Vous êtes sur la page 1sur 14

6

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Asma Bronkhial
1. Pengertian
Asma adalah penyakit implamasi koronik saluran nafas dimana banyak

sel berperan terutama sel mast, esonofil, limposit T magropag, neuropil

dan sel epitel. (Slamet Hariadi, dkk 2010).


Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran

napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga

apabila terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi

tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus,

sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012).


Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami

penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang

menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma

dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi

umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5

tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011)
Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang

terdapat di seluruh dunia dengan kekerapan bervariasi yang

berhubungan dengan dengan peningkatan kepekaan saluran napas

sehingga memicu episode mengi berulang (wheezing), sesak napas

(breathlessness), dada rasa tertekan (chest tightness), dispnea, dan

batuk (cough) terutama pada malam atau dini hari. (PDPI, 2006;

GINA, 2011). Menurut National Heart, Lung and Blood Institute

(NHLBI, 2012), pada individu yang rentan, gejala asma


7

berhubungan dengan inflamasi yang akan menyebabkan obstruksi

dan hiperesponsivitas dari saluran pernapasan yang bervariasi

derajatnya.
2. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakana faktor prespitasi atau faktor yang

memperburuk asma ( Francis, 2010) yaitu:


a. Infeksi saluran pernafasan atas.
b. Pajanan ; allergen virus, tungau debu-rumah,serbuk sari, bulu

hewan.
c. Pajanan zat kimiawi atau allergen okupasional.
d. Pajanan iritan, missal asap rokok tembakau, polutan udara.
e. Penegaruh keadaan emosi dan stress.
f. Obat-obatan,aspirin, atau obat anti-inflamasi nonsteroid, beta

bloker.
g. Olahraga.
h. Perubahan cuaca.
3. Patofisiologi
Asma merupakan obstruksi jalan napas yang reversibel. Obstruksi

tersebut dapat disebabkan oleh faktor berikut, seperti penyempitan

jalan napas; pembengkakan membran pada bronki; pengisian bronki

dengan mucus kental. Beberapa penderita mengalami respon imun

yang buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan

(IgE) menyerang sel-sel mast dalam paru yang menyebabkan

pelepasan sel-sel mast, seperti histamin dan prostaglandin. Pelepasan

ini mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme,

pembengkakan membran mukosa, pembentukan mukus berlebihan

(Smeltzer & Bare, 2012).


Penderita asma idiopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf pada

jalan napas dirangsang oleh beberapa faktor, seperti udara dingin,

emosi, olahraga, merokok, polusi dan infeksi sehingga jumlah


8

asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Peningkatan asetilkolin ini

secara langsung bisa menimbulkan bronkokonstriksi. Penderita dapat

mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis (Smeltzer &

Bare, 2012).
4. Klasifikasi Asma
Dalam GINA 2011 asma diklasifikasikan berdasarkan etiologi,

derajat penyakit asma, serta pola obstruksi aliran udara di saluran napas.

Walaupun berbagai usaha telah dilakukan, klasifikasi berdasarkan

etiologi sulit digunakan karena terdapat kesulitan dalam penentuan

etiologi spesifik dari sekitar pasien.


Derajat penyakit asama ditentukan berdasarkan gabungan penilaian

gambaran klinis, jumlah penggunaan agonis 2 untuk mengatasi gejala,

dan pemeriksaan fungsi paru pada evaluasi awal pasien . Pembagian

derajat penyakit asma menurut GINA adalah sebagai berikut :


1. Intermitten
a) Gejala kurang dari 1 kali/minggu
b) Serangan singkat
c) Gejala nokturnal tidak lebih dari 2 kali/bulan ( 2 kali)
FEV180% predicted atau PEF 80% nilai terbaik individu
Variabilitas PEF atau FEV1 < 20%
2. Persisten ringan
a) Gejala lebih dari 1 kali/minggu tapi kurang dari 1 kali/hari
b) Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tisur
c) Geajala nokturnal >2 kali/bulan
FEV180% predicted atau PEF 80% nilai terbaik individu
Variabilitas PEF atau FEV1 20-30%
3. Persisten sedang
a) Gejala terjadi setiap hari
b) Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur
c) Gejala nokturnal > 1 kali dalam seminggu
d) Menggunakan agonis 2 kerja pendek setiap hari
FEV1 60-80% predicted atau PEF 60-80% nilai terbaik

individu
Variabilitas PEF atau FEV1 > 30%
4. Persisten berat
9

a) Gejala terjadi setiap hari


b) Serangan sering terjadi
c) Gejala asma nokturnal sering terjadi
FEV1 predicted atau PEF 60% nilai terbaik individu
Variabilitas PEF atau FEV1 > 30%
Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan

berdasarkan derajat serangan asma yaitu: (GINA, 2006):


a. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara

satu kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang

hanya pada akhir ekspirasi,


b. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara

memenggal kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi

nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang -kadang terdengar pada saat

inspirasi,
c. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi

duduk bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan

mengi sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop,


d. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan,

sudah tidak terdengar mengi dan timbul bradikardi.


e. Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma.

Seorang penderita asma persisten (asma berat) dapat mengalami

serangan asma ringan. Sedangkan asma ringan dapat mengalami

serangan asma berat, bahkan serangan asma berat yang mengancam

terjadi henti nafas yang dapat menyebabkan kematian

5. Manifestasi klinik
Manifestasi klinik dari asma menuerut Tambayong (2012),yaitu:
a. Dispnea, ortopnea, batuk, mengi, sesak dada, peningkatan nadi

paradoksik, penerunan bising nafas, hiperresonans, hipoksia.


b. Takikardi, pernafasan sulit (pernafasan cepat dan dangkal),

retraksi interkostal.
10

c. Sputum kental dan lengket, tugor kulit buruk, tanda lain dari

dehidrasi.
d. Spasme bronkus, eosinofilia, bila ada elergi.
e. Ansietas/kecemasan
Sedangkatan tanda gejala lain yaitu; terjadi perubahan pada

angka penggunaan peak flow meter, nafas menjadi cepat dan

dangkal atau lambat di banding biasanaya,selain itu, terjadi

perubahan pola pernafasan (Vitahealth, 2012)


Kejadian utama pada serangan asma adalah obstruksi jalan

napas secara luas yang merupakan kombinasi dari spasme otot

polos bronkus, edema mukosa karena sumbatan mukus. Tanda

serangan asma yang dapat kita ketahui adalah napas cepat,

merasa cemas dan ketakutan, tak sanggup bicara lebih dari 1-2

kata setiap kali tarik napas, dada dan leher tampak mencekung

bila tarik napas, bersin-bersin, hidung mampat atau hidung

ngocor, gatal-gatal tenggorokan, susah tidur, turunnya toleransi

tubuh terhadap aktivitas. (Iwan Hadibroto, 2010)


Tiga gejala yang sering muncul pada asma adalah sesak

napas, napas bunyi/ wheezing, batuk-batuk terutama malam

hari. Tingkat keparahan serangan asma tergantung pada tingkat

obstruksi saluran napas, kadar saturasi oksigen, pembawaan

pola napas, perubahan status mental, dan bagaimana tanggapan

penderita terhadap status pernapasannya (Smeltzer & Bare,

2010).
6. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien asma menurut

Muttaqin (2012) yaitu:


11

a. Pemeriksaan radiologi
Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada

paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan

rongga intercostalis, serta diagfragma yang menurun. Kelainan

yang didapat adalah sebagai berikut :


1) Bila di sertai bronchitis, maka bercak dihilus akan

beratambah.
2) Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD), maka

gambar radiolusa akan semakain bertambah.


b. Pemeriksan tes kulit
Dilakuakan untuk mengetahuai alergi terhadap obat tertentu.
c. Elektrokardiolografi
Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right

axis deviasi dan clock wise relation.


Terdapat hipertropi otot jantung yakni terdapat RBB (Right

Bundle Bronch Block). Tanda-tanda hipoksemi, yaitu sinus

takikardi SVES dan VES atau terjadi depresi segmen ST

negative.
7. Pemeriksaan laborattorium
a. Pemeriksaan sputum
Digunakan untuk meliaht adanya:
1) Kristal-krital charcot leyden yang merupakan degranuliasi

dari Kristal eosinofil.


2) Spiral cufoham, yakni merupakan cost cen (sel cetakan)

dari cabang bronkus. Creole: merupakan fregmen dari

epitel bronkus.
3) Netrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum.
b. Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umumnya normal, akan tetapi dapat pula

terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis. Kadang pad adaerah

terdapat peningkatan SGOT dan LDH.


8. Komplikasi
12

Komplikasi yang dapat diakibatkan apabila asma tidak teratasi

menurut Muttaqin (2011) yaitu:


a. Atelektasis
Adalh penyakit restriktis akut yang umumnya terjadi,

mencakup kolaps jaringan paru atau unit fungsional paru.


b. Hipoksia
Suatu keadaan siman terjadi penurunan konsentrasi oksigen

dalam arteri.
c. Status asmatikus
Merupan serangan asma berat yang tidak dapat diatasi dengan

pengobatan konvensional dan iani merapak keadaan dengan

keadan darurat medis, bila tidak ditangani dengan segera

vadilatasi tersebut akan manjadi gagal nafas.


d. Pneumatoraks
Penimbuana udara atau gas di dalam rongga pleura.
9. Pentalaksanan medis dak keperawatan
Penatalaksanan pada pasien asma menurut Cowin (2010) yaitu:
a. Pengobatan non farmakologi:
1) Penyuluhan
2) Menghindari faktor pencetus
3) Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran

mukus
4) Latiahan nafas
b. Pengobatan farmokologi:
1) Agonis beta : metraproteren, bentuk aeorosol, bekerja

cepat, di berikan selama 3-4 x semprot, jarak pertam dan

kedua 10 menit.
2) Metilxantin, dosis dewasa di berikan 125 200 mg 4x

sehari
3) Kortiko steroid.
4) Kromalin dan iprutropioum bromide.

B. FREKUENSI PERNAFASAN
1. Pengertian
13

Frekuensi pernafasan pada manusia menurut WHO (2012) adalah

peragakan pernafasn yang diatur oleh pusat pernafasan di otak,


Sedangkan saraf pernafasan di rangsang oleh stimulus (rangsang) dari

kardondioksida (C02). Pada umumnya manpu bernafas antara 15 18

kali permenit.
2. Faktor yang mempengaruhi kecepatan frekuensi pernafasan
Menururt (Junior, 2011) faktor yang mempengaruhi frekuensi

pernafasan yaitu:
a. Usia
Balita memiliki frekuensi pernapasan lebih cepat dibandingkan
manula. Semakin bertambah usia, intensitas pernapasan akan
semakin menurun
b. Jenis kelamin.
Laki-laki memiliki frekuensi pernapasan lebih cepat dibandingkan
perempuan

c. Suhu tubuh
Semakin tinggi suhu tubuh (demam) maka frekuensi pernapasan
akan semakin cepat.di Lingkungan yang panas tubuh mengalami
peningkatan metabolisme untuk mempertahankan suhu agar tetap
stabil. Untuk itu tubuh harus lebih banyak mengeluarkan keringat
agar menurunkan suhu tubuh. Aktivitas ini membutuhkan energi
yang dihasilkan dari peristiwa oksidasi dengan menggunakan
oksigen sehingga akan dibutuhkan oksigen yang lebih banyak
untuk meningkatkan frekwensi.
d. Posisi tubuh
Frekuensi pernapasan meningkat saat berjalan atau berlari
dibandingkan posisi diam. frekuensi pernapasan posisi berdiri lebih
cepat dibandingkan posisi duduk. Frekuensi pernapasan posisi tidur
terlentar lebih cepat dibandingkan posisi tengkurap.
e. Aktivitas
Semakin tinggi aktivitas, maka frekuensi pernapasan akan semakin
cepat
f. Gaya Hidup
14

Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman


pernapasan dan denyut jantung, demikian juga suplay oksigen
dalam tubuh. Merokok dan pekerjaan tertentu pada tempat yang
berdebu dapat menjadi predisposisi penyakit paru.
g. Status Kesehatan
Pada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan pernapasan dapat
menyediakan oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Akan tetapi penyakit pada sistem kardiovaskuler kadang
berakibat pada terganggunya pengiriman oksigen ke sel-sel tubuh.
Selain itu penyakit-penyakit pada sistem pernapasan dapat
mempunyai efek sebaliknya terhadap oksigen darah.
h. Ketinggian
Ketinggian mempengaruhi pernapasan. Makin tinggi daratan,
makin rendah O2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup
i. Polusi udara
Dengan adanya polusi udara, kecepatan pernapasan kita terganggu.
Bernapas menjadi lebih menyesakkan sehingga kecepatan
pernapasan menurun, jumlah oksigen yang dihisap menurun, kita
pun menjadi lemas.

3. Frekuensi napas normal tergantung umur


a. Usia baru lahir sekitar 35 50x/menit
b. Usia 2 12 tahun 18 26x/menit
c. Dewasa 16 20 x/meni
4. Jenis napas
a. Takhipnea : bila pada dewasa pernafasan lebih dari 24x/menit
b. Bradipnea : bila manakurang dari 10x/menit
c. Apnea : bila tidak bernafas
C. INHALASI SEDERHANA
1. Pengertian
Pemberian obat atau zat melalui jalan pernafasan (dihirup). Terapi ini

dilakukan pada klien yg mengalami kesulitan bernafas seperti Penyakit

Paru Obstruksi Menahun (PPOM) dan astma bronchiale (Ariani Ni

putu, 2009).
Perawatan sederhana yang dapat dilakukan untuk mengatasi

ISPA dan Asma diantaranya adalah inhalasi sederhana


15

(Werner, Thuman, & Maxwell, 2009) yaitu dengan

menyiapkan air panas, wadah, handuk, dan minyak kayu

putih (jika dibutuhkan).


Inhalasi sederhana merupakan metode yang sederhana dan

efektif untuk mengatasi masalah pernapasan, sakit kepala,

dan bronchitis, namun harus berhati-hati ketika

melakukannya terutama ketika merawat anak-anak,

penggunaan handuk diganti dengan kertas (Joe & Willis,

2010).
2. Tujuan
a. Mengatasi/mengobati inflamasi jalan nafas bagian atas
b. Melonggarkan bagian nafas
c. Merangsang kerja pernafasan
d. Mencegah kekeringan pada selaput lendir pernafasan bagian atas

3. Prosedur
Berdasarkan buku ajaran praktik keperawatan (Ariani, Ni putu. 2009)

Terapi Modalitas Keperawatan beberapa langkah yang harus di

persiapkan dalap terpi inhalsi sederhana yaitu


a. Persiapan
Persiapan klien:
1) Klien diberitahu tindakan yang akan dilakukan
2) Klien dalam posisi duduk
Persiapan lingkungan:
1) Ruangan yang tenang
2) Ruangan bersih, cukup ventilasi dan pencahayaan
Persiapan alat :
1) Kom berisi air panas
2) Obat pelega nafas yang diperlukan seperti aerosol, minyak kayu
putih, dan lain-lain
3) Handuk besar
b. Pelaksanaan
1) Klien diberitahu dan dianjurkan duduk
2) Bahu diberi handuk supaya tidak kedinginan
3) Kom berisi air panas yang telah dicampur obat pelega nafas
diletakkan di atas meja, kepala klien ditutup dengan handuk
agar uap tidak keluar.
16

4) Anjurkan klien menarik nafas, mata tertutup sambil menghirup


uap air panas tersebut selama dua menit.
5) Jika tidak ada handuk, gunakan kertas yang telah dibentuk
seperti corong, kemudian arahkan corong tersebut hanya pada
mulut dan hidung klien saat menginhalasi uap
6) Lakukan tindakan tersebut sampai 10-15 menit, dua kali sehari
7) Setelah selesai, alat-alat dibereskan

D. Kerangka teori
Menurut gina (2006) kerangka teori asma bronchial adalah, asop rokok

stress, lingkungan kerja, perubahan cuaca dan olah raga. Menurut

Gershwin, M Eric dkk. (2006) penyebab asma dapat digolongkan dalam

faktor predisposisi yaitu genetik, presipitasi yaitu lingkungan kerja dan

faktor penguat yang terdiri dari petugas kesehatan.


17

Variabel
Variabel
Independen
Faktor presipita Dependen

Faktor Presipitasi
- Asap rokok
- stress
- lingkungan kerja
- perubahan cuaca
- olah raga

Faktor Predisposisi Asma


Genetik

Faktor Penguat
dukungan petugas
kesehatan

Gambar 1. Kerangka teori


Sumber : Global Initiative for Asthma (GINA, 2006), Gershwin, M Eric dkk. (2006)

Daftar Pustaka

Alsagaf Hood, dkk. (2010) Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Airlangga university
perss.

Basyir. (2005). Perilaku Merokok Pada Remaja. Jakarta: Rineka Cipta.

Depkes R.I (2009) Pedoman pengendalian penyakit asma.


18

Djojodibroto, Darmanto. (2009). Respirologi (Respiratory Medicine). Penerbit


Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Gershwin, M Eric dkk. (2006) Bronchial Asthma, A guide for practical


understanding and treatmet . Edisi V

GINA (Global Initiative for Asthma); Pocket Guide for Asthma Management
and Prevension In Children . www. Ginaasthma.org. 2006

Hadibroto, Iwan & Syamsir Alam. (2006). Asma. Jakarta: Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama

Notoatmojo,Soekidjo.2012.Metodologi penelitian kesehatan.Jakarta:Rineka


Cipta.

Notoatmodjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka


Cipta

Nursalam. (2005). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta :


Sagung Seto

Nursalam. (2009). Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktik,


Jakarta: Salemba Medika.
Ramaiah, Savitri. 2006. Asma Mengetahui Penyebab Gejala dan Cara
Penanggulangannya. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer

Sabri, Luknis & Sutanto. Statistik Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta : PT


Rajagrafindi Persada

Sutanto. (2007). Analisis Data Kesehatan. Jakarta : Fakultas Kesehatan


Masyarakat Universitas Indonesia

Sundaru H, Sukamto. (2006) Asma Bronkial , Departemen Ilmu Penyakit Dalam


Fakulas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
19

Potter, Patricia A. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,


Proses, dan Praktik, (Yasmin Asih, dkk, Penerjemah). Edisi 4. Jakarta : EGC

World Health Organization. Facts about Asthma (cited 2006, September 4).
Available

Wibisono jusuf, dkk (2010) buku ajar ilmu penyakit paru. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

Vous aimerez peut-être aussi