Vous êtes sur la page 1sur 27

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN TETANUS

DI RUANG 13

RSUD dr. SAIFUL ANWAR MALANG


Disusun untuk memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen surgikal
Di Ruang STROKE UNIT RSSA Malang

Oleh :
ADRIANUS LANGGING
2016611029

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2017

1
LAPORAN PENDAHULUAN TETANUS

1. PENGERTIAN
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena
mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani
yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi
di mana spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme
otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan
spasme dan paralisis pernapasan.
Tetanus yang juga dikenal dengan lockjaw , merupakan penyakit yang disebakan
oleh tetanospasmin, yaitu sejenis neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani
yang menginfeksi sistem urat saraf dan otot sehingga saraf dan otot menjadi kaku
(rigid). Kitasato merupakan orang pertama yang berhasil mengisolasi organisme dari
korban manusia yang terkena tetanus dan juga melaporkan bahwa toksinnya dapat
dinetralisasi dengan antibodi yang spesifik.
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran.
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium
tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti
kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester
dan otot rangka.
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman
Clostridium tetani, bermanifestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti
kekakuan otot seluruh badan. Kekuatan tonus otot massater dan otot-otot rangka.
Jadi, dapat disimpulkan Tetanus merupakan penyakit infeksi yang berbahaya
disebabkan oleh toksin yang mempengaruhi system urat saraf dan otot.

2. EPIDEMIOLOGI
Tetanus terjadi secara luas di seluruh dunia namun paling sering pada daerah
dengan populasi padat, pada iklim hangat dan lembab. Organisme penyebab
ditemukan secara primer pada tanah dan saluran cerna hewan dan manusia. Transmisi
secara primer terjadi melalui luka yang terkontaminasi. Luka dapat berukuran besar
atau kecil. Pada tahun-tahun terakhir ini, tatanus sering terjadi melalui luka- luka
yang kecil. Tetanus juga dapat menyertai setelah luka operasi elektif, luka bakar, luka

2
tusuk yang dalam, luka robek, otitis media, infeksi gigi, gigitan binatang, aborsi dan
kehamilan.
Di Amerika Serikat, insidensi tetanus telah berhasil diturunkan sejak pertengahan
tahun 1940, sejalan degan penggunaan imunisasi tetanus secara luas. Pelaporan kasus
pada tahun 1981 1991 oleh CDC di Amerika menunjukkan bahwa angka kematian
pasien dengan tetanus hanya sekitar 40%. Dari tahun 1991 -1994 telah dilaporkan
bahwa 60% pasien berusia 20 -59 tahun dan 35% >60tahun.
Secara internasional pada tahun 1992 terhitung sekitar 578.000 bayi mengalami
kematian karena tetanus neonatorum. Pada tahun 2000, dengan data dari WHO
menghitung insidensi secara global kejadian tetanus di dunia secara kasar berkisar
antara 0,5 1 juta kasus dan tetanus neonatorum terhitung sekitar 50% dari kematian
akibat tetanus di negara negara berkembang. Perkiraan insidensi tetanus secara
global adalah 18 per 100.000 populasi per tahun. Di negara berkembang, tetanus lebih
sering mengenai laki laki dibanding perempuan dengan perbandingan 3 : 1 atau 4 :1
Secara epidemiologi, angka kematian tetanus sekitar 45% dan 6 % diketahui
mendapatkan 1 -2 dosis tetanus toksoid, dan 15% pada individu yang tidak divaksin.
Angka kematian tertinggi diketahui pada penderita dengan usia >60 tahun (18%)
3. ETIOLOGI
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan
cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang
mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat
tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-
mana.
Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga melalui:
a. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar
b. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik
c. OMP, caries gigi
d. Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
e. Penjahitan luka robek yang tidak steril.
Clostridium tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat,
dapat membentuk spora, dan berbentuk drumstick. Spora yang dibentuk oleh C. tetani
ini sangat resisten terhadap panas dan antiseptik. Ia dapat tahan walaupun telah
diautoklaf (1210C, 10-15 menit) dan juga resisten terhadap fenol dan agen kimia
lainnya. Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia
dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian. Umumnya, spora bakteri ini

3
terdistribusi pada tanah dan saluran penceranaan serta feses dari kuda, domba, anjing,
kucing, tikus, babi, dan ayam. Ketika bakteri tersebut berada di dalam tubuh, ia akan
menghasilkan neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai racun yang
menyerang bagian sistem saraf). C. tetani menghasilkan dua buah eksotoksin, yaitu
tetanolysin dan tetanospasmin. Fungsi dari tetanoysin tidak diketahui dengan pasti,
namun juga dapat memengaruhi tetanus. Tetanospasmin merupakan toksin yang
cukup kuat.

4. KLASIFIKASI:
1. Tetanus lokal (lokalited Tetanus)
Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah
tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah merupakan
tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan
dalam beberapa bulan tanpa progressif dan biasanya menghilang secara bertahap.
Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi dalam bentuk
yang ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisajuga lokal tetanus ini
dijumpai sebagai prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai secara terpisah. Hal
ini terutama dijumpai sesudah pemberian profilaksis antitoksin.
2. Cephalic tetanus
Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar 1
2 hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di India ), luka

4
pada daerah muka dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga
hidung.
3. Generalized Tetanus
Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang
tidak dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-diam.
Trismus merupakan gejala utama yang sering dijumpai ( 50 %), yang disebabkan
oleh kekakuan otot-otot masseter, bersamaan dengan kekakuan otot leher yang
menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa
Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka, opistotonus
( kekakuan otot punggung), kejang dinding perut. Spasme dari laring dan otot-otot
pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose asfiksia. Bisa
terjadi disuria dan retensi urine,kompressi frak tur dan pendarahan didalam otot.
Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun bisa mencapai 40
C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak stabil dan
dijumpai takhikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa ditegakkan hanya
berdasarkan gejala klinis.
4. Neonatal tetanus
Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu
proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses
pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah
terkontaminasi spora C.tetani, maupun penggunaan obat-obatan Wltuk tali pusat
yang telah terkontaminasi. Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan
dan obat tradisional yang tidak steril,merupakan faktor yang utama dalam
terjadinya neonatal tetanus.
Ada 3 bentuk klinik dari tetanus, yaitu:
1) Tetanus lokal : otot terasa sakit, lalu timbul rigiditas dan spasme pada bagian
paroksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan
menghilang tanpa sekuele.
2) Tetanus general; merupakan bentuk paling sering, timbul mendadak dengan kaku
kuduk, trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit kepala merupakan
manifestasi awal. Dalam waktu singkat konstruksi otot somatik meluas.

5
Timbul kejang tetanik bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan
ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya spasme berlangsung beberapa
detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh periode relaksasi.
3) Tetanus cephalic : varian tetanus local yang jarang terjadi masa inkubasi 1-2 hari
terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah
disfungsi saraf III, IV, VII, IX dan XI tersering adalah saraf otak VII diikuti
tetanus umum.
Menurut berat gejala dapat dibedakan 3 stadium :
a) Trismus (3 cm) tanpa kejang-lorik umum meskipun dirangsang.
b) Trismur (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum bila dirangsang.
c) Trismur (1 cm) dengan kejang torik umum spontan.

5. TANDA DAN GEJALAH


Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dengan gejala pertama) rata-
rata 7-10 hari dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara gejala pertama
dengan spasme pertama) bervariasi antara 1-7 hari. Minggu pertama: regiditas,
spasme otot. Gangguan ototnomik biasanya dimulai beberapa hari setelah spasme dan
bertahan sampai 1-2 minggu tetapi kekakuan tetap bertahan lebih lama. Pemulihan
bisa memerlukan waktu 4 minggu. (Sudoyo, Aru 2009)
Pemeriksaan fisis (Sumarmo, 2002)
1. Trismus adalah kekakuan otot mengunyah sehingga sukar membuka mulut.
2. Risus sardonicus, terjadi sebagai kekakuan otot mimic, sehingga tampak dahi
mengkerut, mata agak tertutup, dan sudut mulut tertarik keluar kebawah.

3. Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti: otot punggung,
otot leher, otot badan, dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat berat dapat
menyebabkan tubuh melengkung seperti busur.

4. Otot dinding perut kaku sehingga dinding perut seperti papan

5. Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya hanya
terjadi setelah dirangsang misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, atau terkena
sinar yang kuat.

6
6. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernapasan akibat kejang yang terus-
menerus atau oleh kekakuan otot laring yang dapat menimbulkan anoksia dan
kematian.

Secara umum tanda dan gejala yang akan muncul:

1. Spasme dan kaku otot rahang (massester) menyebabkan kesukaran membuka


mulut (trismus)
2. Pembengkakan, rasa sakit dan kaku dari berbagai otot:

a. Otot leher

b. Otot dada

c. Merambat ke otot perut

d. Otot lengan dan paha

e. Otot punggung, seringnya epistotonus

3. Tetanik seizures (nyeri, kontraksi otot yang kuat)

4. Iritabilitas

5. Demam

Gejala penyerta lainnya:

1. Keringat berlebihan
2. Sakit menelan
3. Spasme tangan dan kaki
4. Produksi air liur
5. BAB dan BAK tidak terkontrol
6. Terganggunya pernapasan karena otot laring terserang

6. PATOFISIOLOGI

7
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif
anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi
bentuk spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera (periode inkubasi).
Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya
adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri,
botulisme). Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang
berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis
dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang
terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan
dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan.

Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi sel
vegetatif. Selanjutnya, toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh bagian tubuh
melalui peredaran darah dan sistem limpa. Toksin tersebut akan beraktivitas pada
tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem saraf termasuk otak. Gejala klonis yang
ditimbulakan dari toksin tersebut adalah dengan memblok pelepasan dari
neurotransmiter sehingga terjadi kontraksi otot yang tidak terkontrol. Akibat dari
tetanus adalah rigid paralysis (kehilangan kemampuan untuk bergerak) pada
voluntary muscles (otot yang geraknya dapat dikontrol), sering disebut lockjaw
karena biasanya pertama kali muncul pada otot rahang dan wajah. Kematian biasanya
disebabkan oleh kegagalan pernafasan dan rasio kematian sangatlah tinggi.

7. MANIFESTASI KLINIS.
a. Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari
b. Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)
c. Kesukaran membuka mulut (trismus)
d. Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang
e. Saat kejang tonik tampak risus sardonikus
f. Gambaran umum yang khas pada tetanus:
Badan kaku dengan epistotonus
Tungkai dalam ekstensi
Lengan kaku dan tangan mengepal

8
Biasanya keasadaran tetap baik
Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena: Rangsang
suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan
Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine,
fraktur vertebralis (pada anak-anak), demam ringan dengan stadium akhir.
Pada saat kejang suhu dapat naik 2-4 derakat celsius dari normal,
diaphoresis, takikardia dan sulit menelan.

Pemeriksaan fisik:
1. Trimus adalah kekakuan otot mengunyah sehingga sukar membuka mulut.
2. Risus sardonicus, terjadi sebagai kekakuan otot mimic, sehingga tampak dahi
mengkerut, mata agak tertutup, dan sudut mulut tertarik keluar kebawah.
3. Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti otot punggung,
otot leher, otot badan, dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat berat dapat
menyebabkan tubuh melengkung seperti busur.
4. Otot dinding perut kaku sehingga dinding perut seperti papan.
5. Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya hanya
terjadi setelah dirangsang missal nya dicubit, digerakkan secara kasar, atau
terkena sinar yang kuat.
6. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernafasan akibat kejang yang
terus menerus atau oleh kekakuan otot laring yang dapat menimbulkan anoksia
dan kematian.
Klasifikasi berat ringannnya tetanus menurut Albert:
No. Klasifikasi Tanda dan gejala
1. Derajat 1 Trimus ringan sampai sedang, spastisitas general, tanpa
(ringan) gangguan pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa
disfagia
2. Derajat 2 Trimus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasme
(sedang) singkat ringan sampai sedang, gangguan pernafasan
sedang RR 30x/menit, disfagia ringan.
3. Derajat 3 Trimus berat, spatisitas generaisata, spasme reflek
(berat) berkepanjangan, RR 40x/menit, seranga apnea, disfagia

9
berat, takikardi 120.
4. Derajat 4 Otomik berat melibatkan siste kardiovaskular, hipotensi
(sangat berat) berat, takikardia terjadi berselingan dengan hipotensi dan
bradikardi (salah satunya menetap

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Diagnosa didasarkan pada riwayat perlukaan disertai keadaan klinis kekakuanotot
rahang.

b. Laboratorium ; leukositosis ringan, peninggian tekanan otak, deteksi kuman suli

c. Pemeriksaan Ecg dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler

d. Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada
rahang.

e. Pemeriksaan darah (kalsium dan fosfat).

10
9. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)
a. hiperimun globulin (paling baik)
Dosis: 3.000-6.000 unit IM
Waktu paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan
Tidak berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak dapat menembus barier
darah-otak
b. Pemberian ATS (anti tetanus)
ATS profilaksis diberikan untuk (luka yang kemungkinan terdapat clostridium: luka
paku berkarat), luka yang besar, luka yang terlambat dirawat, luka tembak, luka
yang terdapat diregio leher dan muka, dan luka-luka tusuk atau gigitan yang
dalam) yaitu sebanyak 1500 IU 4500 IU
ATS terapi sebanyak > 1000 IU, ATS ini tidak berfungsi membunuh kuman tetanus
tetapi untuk menetralisir eksotoksin yang dikeluarkan clostridium tetani disekitar
luka yang kemudian menyebar melalui sirkulasi menuju otak.
Untuk terapi, pemberian ATS melelui 3 cara yaitu:
Di suntik disekitar luka 10.000 IU (1 ampul)
IV 200.000 IU (10 ampul lengan kanan dan 10 ampul lengan kiri)
IM di region gluteal 10.000 IU
2.Perawatan luka
a. Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing, biarkan terbuka
(jaringan nekrosis atau pus membuat kondisis baik C. Tetani untuk berkembang
biak)
b. Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg BB/24 jam IV) selama
10 hari
c. Alternatif
Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3 atau 4 dosis
Metronidazol yang merupakan agent anti mikribial.
Kuman penyebab tetanus terus memproduksi eksotoksin yang hanya dapat
dihentikan dengan membasmi kuman tersebut.

11
3. Berantas kejang
a. Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana tenang
b. Preparat anti kejang
c. Barbiturat dan Phenotiazim
- Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2 jam untuk optimum
level, yaitu pasien tenag setengah tidur tetapi berespon segera bila dirangsang
- Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus
- Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15 mg/kg BB/24 jam:
mungkin 2-6 minggu
4.Terapi suportif
a. Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang merangsang
b. Perawatan umum, oksigen
c. Bebas jalan napas dari lendir, bila perlu trakeostomi
d. Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi parenteral, hindari dehidrasi.
Selama pasase usus baik, nutrisi interal merupakan pilihan selain berfungsi untuk
mencegah atropi saluran cerna.
e. Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin.
Tata laksana pasien tetanus
Umum
a. Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi. Pemberian cairan secara i.v., sekalian
untuk memberikan obat-obatan secara syringe pump (valium pump).
b. Menjaga saluran nafas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu tracheostomy.
c. Memeriksa tambahan oksigen secara nasal atau sungkup.
d. Kejang harus segera dihentikan dengan pemberian valium/diazepam bolus i.v. 5
mg untuk neonatus, bolus i.v. atau perectal 10 mg untuk anak-anak (maksimum
0.7 mg/kg BB).
Untuk menetralisir racun, diberikan immunoglobulin tetanus. Antibiotik tetrasiklin
dan penisilin diberikan untuk mencegah pembentukan racun lebih lanjut, supaya
raccun yang ada mati.
Obat lainnya bisa diberikan untuk menenangkan penderita, mengendalikan kejang
dan mengendurkan otot-otot. Penderita biasanya dirawat di rumah sakit dan

12
ditempatkan dalam ruangan yang tenang. Untuk infeksi menengah sampai berat,
mungkin perlu dipasang ventilator untuk membantu pernafasan.

Makanan diberikan melalui infus atau selang nasogastrik. Untuk membuang kotoran,
dipasang kateter. Penderita sebaiknya berbaring bergantian miring ke kiri atau ke
kanan dan dipaksa untuk batuk guna mencegah terjadinya pneumonia. Untuk
mengurangi nyeri diberikan kodein. Obat lainnya bisa diberikan untuk
mengendalikan tekanan darah dan denyut jantung. Setelah sembuh, harus
diberikan vaksinasi lengkap karena infeksi tetanus tidak memberikan kekebalan
terhadap infeksi berikutnya.
10. KOMPLIKASI
a. Patah tulang (fraktur)
Kejang otot berulang-ulang dan kejang-kejang yang disebabkan oleh infeksi tetanus
dapat menyebabkan patah tulang di tulang belakang, dan juga di tulang lainnya. Patah
tulang kadang-kadang dapat menyebabkan kondisi yang disebut myositis
circumscripta ossificans, yang mana tulang mulai terbentuk dalam jaringan lunak,
sering di sekitar sendi.
b. Aspirasi pneumonia
Jika Anda memiliki infeksi tetanus, rigiditas otot dapat membuat batuk dan menelan
sulit. Hal ini dapat menyebabkan pneumonia aspirasi untuk berkembang. Aspirasi
pneumonia terjadi sebagai akibat menghirup sekresi atau isi perut, yang dapat
menyebabkan infeksi saluran pernapasan bawah.
c. Laryngospasm
Laryngospasm adalah tempat laring (kotak suara) masuk ke dalam kejang, singkat
sementara yang biasanya berlangsung 30-60 detik. Laryngospasm mencegah oksigen
dari mencapai paru-paru Anda, membuat sulit bernapas. Setelah serangan
laryngospasm, pita suara Anda biasanya akan rileks dan kembali normal. Namun,
dalam kasus yang sangat parah, laryngospasm dapat mengakibatkan asfiksia (mati
lemas). Tidak ada obat untuk efektif mengobati laryngospasm, tetapi duduk dan
mencoba untuk rileks seluruh tubuh Anda dapat mempercepat pemulihan.
d. Pulmonary embolism

13
Suatu emboli paru adalah kondisi serius dan berpotensi mengancam nyawa. Hal ini
disebabkan oleh penyumbatan dalam pembuluh darah di paru-paru yang dapat
mempengaruhi pernapasan dan sirkulasi. Oleh karena itu, penting bahwa pengobatan
segera diberikan dalam bentuk obat anti-pembekuan dan, jika diperlukan, terapi
oksigen.
e. Gagal ginjal akut
Kejang otot parah yang berhubungan dengan infeksi tetanus dapat menyebabkan
kondisi yang dikenal sebagai rhabdomyolysis. Rhabdomyolysis adalah tempat otot
rangka dengan cepat hancur, sehingga mioglobin (protein otot) bocor ke dalam urin.
Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal akut.

11. PROGNOSIS
Tetanus memiliki angka kematian sampai 50%. Kematian biasanya terjadi pada
penderita yang sangat muda, sangat tua dan pemakai obat suntik. Jika gejalanya
memburuk dengan segera atau jika pengobatan tertunda maka prognosisnya akan menjadi
buruk.

12. PENCEGAHAN

Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik daripada mengobatinya.
Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT (difteri,
pertusis, tetanus).
Dewasa sebaiknya menerima booster, Pada seseorang yang memiliki luka, jika:
Telah menerima booster tetanus dalam waktu 5 tahun terakhir, tidak perlu
menjalani vaksinasi lebih lanjut
Belum pernah menerima booster dalam waktu 5 tahun terakhir, segera diberikan
vaksinasi
Belum pernah menjalani vaksinasi atau vaksinasinya tidak lengkap, diberikan
suntikan immunoglobulin tetanus dan suntikan pertama dari vaksinasi 3 bulanan.
Setiap luka (terutama luka tusukan yang dalam) harus dibersihkan secara seksama
karena kotoran dan jaringan mati akan mempermudah pertumbuhan bakteri
Clostridium tetani.

14
ASUHAN KEPERAWATAN TETANUS

1. PENGKAJIAN
Data fokus meliputi :
a) Apakah ada riwayat luka tusuk, bakar atau luka tembak.
b) Apaka pernah digigit hewan
c) Apakah sedang menderita infeksi telinga atau gigi berlubang.
d) Pada neonatus : pengkajian prenatal, antal dan Post natal.

15
e) Keadaan umum klien
f) Tanda-tanda vital
g) Pemeriksaan fisik

Pengkajian Umum

a. Riwayat penyakit sekarang; adanya luka parah atau luka bakar dan imunisasi yang
tidak adekuat.
b. Sistem Pernafasan ; dyspneu asfiksia dan sianosis akibat kontaksi otot pernafasan

c. Sistem kardio vaskuler; disritmia, takikardia, hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh
awal 38-40 C atau febril, terminal 43-44 C

d. Sistem Neurolgis; (awal) irritability, kelemahan, (akhir) konvulsi, kelumpuhan satu


atau beberapa saraf otak.

e. Sistem perkemihan; retensi urine (distensi kandung kencing dan urine out put tidak
ada/oliguria)

f. Sistem pencernaan; konstipasi akibat tidak adanya pergerakan usus.

g. Sistem integumen dan muskuloskletal; nyeri kesemutan tempat luka, berkeringan


(hiperhidrasi). Pada awalnya didahului trismus, spasme oto muka dengan
meningkatnya kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot-otot kaku dan kesulitan
menelan. Apabila hal ini berlanjut akan terjadi status konvulsi dan kejang umum.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum
pada trakea dan spame otot pernafasan.

16
b. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme
otot-otot pernafasan.

c. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin


(bakterimia)

d. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot


pengunyah

e. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan sering kejang

f. Risiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake


yang kurang dan oliguria

g. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kondisi lemah


dan sering kejang

h. Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit tetanus dan


penanggulangannya berhbungan dengan kurangnya informasi.

3. INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Bersihan Jalan Nafas tidak NOC : NIC :
Efektif Respiratory status : Airway suction
Ventilation 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal
Definisi : Ketidakmampuan Respiratory status : Airway suctioning
untuk membersihkan sekresi patency 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan
atau obstruksi dari saluran Aspiration Control sesudah suctioning.
pernafasan untuk 3. Informasikan pada klien dan keluarga
mempertahankan kebersihan Kriteria Hasil : tentang suctioning
jalan nafas. 1. Mendemonstrasikan 4. Minta klien nafas dalam sebelum
batuk efektif dan suara suction dilakukan.
Batasan Karakteristik : nafas yang bersih, tidak5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal

17
Dispneu, Penurunan suara ada sianosis dan untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
nafas dyspneu (mampu6. Gunakan alat yang steril sitiap
Orthopneu mengeluarkan sputum, melakukan tindakan
Cyanosis mampu bernafas dengan7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan

Kelainan suara nafas (rales, mudah, tidak ada pursed napas dalam setelah kateter dikeluarkan

wheezing) lips) dari nasotrakeal

Kesulitan berbicara 2. Menunjukkan jalan8. Monitor status oksigen pasien


nafas yang paten (klien9. Ajarkan keluarga bagaimana cara
Batuk, tidak efekotif atau
tidak merasa tercekik, melakukan suksion
tidak ada
irama nafas, frekuensi10. Hentikan suksion dan berikan oksigen
Mata melebar
pernafasan dalam apabila pasien menunjukkan bradikardi,
Produksi sputum
rentang normal, tidak peningkatan saturasi O2, dll.
Gelisah
ada suara nafas
Perubahan frekuensi dan
abnormal) Airway Management
irama nafas
3. Mampu 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin
mengidentifikasikan dan lift atau jaw thrust bila perlu
Faktor-faktor yang
mencegah factor yang2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
berhubungan:
dapat menghambat jalan ventilasi
Lingkungan : merokok,
nafas 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan
menghirup asap rokok,
alat jalan nafas buatan
perokok pasif-POK, infeksi
4. Pasang mayo bila perlu
Fisiologis : disfungsi
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
neuromuskular, hiperplasia
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
dinding bronkus, alergi
suction
jalan nafas, asma.
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
Obstruksi jalan nafas :
suara tambahan
spasme jalan nafas, sekresi
8. Lakukan suction pada mayo
tertahan, banyaknya
9. Berikan bronkodilator bila perlu
mukus, adanya jalan nafas
10. Berikan pelembab udara Kassa basah
buatan, sekresi bronkus,
NaCl Lembab
adanya eksudat di alveolus,
11. Atur intake untuk cairan

18
adanya benda asing di jalan mengoptimalkan keseimbangan.
nafas. 12. Monitor respirasi dan status O2

2 Nyeri NOC : NIC :


Pain Level, Pain Management
Definisi : Pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
Sensori yang tidak Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
menyenangkan dan pengalamanKriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
emosional yang muncul secara 1. Mampu mengontrol dan faktor presipitasi
aktual atau potensial kerusakan nyeri (tahu penyebab2. Observasi reaksi nonverbal dari
jaringan atau menggambarkan nyeri, mampu ketidaknyamanan
adanya kerusakan (Asosiasi menggunakan tehnik3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
Studi Nyeri Internasional): nonfarmakologi untuk untuk mengetahui pengalaman nyeri
serangan mendadak atau pelan mengurangi nyeri, pasien
intensitasnya dari ringan sampai mencari bantuan) 4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon
berat yang dapat diantisipasi 2. Melaporkan bahwa nyeri
dengan akhir yang dapat nyeri berkurang dengan5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
diprediksi dan dengan durasi menggunakan 6. Evaluasi bersama pasien dan tim
kurang dari 6 bulan. manajemen nyeri kesehatan lain tentang ketidakefektifan
3. Mampu mengenali nyeri kontrol nyeri masa lampau
Batasan karakteristik : (skala, intensitas,7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
Laporan secara verbal atau frekuensi dan tanda dan menemukan dukungan
non verbal nyeri) 8. Kontrol lingkungan yang dapat
Fakta dari observasi 4. Menyatakan rasa mempengaruhi nyeri seperti suhu
Posisi antalgic untuk nyaman setelah nyeri ruangan, pencahayaan dan kebisingan
menghindari nyeri berkurang 9. Kurangi faktor presipitasi nyeri

Gerakan melindungi 5. Tanda vital dalam10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri

Tingkah laku berhati-hati rentang normal (farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
Muka topeng
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
Gangguan tidur (mata sayu,
menentukan intervensi
tampak capek, sulit atau

19
gerakan kacau, menyeringai) 12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Terfokus pada diri sendiri 13. Berikan analgetik untuk mengurangi
Fokus menyempit nyeri
(penurunan persepsi waktu, 14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
kerusakan proses berpikir, 15. Tingkatkan istirahat
penurunan interaksi dengan 16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
orang dan lingkungan) keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
Tingkah laku distraksi, 17. Monitor penerimaan pasien tentang
contoh : jalan-jalan, manajemen nyeri
menemui orang lain dan/atau
aktivitas, aktivitas berulang- Analgesic Administration
ulang) 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,

Respon autonom (seperti dan derajat nyeri sebelum pemberian

diaphoresis, perubahan obat

tekanan darah, perubahan 2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat,

nafas, nadi dan dilatasi pupil) dosis, dan frekuensi

Perubahan autonomic dalam 3. Cek riwayat alergi

tonus otot (mungkin dalam 4. Pilih analgesik yang diperlukan atau

rentang dari lemah ke kaku) kombinasi dari analgesik ketika

Tingkah laku ekspresif pemberian lebih dari satu

(contoh : gelisah, merintih, 5. Tentukan pilihan analgesik tergantung

menangis, waspada, iritabel, tipe dan beratnya nyeri

nafas panjang/berkeluh 6. Tentukan analgesik pilihan, rute

kesah) pemberian, dan dosis optimal


7. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
Perubahan dalam nafsu
pengobatan nyeri secara teratur
makan dan minum
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
Faktor yang berhubungan :
9. Berikan analgesik tepat waktu terutama
Agen injuri (biologi, kimia,
saat nyeri hebat
fisik, psikologis)
10. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan

20
gejala (efek samping)
3 Resiko Aspirasi b/d tidak NOC : NIC:
efektifnya kebersihan jalan Respiratory Status : Aspiration precaution
nafas dan tidak adanya reflek Ventilation 1. Monitor tingkat kesadaran, reflek
muntah Aspiration control batuk dan kemampuan menelan
Kriteria Hasil : 2. Monitor status paru
Definisi : Risiko masuknya 1. Pasien mampumenelan 3. Pelihara jalan nafas
secret secret gastrointestinal, tanpa terjadi aspirasi 4. Lakukan suction jika diperlukan
secret secret oropharingeal, 2. Jalan nafas paten dan 5. Cek nasogastrik sebelum makan
benda benda padat atai cairan suara nafas bersih 6. Hindari makan kalau residu masih
kedalam tracheobronkhial. banyak
7. Potong makanan kecil kecil
Faktor factor resiko : 8. Haluskan obat sebelum pemberian
Peningkatan tekanan dalam 9. Naikkan kepala 30-45 derajat setelah
lambung makan
Selang makanan
Situasi yang menghambat
Elevasi bagian tubuh atas
Penurunan tingkat
kesadaran
Adanya tracheostomy atau
selang endotrakheal
Keperluan pengobatan
Adanya kawat rahang
Peningkatan residu
lambung
Menurunnya fungsi
spingter esophagus
Gangguan menelan
NGT

21
Operasi, trauma wajah,
mulut, leher
Batuk, gag reflek
Penurunan motilitas
gastrointestinal
Lambatnya pengosongan
lambung
4 Perfusi jaringan tidak efektif NOC : NIC :
b/d kerusakan transport oksigen Circulation status Peripheral Sensation Management
melalui alveolar dan atau Tissue Prefusion : cerebral (Manajemen sensasi perifer)
membran kapiler Kriteria Hasil : 1. Monitor adanya daerah tertentu yang
a. mendemonstrasikan status hanya peka terhadap
Definisi : sirkulasi yang ditandai dengan : panas/dingin/tajam/tumpul
Penurunan pemberian oksigen Tekanan systole dandiastole 2. Monitor adanya paretese
dalam kegagalan memberi dalam rentang yang diharapkan 3. Instruksikan keluarga untuk
makan jaringan pada tingkat Tidak ada mengobservasi kulit jika ada lsi atau
kapiler ortostatikhipertensi laserasi
Batasan karakteristik : Tidak ada tanda tanda 4. Gunakan sarun tangan untuk proteksi
Renal peningkatan tekanan 5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan
Perubahan tekanan darah di intrakranial (tidak lebih dari 15 punggung
luar batas parameter mmHg) 6. Monitor kemampuan BAB
Hematuria b. mendemonstrasikan 7. Kolaborasi pemberian analgetik
Oliguri/anuria kemampuan kognitif yang 8. Monitor adanya tromboplebitis

Elevasi/penurunan ditandai dengan: 9. Diskusikan menganai penyebab

BUN/rasio kreatinin berkomunikasi dengan jelas perubahan sensasi

Gastro Intestinal dan sesuai dengan kemampuan


menunjukkan perhatian,
Secara usus hipoaktif atau
konsentrasi dan orientasi
tidak ada
memproses informasi
Nausea
membuat keputusan dengan
Distensi abdomen
benar

22
Nyeri abdomen atau tidak c. menunjukkan fungsi sensori
terasa lunak (tenderness) motori cranial yang utuh :
Peripheral tingkat kesadaran mambaik,
Edema tidak ada gerakan gerakan

Tanda Homan positif involunter

Perubahan karakteristik kulit


(rambut, kuku,
air/kelembaban)
Denyut nadi lemah atau tidak
ada
Diskolorisasi kulit
Perubahan suhu kulit
Perubahan sensasi
Kebiru-biruan
Perubahan tekanan darah di
ekstremitas
Bruit
Terlambat sembuh
Pulsasi arterial berkurang
Warna kulit pucat pada
elevasi, warna tidak kembali
pada penurunan kaki
Cerebral
Abnormalitas bicara
Kelemahan ekstremitas atau
paralis
Perubahan status mental
Perubahan pada respon
motorik
Perubahan reaksi pupil

23
Kesulitan untuk menelan
Perubahan kebiasaan
Kardiopulmonar
Perubahan frekuensi respirasi
di luar batas parameter
Penggunaan otot pernafasan
tambahan
Balikkan kapiler > 3 detik
(Capillary refill)
Abnormal gas darah arteri
Perasaan Impending Doom
(Takdir terancam)
Bronkospasme
Dyspnea
Aritmia
Hidung kemerahan
Retraksi dada
Nyeri dada
Faktor-faktor yang
berhubungan :
Hipovolemia
Hipervolemia
Aliran arteri terputus
Exchange problems
Aliran vena terputus
Hipoventilasi
Reduksi mekanik pada vena
dan atau aliran darah arteri
Kerusakan transport oksigen
melalui alveolar dan atau

24
membran kapiler
Tidak sebanding antara
ventilasi dengan aliran darah
Keracunan enzim
Perubahan afinitas/ikatan
O2 dengan Hb
Penurunan konsentrasi Hb
dalam darah

5 Resiko trauma b/d kejang NOC : NIC :


Knowledge : Personal Environmental Management safety
Safety 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk
Safety Behavior : Faal pasien
Prevention 2. Identifikasi kebutuhan keamanan
Safety Behavior : Falls pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan
occurance fungsi kognitif pasien dan riwayat
Safety Behavior : Physical penyakit terdahulu pasien
Injury 3. Menghindarkan lingkungan yang
berbahaya (misalnya memindahkan
perabotan)
4. Memasang side rail tempat tidur
5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman
dan bersih
6. Menempatkan saklar lampu ditempat
yang mudah dijangkau pasien.
7. Membatasi pengunjung
8. Memberikan penerangan yang cukup
9. Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien.
10. Mengontrol lingkungan dari kebisingan
11. Memindahkan barang-barang yang

25
dapat membahayakan
12. Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

Ackley BJ, Ladwig GB. 2011. Nursing Diagnosis Handbook an Evidence-Based Guide to
Planning Care. United Stated of America : Elsevier.

Doengoes ME. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Dorland. 2002. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC.

Moorhead, Sue, et all. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. USA:
Mosbie Elsevier.

NANDA International. 2009. Nursing Diagnosis: Definition and Classification 2009-2011. USA:
Willey Blackwell Publication.

Arif, Hardi. 2013.Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis& nanda nic noc
jilid 1. Media Action publishing. Yogyakarta
http://health.yahoo.com/ency/adam/00615.last diakses pada tanggal 12 September 2015
http://www.nfid.org/factsheets/tetanusadult.html. diakses pada tanggal 12 September 2015
Komite medik RSUP Dr. Sardjito, 2010. Standar Pelayanan Medis, Edisi 2, Cetakan I,

26
Medika FK UGM, Yogyakarta
Mc Closkey, Joanne C and Bulechek, Gloria M, 2010, Nursing Intervention Classification (NIC),
Second edition, Mosby Year Book Inc, St. Louis
Nanda, 2013, Nursing Diagnosis: Definitions & Classification 2012-2013, Ed-, United States
of America
Sudoyo Aru, dkk. 2010. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 1, 2, 3, edisi keempat. Internal
Publising. Jakarta
Sumarmo, herry. 2011. Buku ajar nfeksi dan pediatric tropis edisi kedua.IDAI. Jakarta.

27

Vous aimerez peut-être aussi