Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH:
ZAEDAR ALI
10800113131
AKUNTANSI C (2013)
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2016
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era globalisasi saat ini menuntut adanya suatu sistem akuntansi internasional
yang dapat diberlakukan secara internasional di setiap negara, atau diperlukan adanya
harmonisasi terhadap standar akuntansi internasional (Nuariyanti dan Erawaty, 2014).
Diadopsinya IFRS ke dalam standar akuntansi domestik bertujuan menghasilkan
laporan keuangan yang memiliki tingkat kredibilitas tinggi, persyaratan akan item-item
pengungkapan akan semakin tinggi sehingga nilai perusahaan akan semakin tinggi pula
serta laporan keuangan perusahaan menghasilkan informasi yang lebih relevan dan
akurat (Sirajuddin dan Farida, 2012). Menurut pendapat Maryono (2010) International
Financial Reporting Standards (IFRS) dijadikan sebagai referensi utama pengembangan
standar akuntansi keuangan di Indonesia karena IFRS merupakan standar yang sangat
kokoh. Membuat perubahan ke IFRS artinya mengadopsi bahasa pelaporan keuangan
global yang akan membuat perusahaan bisa lebih dimengerti oleh pasar dunia (Hariyati,
2011). Konvergensi standar akan menghapus perbedaan standar suatu negara secara
perlahan dan bertahap sehingga nantinya tidak akan ada lagi perbedaan antar standar
negara tersebut dengan standar yang berlaku secara internasional (Cahyati, 2011). Hal
yang sama diungkapkan oleh (Sukendar, 2009) yang menyatakan bahwa konvergensi
dapat diartikan sebagai suatu keadaan menuju satu titik pertemuan atau memusat.
Konvergensi standar akuntansi pada dasarnya adalah penyamaan bahasa bisnis disetiap
negara yang memiliki lembaga pengatur standar pelaporan keuangan.
Indonesia mengadopsi IFRS pada tahun 2012 yang menjadi upaya untuk membuka
peluang pasar modal internasional (Gamayuni, 2009). Sejalan dengan pendapat
(Rahmawati dan Murtini, 2015) yang menyatakan bahwa penerapan IFRS dalam SAK
Indonesia akan memberikan kemudahan pemahaman atas laporan keuangan karena
standar akuntansi yang diberlakukan bersifat internasional. Perubahan tata cara
pelaporan keuangan GAAP (PSAK atau lainnya) ke IFRS berdampak sangat luas. IFRS
akan menjadi kompetensi wajib baru bagi para profesi akuntansi, salah satunya akuntan
atau auditor yang dituntut untuk memberikan pendapat pada laporan keuangan yang
diauditnya (Lestari, 2013). Untuk dapat memberikan pendapat itu, maka seorang auditor
harus memahami IFRS secara menyeluruh. Hal senada (Putri, 2010) mengungkapkan
bahwa profesi akuntansi telah berusaha mengembangkan sekumpulan standar yang pada
umumnya diterima dan secara universal dipraktikkan. Usaha-usaha itu telah
menghasilkan dipakainya seperangkat aturan dan prosedur umum yang disebut sebagai
prinsip akuntansi berterima umum yang merupakan guidelines (standar) yang
menunjukkan tentang tata cara melaporkan kejadian ekonomis.
Pentingnya peran profesi akuntan publik serta beragamnya pengguna jasa,
menyebabkan jasa profesi akuntan publik harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan tersebut (Nugraha dan Ramantha, 2015). Baik atau
tidaknya pertanggungjawaban yang diberikan tergantung dari kinerja auditor. Kinerja
sering digunakan sebagai salah satu tolak ukur untuk menentukan suatu pekerjaan dapat
dikatakan baik atau sebaliknya. Pencapaian kinerja atau prestasi kerja bagi auditor dapat
dinilai dari tiga indikator yaitu: (1) kualitas pekerjaan, yaitu mutu pekerjaan audit yang
didasarkan pada kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan yang dimiliki auditor; (2)
kuantitas pekerjaan, yaitu jumlah hasil pekerjaan yang dapat diselesaikan sesuai dengan
target yang diberikan kepada auditor dan kemampuan auditor dalam memanfaatkan
sarana dan prasarana penunjang pekerjaan; serta (3) ketepatan waktu, yaitu ketepatan
auditor untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan
(Pratama dan Latrini, 2016). Seorang auditor harus memiliki sikap profesionalisme
dalam dirinya agar tidak melanggar aturan-aturan yang ada ketika menghadapi hal yang
menguntungkan atau merugikan bagi auditor tersebut (SafiI dan Jayanto, 2015).
Auditor harus memiliki pandangan profesionalisme yang tinggi, sehingga dapat
memberikan kontribusi yang dapat dipercaya oleh para pengambil keputusan (Ekawati,
2013).
Sikap pandang dan kepekaan terhadap etika yang dimiliki seseorang berinteraksi
dengan nilai-nilai yang ditemuinya dalam profesinya, tak terkecuali profesi sebagai
seorang auditor. Interaksi ini menghasilkan suatu sikap dan orientasi etika yang baru,
yang nantinya akan menentukan tindakan atau keputusannya sebagai auditor dalam
masalah etika. Menurut Armanda dan Ubaidillah (2014) Etika sebagai pemikiran dan
pertimbangan moral memberikan dasar bagi seseorang maupun sebuah komunitas
dalam melakukan suatu tindakan. Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada
masyarakat harus memiliki kode etik, yang merupakan seperangkat prinsipprinsip
moral yang mengatur tentang perilaku professional. Tanpa etika, profesi akuntan tidak
akan ada karena fungsi akuntan adalah sebagai penyedia informasi untuk proses
pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis (Herawaty dan Susanto, 2009).
Dalam hal etika, sebuah profesi harus memiliki komitmen moral yang tinggi yang
dituangkan dalam bentuk aturan khusus. Aturan ini merupakan aturan main dalam
menjalankan atau mengemban profesi tersebut, yang biasa disebut sebagai kode etik.
Kode etik harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi yang memberikan jasa
pelayanan kepada masyarakat dan merupakan alat kepercayaan bagi masyarakat luas.
Profesionalisme telah menjadi isu yang kritis untuk profesi akuntan dan merupakan
syarat utama yang dimiliki oleh auditor, karena dapat menggambarkan kinerja auditor,
dalam hal ini berhubungan dengan pembuatan keputusan yang berkitan dengan
judgment atas laporan keuangan. Auditor sebagai ujung tombak dari pelaksanaan
kegiatan pemeriksaan semestinya di dukung dengan independensi, kemampuan,
kemauan dan pengalaman kerja yang memadai dalam pemeriksaan, serta ditunjang
dengan sensitivitas etika profesi auditor. Kualitas audit dipengaruhi sikap auditor
independen dalam menerapkan kode etik profesi akuntan publik (Primaraharjo dan
Handoko, 2011). Selain menjadi seorang profesional yang memiliki sikap
profesionalisme, setiap auditor juga diharapkan memegang teguh etika profesi yang
sudah ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), agar situasi persaingan
tidak sehat dapat dihindarkan.
Di Indonesia, etika akuntan menjadi isu yang sangat menarik. Hal ini seiring
dengan terjadinya beberapa pelanggaran etika yang dilakukan oleh akuntan, baik
akuntan independen, akuntan intern perusahaan maupun akuntan pemerintah (Lestari,
2015). Eksternal auditor yang memiliki profesionalisme yang tinggi akan memberikan
konstribusi yang dapat dipercaya oleh para pengambil keputusan. Keberadaan standar
dan kode etik profesi masih saja menimbulkan praktik-praktik kecurangan seperti
adanya kasus-kasus koruspsi dan penyelewengan di tanah air kita yang tercinta ini.
Ancaman ini berdampak pada komitmen auditor terhadap kode etik profesi mereka
khususnya terhadap pemeriksaan atas laporan keuangan agar kualitas audit dapat tetap
dijaga dan ditingkatkan. Kualitas audit ini penting karena kualitas audit yang tinggi
akan menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan
keputusan (Nilasari dkk, 2016).
Adanya kebutuhan akan laporan keuangan yang memadai dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, membawa banyak perusahaan tergantung
pada jasa audit yang ditawarkan oleh auditor independen. Dengan didorong oleh
banyaknya skandal keuangan yang terjadi di dunia, auditor independen harus lebih
bekerja keras dalam melaksanakan tugasnya. Demi menjaga kepercayaan masyarakat,
auditor independen selayaknya memberikan jasa dengan kualitas terbaik. Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) menyatakan bahwa audit yang dilaksanakan auditor
dikatakan berkualitas, jika memenuhi ketentuan atau standar pengauditan. Standar
pengauditan mencakup mutu profesional, auditor independen, pertimbangan (judgment)
yang digunakan dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan audit. Kualitas audit
adalah kemungkinan auditor menemukan berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh
klien dalam menyajikan laporan keuangan dan pelanggaran tersebut dilaporkan oleh
auditor dalam laporan keuangan auditan dengan berpedoman pada prinsip etika (Farida
dkk, 2016). Fleksibilitas dalam standar IFRS yang bersifat principles-based akan
berdampak pada tipe dan jumlah skill professional yang seharusnya dimiliki oleh
akuntan dan auditor (Suprihatin dan Tresnaningsih, 2013).
Pengadopsian IFRS menuntut auditor untuk memiliki pemahamaan mengenai
kerangka konseptual informasi keuangan agar dapat mengaplikasikan secara tepat
dalam pembuatan keputusan serta memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kejadian
maupun transaksi bisnis dan ekonomi perusahaan secara fundamental sebelum membuat
judgment. Selain keahlian teknis, auditor juga perlu memahami implikasi etis dan legal
dalam implementasi standar. Pengadopsian IFRS juga menciptakan pasar yang luas bagi
jasa audit (Indrawati, 2014). Berbagai estimasi yang dibuat oleh manajemen perlu
dinilai kelayakannya oleh auditor sehingga auditor juga dituntut memiliki kemampuan
menginterpretasi tujuan dari suatu standar (Hidayati, 2013). Hal ini mendorong auditor
untuk terus belajar dan memahami perkembangan IFRS agar dapat memberikan
pendapat pada suatu laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku
dan benar-benar telah dikuasainya dengan baik. Auditor menjadi profesi yang
diharapkan banyak orang. Untuk meletakkan kepercayaan masyarakat dan pemerintah
atas hasil audit dan pendapat yang diberikan, profesionalisme menjadi syarat utama bagi
orang yang bekerja sebagai auditor (Nteseo, 2013). Ketidakpercayaan masyarakat
terhadap satu atau beberapa auditor dapat merendahkan martabat profesi auditor secara
keseluruhan, sehingga dapat merugikan auditor lainnya. Oleh karena itu organisasi
auditor berkepentingan untuk mempunyai kode etik yang dibuat sebagai aturan perilaku
yang mengatur hubungan antara auditor dengan auditan, antara auditor dengan auditor
dan antara auditor dengan masyarakat. Hasil audit yang berkualitas merupakan hal yang
harus dicapai oleh para auditor dalam setiap proses audit. Hasil audit yang berkualitas
sangat diperlukan oleh pihak- pihak yang berkepentingan karena akan dapat diandalkan
oleh pengguna sebagai dasar dalam pengambilan keputusan (Apriliyani dkk, 2013).
B. Rumusan Masalah
Penelitian ini dilatar belakangi oleh pentingnya seorang auditor dalam
menghasilkan suatu informasi keuangan yang relevan dan memiliki pertimbangan
professional dalam membuat judgment. Hal tersebut juga akan meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan publik dalam menjalankan tugasnya.
Selain keahlian teknis, auditor juga perlu memahami implikasi etis dan legal dalam
implementasi standar. Auditor menjadi profesi yang diharapkan banyak orang untuk
meletakkan kepercayaan masyarakat dan pemerintah atas hasil audit dan pendapat yang
diberikan, profesionalisme menjadi syarat utama bagi orang yang bekerja sebagai
auditor (Nteseo, 2013). Hasil audit yang berkualitas merupakan hal yang harus dicapai
oleh para auditor dalam setiap proses audit. Hasil audit yang berkualitas sangat
diperlukan oleh pihak- pihak yang berkepentingan karena akan dapat diandalkan oleh
pengguna sebagai dasar dalam pengambilan keputusan (Apriliyani dkk, 2013).
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan
penelitian sebagai berikut :
1. Apakah konvergensi IFRS berpengaruh terhadap kualitas audit?
2. Apakah etika auditor berpengaruh terhadap kualitas audit?
3. Apakah professional judgment dapat memoderasi hubungan konvergensi IFRS
terhadap kualitas audit?
4. Apakah professional judgment dapat memoderasi hubungan etika auditor
terhadap kualitas audit?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh konvergensi IFRS terhadap kualitas audit.
2. Untuk mengetahui pengaruh etika auditor terhadap kualitas audit.
3. Untuk mengetahui pengaruh pemoderasi professional judgment terhadap
hubungan konvergensi IFRS dengan kualitas audit.
4. Untuk mengetahui pengaruh pemoderasi professional judgment terhadap
hubungan etika auditor dengan kualitas audit.
D. Kegunaan Penelitian
1. Teoretis; Penelitian ini menjelaskan teori agensi menurut Jensen dan Meckling
(1976), dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika
satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk
memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang dalam
pengambilan keputusan kepada agent tersebut.yang menjelaskan mengenai
konflik yang tercipta antara pihak manajemen perusahaan selaku agen dengan
pemilik perusahaan selaku principal. Seringkali, agen cenderung melakukan
berbagai tindakan untuk membuat laporan pertanggungjawabannya terlihat baik
dan menghasilkan keuntungan bagi principal sehingga kinerjanya dianggap
baik. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, diperlukan pemeriksaan yang
dilakukan oleh pihak ketiga yang independen yaitu auditor. Dengan demikian,
laporan keuangan yang dibuat oleh agen dapat lebih reliable (dapat lebih
dipercaya). Untuk menyempurnakan beberapa teori yang telah dibahas
sebelumnya, maka peneliti juga menggunakan teori egosime, Rachels (dalam
Agoes dan Ardana, 2014) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan
dengan egoisme, yaitu: egoisme psikologis dan egoisme etis. Rachels sendiri
juga menjelaskan paham egoisme etis yang pengertiannya sering dikacaukan
dengan paham egoisme psikologis. dimana teori ini menjelaskan bahwa auditor
sebagai pihak ketiga yang independen dan bertugas menjadi penengah antara
pihak agen dan principal, memiliki ego dalam dirinya sendiri. Sehingga,
walaupun memiliki kompetensi dan independensi yang tinggi, terkadang auditor
lupa akan etika profesi (Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia) yang harus ia jaga
dikarenakan adanya ego tersebut.
2. Praktis; Dalam aspek praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
manfaat bagi profesi akuntan publik serta pengguna jasa lainnya. Penelitian ini
juga diharapkan mampu menjadi bahan pertimbangan auditor agar dalam
melaksanakan proses audit, auditor harus memiliki mematuhi undang-undang
kode etik yang telah ditetapkan serta memiliki sikap profesionalisme dalam
dirinya agar tidak melanggar aturan-aturan yang ada ketika menghadapi hal
yang menguntungkan atau merugikan. Karena seorang auditor harus memiliki
pemahamaan mengenai kerangka konseptual informasi keuangan agar dapat
mengaplikasikan secara tepat dalam pembuatan keputusan serta memiliki
pengetahuan yang cukup mengenai kejadian maupun transaksi bisnis dan
ekonomi perusahaan secara fundamental sebelum membuat judgment.
Diharapkan pula agar auditor memahami implikasi etis dan legal dalam
implementasi standar agar dapat memberikan pendapat pada suatu laporan
keuangan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dan benar-benar telah
dikuasainya dengan baik.
B. Teori Egoisme
Rachels (dalam Agoes dan Ardana, 2014) memperkenalkan dua konsep yang
berhubungan dengan egoism, yaitu: egoisme psikologis dan egoisme etis. Kedua konsep
ini tampak mirip karena keduanya memakai istilah egoisme, namun sebenarnya
keduanya memliki pengertian yang berbeda. Egoisme psikologis adalah suatu teori yang
menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri
(selfish). Menurut teori ini, orang boleh saja yakin bahwa ada tindakan mereka yang
bersifat luhur dan suka berkorban, namun semua tindakan yang terkesan luhur dan atau
tindakan yang suka berkorban tersebut hanyalah ilusi. Pada kenyataannya, setiap orang
hanya peduli pada dirinya sendiri. Jadi, menurut teori ini, tidak ada tindakan yang
sesungguhnya altruisme. Altruisme adalah suatu tindakan yang peduli pada orang lain
atau mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan kepentingan dirinya.
Rachels sendiri juga menjelaskan paham egoisme etis yang pengertiannya sering
dikacaukan dengan paham egoism psikologis. Egoisme etis adalah tindakan yang
dilandasi oleh kepentingan diri sendiri (self-interest). Tindakan berkutat diri ditandai
dengan ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain, sedangkan tindakan
mementingkan diri tidak selalu merugikan kepentingan orang lain. Dalam hal ini
manajer selaku pemegang keputusan lebih menganut teori egoisme etis yang dimana
manajer lebih mementingkan dirinya sendiri dibandingkan kepentingan perusahaan
dimasa yang akan datang. Brockner (1992) menjelaskan bahwa eskalasi komitmen
adalah melanjutkan komitmen walaupun terdapat informasi negatif yang berkaitan
dengan ketidakpastian pencapaian tujuan. Eskalasi komitmen sering dikaitkan dengan
pengabaian atas sinyal kegagalan. Kanodia et al. (1989) menjabarkan eskalasi
komitmen sebagai keputusan manajer yang cenderung mengabaikan kepentingan
perusahaan dan lebih mengutamakan kepentingan ekonomi pribadinya.
C. Konvergensi IFRS
Setiap negara memiliki standar akuntansi keuangan sendiri yang menjadi pedoman
karena merupakan konsensus yang mengatur tentang pencatatan tentang sumber-sumber
ekonomi, kewajiban, modal, hasil, biaya dan perubahannya dalam bentuk laporan
keuangan. Standar akuntansi ini merupakan masalah penting dalam profesi dan semua
pemakai laporan yang memiliki kepentingan terhadapnya. Oleh karena itu mekanisme
penyusunan standar akuntansi harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat memberikan
kepuasan kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan. Namun
yang perlu diingat bahwa standar akuntansi ini akan terus-menerus berubah dan
berkembang sesuai perkembangannya dan tuntunan masyarakat. Kenyataan yang ada
bahwa standar akuntansi disetiap negara dalam perkembangannya fleksibel terhadap
standar akuntansi keuangan dunia karena berbagai pertimbangan penting. Hal ini tidak
mungkin dihindari karena hubungan ekonomi internasional yang telah berkembang
pesat, mau tidak mau setiap negara khususnya Indonesia melakukan adopsi atau yang
lebih dikenal dengan konvergensi standar akuntansi keuangannya dengan standar
keuangan internasional (IFRS).
Indonesia mulai melaksanakan konvergensi International Financial Reporting
Standards (IFRS) terhadap Standar Akuntansi Keuangan pada tahun 2008. Konvergensi
ini dilakukan secara bertahap dengan target pertama penerapan IFRS dapat diselesaikan
pada tahun 2012. Penerapan IFRS di Indonesia ini lebih lambat dibandingkan negara-
negara di Uni Eropa yang telah mengharuskan perusahaan untuk menerapkan IFRS
secara penuh mulai 1 Januari 2005. Sementara itu, Australia telah menerapkan IFRS
secara lebih awal lagi yaitu pada tahun 2002. Konvergensi IFRS di Indonesia mulai
dilakukan dengan berlakunya tiga PSAK berbasis IAS secara efektif pada tahun 2008.
Disusul dengan satu PSAK berbasis IAS yang berlaku efektif pada tahun 2009. Pada
tahun 2010 terdapat tiga PSAK dan satu ISAK berbasis IAS/IFRS dan lima Pencabutan
PSAK yang sebelumnya berlaku efektif, selanjutnya tahun 2011 terdapat 15 PSAK dan
enam ISAK berbasis IFRS yang berlaku efektif. Penerapan IFRS diklaim akan memberi
manfaat bagi peningkatan kualitas laporan keuangan. Hal ini telah mendorong dila-
kukannya penelitian-penelitian untuk menguji secara empiris apakah penerapan IFRS
te-lah meningkatkan kemampuan informasi akuntansi dalam mengestimasi harga
saham, yang dikenal dengan studi relevansi nilai (value relevance). Kargin (2013)
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan relevansi nilai adalah kemampuan informasi
yang disajikan dalam laporan keuangan untuk menangkap dan menyimpulkan nilai
perusahaan. Nilai relevansi dapat diukur dengan mengestimasi hubungan statistik antara
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan nilai saham di pasar.
Indonesia mengadopsi IFRS pada tahun 2012 yang menjadi upaya untuk membuka
peluang pasar modal internasional (Gamayuni, 2009). Kurniawati (2013) berpendapat
bahwa proyek mengkonversi akuntansi ke IFRS harus dikelola sebagaimana layaknya
proyek-proyek berskala besar lainnya. Walaupun proyek IFRS pada umumnya akan
berada di area akuntansi/keuangan, aktivitas audit internal harus menjadi salah satu
pemain kunci dalam proyek ini mengingat dampaknya yang luas terhadap lingkungan
pengendalian internal. Pengungkapan dan penyajian informasi merupakan suatu upaya
fundamental untuk menyediakan informasi mengenai laporan keuangan bagi pengguna
laporan keuangan. Dalam pengungkapan dan penyajian informasi tersebut dibutuhkan
sebuah aturan atau standar. Standar akuntansi yang berkualitas sangat penting untuk
pengembangan kualitas struktur pelaporan keuangan global. Standar akuntansi yang
berkualitas terdiri dari prinsip-prinsip komprehensif yang netral, konsisten, sebanding,
relevan dan dapat diandalkan yang berguna bagi investor, kreditor dan pihak lain untuk
membuat keputusan alokasi modal. Permasalahan akan kebutuhan standar yang
berkualitas tersebut menuntun akan pengadopsian IFRS (International Financial
Reporting Standard) yang berdasar atas adanya peningkatan kualitas akuntansi dan
keseragaman standar internasional.
D. Etika Auditor
Sikap pandang dan kepekaan terhadap etika yang dimiliki seseorang berinteraksi
dengan nilai-nilai yang ditemuinya dalam profesinya, tak terkecuali profesi sebagai
seorang auditor. Interaksi ini menghasilkan suatu sikap dan orientasi etika yang baru,
yang nantinya akan menentukan tindakan atau keputusannya sebagai auditor dalam
masalah etika. Etika sebagai pemikiran dan pertimbangan moral memberikan dasar bagi
seseorang maupun sebuah komunitas dalam melakukan suatu tindakan. Sebegitu jauh
kemudian etika memberikan pedoman bagi seseorang atau komunitas untuk dapat
menentukan baik buruk atau benar salahnya suatu tindakan yang akan diambil. Merujuk
pada klasifikasi profesi secara umum, maka salah satu ciri yang membedakan profesi-
profesi yang ada adalah etika profesi yang dijadikan sebagai standar pekerjaan bagi para
anggotanya. Etika profesi diperlukan oleh setiap profesi, khususnya bagi profesi yang
membutuhkan kepercayaan dari masyarakat, seperti profesi auditor. Masyarakat akan
menghargai profesi yang menerapkan standar mutu yang tinggi dalam pelaksanaan
pekerjaannya. Auditor wajib menaati segala peraturan perundang-undangan yang
berlaku, menyimpan rahasia jabatan, menjaga semangat dan suasana kerja yang baik.
Kode etik berkaitan dengan masalah prinsip bahwa auditor harus menjaga, menjunjung,
dan menjalankan nilai-nilai kebenaran dan moralitas, seperti bertanggung jawab
(responsibilities), berintegritas (integrity), bertindak secara objektif (objectivity) dan
menjaga independensinya terhadap kepentingan berbagai pihak (independence).
Menurut Iriyadi dan Vannywati (2011) dengan menjunjung tinggi etika profesi
diharapkan tidak terjadi kecurangan diantara para auditor, sehingga dapat memberikan
pendapat auditan yang benar-benar sesuai dengan laporan keuangan yang disajikan oleh
perusahaan. Dalam menjalankan profesinya akuntan publik juga dituntut untuk memiliki
prinsip dan moral, serta perilaku etis yang sesuai dengan etika. Memahami peran
perilaku etis seorang auditor dapat memiliki efek yang luas pada bagaimana bersikap
terhadap klien mereka agar dapat bersikap sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku
umum (Curtis dkk, 2012). Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi
tanggungjawab profesionalnya dalam melakukan pekerjaanya termasuk dalam membuat
keputusan pemberian opini. Hal ini didukung dengan pendapat Woodbine dan Liu
(2010) yaitu moralitas memainkan peran penting dalam proses pengambilan keputusan.
Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan
pengorbanan keuntungan pribadi.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mendukung profesionalitas akuntan dalam
melaksanakan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat yaitu dengan disusun dan
disahkannya kode etik Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI), aturan etika
Kompartemen Akuntan Publik, Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) dan standar
pengendalian mutu auditing yang merupakan acuan yang baik untuk mutu auditing.
Prinsip-prinsip etika yang dirumuskan Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dan
dianggap menjadi kode etik perilaku akuntan Indonesia adalah (1) tanggung jawab, (2)
kepentingan masyarakat, (3) integritas, (4) obyektifitas dan independen, (5) kompetensi
dan ketentuan profesi, (6) kerahasiaan, dan (7) perilaku profesional. Etika profesi
auditor didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengakui sifat dasar etika pada situasi
profesional auditor (Ariyanto dan Jati, 2010). Secara intuisi, auditor diharapkan dalam
menjalankan profesi akuntannya lebih sensitif dalam memahami masalah etika profesi.
Auditor harus melaksanakan standar etika dan mendukung tujuan dari norma
profesional yang merupakan salah satu aspek komitmen profesional. Komitmen yang
tinggi tersebut direfleksikan dalam tingkat sensitivitas yang tinggi pula untuk masalah
yang berkaitan dengan etika profesional.
E. Kualitas Audit
Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang
terdapat antara manajer dan pemegang saham. Untuk itu diperlukan pihak ketiga
(Akuntan Publik) yang dapat memberi keyakinan kepada investor dan kreditor bahwa
laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen dapat dipercaya (Agusti dan Pertiwi,
2013). Dalam melaksanakan tugas auditnya seorang auditor harus berpedoman pada
standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) yakni
standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Selain standar audit,
seorang auditor juga harus mematuhi kode etik profesi yang mengatur tentang tanggung
jawab profesi, kompetensi dan kehati-hatian professional, kerahasiaan, perilaku
profesional serta standar teknis bagi seorang auditor dalam menjalankan profesinya.
Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan keuangan auditan dan jasa lainnya yang
diberikan oleh akuntan publik inilah yang akhirnya mengharuskan akuntan publik
memperhatikan kualitas audit yang dihasilkannya.
Proses audit merupakan bagian dari assurance services. Pengauditan ini melibatkan
usaha peningkatan kualitas informasi bagi pengambil keputusan serta independensi dan
kompetensi dari pihak yang melakukan audit, sehingga kesalahan yang terjadi dalam
proses pengauditan akan berakibat berkurangnya kualitas informasi yang diterima oleh
pengambil keputusan (Yusrawati dan Suryadi, 2009). Meskipun dalam teori dinyatakan
secara jelas bahwa audit yang baik adalah yang mampu meningkatkan kualitas
informasi beserta konteksnya namun dalam prakteknya tindakan pengurangan kualitas
audit (reduced audit quality) masih sering terjadi. Audit yang dilakukan oleh auditor
eksternal merupakan unsur yang penting didalam efisiensi pasar modal (Sari dkk, 2010).
Hal ini dikarenakan audit yang telah dilakukan dapat meningkatkan kredibilitas dari
informasi keuangan, yang secara langsung mendukung praktik tata kelola perusahaan
yang lebih baik melalui transparansi pelaporan keuangan.
Peran auditor eksternal disini yakni memberikan penilaian secara independen dan
profesional atas keandalan dan kewajaran penyajian laporan keuangan perusahaan
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Auditor eksternal dapat menjadi
mekanisme pengendalian terhadap manajemen agar manajemen menyajikan informasi
keuangan secara andal, dan terbebas dari praktik kecurangan akuntansi. Peran ini dapat
dicapai jika auditor eksternal memberikan jasa audit yang berkualitas. Auditor dituntut
oleh pihak yang berkepentingan dengan perusahaan untuk memberikan pendapat
tentang kewajaran pelaporan keuangan yang disajikan oleh manajemen perusahaan
untuk dapat menjalankan kewajibannya (Ilmiyati dan Suhardjo, 2012). Untuk dapat
memenuhi kualitas audit yang baik maka auditor dalam menjalankan profesinya sebagai
pemeriksa harus berpedoman pada kode etik akuntan, standar profesi dan standar
akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia. Setiap audit harus mempertahankan
integritas dan objektivitas dalam melaksanakan tugasnya dengan bertindak jujur dan
tega sehingga dapat bertindak adil, tanpa dipengaruhi atau permintaan pihak tertentu
untuk memenuhi kepentingan pribadinya.
F. Professional Judgment
Pertimbangan Professional (Professional Judgment) adalah probabilitas seorang
auditor untuk dapat menemukan dan melaporkan penyelewengan yang terjadi dalam
sistem akuntansi klien (Sirajudin, 2012). Probabilitas auditor untuk melaporkan
penyelewengan yang terjadi dalam system akuntansi klien tergantung pada
independensi auditor. Seorang auditor dituntut untuk dapat menghasilkan kualitas
pekerjaan yang tinggi, karena auditor mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap
pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan suatu perusahaan termasuk
masyarakat. Tidak hanya bergantung pada klien saja, auditor merupakan pihak yang
mempunyai kualifikasi untuk memeriksa dan menguji apakah laporan keuangan telah
disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Agar
laporan audit yang dihasilkan auditor berkualitas, maka auditor harus menjalankan
pekerjaannya secara profesional. Dalam melaksanakan pemeriksaan, auditor harus
bersikap profesional pada tugasnya tersebut. Sebagai seorang profesional, auditor akan
dituntut untuk berpegang pada tanggung jawab profesinya. Tanggung jawab profesi
tidak berhenti sampai dia menyampaikan laporan kepada klien, tetapi dia akan
bertanggung jawab terhadap isi pernyataan yang telah ditandatanganinya. Untuk itu
auditor akan sangat berhati-hati sekali dalam melaksanakan tugas audit serta
menetapkan judgment yang akan diberikannya.
Seperti yang disebutkan dalam Standar Professional Akuntan Publik (SPAP) pada
seksi 341, bahwa dalam menjalankan proses audit, auditor akan memberikan pendapat
dengan judgment berdasarkan kejadian-kejadian yag dialami oleh suatu kesatuan usaha
pada masa lalu, masa kini, dan di masa yang akan datang. Audit judgment atas
kemampuan kesatuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, harus
berdasarkan pada ada tidaknya kesangsian dalam diri auditor itu sendiri terhadap
kemampuan suatu kesatuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
dalam periode satu tahun sejak tanggal laporan keuangan auditan. Judgment sebagai
proses kognitif yang merupakan perilaku pemilihan keputusan. Dalam membuat suatu
judgment, auditor akan mengumpulkan berbagai bukti relevan dalam waktu yang
berbeda dan kemudian mengintegrasikan informasi dari bukti-bukti tersebut (Sofiani
dan Tjondro, 2014). Proses judgment tergantung pada kedatangan informasi yang terus
menerus, sehingga dapat mempengaruhi pilihan dan cara pilihan tersebut dibuat. Setiap
langkah dalam proses incremental judgment, jika informasi terus menerus datang akan
muncul pertimbangan baru dan keputusan atau pilihan baru.
Pertimbangan auditor (auditor judgment) sangat tergantung dari persepsi mengenai
suatu situasi (Arum, 2008). Judgment, yang merupakan dasar dari sikap profesional,
adalah hasil dari beberapa faktor seperti pendidikan, budaya, dan sebagainya, tetapi
yang paling signifikan dan tampak mengendalikan semua unsur seperti pengalaman
adalah perasaan auditor dalam menghadapi situasi dengan mengingat keberhasilan dari
situasi sebelumnya. Judgment adalah perilaku yang paling berpengaruh dalam
mempersepsikan situasi, dimana faktor utama yang mempengaruhinya adalah
materialitas dan apa yang kita yakini sebagai kebenaran. Judgment sebagai proses
kognitif yang merupakan perilaku pemilihan keputusan. Dalam membuat suatu
judgment, auditor akan mengumpulkan berbagai bukti relevan dalam waktu yang
berbeda dan kemudian mengintegrasikan informasi dari bukti-bukti tersebut.
J. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu telah meneliti mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas audit. Penelitian yang dilakukan oleh Primaraharjo dan Handoko
(2011) di salah satu KAP di Surabaya menunjukkan hasil bahwa kualitas audit
dipengaruhi oleh sikap auditor independen dalam menerapkan kode etik profesi akuntan
publik. Penelitian ini juga menemukan bahwa semakin tinggi kualitas audit yang dapat
dihasilkan oleh auditor independen, maka semakin tinggi pula kepercayaan para pemakai
informasi untuk menggunakan laporan keuangan. Dengan demikian, sikap profesional
auditor independen diduga berpengaruh terhadap kualitas audit yang dilakukannya.
Demi menjaga kepercayaan rnasyarakat atas jasa yang diberikan oleh auditor
independen, kode etik tidak dapat dihindari sebab mereka akan banyak berperan dalam
kegiatan yang diajukan oleh klien. Auditor independen dianggap sebagai pihak yang
mampu menjembatani kepentingan pemegang saham dengan manajemen perusahaan
selaku klien. Oleh karena itu, audit berfungsi sebagai proses yang dapat mengurangi
ketidakselarasan informasi antara pemegang saham dengan manajemen perusahaan
melalui penugasan auditor independen. Para auditor independen perlu memberikan jasa
yang berkualitas sehingga fungsi audit sebagai proses yang dapat mengurangi
ketidakselarasan antara pihak pemegang saham dengan manajemen dapat diminimalisasi.
Dari jasa berkualitas akan dihasilkan laporan yang berkualitas, sehingga para pengguna
laporan keuangan terutama para pemegang saham akan mengambil keputusan
berdasarkan pada laporan yang telah dibuat oleh auditor.
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nilasari dkk
(2016) pada KAP Kota Malang yang menyatakan bahwa kualitas audit ini penting
karena kualitas audit yang tinggi akan menghasilkan laporan keuangan yang dapat
dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan. Penelitian ini juga menemukan bahwa
keberadaan standar dan kode etik profesi masih saja menimbulkan praktik-praktik
kecurangan seperti adanya kasus-kasus koruspsi dan penyelewengan. Ancaman ini
berdampak pada komitmen auditor terhadap kode etik profesi mereka khususnya
terhadap pemeriksaan atas laporan keuangan agar kualitas audit dapat tetap dijaga dan
ditingkatkan. Selain profesionalisme dan etika profesi auditor juga harus memiliki
pengalaman, karena dengan banyaknya pengalaman seorang auditor dapat menentukan
kualitas audit. Auditor yang tidak mempunyai pengalaman akan memiliki tingkat
kesalahan yang tinggi dibandingkan dengan auditor yang berpengalaman.
Apriliyani dkk (2013) melakukan penelitian pada Inspektorat Provinsi Riau. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa audit yang berkualitas sangat diperlukan oleh pihak-
pihak yang berkepentingan karena akan dapat diandalkan oleh pengguna sebagai dasar
dalam pengambilan keputusan. Kualitas audit merupakan probabilitas seorang auditor
dapat menemukan dan melaporkan penyelewengan dalam sistem akuntansi klien.
Didasarkan pada definisi tersebut tercermin bahwa temuan audit dapat menunjukkan
tingkat kemampuan auditor dalam mendeteksi kesalahan pada laporan keuangan.
Sehingga semakin banyak temuan semakin berkualitas audit yang telah dilaksanakan.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nteseo (2013) studi pada auditor di
Provinsi Gorontalo yang menunjukkan hasil penelitian bahwa untuk meletakkan
kepercayaan masyarakat dan pemerintah atas hasil audit dan pendapat yang diberikan,
profesionalisme menjadi syarat utama bagi orang yang bekerja sebagai auditor.
Ketidakpercayaan masyarakat terhadap satu atau beberapa auditor dapat merendahkan
martabat profesi auditor secara keseluruhan, sehingga dapat merugikan auditor lainnya.
Oleh karena itu organisasi auditor berkepentingan untuk mempunyai kode etik yang
dibuat sebagai aturan perilaku yang mengatur hubungan antara auditor dengan auditan,
antara auditor dengan auditor dan antara auditor dengan masyarakat.
Armanda dan Ubaidillah (2014) juga melakukan studi lapangan yang subjeknya
adalah auditor yang bekerja pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan
Sumatera Selatan yang menunjukkan hasil penelitian bahwa etika sebagai pemikiran dan
pertimbangan moral memberikan dasar bagi seseorang maupun sebuah komunitas dalam
melakukan suatu tindakan. Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada
masyarakat harus memiliki kode etik, yang merupakan seperangkat prinsipprinsip
moral yang mengatur tentang perilaku professional. Sikap pandang dan kepekaan
terhadap etika yang dimiliki seseorang berinteraksi dengan nilai-nilai yang ditemuinya
dalam profesinya, tak terkecuali profesi sebagai seorang auditor. Interaksi ini
menghasilkan suatu sikap dan orientasi etika yang baru, yang nantinya akan menentukan
tindakan atau keputusannya sebagai auditor dalam masalah etika. Etika sebagai
pemikiran dan pertimbangan moral memberikan dasar bagi seseorang maupun sebuah
komunitas dalam melakukan suatu tindakan. Sebegitu jauh kemudian etika memberikan
pedoman bagi seseorang atau komunitas untuk dapat menentukan baik buruk atau benar
salahnya suatu tindakan yang akan diambil. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Herawaty dan Susanto (2009) objek penelitiannya yaitu Kantor Akuntan
Publik yang terdaftar pada Direktori Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) di wilayah
Jakarta. Hasil temuan ini mengindikasikan bahwa profesionalisme, pengetahuan auditor
dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi berpengaruh secara positif terhadap
pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan. Semakin tinggi
tingkat profesionalisme akuntan publik, pengetahuannya dalam mendeteksi kekeliruan
dan ketaatannya akan kode etik semakin baik pula pertimbangan tingkat materialitasnya
dalam melaksanakan audit laporan keuangan.
Farida dkk (2016) melakukan penelitian pada Kantor Akuntan Publik di Kota
Malang dengan tujuan penelitiannya yaitu untuk menguji pengaruh independensi,
kompetensi, due profesional care, dan etika terhadap kualitas audit baik secara parsial
maupun simultan. Serta untuk menguji variabel manakah yang paling berpengaruh
terhadap kualitas audit. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti menunjukan
bahwa etika auditor berpengaruh terhadap kualitas audit. Etika merupakan aturan baik
secara tertulis maupun tidak tertulis yang digunakan sebagai pedoman dalam bertindak.
Setiap profesi tentu memiliki etika profesi begitu pula dengan profesi akuntan. Dalam
profesi akuntan etika profesi merupakan hal yang sangat penting untuk dipegang teguh,
karena dengan berpegang teguh pada etika profesi maka akan dapat mencegah terjadinya
kesalahan. Apabila auditor berpegang teguh pada etika profesi maka auditor tidak akan
mudah untuk dipengaruhi oleh pihak lain dan menjalankan tugasnya sesuai dengan
prinsip-prinsip etika yang berlaku bagi auditor. Sehingga semakin auditor taat terhadap
etika profesi maka akan semakin tinggi pula kualitas audit dan sebaliknya semakin
auditor mengabaikan etika profesi maka kualitas audit akan semakin menurun.
K. Rerangka Teoretis
Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang
terdapat antara manajer dan pemegang saham. Dalam melaksanakan tugas auditnya
seorang auditor haru berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan
Akuntan Publik Indonesia (IAPI) yakni standar umum, standar pekerjaan lapangan dan
standar pelaporan. Selain standar audit, seorang auditor juga harus mematuhi kode etik
profesi yang mengatur tentang tanggung jawab profesi, kompetensi dan kehati-hatian
professional, kerahasiaan, perilaku professional serta standar teknis bagi seorang auditor
dalam menjalankan profesinya. Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan keuangan
auditan dan jasa lainnya yang diberikan oleh akuntan publik inilah yang akhirnya
mengharuskan akuntan publik memperhatikan kualitas audit yang dihasilkannya.
Berdasarkan pembahsan diatas, maka variabel dalam penelitian ini digambarkan
pada model rerangka teoritis sebagai berikut:
Konvergensi IFRS
Kualitas Audit
Etika Auditor
Professional
Judgment
L. Hipotesis
Demi menjaga kepercayaan masyarakat atas jasa yang diberikan oleh auditor
independen, etika profesi tidak dapat dihindari sebab mereka akan banyak berperan
dalam kegiatan yang diajukan oleh klien. Auditor independen dianggap sebagai pihak
yang mampu menjembatani kepentingan pemegang saham dengan manajemen
perusahaan selaku klien. Oleh karena itu, audit berfungsi sebagai proses yang dapat
mengurangi ketidakselarasan informasi antara pemegang saham dengan manajemen
perusahaan melalui penugasan auditor independen. Para auditor independen perlu
memberikan jasa yang berkualitas sehingga fungsi audit sebagai proses yang dapat
mengurangi ketidakselarasan antara pihak pemegang saham dengan manajemen dapat
diminimalisasi. Dari jasa berkualitas akan dihasilkan laporan yang berkualitas,
sehingga para pengguna laporan keuangan terutama para pemegang saham akan
mengambil keputusan berdasarkan pada laporan yang telah dibuat oleh auditor
(Primaraharjo dan Handoko, 2011).
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2: Etika Auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit.
B. Pendekatan Penelitian
Adapun pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian terhadap masalah-
masalah berupa fakta-fakta saat ini dari suatu populasi. Tujuan penelitian deskriptif ini
adalah untuk menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan
current status dari subjek yang diteliti.
penelitian. Statistik deskriptif adalah bagian dari statistik yang mempelajari cara
deskriptif ini perlu dilakukan untuk melihat gambaran keseluruhan dari sampel
b. Uji Reliabilitas
reliabilitas, nilai Cronbachs Alpa variabel penelitian harus lebih besar dari
0,6.
3. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik yang dilakukan dalam penelitian ini, terdiri dari:
a. Uji Normalitas; untuk mengetahui apakah distribusi data mengikuti atau
mendekati distribusi normal. Pengujian dilakukan dengan menggunakan
grafik histogram dan teknik Kolmogorov Smirnov (K-S). Berdasarkan
teknik K-S, variabel penelitian harus memenuhi nilai signifikansi lebih 0,05.
b. Uji Multikolinearitas; untuk mengetahui adanya hubungan linear yang
sempurna atau pasti, diantara beberapa atau semua variabel yang
menjelaskan dari model regresi. Uji multikolinearitas dilihat dari nilai
Tolerance 0,10 atau Variance Inflation Factor (VIF) 10.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah terjadinya
penyimpangan model karena gangguan varian yang berbeda antar
observasi satu ke observasi lain. Untuk menguji heteroskedastisitas
dengan melihat Grafik Plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen)
yaitu ZPRED dengan risidualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola
tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED di mana sumbu
Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah risidual.
4. Uji Hipotesis
a. Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis regresi linear berganda digunakan untuk menjelaskan bentuk
hubungan antara dua variabel atau lebih khususnya hubungan antara
variabel-variabel yang mengandung hubungan sebab akibat. Analisis ini
untuk menguji hipotesis 1 sampai 4.
Rumus untuk menguji pengaruh variable independen terhadap variable
dependen yaitu :
Y= + 1X1 + 2X2 + e
Keterangan :
Y = Kualitas Audit
= Konstanta
X1 = Konvergensi IFRS
X2 = Etika Auditor
1- 3 = Koefisien regresi berganda
e = error term
Keterangan :
Y = Kualitas Audit
= Konstanta
X1 = Konvergensi IFRS
X2 = Etika Auditor
X3 = Professional Judgment
Uji hipotesis ini dilakukan melalui uji koefisien determinasi dan uji regresi
koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2mempunyai interval
variabel bebas dapat memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variabel dependen. Sedangkan jika R2 bernilai kecil berarti
G. Definisi Operasional
Dalam penelitian ini, definisi operasional dari variabel-variablel dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel Independen (X)
a. Konvergensi IFRS (X1)
Konvergensi dapat diartikan sebagai suatu keadaan menuju satu titik
petemuan atau memusat (Sukendar, 2009). Konvergensi IFRS standar akuntansi
pada dasarnya adalah penyamaan bahasa bisnis di setiap negara yang memiliki
lembaga pengatur standar pelaporan keuangan. Konvergensi standar akan
menghapus perbedaan standar suatu negara secara perlahan dan bertahap
sehingga nantinya tidak akan ada lagi perbedaan antar standar negara tersebut
dengan standar yang berlaku secara internasional (Cahyati, 2011).
Variabel konvergensi IFRS dalam penelitian ini diukur dengan
menggunakan skala likert (likert scale) yang mengukur sikap dengan
menyatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap subyek, obyek atau
kejadian tertentu. Variabel dalam penelitian ini menggunakan kuisioner yang
menggunakan 5 item pernyataan. Skala ini menggunakan lima angka penilaian
yaitu : (1) sangat setuju, (2) setuju, (3) ragu-ragu atau netral, (4) tidak setuju dan
(5) sangat tidak setuju.
Variabel ini terdiri atas beberapa indikator, diantaranya:
1) Kemampuan berbahasa inggris
2) Moral dan etika seorang akuntan
3) Pengetahuan dari IAS dan IFRs
4) Pengetahuan tentang AEC
b. Etika Auditor (X2)
Etika auditor adalah prinsip-prinsip yang berhubungan dengan
karakteristik nilai-nilai sebagian besar dihubungkan dengan perilaku etis,
integritas, mematuhi janji, loyalitas, keadilan kepedulian kepada orang lain,
menghargai orang lain dan menjadi warga yang bertanggungjawab
(Kharismatuti, 2012). Sedangkan menurut (Hanjani, 2014) Etika adalah seorang
auditor yang memiliki kewajiban terhadap organisasi yang mereka abdi, profesi,
masyarakat, dan pihak-pihak yang menjaga perilaku etis dengan standar tinggi.
Variabel etika auditor dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan
skala likert (likert scale) yang mengukur sikap dengan menyatakan setuju atau
ketidaksetujuannya terhadap subyek, obyek atau kejadian tertentu. Variabel
dalam penelitian ini menggunakan kuisioner yang menggunakan 5 item
pernyataan. Skala ini menggunakan lima angka penilaian yaitu : (1) sangat
setuju, (2) setuju, (3) ragu-ragu atau netral, (4) tidak setuju dan (5) sangat tidak
setuju.
Variabel ini terdiri atas beberapa indikator, diantaranya:
1) Imbalan yang diterima
2) Organisasional
3) Lingkungan keluarga
4) Emotional quotient (EQ)
2. Variable Moderasi (M)
Variabel moderasi dalam penelitian ini adalah professional judgement.
Jamilah, dkk (2007) menjelaskan bahwa audit judgment adalah kebijakan
auditor dalam menentukan pendapat mengenai hasil auditnya yang mengacu
pada pembentukan suatu gagasan, pendapat atau perkiraan tentang suatu objek,
peristiwa, status, atau jenis peristiwa lainnya. Judgment merupakan dasar dari
sikap profesional adalah hasil dari beberapa faktor seperti pendidikan, budaya,
dan sebagainya (Susetyo, 2009).
Variabel professional judgment dalam penelitian ini diukur dengan
menggunakan skala likert (likert scale) yang mengukur sikap dengan
menyatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap subyek, obyek atau
kejadian tertentu. Variabel dalam penelitian ini menggunakan kuesioner
Puspitasari (2013) yang menggunakan lima item pernyataan. Skala ini
menggunakan lima angka penilaian yaitu : (1) sangat setuju, (2) setuju, (3) ragu-
ragu atau netral, (4) tidak setuju dan (5) sangat tidak setuju.
Variabel ini terdiri atas beberapa indikator, diantaranya:
1) Kebijakan auditor.
2) Pembentukan suatu gagasan, pendapat atau perkiraan.
3) Pertimbangan pribadi.
4) Pembuatan keputusan.
3. Variable Dependen (Y)
Menurut Ermayanti (2009) dalam Kharismatuti (2012) seorang auditor
dituntut untuk dapat menghasilkan kualitas pekerjaan tinggi, karena auditor
mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap laporan keuangan suatu perusahaan termasuk juga
masyarakat.
Standar auditing merupakan pedoman atas laporan keuangan historis agar
hasil audit yang dilakukan oleh auditor berkualitas. Kompetensi dan
independensi yang dimiliki oleh auditor dalam penerapannya adalah untuk
menjaga kualitas audit dan terkait dengan etika (Sari, 2011 dalam Kharismatuti,
2012).
Variabel kualitas audit dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan
skala likert (likert scale) yang mengukur sikap dengan menyatakan setuju atau
ketidaksetujuannya terhadap subyek, obyek atau kejadian tertentu. Variabel
dalam penelitian ini menggunakan kuisioner yang menggunakan 6 item
pertanyaan. Skala ini menggunakan lima angka penilaian yaitu : (1) sangat
setuju, (2) setuju, (3) ragu-ragu atau netral, (4) tidak setuju dan (5) sangat tidak
setuju.
Model yang disajikan sebagai bahan indikator untuk kualitas audit, yaitu :
1) Melaporakan kesalahan instansi
2) Sistem akuntansi instansi
3) Komitmen yang kuat
4) Pekerjaan lapangan
5) Tidak mudah percaya dengan pernyataan klien
6) Pengambilan keputusan
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Sukrisno dan I Cenik Ardana. 2014. Etika Bisnis dan Profesi: Tantangan
Membangun Manusia Seutuhnya. Jakarta. Salemba Empat.
Agusti, Restu dan Nastia Putri Pertiwi. 2013. Pengaruh Kompetensi, Independensi Dan
Profesionalisme Terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan
Publik Se Sumatera). Jurnal Ekonomi. 21(3): 1-13.
Apriliyani, I. B., Rita Anugerah dan Poppy Nurmayanti. 2013. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kualitas Audit APIP Pada Inspektorat Provinsi Riau. Pekbis
Jurnal. 5(3): 145-158.
Armanda, Ranggi dan Ubaidillah. 2014. Pengaruh Etika Profesi, Pengetahuan,
Pengalaman, dan Independensi Terhadap Auditor Judgement Pada Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumatera Selatan. Jurnal Manajemen
dan Bisnis Sriwijaya. 12(2): 75-90.
Ariyanto, Dodik dan Ardani Mutia Jati. 2010. Pengaruh Independensi, Kompetensi, dan
Sensitivitas Etika Profesi Terhadap Produktivitas Kerja Auditor Eksternal (Studi
Kasus Pada Auditor Perwakilan BPK RI Provinsi Bali. Jurnal Ilmiah Akuntansi
dan Bisnis. 5(2): 1-22.
Arum, Enggar Diah Puspa. 2008. Pengaruh Persuasi Atas Preferensi Klien dan
Pengalaman Audit Terhadap Pertimbangan Auditor Dalam Mengevaluasi Bukti
Audit. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia. 5(2): 156-181.
Badjuri, Achmat. 2011. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kualitas Audit
Auditor Independen Pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Jawa Tengah.
Dinamika Keuangan dan Perbankan. 3(2): 183-197.
Brockner, J., J. Rubin, and E. Lang. 1981. Face Saving And Entrapment. Journal of
Experimental society Psychology. 17: 68-79.
Cahyati, Ari Dewi. 2011. Peluang Manajemen Laba Pasca Konvergensi IFRS: Sebuah
Tinjauan Teoritis dan Empiris. Jurnal Fakultas Ekonomi: JRAK. 2(1): 1-7.
Curtis, M. B., Teresa L dan Lawrence C. Chui. 2012. A Cross-Cultural Study of the
Influence of Country of Origin, Justice, Power Distance, and Dender on Etical
Decision Making. Journal of International Accounting. 11(1): 5-34.
Ekawati, Luh Putu. 2013. Pengaruh Profesionalisme, Pengalaman Kerja dan Tingkat
Pendidikan Auditor, Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas (Studi Empiris
Pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Bali). Jurnal Ilmiah Akuntansi dan
Humanika. 3(1): 1031-1054.
Farida, I., Abdul Halim dan Retno Wulandari. 2016. Pengaruh Independensi,
Kompetensi, Due Professional Care, dan Etika Terhadap Kualitas Audit (Studi
Empiris pada KAP di Kota Malang). Jurnal Riset Mahasiswa Akuntansi. 20(20):
1-14.
Hidayati, Nur Ela. 2013. Perbandingan Perlakuan Akuntansi Sebelum dan Sesudah
Konvergensi IFRS Atas PSAK No. 22 Pada Perusahaan Go Public di Bursa Efek
Indonesia. Jurnal Mahasiswa Teknologi Pendidikan. 2(1): 1-21.
Luayyi, Sri. 2012. Teori Keagenan dan Manajemen Laba dari Sudut Pandang Etika
Manajer. El-Muhasaba: Jurnal Akuntansi. 1(2): 199-216.
Pratama, I Gusti Putu Angga Rahmita dan Ni Made Yenni Latrini. 2016. Kemampuan
Komitmen Profesional Memoderasi Pengaruh Kompleksitas Tugas dan Konflik
Peran Pada Kinerja Auditor. E-Jurnal Akuntansi. 14(3): 1810-1838.
Primaraharjo, Bhinga dan Jesica Handoko. 2011. Pengaruh Kode Etik Profesi Akuntan
Publik Terhadap Kualitas Audit Auditor Independen Di Surabaya. Jurnal
Akuntansi Kontemporer. 3(1): 27-51.
Sari, R. N., Rita Anugerah dan Rhia Dwiningsih. 2010. Pengaruh Struktur Kepemilikan,
Kualitas Audit dan Ukuran Perusahaan Terhadap Transparansi Informasi (Studi
Empiris pada 100 Perusahaan Publik Terbesar di Indonesia). Pekbis Jurnal. 2(3):
326-335.
Sirajudin, Betri. 2012. Pengaruh Pertimbangan Profesional, Intergritas Manajemen,
Kepemilikan Publik versus Terbatas dan Kondisi Keuangan Terhadap
Kelayakan Bukti Audit Pada KAP di Kota Palembang. Jurnal Ilmiah STIE
MDP. 2(1): 24-38.
Sirajuddin dan Lea Emilia Farida. 2012. Transformasi Akuntansi Indonesia Melalui
Konvergensi IFRS. Jurnal INTEKNA. 12(1): 96-102.
Sofiani, Maria Magdalena Oerip Liana dan Elisa Tjondro. 2014. Pengaruh Tekanan
Ketaatan, Pengalaman Audit, dan Audit Tenure Terhadap Audit Judgement. Tax
and Accounting Review. 4(1): 1-10.
Turangan, F. M., David Paul E. Saerang dan Jullie J. Sondakh. 2016. Pengaruh
Skeptisisme Profesional, Kompetensi, dan Independensi Auditor Terhadap
Kualitas Pemeriksaan Dalam Pengawasan Keuangan Daerah Dengan Kepatuhan
Pada Kode Etik Sebagai Variabel Moderating. Jurnal Riset Akuntansi dan
Auditing Goodwill. 7(2): 71-88.
Widagdo, R. 2002. Analisis Pengaruh Atribut-Atribut Kualitas Audit Terhadap
Kepuasan Klien (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdafta di Bursa Efek
Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi. 5: 560-574.
Woodbine, G. F dan Joanne Liu. 2010. Leadership Styles and the Moral Choice of
Internal Auditors. Electronic Journal of Business Ethics and Organization
Studies. 15(1): 28-35.
Yusrawati dan Ari Suryadi. 2009. Pengaruh Time Pressure, Risiko Audit, Materialitas,
Prosedur Review dan Kontrol Kualitas Serta Locus Of Control Terhadap
Penghentian Prematur atas Prosedur Audit Pada KAP di Pekanbaru. Jurnal
Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi I. 15(1): 15-32.
KUESIONER PENELITIAN
Identitas Responden
Mohon dijawab pada isian yang telah disediakan dan pilihlah jawaban pada pernyataan
pilihan dengan memberi tanda () pada satu jawaban yang sesuai dengan kondisi
Bapak/Ibu.
1. Nama (boleh tidak diisi) : ..................................................
2. Nama KAP : ..................................................
3. Umur : 30-32 34-35
4. Jenis Kelamin : Pria Wanita
5. Pendidikan Terakhir : S3 S2 S1 D3
6. Jabatan : Auditor Senior
Partner
Manajer
Supervisor
Auditor Junior
7. Lama Kerja di KAP : ..............Tahun..............Bulan
NILAI