Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
1. LATAR BELAKANG
Asites merupakan komplikasi utama dari sirosis, terjadi pada 50% pasien yang
di ikuti selama lebih dari 10 tahun. Perkembangan asites penting dalam perjalanan
alamiah sirosis karena dikaitkan dengan mortalitas 50% lebih dari dua tahun dan
menandakan kebutuhan untuk mempertimbangkan transplantasi hati sebagai terapi pilihan.
Sebagian besar (75%) dari pasien yang hadir dengan asites yang mendasarinya adalah
sirosis, dengan sisanya karena keganasan (10%), gagal jantung (3%), Tuberkulosis (2%),
pankreatitis (1%), dan penyebab langka lainnya. Di United Kingdom kematian karena
sirosis telah meningkat dari 6 per 100.000 penduduk di tahun 1993 menjadi 12,7 per
100.000 penduduk di tahun 2000. Sekitar 4% dari populasi memiliki fungsi hati yang
abnormal atau penyakit hati, dan sekitar 10-20% dari mereka dengan salah satu dari tiga
penyakit hati kronis yang paling umum ( perlemakan hati non-alkoholik, penyakit hati
alkoholik, dan hepatitis C kronis). Dengan meningkatnya frekuensi penyakit perlemakan
hati alkoholik dan non-alkoholik, akan terjadi peningkatan besar dalam beban penyakit
hati yang diperkirakan selama beberapa tahun mendatang dengan peningkatan komplikasi
sirosis.
2. PENGERTIAN
Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum. Asites
dalam jumlah yang kecil kemungkinan menunjukkan gejala yang asimptomatik, pada
peningkatan jumlah cairan dapat menyebabkan distensi abdominal dan rasa tidak
nyaman, anoreksia, mual, dan gangguan pernapasan.
Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum. Asites
dapat disebabkan oleh banyak penyakit. Antara lain sirrosis hepatis, juga merupakan
gejala yang sering terjadi pada penderita kanker ovarium, gejala ini juga sering
digunakan sebagai tanda diagnostik adanya kemungkinan keganasan pada tumor
ovarium (Brahmana Askandar). Pada dasarnya penimbunan cairan di rongga peritoneum
dapat terjadi melalui dua mekanisme dasar, yakni transudasi dan eksudasi. Asites yang
ada hubungannya dengan sirosis hati dan hipertensi portal adalah salah satu contoh
penurunan cairan di rongga peritoneum yang terjadi melalui mekanisme transudasi.
Asites jenis ini paling sering dijumpai di Indonesia.
Asites merupakan tanda prognosis yang rawan pada beberapa penyakit.
Contohnnya asites pada kanker ovarium merupakan prognosis yang buruk, ditandai
dengan perut yang makin membesar karena rongga berisi cairan, yang lama kelamaan
akan menyebabkan penekanan pada rongga traktus gastrointestinal sehingga akan timbul
keluhan anoreksia. Bahkan jika cairan makin bertambah akanmenekan daerah diafragma
sehingga akan timbul gangguan pernapasan. (BrahmanaAskandar). Asites juga
menyebabkan pengelolaan penyakit dasarnya menjadi semakin kompleks. Seperti Infeksi
pada cairan asites akan lebih memperberat perjalanan penyakit dasarnya. Oleh karena itu
asites harus dikelola dengan baik.
3. KLASIFIKASI
Asites Tanpa Komplikasi
Asites yang tidak terinfeksi dan yang tidak terkait dengan pengembangan
sindrom hepatorenal. Asites dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Grade 1 ( mild ), asites hanya terdeteksi melalui pemeriksaan USG
Grade 2 ( moderate ), asites menyebabkan simetrikal moderate distensi abdomen
Grade 3 ( large ), asites yang ditandai dengan adanya distensi abdomen.
Table 1. Tingkatan asites dan pilihan terapi
Asites Refrakter
Asites yang tidak dapat dimobilisasi atau yang kambuh lebih awal (yaitu,
setelah terapi parasentesis) yang tidak dapat dicegah dengan terapi medis. Asites refrakter
terdiri dari dua subkelompok yang berbeda, yaitu :
Tabel 2. Definisi dan criteria diagnostic untuk asites refrakter pada sirosis
Requisites
2. Respon yang kurang Kehilangan berat badan <0,8 kg lebih dari 4 hari dan
output urin kurang dari intake
3. Kekambuhan yang lebih cepat Kekambuhan berulang dari tingkat 2 dan 3 asites tak
lebih dari 4 minggu mobilisasi yang pertama
6. PATOFISIOLOGI
Penimbunan asites ditentukan oleh 2 faktur yang penting yakni faktor lokal dan
sistemik.
- Faktor lokal
Bertanggung jawab terhadap penimbunan cairan dirongga perut, faktor lokal yang
penting adalah cairan sinusoid hati dan sistem kapiler pembuluh darah usus.
- Faktor sistemik
Bertanggung jawab terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem
cardiovaskuler dan ginjal yang menimbun retensi air dan garam. Faktor utama sebagai
pencetus timbulnya retensi air dan garam oleh ginjal adalah vasodilatasi arteri perifer
mula-mula akan terjadi peningkatan tahananan sistem porta dan diikuti terbentuknya
pitas porta sistemik baik intra maupun ektra hati apabila struktur perubahan parenkim
semakin berlanjut, pembentukan pintas juga semakin berlanjut, vasodilatasi juga akan
menjadi berat, sehingga tidak hanya sirkulasi splankrik,tetapi ditempat lain misalnya :
kulit otot dan paru.
Vasodilatasi arteri Perifer akan menyebabkan ketahanan tahanan ferifer menurun
tubuh akan menafsirkan seolah-olah menjadi penurun volome efektif darah arteri reaksi
yang dilakukan untuk melawan keadaan itu adalah meningkatkan tonos saraf simpatik
adrenergik. Hasil akhirnya adalah aktivitas terhadap 3 sistem vasokonstriktor yakni
sistem renin-angiostensin, aldesteron, arginin vasopresin dan saraf simpatik aktivasi
sistem arginin vasopresin akan menyebabkan retensi air, sistem aldesteron akan
menyebabkan penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan meningkatkan reapsorpsi
garam pada tubulus progsimal, disamping itu sistem vaskuler juga akan terpengaruh
oleh aktivitasi ketiga vaso kontriktor tersebut.
Apabila terjadi sirosis hatisemakin berlambat, vasodilatasi arteri ferifer akan
menjadi semakin berat sehingga aktivitasi sistem neoru homoral akan mampu
menimbulkan asites. Disdamping itu, aktivasi sistem neurohumoral yang terumenerus
tetapi akan menimbulkan perubahan fungsi ginjal yang semakin nyata sehingga terjadi
sindrom heparorenal.
7. MANIFESTASI KLINIK
Asites sangat mudah dikenali pada inspeksi, akan tampak perut membuncit pada
umumnya kurang gizi, otot atrofi dan pada bagian besar kasus dapat dijumpai, stigmata
hati kronik. Pada saat pasien tidur terlentang, pembesaran perut akan nampak mencolok
kesamping kanan dan kiri seperti perut kodok letak umbilikus tergeser kekaudal mendekati
sismfisis pubis, sering dijumpai hernia umbilikalis kiri tekanan intara abdomen yang
meninggi sedangkan otot-otot atrofi sehingga kekuatannya berkurang, tanda-tanda visis
lain menunjukkan adanya akumulasi cairan dalam rongga perut. Auskultasi perut antara
lain : pekak samping (Flank dullness) pekak alih (shiffing dulinees)
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan awal
Penyebab asites sering terlihat jelas dari anamnesis, riwayat dan pemeriksaan
fisik. Namun, penting untuk mencari penyebab lain dari asites. Seharusnya tidak
diasumsikan bahwa pasien alkoholik memiliki penyakit hati alkoholik. Oleh karena itu,
pemeriksaan harus diarahkan pada diagnosa penyebab asites. Investigasi ini penting
untuk menegakkan etiologi asites termasuk diagnostik parasentesis dengan pengukuran
albumin cairan asites atau protein, jumlah neutrofil, kultur cairan asites, dan amilase
cairan asites. Sitologi cairan asites harus diminta ketika ada kecurigaan klinis kearah
keganasan. Investigasi lain harus mencakup USG abdomen untuk mengevaluasi
penampakan dari pankreas, hati, dan kelenjar getah bening serta adanya splenomegali
yang mungkin menandakan hipertensi portal. Tes darah harus diambil untuk
pengukuran urea dan elektrolit, tes fungsi hati, waktu protrombin, dan hitung darah
lengkap.
- Parasentesis abdomen
Daerah yang paling umum untuk pungsi asites adalah sekitar 15 cm lateral
umbilikus, untuk menghindari pembesaran hati atau limpa. Arteri epigastrium inferior
dan superior berjalan dilateral umbilikus terhadap titik tengah inguinalis dan harus
dihindari. Untuk tujuan diagnostik, 10-20 ml cairan asites harus dipungsi untuk
inokulasi asites menjadi dua botol kultur darah dan Tabung EDTA. Komplikasi pungsi
asites terjadi pada sampai 1% dari pasien (hematoma abdomen) tapi jarang serius atau
mengancam nyawa. Komplikasi lebih serius seperti haemoperitoneum atau perforasi
usus jarang terjadi (<1/1000 prosedur). Kontraindikasi parasentesis pada pasien dengan
profil koagulasi yang abnormal. Sebagian besar pasien dengan asites karena sirosis
memiliki perpanjangan waktu protrombin dan beberapa tingkat trombositopenia. Tidak
ada data yang mendukung penggunaan fresh frozen plasma sebelum parasentesis
meskipun jika trombositopenia hebat (< 40.000) maka dokter akan memberikan
trombosit untuk mengurangi risiko perdarahan
9. PENATALAKSANAAN
a. Bed rest
Istirahat pada pasien dengan sirosis dan asites, asumsi postur tegak dikaitkan
dengan aktivasi renin-angiotensin-aldosteron dan sistem saraf simpatik, pengurangan
di tingkat filtrasi glomerulus dan ekskresi natrium, serta respon menurun terhadap
diuretik. Efek ini bahkan lebih mencolok dalam hubungan dengan latihan fisik moderat.
Data ini sangat menyarankan bahwa pasien harus diobati dengan diuretik saat
istirahat. Namun, belum ada studi klinis yang menunjukkan keberhasilan peningkatan
diuresis dengan istirahat atau durasi penurunan rawat inap. Tirah baring dapat
menyebabkan atrofi otot, dan komplikasi lainnya, serta memperpanjang lama tinggal di
rumah sakit, tirah baring umumnya tidak direkomendasikan untuk manajemen pasien
dengan asites tanpa komplikasi.
e. Diuretik 1,2,4
Diuretik telah menjadi andalan pengobatan asites sejak tahun 1940 ketika
pertama kali tersedia. Banyak agen diuretik telah dievaluasi selama bertahun-tahun
tetapi dalam praktek klinis dalam hal ini Inggris telah membatasi terutama
spironolactone, amilorid, furosemid, dan bumetanide.
- Spironolactone
Spironolactone merupakan antagonis aldosteron, bekerja terutama pada
tubulus distal untuk meningkatkan natriuresis dan mempertahankan kalium.
Spironolactone adalah obat pilihan di awal pengobatan asites karena sirosis. Dosis
harian inisial 100 mg bisa ditingkatkan sampai 400 mg untuk mencapai natriuresis
adekuat. Berjalan lambat 3-5 hari antara awal pengobatan spironolactone dan
terjadinya efek. studi kontrol natriuretik telah menemukan bahwa spironolactone
mencapai natriuresis lebih baik dan diuresis dari loop diuretic seperti
furosemide. Efek samping paling sering spironolakton pada sirosis adalah yang
berkaitan dengan ativitas antiandrogenik nya, seperti penurunan libido, impotensi,
dan ginekomastia pada pria dan ketidakteraturan menstruasi pada wanita
(meskipun sebagian besar wanita dengan asites tidak menstruasi saja).
Ginekomastia dapat secara signifikan berkurang ketika canrenoate kalium
hidrofilik derivatif digunakan, tetapi ini tidak tersedia di Inggris. Tamoxifen pada
dosis 20 mg dua kali sehari telah terbukti berguna dalam pengelolaan
gynaecomastia. Hiperkalemia merupakan komplikasi signifikan yang sering
membatasi penggunaan spironolactone dalam pengobatan asites.
- Furosemid
Furosemid adalah diuretik loop yang menyebabkan tanda natriuresis dan
diuresis pada subyek normal. Hal ini umumnya digunakan sebagai tambahan untuk
pengobatan spironolactone karena keberhasilan rendah bila digunakan sendirian
pada sirosis. Dosis awal frusemid adalah 40 mg/hari dan umumnya meningkat setiap
2-3 hari sampai dosis tidak melebihi 160 mg/hari. Tinggi dosis frusemid
berhubungan dengan gangguan elektrolit berat dan alkalosis metabolik, dan harus
digunakan hati- hati. Furosemid dan spironolactone bekerja simultan
meningkatkan efek natriuretik.
- Diuretik lain
Amiloride bekerja pada tubulus distal dan menginduksi diuresis pada 80%
pasien dengan dosis 15-30 mg/hari. Hal ini kurang efektif dibandingkan dengan
spironolakton atau kalium canrenoate. Bumetanide mirip dengan frusemid
dalam kerja dan efikasi.
Secara umum, pendekatan '' stepped care'' yang digunakan dalam pengelolaan
asites dimulai dengan diet pembatasan garam sederhana, bersama dengan
meningkatnya dosis spironolactone. Furosemid hanya ditambahkan bila 400 mg
spironolakton sendiri telah terbukti inefektif. Pada pasien dengan edema berat tidak
perlu untuk memperlambat laju harian penurunan berat badan. Sekali edema telah
diselesaikan tetapi asites berlanjut, maka tingkat penurunan berat badan tidak
melebihi 0,5 kg/hari. Selama diuresis dikaitkan dengan deplesi volume intravaskular
(25%) yang mengarah ke gagal ginjal, ensefalopathy hepatik (26%), dan
hiponatremia (28% . Sekitar 10% pasien dengan sirosis dan asites memiliki asites
refrakter. Pada pasien yang gagal pengobatan, harus diperhatikan riwayat diet dan
riwayat pengobatan. Penting untuk memastikan bahwa mereka tidak memakan obat
yang kaya akan natrium, atau obat yang menghambat garam dan ekskresi air seperti
obat - obatan anti- inflamasi non-steroid ( OAINS ). Kepatuhan retriksi natrium
makanan harus dipantau dengan pengukuran ekskresi natrium urin. Jika natrium
urin melebihi asupan sodium yang direkomendasikan, dan pasien tidak
menanggapi pengobatan, maka dapat diasumsikan bahwa pasien non-
compliant.
Gambar 2. Paracentesis
Peningkatan tekanan portal adalah salah satu faktor utama yang berkontribusi
terhadap patogenesis asites, tidak mengherankan bahwa TIPS adalah perawatan
yang sangat efektif untuk asites refrakter. Ini berfungsi sebagai pada sisi portocaval
shunt yang dipasang dengan anestesi lokal dan sedasi intravena, dan menggantikan
penggunaan pembedahan yang ditempatkan di portocaval atau mesocaval
shunts. Sejumlah studi uncontrolled telah diterbitkan menilai efektivitas TIPS pada
pasien dengan asites refrakter. Dalam kebanyakan studi keberhasilan teknis dicapai
pada 93 - 100% kasus, dengan kontrol dari asites dicapai dalam 27-92% dan
resolusi lengkap sampai dengan 75% kasus. TIPS menghasilkan penurunan
sekunder aktivasi system renin-angiotensin-aldosteron, dan meningkatkan ekskresi
natrium. Percobaan acak prospektif telah menunjukkan TIPS lebih efektif
dalam mengendalikan asites dibandingkan dengan paracentesis volume besar.
Namun, tidak ada konsensus mengenai dampak TIPS pada kelangsungan hidup
bebas transplantasi pada pasien dengan asites refraktori. Dalam satu studi TIPS tidak
berpengaruh pada survival sementara yang lain telah melaporkan
peningkatan survival baik dibandingkan dengan terapeutik paracentesis.