Vous êtes sur la page 1sur 4

Analisa Kasus

Pada pasien ini didapatkan hasil anamnesa demam sejak 3 hari, dimana demam dirasakan
naik turun, demam tinggi terutama pada sore hari. Sudah diberi obat penurun panas namun tidak
ada perbaikan, nafsu makan menurun, nyeri ulu hati, dan ditemukan riwayat muntah dan mencret
diikuti dengan penurunan nafsu makan dan minum. Tidak ditemukan riwayat perdarahan spontan
seperti gusi berdarah dan ptechiae, dan belum dilakukan rumple-leed untuk melihat perdarahan
tidak spontan.

Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang pertama kali dilakukan pemeriksaan H2TL dan
Tubex, dimana didapatkan hasil Hb : 18,5 , Leukosit : 5.400 , Hematokrit: 52, Trombosit :
55.000. Hasil Tubex menunjukan hasil IgG dan IgM negative (-).

Berdasarkan hasil pemeriksaan diatas kami menegakkan diagnosis DHF dimana gejala
klinis dan pemeriksaan penunjang menunjukan gejala DHF dimana gejala klinisnya menurut
WHO antara lain adalah: (1) Demam tinggi 2-7 hari, (2) terdapat perdarahan spontan (gusi
berdarah, mimisan, ptechiae) dan perdarahan tidak spontan (rumple-leed positif), (3)
Organomegali terutama hepar, limpa, dan kalenjar getah bening, (4) tanda-tanda syok seperti KU
pasien yang memburuk, hipotensi, nadi cepat dan lemah, akral yang dingin, CTR > 2s.
Sedangkan hasil lab yang bermakna dalam menegakkan DHF adalah: (1) Nilai trombosit
<100.000 dan (2) terdapat Hemokonsentrasi (nilai Ht > 20%), dimana minimal terdapat 2 gejala
dan 1 lab untuk menegakkan diagnosis DHF

Pada pasien ini terdapat 2 gejala klinis yang mengarah ke diagnosis DHF, yakni (1)
Demam tinggi selama 3 hari, (2) terdapat tanda-tanda renjatan, (3) adanya ptechiae pada kaki
pasien yang keluar pada malam hari setelah dirawat di HCU, sedangkan dari pemeriksaan
penunjang terdapat 2 hasil lab yang menunjang ke diagnosis DHF yakni, (1) Trombosit 55.000,
dan (2) Hematokrit 52%. Menurut WHO ketepatan diagnosis jika terdapat gejala klinis dan
pemeriksaan penunjang seperti diatas mencapai 87 %

DBD sendiri memiliki beberapa grading menurut WHO yang digunakan untuk
membedakan penatalaksanaannya dimana grade 1 terdapat demam dan Tes rumple-leed positif,
grade 2 yaitu demam dan pendarahan spontan, grade 3 mulai ada tanda-tanda syok, grade 4 sudah
syok, nadi tidak teraba dan tensi tidak terukur. Pada pasien ini grading yang diambil ada grade 3
dimana pasien ini menunjukan gejala-gejala awal syok seperti (1) keadaan pasien menjadi gelisah,
(2) akral yang mulai dingin, (3) nadi yang lemah.

Diagnosis lain yang ditegakkan pada pasien ini adalah dehidrasi dimana juga dibedakan
menjadi 3 tipe yang berguna untuk membedakan terapinya, dimana terdapat kelompok tanpa
dehidrasi, dehidrasi ringan-sedang, dan kelompok dehidrasi berat. Pada pasien ini masuk ke dalam
kelompok dehidrasi ringan sedang karena pada pasien terdapat gejala klinis (1) bibir yang kering,
(2) mata yang cekung, dan (3) keadaan umum tampak saki sedang, Keadaan ini diakibatkan oleh
gejala klinis yang ditunjukan pasien yaitu terdapat muntah dan mencret dan diikuti dengan
menurunnya nafsu makan dan minum sesuai anamnesis yang didapatkan dari orang tua pasien
keadaan ini sudah berlangsung selama 3 hari.

Diagnosis Banding dari kasus ini adalah demam dengue dan tifoid, namun dari gejala klinis
dan hasil lab tidak memenuhi kriteria diagnosis keduanya. Pada Demam Dengue walaupun gejala
klinisnya mirip dengan DBD dan pada hasil ditemukan adanya trombositopenia, namun pada
pasien ini ditemukan tanda-tanda hemo konsentrasi dan syok, sehingga diagnosis Demam Dengue
tidak terpenuhi. Sedangkan diagnosis banding dari tifoid ditentukan dari anamnesis ayah pasien
ini, dimana ayah pasien mengatakan bahwa demam anaknya naik turun, dan demam terutama pada
malam hari. Namun dari hasil pemeriksaan penunjang tes widal negative (-) sehingga diagnosis
tifoid tidak dapat ditegakkan.

Penatalaksanaan awal yang diberikan adalah loading cairan sesuai dengan penanganan
DBD sesuai dengan syok yaitu loading cairan resusitasi sebesar 20 cc/kgbb dihabiskan secepat
mungkin, pada pasien ini didapatkan hasil berat badan 25 kg sehingga jumlah cairan yang
diberikan kepada pasien adalah sebesar 500cc didapatkan dari 25 cc x 20 kg = 500cc. Menurut
WHO pemberian cairan ini dipantau selama 30 menit dan nilai apakah terdapat perbaikan syoknya.
Bila belum dapat dipertimbangkan pengulangan pemberian cairan sebanyak 1 kali dan nilai ulang
selama 30 menit. Bila syok masih belum teratasi dapat dipertimbangkan pemberian Koloid atau
FFP. Pada pasien ini diberikan FFP sebesar 250 cc ditentukan dari dosis FFP yakni 10cc/kgbb/jam.
Setelah pemberian pertama FFP Ht pasien pasien diatas 40 % sehingga pemberian FFP diulangi
keesokan harinya. Setelah pemberian FFP diulang, HT pasien mulai turun. Obat-obatan
simptomatis yang diberikan kepada pasien antara lain adalah Ondansetron karena keluhan pasien
yang berupa mual dan muntah, serta ranitidine dan Omeprazol dikarenakan adanya keluhan pada
ulu hati. Pemberian antibiotic ceftriaxone bias dipertimbangkan untuk mencegah infeksi sekunder
pada pasien, dosis yang diberikan adalah sebesar 1x2gr dimana dosis dari ceftriaxone adalah
80mg/kgbb. Obat lain yang dapat diberikan pada pasien ini adalah obat anti piretik seperti
paracetamol dan dapat diberikan suplementasi oksigen sebesar 2L.

Pemeriksaan anjuran menurut IDAI pada pasien ini adalah observasi tensi dan nadi setiap
15 menit, dan pengulangan darah rutin untuk melihat hematocrit dan trombosit tiap 4-6 jam.
Dimana kita melihat nilai hematocrit apabila sudah terdapat perbaikan pada pasien, pemberian
cairan dapat diganti bila nilai hematocrit mencapai 40% yang menandakan bahwa keadaan
sirkulasi pasien membaik dan apabila kita tetap memberikan cairan yang berlebihan maka dapat
menimbulkan hypervolemia yang dapat memicu edema jaringan dan gagal jantung. Sehingga itu
pada pasien dengan DHF berat, pemakaian CVP dapat dianjurkan untuk menilai kecukupan
pemberian cairan pada pasien tersebut.

Pemeriksaan elektrolit juga harus dipertimbangkan karena pada pasien ini juga terdapat
dehidrasi, selain itu menurut IDAI pemeriksaan elektrolit serta AGD sendiri berguna untuk
memantau kadar natrium dan pH darah karena asidosis metabolic serta hiponatremi merupakan
kasus yang sering terjadi pada penderita DHF yang berat, dan apabila asidosisnya tidak tertangani
maka dapat memicu terjadinya DIC.

Pemulangan pasien ini juga sesuai dengan kriteria IDAI dimana pada pasien ini tidak
demam selama 24 jam tanpa anti piretik, nafsu makan yang membaik, tampak perbaikan secara
klinis, hematocrit yang stabil, jumlah trombosit >50.000 dan cenderung meningkat, serta tidak
dijumpai distress pernafasan.

Selain itu juga sudah menjadi kewajiban dari orang tua pasien untuk melaporkan kasus ini
ke Dinkes Dati II / Puskesmas dimana sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan 560 Tahun
1989 dengan tujuan pencegahan penularan lebih lanjut, apalagi orang tua dari pasien mengatakan
bahwa belum lama ini ada tetangganya yang meninggal akibat DBD, dimana pelaporan ini
bertujuan untuk dilakukannya penyelidikan epidemiologi oleh puskesmas untuk melihat
kemungkinan risiko penularan.

Vous aimerez peut-être aussi