (Alpha Feto Protein) adalah suatu glikoprotein yang diproduksi oleh
karsinoma embrional, teratokarsinoma, atau tumor yolk sac, tetapi tidak
diproduksi oleh koriokarsinoma murni dan seminoma murni. Penanda
tumor ini mempunyai masa paruh 5-7 hari.
2. HCG (Human Chorionic Gonadotropin) adalah suatu glikoprotein yang
pada keadaan normal diproduksi oleh jaringan trofoblas. Penanda tumor
ini meningkat pada semua pasien koriokarsinoma, pada 40%-60% pasien
karsinoma embrional, dan 5%-10% pasien seminoma murni. HCG
mempunyai waktu paruh 24-36 jam.

Secara ringkas nilai penanda tumor pada berbagai macam jenis tumor dapat diliha
t pada tabel.

NON SEMINOMA
SEMINOMA
Non Korio Ca Korio Ca
Alfa FO - 40-70%
Beta HCG 7% 25-60% 100%
g. Pencitraan
Pemeriksaan ultrasonografi yang berpengalaman dapat membedakan deng
an jelas lesi intra atau ekstratestikular dan massa dapat atau kistik. Namun ultrason
ografi tidak dapat memperlihatkan tunika albuginea, sehingga tidak dapat dipakai
untuk menentukan penderajatan tumor testis. Berbeda halnya dengan ultrasonogra
fi, MRI dapat mengenali tunika albuginea secara terperinci sehingga dapat dipakai
untuk menentukan luas esktensi tumor testis. (1)
Pemakaian CT scan berguna untuk menentukan ada tidaknya metastasis pa
da retroperitoneum. Sayangnya pemeriksaan CT tidak mampu mendeteksi mikrom
etastasis pada kelenjar limfe retroperitoneal. (1)

h. Penatalaksaan
Pada dugaan tumor testis tidak diperbolehkan melakukan biopsy testis, kar
ena itu untuk penegakan diagnosis patologi anatomi, bahan jaringan harus diambil
dari orkidektomi. Orkidektomi dilakukan melalui pendekatan inguinal setelah me
ngangkat testis dan funikulus spermatikus sampai annulus inguinalis internus. Bio
psy atau pendekatan trans-skrotal tidak diperbolehkan karena ditakutkan akan me
mbuka peluang sel-sel tumor mengadakan penyebaran. (1, 4)
Dari hasil pemeriksaan patologi dapat dikategorikan antara seminoma dan
non seminoma. Jenis seminoma memberikan respon yang cukup baik terhadap rad
iasi sedangkan jenis non seminoma tidak sensitive. Oleh karena itu radiasi ekstern
a dipakai sebagai ajuvan terapi pada seminoma testis. Pada non seminoma yang be
lum melewat stadium III dilakukan pembersihan kelenjar retroperitoeal atau retrop
eritoneal lymphnode dissection (RPLND). Tindakan diseksi kelenjar pada pembes
aran aorta yang sangat besar didahului dengan pemberian sitotastika terlebih dahul
u dengan harapan akan terjadi downstaging dan ukura tumor akan mengecil. Sitost
atika yang diberikan di berbagai klinik tidak sama. Di beberapa klinik diberikan k
ombinasi regimen PVB (Sisplatinum, Vinblastin, dan Bleomisin).(1, 5)

Tumor te
stis

Orkidektomi (ing
uinal)

Patologi anato
2.2.2.2.6. VARIKOKEL
Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pempiniformis a
kibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat p
ada 15% pria. Varikokel ternyata merupkana salah satu penybab infertilitas pada p
ria. Dari beberapa penelitan didapatkan bahwa 21-41% pria yang mandul menderit
a varikokel.

a. Etiologi dan Anatomi


Hingga sekarang masih belum diketahu secara pasti penyebab varikokel, te
tapi dari pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih saring diju
mpai daripada seblah kanan (varikokel sebelah kiri 70-93%). Hal ini disebabkan k
arena vena spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah teg
ak lurus, sedangkan yang kanan bermuara pada vena kava dengan arah miring. Dis
amping itu vena spermatika interna kiri lebih panjang daripada yang kanan dan kat
upnya lebih sedikit dan inkompeten.
Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicur
gai adanya: kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat onstruksi vena karena t
umor), muara vena spermatika kanan pada vena renalis kanan, atau adanya situs in
versus.

b. Patogenesis
Varikokel dapat menimbulkan gangguang proses spermatogenensi melalui
beberapa cara, antara lain :
Terjadi stagnansi darah balik pada sirkulasi testis shingga testis mengalami
hipoksia karena kekurangan oksigen.
Refluks hasil metaolit ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin dan
prostaglandin) melalui vena spermatika interna ke testis.
Peningkatan suhu testis.
Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan,
memungkinkan zat-zat hasil metabolit tadi dapat dialirkan dari testis kiri ke
testis kanan sehingga menyebabkan gangguan spermatogenensi testis kanan
dan pada akhirnya terjadi infertilitas.

c. Gambaran Klinis dan Diagnosis


Pasien datang ke dokter biasanya mengeluh belum mempunyai anak setela
h beberapa tahun menikah, atau kadang-kadang mengekuh adanya benjolan di atas
testis yang terasa nyeri.
Pemeriksaan dilakukan dalam posisi beridir, dengan memperhatikan keada
an ksrotum kemudian dilakukan palpasi. Jika diperluka, pasien diminta untuk mel
akukan maneuver valsava atau mengedan, jika terdapat varikokel, pada inspeksi d
an palpasi terdapat bentukan seperti kumpulan cacing-cacing di dalam kantung ya
ng berada di sebelah kranial testis.
Secara klinis varikokel dibedakan dalam 3 tingkatan/derajat :
Derajat kecil adalah varkokel yang dapat dipalpasi setelah pasien
melakukan maneuver valsava
Derajat sedang adalag varikokel yang dapat di palpasi tanpa melakukan
manuver valsava.
Derajat besar adalah varikokel yang sudah dapat dilhat bentuknya tanpa
melakukan maneuver valsava.
Kadangkala sulit untuk membedakan adanya bentukan varikokel secara kli
nis meskipun terrdaat tanda-tanda lain yang menunjukkan adanya varikoekal. Unt
uk itu pemeriksaan auskultasi dengan memakai stetoskop Doppler sangat memban
tu, karena alat ini dapat mendetksi adanya peningkatan aliran darah pada pleksus p
ampiniformis. Varikokel yang sulit diraba secara klinis seperti ini disebut varikoke
l subklinik.
Diperhatikan pula konsistensi testis mupun ukurannya, dengan membandin
gkan testis kiri dengan testis kanan. Untuk lebih obejktif dalam memnentukan bes
ar atau volume testis dilakukan pengukuran dengan alat orkidometer. Pada bebera
pa keadaan mungkin kedau testis terraba kecil dan lunak, karena telah terjadi keru
sakan pada sel-sela germinal.
Untuk menilai seberapa jauh varikokel telah menyeabkan kerusakan pada t
ubuli seminiferi dilakukan pemeriksaan analisis semen. Menurut McLedo, hasil an
alisis semen pada varikokel menunjukkan pada stress yaotu menurunnya motilitas
sperma, meningkatnya jumlah sperma mada (immature), dan terdapat kelaninan be
ntuk sperma (tapered).

d. Terapi
Masih terajdi silang pendapat di antara para ahlis tentang perlu tidaknya m
elakukan operasi pada varikokel. Di antara mereka berpendapat bawah varikokel y
nag telah menimbulkna ganggaun fertiliras atau gangguan spermatogenesis merup
akan indikasi untuk mendapatkan suatu terapi.
Tindakan yang dikerjakan adalah : (1) ligase tinggi vena spermatika intern
a secara Palomo melalui oepradi terbuka atau bedahlaparoskopi, (2) varikokelekto
mi cara Ivanisevich, (3) atau secara perkutan dengan memasukkan bagan sklerosin
g ke dalam vena spermatika interna.

e. Evaluasi
Pasca tindakan dilakukan evaluasi keberhasilan terapi, dengan melihat beb
erapa indicator antara lain : (1) bertambahnya volume tesits, (2) perbaikan hasil an
alisis semen (yang dikerjakan setiap 3 bulan), atau (3) pasangan itu menjadi hamil.
Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pascabedah vasoligasi tin
ggi dari Paolom didapatkan 80% terjadi perbaikan volume testus, 60-80% terjadu
perbaikan analisis semen, dan 50% pasangan menjadi hamil.

2.2.2.2.7. HERNIA INGUINALIS


Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah
dari dinding rongga yang bersangkutan. Hernia sendiri ada yang merupakan kelain
an bawaan (kongenital) ataupun yang didapat (akuisita). Sekitar 75% hernia terjad
i pada lipat paha berupa hernia inguinalis direk/ medialis, indirek/ lateralis, serta h
ernia femoralis. Hernia inguinalis lateralis yang sudah mencapai skrotum disebut j
uga hernia skrotalis.(3)
Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia. Menurut sifat nya hernia
dibagi menjadi hernia repondibel, irepondibel, inkarserata, dan strangulata. Dikat
akan repondibel jika isi hernia dapat keluar-masuk, sedangkan jika tidak dapat kel
uar-masuk dikatakan irepondibel. Hernia inkarserata merupakan hernia irepondibe
l yang telah mengalami gangguan pasase, sedangkan strangulata jika sudah terdap
at strangulasi atau gangguan vaskuler.(3)
Hernia lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding perempuan. Pada ora
ng sehat, ada tiga mekanisme yang mencegah terjadinya hernia inguinalis, yaitu: 1
)kanalis inguinalis yang berjalan miring, 2)struktur otot oblikus internus abdomini
s yang menutup anulus inguinalis internus ketika berkontraksi, 3)fasia transversa k
uat yang menutup trigonum Hesselbach yang umumnya tidak berotot. Pada bayi d
an anak hernia inguinalis lateralis disebabkan oleh kelainan bawaan berupa tidak
menutupnya prosesus vaginalis peritoneum sebagai akibat proses turunnya testis k
e skrotum.(3)

Gambar 6. Hernia skrotalis

Gambaran klinis
Hernia lateralis keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis in
ternus. Jika hernia cukup panjang maka dapat keluar memalui anulus inguinalis ek
sternus hingga ke skrotum pada laki-laki.(3)
Pada umumnya keluhan pada orang dewasa yaitu benjolan di lipat paha ata
u skrotum yang timbul pada saat mengedan, batuk, atau mengangkat beban berat d
an menghilang saat istirahat baring. Saat inspeksi dapat diperhatikan keadaan asim
etri pada lipat paha atau skrotum dalam posisi berdiri dan berbaring. Palpasi pada
benjolan dan diraba konsistensinya, lalu dicoba didorong apakah dapat direposisi.
Jika dapat direposisi maka dapat dilakukan finger tip test untuk membedakan hern
ia inguinalis lateralis atau medialis. Pada keadaan inkarserata mungkin didapatkan
gejala seperti mual muntah dan nyeri. Pada keadaan strangulata, nyeri dirasakan s
angat hebat .(3)

Terapi
Pengobatan konservatif hanya terbatas pada tindakan reposisi dan pemakai
an penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direpos
isi. Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulata kecuali pada anak.
Reposisi dilakukan secara bimanual. Terkadang reposisi spontan dapat terjadi pad
a anak, karena cincin hernia pada anak lebih elastis.
Reposisi dilakukan dengan menidurkan anak menggunakan sedatif dan ko
mpres es diatas hernia. Jika reposisi berhasil maka anak dipersiapkan untuk oprasi
pada hari berikutnya, jika tidak berhasil maka oprasi harus dilakukan segera dala
m waktu enam jam.
Indikasi oprasi ada sejak diagnosa hernia ditegakan. Prinsip dasar oprasi pa
da hernia yaitu herniotomi dan hernioplasti. Pada herniotomi dilakukan pembebas
an kantong hernia sampai ke lehernya. Pada hernioplasti dilakukan tindakan mem
perkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis ingu
inalis. Hernioplasti penting dilakukan pada pasien dewasa untuk mencegah terjadi
nya residif.(3)

2.2.2.2.8. ORKITIS
Orchitis adalah peradangan atau inflamasi akut pada testis yang biasanya
sebagai reaksi sekunder infeksi di bagian tubuh yang lain. Peradangan bisa terjadi
pada salah satu atau kedua testis sekaligus. Inflamasi yang terjadi bisa disebabkan
oleh virus maupun bakteri. Salah satu virus yang paling umum menyebabkan
kondisi ini adalah virus mumps .Epididimitis juga bisa memicu munculnya
orchitis. Epididimitis adalah peradangan saluran sperma yang terletak di belakang
testis. Epididimitis umumnya disebabkan oleh bakteri penyebab penyakit menular
seksual, Neisseria gonorrhoeae. Ada juga epididimitis yang disebabkan oleh
bakteri lain.

f. Etiologi
Orkitis bisa disebabkan oleh sejumlah bakteri dan virus. Virus yang paling
sering menyebabkan orkitis adalah virus gondongan (mumps). Virus lainnya meli
puti Coxsackie virus, varicella, dan echovirus. Bakteri yang biasanya menyebabka
n orkitis antara lain Nesseria goonrrhoeae, Chlamydia trachomatis, E. coli, Klebsi
ella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus sp, dan Streptococcus s
p. Pasien immunocompromised (memiliki respon imun yang diperlemah dengan i
munosupresif) dilaporkan terkena orkitis dengan agen penybab Mycobacterium a
vium complex, Crytoccocus neoformas, Toxoplasma gondi, Haemophilus parainfl
uenza, dan Candida albicans.
g. Epidemiologi
Pasien paling banyak berasal dari usia prapubertas (< 10 tahun) untuk oeny
ebab virus, orkitis bakterialis sering terjadi bersamaan dengan epididymitis (epidid
imo-orkitis), biasanya terjadi pada usia 15 tahun keatas dan laki-laki > 50 tahun de
ngan pembesaran prostat jinak.
h. Manifestasi Klinis
Pasien akan mengeluhkan nyeru disertai pembengkakan pada testis. Gejala
lain yang dirasakan pasien adalah kelelahan, malaise, mual, muntah, demam, dan
sakit kepala.
i. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksa
an penunjang.
Anamnesis
Tanyakan keluhan pasien yang terdapat dalam bagian manifestasi klinis.
Tanyakan riwayat penyakit gondongan/mumps dalam 4-7 hari sebelumnya.
Tanyakan mengenai riwayat hubungan seksual
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan testis : pembesara, indurasi testis diserati tanda peradangan.
Kulit skrotum terlihat merah dan edematosa. Apabila epididimiti membesar,
curigai adanya epididimo-orkitis.
Prehns sign positif. Rasa nyeri tidak bertambah atau bahkan berkurang saat
testis diangkat.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : laju endap darah meningkat, urinalisis menunjukkan adanya
infeksi.
Pemeriksaan biakan dan mikrobiolgi dengan bahan cairan uretra.

j. Tata Laksana
Tata Laksana Awal
Di ruang gawat darurat pasien diistirahatkan, dapat dikompres panas/dingi
n untuk meringankan nyeri. Selain itu pengangkatan testis dapat dilakukan untuk
mengurangi rasa nyeri. Setelah itu dilakukan konsulyasi atau rujuk pasien ke dokt
er spesialis urologi untuk penanganan lebih lanjut.

Tata Laksana Medikamentosa


Orkitis viral : obat-obatan seperti suportif berupa analgesic dan antipiretik.
Orkitis bakterialis diberikan antibiotic, pilihannya : seftriakson, doksisiklin,
azitromisin, siprofloksasin selama 7-14 hari, atau kotrimoksazol.

Vous aimerez peut-être aussi