Vous êtes sur la page 1sur 47

PENGARUH KONVERGENSI IFRS DAN ETIKA AUDITOR TERHADAP

KUALITAS AUDIT DENGAN PROFESSIONAL JUDGMENT SEBAGAI


VARIABEL MODERATING
(Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Kota Makassar)

DISUSUN OLEH:

ZAEDAR ALI
10800113131
AKUNTANSI C (2013)

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2016

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di era globalisasi saat ini menuntut adanya suatu sistem akuntansi internasional
yang dapat diberlakukan secara internasional di setiap negara, atau diperlukan adanya
harmonisasi terhadap standar akuntansi internasional (Nuariyanti dan Erawaty, 2014).
Diadopsinya IFRS ke dalam standar akuntansi domestik bertujuan menghasilkan
laporan keuangan yang memiliki tingkat kredibilitas tinggi, persyaratan akan item-item
pengungkapan akan semakin tinggi sehingga nilai perusahaan akan semakin tinggi pula
serta laporan keuangan perusahaan menghasilkan informasi yang lebih relevan dan
akurat (Sirajuddin dan Farida, 2012). Menurut pendapat Maryono (2010) International
Financial Reporting Standards (IFRS) dijadikan sebagai referensi utama pengembangan
standar akuntansi keuangan di Indonesia karena IFRS merupakan standar yang sangat
kokoh. Membuat perubahan ke IFRS artinya mengadopsi bahasa pelaporan keuangan
global yang akan membuat perusahaan bisa lebih dimengerti oleh pasar dunia (Hariyati,
2011). Konvergensi standar akan menghapus perbedaan standar suatu negara secara
perlahan dan bertahap sehingga nantinya tidak akan ada lagi perbedaan antar standar
negara tersebut dengan standar yang berlaku secara internasional (Cahyati, 2011). Hal
yang sama diungkapkan oleh (Sukendar, 2009) yang menyatakan bahwa konvergensi
dapat diartikan sebagai suatu keadaan menuju satu titik pertemuan atau memusat.
Konvergensi standar akuntansi pada dasarnya adalah penyamaan bahasa bisnis disetiap
negara yang memiliki lembaga pengatur standar pelaporan keuangan.
Indonesia mengadopsi IFRS pada tahun 2012 yang menjadi upaya untuk membuka
peluang pasar modal internasional (Gamayuni, 2009). Sejalan dengan pendapat
(Rahmawati dan Murtini, 2015) yang menyatakan bahwa penerapan IFRS dalam SAK
Indonesia akan memberikan kemudahan pemahaman atas laporan keuangan karena
standar akuntansi yang diberlakukan bersifat internasional. Perubahan tata cara
pelaporan keuangan GAAP (PSAK atau lainnya) ke IFRS berdampak sangat luas. IFRS
akan menjadi kompetensi wajib baru bagi para profesi akuntansi, salah satunya akuntan
atau auditor yang dituntut untuk memberikan pendapat pada laporan keuangan yang
diauditnya (Lestari, 2013). Untuk dapat memberikan pendapat itu, maka seorang auditor
harus memahami IFRS secara menyeluruh. Hal senada (Putri, 2010) mengungkapkan
bahwa profesi akuntansi telah berusaha mengembangkan sekumpulan standar yang pada
umumnya diterima dan secara universal dipraktikkan. Usaha-usaha itu telah
menghasilkan dipakainya seperangkat aturan dan prosedur umum yang disebut sebagai
prinsip akuntansi berterima umum yang merupakan guidelines (standar) yang
menunjukkan tentang tata cara melaporkan kejadian ekonomis.
Pentingnya peran profesi akuntan publik serta beragamnya pengguna jasa,
menyebabkan jasa profesi akuntan publik harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan tersebut (Nugraha dan Ramantha, 2015). Baik atau
tidaknya pertanggungjawaban yang diberikan tergantung dari kinerja auditor. Kinerja
sering digunakan sebagai salah satu tolak ukur untuk menentukan suatu pekerjaan dapat
dikatakan baik atau sebaliknya. Pencapaian kinerja atau prestasi kerja bagi auditor dapat
dinilai dari tiga indikator yaitu: (1) kualitas pekerjaan, yaitu mutu pekerjaan audit yang
didasarkan pada kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan yang dimiliki auditor; (2)
kuantitas pekerjaan, yaitu jumlah hasil pekerjaan yang dapat diselesaikan sesuai dengan
target yang diberikan kepada auditor dan kemampuan auditor dalam memanfaatkan
sarana dan prasarana penunjang pekerjaan; serta (3) ketepatan waktu, yaitu ketepatan
auditor untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan
(Pratama dan Latrini, 2016). Seorang auditor harus memiliki sikap profesionalisme
dalam dirinya agar tidak melanggar aturan-aturan yang ada ketika menghadapi hal yang
menguntungkan atau merugikan bagi auditor tersebut (SafiI dan Jayanto, 2015).
Auditor harus memiliki pandangan profesionalisme yang tinggi, sehingga dapat
memberikan kontribusi yang dapat dipercaya oleh para pengambil keputusan (Ekawati,
2013).
Sikap pandang dan kepekaan terhadap etika yang dimiliki seseorang berinteraksi
dengan nilai-nilai yang ditemuinya dalam profesinya, tak terkecuali profesi sebagai
seorang auditor. Interaksi ini menghasilkan suatu sikap dan orientasi etika yang baru,
yang nantinya akan menentukan tindakan atau keputusannya sebagai auditor dalam
masalah etika. Menurut Armanda dan Ubaidillah (2014) Etika sebagai pemikiran dan
pertimbangan moral memberikan dasar bagi seseorang maupun sebuah komunitas
dalam melakukan suatu tindakan. Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada
masyarakat harus memiliki kode etik, yang merupakan seperangkat prinsipprinsip
moral yang mengatur tentang perilaku professional. Tanpa etika, profesi akuntan tidak
akan ada karena fungsi akuntan adalah sebagai penyedia informasi untuk proses
pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis (Herawaty dan Susanto, 2009).
Dalam hal etika, sebuah profesi harus memiliki komitmen moral yang tinggi yang
dituangkan dalam bentuk aturan khusus. Aturan ini merupakan aturan main dalam
menjalankan atau mengemban profesi tersebut, yang biasa disebut sebagai kode etik.
Kode etik harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi yang memberikan jasa
pelayanan kepada masyarakat dan merupakan alat kepercayaan bagi masyarakat luas.
Profesionalisme telah menjadi isu yang kritis untuk profesi akuntan dan merupakan
syarat utama yang dimiliki oleh auditor, karena dapat menggambarkan kinerja auditor,
dalam hal ini berhubungan dengan pembuatan keputusan yang berkitan dengan
judgment atas laporan keuangan. Auditor sebagai ujung tombak dari pelaksanaan
kegiatan pemeriksaan semestinya di dukung dengan independensi, kemampuan,
kemauan dan pengalaman kerja yang memadai dalam pemeriksaan, serta ditunjang
dengan sensitivitas etika profesi auditor. Kualitas audit dipengaruhi sikap auditor
independen dalam menerapkan kode etik profesi akuntan publik (Primaraharjo dan
Handoko, 2011). Selain menjadi seorang profesional yang memiliki sikap
profesionalisme, setiap auditor juga diharapkan memegang teguh etika profesi yang
sudah ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), agar situasi persaingan
tidak sehat dapat dihindarkan.
Di Indonesia, etika akuntan menjadi isu yang sangat menarik. Hal ini seiring
dengan terjadinya beberapa pelanggaran etika yang dilakukan oleh akuntan, baik
akuntan independen, akuntan intern perusahaan maupun akuntan pemerintah (Lestari,
2015). Eksternal auditor yang memiliki profesionalisme yang tinggi akan memberikan
konstribusi yang dapat dipercaya oleh para pengambil keputusan. Keberadaan standar
dan kode etik profesi masih saja menimbulkan praktik-praktik kecurangan seperti
adanya kasus-kasus koruspsi dan penyelewengan di tanah air kita yang tercinta ini.
Ancaman ini berdampak pada komitmen auditor terhadap kode etik profesi mereka
khususnya terhadap pemeriksaan atas laporan keuangan agar kualitas audit dapat tetap
dijaga dan ditingkatkan. Kualitas audit ini penting karena kualitas audit yang tinggi
akan menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan
keputusan (Nilasari dkk, 2016).
Adanya kebutuhan akan laporan keuangan yang memadai dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, membawa banyak perusahaan tergantung
pada jasa audit yang ditawarkan oleh auditor independen. Dengan didorong oleh
banyaknya skandal keuangan yang terjadi di dunia, auditor independen harus lebih
bekerja keras dalam melaksanakan tugasnya. Demi menjaga kepercayaan masyarakat,
auditor independen selayaknya memberikan jasa dengan kualitas terbaik. Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) menyatakan bahwa audit yang dilaksanakan auditor
dikatakan berkualitas, jika memenuhi ketentuan atau standar pengauditan. Standar
pengauditan mencakup mutu profesional, auditor independen, pertimbangan (judgment)
yang digunakan dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan audit. Kualitas audit
adalah kemungkinan auditor menemukan berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh
klien dalam menyajikan laporan keuangan dan pelanggaran tersebut dilaporkan oleh
auditor dalam laporan keuangan auditan dengan berpedoman pada prinsip etika (Farida
dkk, 2016). Fleksibilitas dalam standar IFRS yang bersifat principles-based akan
berdampak pada tipe dan jumlah skill professional yang seharusnya dimiliki oleh
akuntan dan auditor (Suprihatin dan Tresnaningsih, 2013).
Pengadopsian IFRS menuntut auditor untuk memiliki pemahamaan mengenai
kerangka konseptual informasi keuangan agar dapat mengaplikasikan secara tepat
dalam pembuatan keputusan serta memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kejadian
maupun transaksi bisnis dan ekonomi perusahaan secara fundamental sebelum membuat
judgment. Selain keahlian teknis, auditor juga perlu memahami implikasi etis dan legal
dalam implementasi standar. Pengadopsian IFRS juga menciptakan pasar yang luas bagi
jasa audit (Indrawati, 2014). Berbagai estimasi yang dibuat oleh manajemen perlu
dinilai kelayakannya oleh auditor sehingga auditor juga dituntut memiliki kemampuan
menginterpretasi tujuan dari suatu standar (Hidayati, 2013). Hal ini mendorong auditor
untuk terus belajar dan memahami perkembangan IFRS agar dapat memberikan
pendapat pada suatu laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku
dan benar-benar telah dikuasainya dengan baik. Auditor menjadi profesi yang
diharapkan banyak orang. Untuk meletakkan kepercayaan masyarakat dan pemerintah
atas hasil audit dan pendapat yang diberikan, profesionalisme menjadi syarat utama bagi
orang yang bekerja sebagai auditor (Nteseo, 2013). Ketidakpercayaan masyarakat
terhadap satu atau beberapa auditor dapat merendahkan martabat profesi auditor secara
keseluruhan, sehingga dapat merugikan auditor lainnya. Oleh karena itu organisasi
auditor berkepentingan untuk mempunyai kode etik yang dibuat sebagai aturan perilaku
yang mengatur hubungan antara auditor dengan auditan, antara auditor dengan auditor
dan antara auditor dengan masyarakat. Hasil audit yang berkualitas merupakan hal yang
harus dicapai oleh para auditor dalam setiap proses audit. Hasil audit yang berkualitas
sangat diperlukan oleh pihak- pihak yang berkepentingan karena akan dapat diandalkan
oleh pengguna sebagai dasar dalam pengambilan keputusan (Apriliyani dkk, 2013).
B. Rumusan Masalah
Penelitian ini dilatar belakangi oleh pentingnya seorang auditor dalam
menghasilkan suatu informasi keuangan yang relevan dan memiliki pertimbangan
professional dalam membuat judgment. Hal tersebut juga akan meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan publik dalam menjalankan tugasnya.
Selain keahlian teknis, auditor juga perlu memahami implikasi etis dan legal dalam
implementasi standar. Auditor menjadi profesi yang diharapkan banyak orang untuk
meletakkan kepercayaan masyarakat dan pemerintah atas hasil audit dan pendapat yang
diberikan, profesionalisme menjadi syarat utama bagi orang yang bekerja sebagai
auditor (Nteseo, 2013). Hasil audit yang berkualitas merupakan hal yang harus dicapai
oleh para auditor dalam setiap proses audit. Hasil audit yang berkualitas sangat
diperlukan oleh pihak- pihak yang berkepentingan karena akan dapat diandalkan oleh
pengguna sebagai dasar dalam pengambilan keputusan (Apriliyani dkk, 2013).
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan
penelitian sebagai berikut :
1. Apakah konvergensi IFRS berpengaruh terhadap kualitas audit?
2. Apakah etika auditor berpengaruh terhadap kualitas audit?
3. Apakah professional judgment dapat memoderasi hubungan konvergensi IFRS
terhadap kualitas audit?
4. Apakah professional judgment dapat memoderasi hubungan etika auditor
terhadap kualitas audit?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh konvergensi IFRS terhadap kualitas audit.
2. Untuk mengetahui pengaruh etika auditor terhadap kualitas audit.
3. Untuk mengetahui pengaruh pemoderasi professional judgment terhadap
hubungan konvergensi IFRS dengan kualitas audit.
4. Untuk mengetahui pengaruh pemoderasi professional judgment terhadap
hubungan etika auditor dengan kualitas audit.

D. Kegunaan Penelitian
1. Teoretis; Penelitian ini menjelaskan teori agensi menurut Jensen dan Meckling
(1976), dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika
satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk
memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang dalam
pengambilan keputusan kepada agent tersebut.yang menjelaskan mengenai
konflik yang tercipta antara pihak manajemen perusahaan selaku agen dengan
pemilik perusahaan selaku principal. Seringkali, agen cenderung melakukan
berbagai tindakan untuk membuat laporan pertanggungjawabannya terlihat baik
dan menghasilkan keuntungan bagi principal sehingga kinerjanya dianggap
baik. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, diperlukan pemeriksaan yang
dilakukan oleh pihak ketiga yang independen yaitu auditor. Dengan demikian,
laporan keuangan yang dibuat oleh agen dapat lebih reliable (dapat lebih
dipercaya). Untuk menyempurnakan beberapa teori yang telah dibahas
sebelumnya, maka peneliti juga menggunakan teori egosime, Rachels (dalam
Agoes dan Ardana, 2014) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan
dengan egoisme, yaitu: egoisme psikologis dan egoisme etis. Rachels sendiri
juga menjelaskan paham egoisme etis yang pengertiannya sering dikacaukan
dengan paham egoisme psikologis. dimana teori ini menjelaskan bahwa auditor
sebagai pihak ketiga yang independen dan bertugas menjadi penengah antara
pihak agen dan principal, memiliki ego dalam dirinya sendiri. Sehingga,
walaupun memiliki kompetensi dan independensi yang tinggi, terkadang auditor
lupa akan etika profesi (Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia) yang harus ia jaga
dikarenakan adanya ego tersebut.
2. Praktis; Dalam aspek praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
manfaat bagi profesi akuntan publik serta pengguna jasa lainnya. Penelitian ini
juga diharapkan mampu menjadi bahan pertimbangan auditor agar dalam
melaksanakan proses audit, auditor harus memiliki mematuhi undang-undang
kode etik yang telah ditetapkan serta memiliki sikap profesionalisme dalam
dirinya agar tidak melanggar aturan-aturan yang ada ketika menghadapi hal
yang menguntungkan atau merugikan. Karena seorang auditor harus memiliki
pemahamaan mengenai kerangka konseptual informasi keuangan agar dapat
mengaplikasikan secara tepat dalam pembuatan keputusan serta memiliki
pengetahuan yang cukup mengenai kejadian maupun transaksi bisnis dan
ekonomi perusahaan secara fundamental sebelum membuat judgment.
Diharapkan pula agar auditor memahami implikasi etis dan legal dalam
implementasi standar agar dapat memberikan pendapat pada suatu laporan
keuangan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dan benar-benar telah
dikuasainya dengan baik.

II. TINJAUAN TEORETIS

A. Teori Agensi (Agency Theory)


Menurut Jensen dan Meckling (1976), dalam teori keagenan (agency theory),
hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang
lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang
dalam pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Dalam prakteknya manajer
sebagai pengelola perusahaan tentunya mengetahui lebih banyak informasi internal dan
prospek perusahaan di waktu mendatang dibandingkan pemilik modal atau pemegang
saham. Sehingga sebagai pengelola, manajer memiliki kewajiban memberikan informasi
mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Tetapi dalam hal ini informasi yang
disampaikan oleh manajer terkadang tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang
sebenarnya. Kondisi yang demikian dikenal sebagai informasi yang tidak simetris atau
asimetri informasi (Luayyi, 2012). Dalam hal ini asimetri informasi antara manajemen
(agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan kesempatan kepada manajer
untuk melakukan manajemen laba. Teori keagenan merupakan sekelompok gagasan
mengenai pengendalian organisasi yang didasarkan pada keyakinan bahwa pemisahan
kepemilikan dengan manajemen menimbulkan potensi bahwa keinginan pemilik
diabaikan. Ketika pemilik (atau manajer) mendelegasikan otoritas pengambilan
keputusan pada pihak lain, terdapat hubungan keagenan antara kedua pihak tersebut.
Hubungan keagenan, seperti hubungan antara pemegang saham dengan manajer, akan
efektif selama manajer mengambil keputusan investasi yang konsisten dengan
kepentingan pemegang saham.
Teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen ini salah satunya berakar
pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori prinsipal-agen
menganalisis susunan kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok, atau
organisasi. Salah satu pihak (principal) membuat suatu kontrak, baik secara implisit
maupun eksplisit, dengan pihak lain (agent) dengan harapan bahwa agen akan
bertindak/melakukan pekerjaan seperti yang dinginkan oleh prinsipal (dalam hal ini
terjadi pendelegasian wewenang). Pendelegasian wewenang tersebut akan menimbulkan
masalah keagenan (agency problem), yaitu ketidaksejajaran kepentingan antara
principal (pemilik/pemegang saham) dan agent (manajemen perusahaan). Menurut teori
agensi, agen harus bertindak secara rasional untuk kepentingan principalnya. Agent
harus menggunakan keahlian, bijaksana, itikad baik, dan tingkah laku yang wajar, dan
adil dalam memimpin perseoran. Dalam praktik timbul masalah karena terdapat
kesenjangan kepentingan antara pemegang saham sebagai pemilik perusahaan dengan
pihak pengurus atau manajemen sebagai agent. Pemilik memiliki kepentingan agar dana
yang telah diinvestasikan memberikan pendapatan (return) yang maksimal, sedangkan
pihak manajemen memiliki kepentingan terhadap perolehan incentives atas pengelolaan
dana pemilik perusahaan. Agen memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan
dengan principal, sehingga menimbulkan adanya asimetri informasi yaitu suatu kondisi
adanya ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai
penyedia informasi dengan pihak pemegang saham dan stakeholder sebagai pengguna
informasi. Menurut Scott (2009:8) dalam Oktomegah (2012) terdapat 2 macam asimetri
informasi, yaitu: (1) Adverse selection, bahwa para manajer serta orang-orang dalam
lainnya memiliki lebih banyak pengetahuan tentang keadaan dan prospek perusahaan
dibandingkan dengan investor selaku pihak luar. Informasi mengenai fakta yang
mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham
tidak disampaikan oleh manajer kepada pemegang saham. (2) Moral hazar, bahwa
kegiatan yang dilakukan oleh manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham
maupun kreditur. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan yang melanggar kontrak
dan secara etika atau norma tidak layak untuk dilakukan di luar sepengetahuan
pemegang saham.
Principal sebagai pemilik perusahaan selalu ingin mendapatkan segala informasi
mengenai aktivitas perusahaan, terutama jika aktivitas-aktivitas tersebut terkait dengan
investasi atau dana yang mereka investasikan dalam perusahaan tersebut. Namun,
seringkali agen cenderung melakukan berbagai tindakan untuk membuat laporan
pertanggungjawabannya terlihat baik dan menghasilkan keuntungan bagi principal
sehingga kinerjanya dianggap baik, walaupun kenyataannya tidak demikian. Untuk
mencegah terjadinya hal tersebut, diperlukan pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak
ketiga yang independen, yaitu auditor. Dengan demikian, laporan keuangan yang dibuat
oleh agen dapat lebih reliable (dapat lebih dipercaya). Pendapat auditor mengenai
laporan keuangan tersebut akan dipertimbangkan sebelum hal-hal yang berhubungan
dengan masa depan perusahaan diputuskan. Principal atau pengguna informasi laporan
keuangan lainnya akan memilih auditor yang memiliki kredibilitas dalam menjalankan
tugasnya dikarenakan, auditor yang kredibel akan lebih baik dalam memberikan
informasi yang terdapat dalam laporan keuangan yang berarti auditor tersebut
menghasilkan kualitas audit yang baik. Hal tersebut akan mengurangi asimetris
informasi yang terjadi antara pihak agen dengan principal. Oleh karena itu, agen
memiliki kewajiban untuk mempertanggungjawabkan hasil kinerjanya kepada pihak
principal. Hubungan antara pihak agen dan principal menimbulkan biaya keagenan
yang dibagi menjadi tiga macam biaya yaitu bonding cost, monitoring cost, dan residual
loss. Biaya-biaya tersebut dikeluarkan agar kedua belah pihak bisa saling percaya satu
sama lain dan tidak ada pihak yang melanggar hak dan kewajiban yang dimiliki
(Turangan dkk, 2016).

B. Teori Egoisme
Rachels (dalam Agoes dan Ardana, 2014) memperkenalkan dua konsep yang
berhubungan dengan egoism, yaitu: egoisme psikologis dan egoisme etis. Kedua konsep
ini tampak mirip karena keduanya memakai istilah egoisme, namun sebenarnya
keduanya memliki pengertian yang berbeda. Egoisme psikologis adalah suatu teori yang
menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri
(selfish). Menurut teori ini, orang boleh saja yakin bahwa ada tindakan mereka yang
bersifat luhur dan suka berkorban, namun semua tindakan yang terkesan luhur dan atau
tindakan yang suka berkorban tersebut hanyalah ilusi. Pada kenyataannya, setiap orang
hanya peduli pada dirinya sendiri. Jadi, menurut teori ini, tidak ada tindakan yang
sesungguhnya altruisme. Altruisme adalah suatu tindakan yang peduli pada orang lain
atau mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan kepentingan dirinya.
Rachels sendiri juga menjelaskan paham egoisme etis yang pengertiannya sering
dikacaukan dengan paham egoism psikologis. Egoisme etis adalah tindakan yang
dilandasi oleh kepentingan diri sendiri (self-interest). Tindakan berkutat diri ditandai
dengan ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain, sedangkan tindakan
mementingkan diri tidak selalu merugikan kepentingan orang lain. Dalam hal ini
manajer selaku pemegang keputusan lebih menganut teori egoisme etis yang dimana
manajer lebih mementingkan dirinya sendiri dibandingkan kepentingan perusahaan
dimasa yang akan datang. Brockner (1992) menjelaskan bahwa eskalasi komitmen
adalah melanjutkan komitmen walaupun terdapat informasi negatif yang berkaitan
dengan ketidakpastian pencapaian tujuan. Eskalasi komitmen sering dikaitkan dengan
pengabaian atas sinyal kegagalan. Kanodia et al. (1989) menjabarkan eskalasi
komitmen sebagai keputusan manajer yang cenderung mengabaikan kepentingan
perusahaan dan lebih mengutamakan kepentingan ekonomi pribadinya.

C. Konvergensi IFRS
Setiap negara memiliki standar akuntansi keuangan sendiri yang menjadi pedoman
karena merupakan konsensus yang mengatur tentang pencatatan tentang sumber-sumber
ekonomi, kewajiban, modal, hasil, biaya dan perubahannya dalam bentuk laporan
keuangan. Standar akuntansi ini merupakan masalah penting dalam profesi dan semua
pemakai laporan yang memiliki kepentingan terhadapnya. Oleh karena itu mekanisme
penyusunan standar akuntansi harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat memberikan
kepuasan kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan. Namun
yang perlu diingat bahwa standar akuntansi ini akan terus-menerus berubah dan
berkembang sesuai perkembangannya dan tuntunan masyarakat. Kenyataan yang ada
bahwa standar akuntansi disetiap negara dalam perkembangannya fleksibel terhadap
standar akuntansi keuangan dunia karena berbagai pertimbangan penting. Hal ini tidak
mungkin dihindari karena hubungan ekonomi internasional yang telah berkembang
pesat, mau tidak mau setiap negara khususnya Indonesia melakukan adopsi atau yang
lebih dikenal dengan konvergensi standar akuntansi keuangannya dengan standar
keuangan internasional (IFRS).
Indonesia mulai melaksanakan konvergensi International Financial Reporting
Standards (IFRS) terhadap Standar Akuntansi Keuangan pada tahun 2008. Konvergensi
ini dilakukan secara bertahap dengan target pertama penerapan IFRS dapat diselesaikan
pada tahun 2012. Penerapan IFRS di Indonesia ini lebih lambat dibandingkan negara-
negara di Uni Eropa yang telah mengharuskan perusahaan untuk menerapkan IFRS
secara penuh mulai 1 Januari 2005. Sementara itu, Australia telah menerapkan IFRS
secara lebih awal lagi yaitu pada tahun 2002. Konvergensi IFRS di Indonesia mulai
dilakukan dengan berlakunya tiga PSAK berbasis IAS secara efektif pada tahun 2008.
Disusul dengan satu PSAK berbasis IAS yang berlaku efektif pada tahun 2009. Pada
tahun 2010 terdapat tiga PSAK dan satu ISAK berbasis IAS/IFRS dan lima Pencabutan
PSAK yang sebelumnya berlaku efektif, selanjutnya tahun 2011 terdapat 15 PSAK dan
enam ISAK berbasis IFRS yang berlaku efektif. Penerapan IFRS diklaim akan memberi
manfaat bagi peningkatan kualitas laporan keuangan. Hal ini telah mendorong dila-
kukannya penelitian-penelitian untuk menguji secara empiris apakah penerapan IFRS
te-lah meningkatkan kemampuan informasi akuntansi dalam mengestimasi harga
saham, yang dikenal dengan studi relevansi nilai (value relevance). Kargin (2013)
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan relevansi nilai adalah kemampuan informasi
yang disajikan dalam laporan keuangan untuk menangkap dan menyimpulkan nilai
perusahaan. Nilai relevansi dapat diukur dengan mengestimasi hubungan statistik antara
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan nilai saham di pasar.
Indonesia mengadopsi IFRS pada tahun 2012 yang menjadi upaya untuk membuka
peluang pasar modal internasional (Gamayuni, 2009). Kurniawati (2013) berpendapat
bahwa proyek mengkonversi akuntansi ke IFRS harus dikelola sebagaimana layaknya
proyek-proyek berskala besar lainnya. Walaupun proyek IFRS pada umumnya akan
berada di area akuntansi/keuangan, aktivitas audit internal harus menjadi salah satu
pemain kunci dalam proyek ini mengingat dampaknya yang luas terhadap lingkungan
pengendalian internal. Pengungkapan dan penyajian informasi merupakan suatu upaya
fundamental untuk menyediakan informasi mengenai laporan keuangan bagi pengguna
laporan keuangan. Dalam pengungkapan dan penyajian informasi tersebut dibutuhkan
sebuah aturan atau standar. Standar akuntansi yang berkualitas sangat penting untuk
pengembangan kualitas struktur pelaporan keuangan global. Standar akuntansi yang
berkualitas terdiri dari prinsip-prinsip komprehensif yang netral, konsisten, sebanding,
relevan dan dapat diandalkan yang berguna bagi investor, kreditor dan pihak lain untuk
membuat keputusan alokasi modal. Permasalahan akan kebutuhan standar yang
berkualitas tersebut menuntun akan pengadopsian IFRS (International Financial
Reporting Standard) yang berdasar atas adanya peningkatan kualitas akuntansi dan
keseragaman standar internasional.

D. Etika Auditor
Sikap pandang dan kepekaan terhadap etika yang dimiliki seseorang berinteraksi
dengan nilai-nilai yang ditemuinya dalam profesinya, tak terkecuali profesi sebagai
seorang auditor. Interaksi ini menghasilkan suatu sikap dan orientasi etika yang baru,
yang nantinya akan menentukan tindakan atau keputusannya sebagai auditor dalam
masalah etika. Etika sebagai pemikiran dan pertimbangan moral memberikan dasar bagi
seseorang maupun sebuah komunitas dalam melakukan suatu tindakan. Sebegitu jauh
kemudian etika memberikan pedoman bagi seseorang atau komunitas untuk dapat
menentukan baik buruk atau benar salahnya suatu tindakan yang akan diambil. Merujuk
pada klasifikasi profesi secara umum, maka salah satu ciri yang membedakan profesi-
profesi yang ada adalah etika profesi yang dijadikan sebagai standar pekerjaan bagi para
anggotanya. Etika profesi diperlukan oleh setiap profesi, khususnya bagi profesi yang
membutuhkan kepercayaan dari masyarakat, seperti profesi auditor. Masyarakat akan
menghargai profesi yang menerapkan standar mutu yang tinggi dalam pelaksanaan
pekerjaannya. Auditor wajib menaati segala peraturan perundang-undangan yang
berlaku, menyimpan rahasia jabatan, menjaga semangat dan suasana kerja yang baik.
Kode etik berkaitan dengan masalah prinsip bahwa auditor harus menjaga, menjunjung,
dan menjalankan nilai-nilai kebenaran dan moralitas, seperti bertanggung jawab
(responsibilities), berintegritas (integrity), bertindak secara objektif (objectivity) dan
menjaga independensinya terhadap kepentingan berbagai pihak (independence).
Menurut Iriyadi dan Vannywati (2011) dengan menjunjung tinggi etika profesi
diharapkan tidak terjadi kecurangan diantara para auditor, sehingga dapat memberikan
pendapat auditan yang benar-benar sesuai dengan laporan keuangan yang disajikan oleh
perusahaan. Dalam menjalankan profesinya akuntan publik juga dituntut untuk memiliki
prinsip dan moral, serta perilaku etis yang sesuai dengan etika. Memahami peran
perilaku etis seorang auditor dapat memiliki efek yang luas pada bagaimana bersikap
terhadap klien mereka agar dapat bersikap sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku
umum (Curtis dkk, 2012). Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi
tanggungjawab profesionalnya dalam melakukan pekerjaanya termasuk dalam membuat
keputusan pemberian opini. Hal ini didukung dengan pendapat Woodbine dan Liu
(2010) yaitu moralitas memainkan peran penting dalam proses pengambilan keputusan.
Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan
pengorbanan keuntungan pribadi.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mendukung profesionalitas akuntan dalam
melaksanakan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat yaitu dengan disusun dan
disahkannya kode etik Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI), aturan etika
Kompartemen Akuntan Publik, Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) dan standar
pengendalian mutu auditing yang merupakan acuan yang baik untuk mutu auditing.
Prinsip-prinsip etika yang dirumuskan Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dan
dianggap menjadi kode etik perilaku akuntan Indonesia adalah (1) tanggung jawab, (2)
kepentingan masyarakat, (3) integritas, (4) obyektifitas dan independen, (5) kompetensi
dan ketentuan profesi, (6) kerahasiaan, dan (7) perilaku profesional. Etika profesi
auditor didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengakui sifat dasar etika pada situasi
profesional auditor (Ariyanto dan Jati, 2010). Secara intuisi, auditor diharapkan dalam
menjalankan profesi akuntannya lebih sensitif dalam memahami masalah etika profesi.
Auditor harus melaksanakan standar etika dan mendukung tujuan dari norma
profesional yang merupakan salah satu aspek komitmen profesional. Komitmen yang
tinggi tersebut direfleksikan dalam tingkat sensitivitas yang tinggi pula untuk masalah
yang berkaitan dengan etika profesional.

E. Kualitas Audit
Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang
terdapat antara manajer dan pemegang saham. Untuk itu diperlukan pihak ketiga
(Akuntan Publik) yang dapat memberi keyakinan kepada investor dan kreditor bahwa
laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen dapat dipercaya (Agusti dan Pertiwi,
2013). Dalam melaksanakan tugas auditnya seorang auditor harus berpedoman pada
standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) yakni
standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Selain standar audit,
seorang auditor juga harus mematuhi kode etik profesi yang mengatur tentang tanggung
jawab profesi, kompetensi dan kehati-hatian professional, kerahasiaan, perilaku
profesional serta standar teknis bagi seorang auditor dalam menjalankan profesinya.
Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan keuangan auditan dan jasa lainnya yang
diberikan oleh akuntan publik inilah yang akhirnya mengharuskan akuntan publik
memperhatikan kualitas audit yang dihasilkannya.
Proses audit merupakan bagian dari assurance services. Pengauditan ini melibatkan
usaha peningkatan kualitas informasi bagi pengambil keputusan serta independensi dan
kompetensi dari pihak yang melakukan audit, sehingga kesalahan yang terjadi dalam
proses pengauditan akan berakibat berkurangnya kualitas informasi yang diterima oleh
pengambil keputusan (Yusrawati dan Suryadi, 2009). Meskipun dalam teori dinyatakan
secara jelas bahwa audit yang baik adalah yang mampu meningkatkan kualitas
informasi beserta konteksnya namun dalam prakteknya tindakan pengurangan kualitas
audit (reduced audit quality) masih sering terjadi. Audit yang dilakukan oleh auditor
eksternal merupakan unsur yang penting didalam efisiensi pasar modal (Sari dkk, 2010).
Hal ini dikarenakan audit yang telah dilakukan dapat meningkatkan kredibilitas dari
informasi keuangan, yang secara langsung mendukung praktik tata kelola perusahaan
yang lebih baik melalui transparansi pelaporan keuangan.
Peran auditor eksternal disini yakni memberikan penilaian secara independen dan
profesional atas keandalan dan kewajaran penyajian laporan keuangan perusahaan
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Auditor eksternal dapat menjadi
mekanisme pengendalian terhadap manajemen agar manajemen menyajikan informasi
keuangan secara andal, dan terbebas dari praktik kecurangan akuntansi. Peran ini dapat
dicapai jika auditor eksternal memberikan jasa audit yang berkualitas. Auditor dituntut
oleh pihak yang berkepentingan dengan perusahaan untuk memberikan pendapat
tentang kewajaran pelaporan keuangan yang disajikan oleh manajemen perusahaan
untuk dapat menjalankan kewajibannya (Ilmiyati dan Suhardjo, 2012). Untuk dapat
memenuhi kualitas audit yang baik maka auditor dalam menjalankan profesinya sebagai
pemeriksa harus berpedoman pada kode etik akuntan, standar profesi dan standar
akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia. Setiap audit harus mempertahankan
integritas dan objektivitas dalam melaksanakan tugasnya dengan bertindak jujur dan
tega sehingga dapat bertindak adil, tanpa dipengaruhi atau permintaan pihak tertentu
untuk memenuhi kepentingan pribadinya.

F. Professional Judgment
Pertimbangan Professional (Professional Judgment) adalah probabilitas seorang
auditor untuk dapat menemukan dan melaporkan penyelewengan yang terjadi dalam
sistem akuntansi klien (Sirajudin, 2012). Probabilitas auditor untuk melaporkan
penyelewengan yang terjadi dalam system akuntansi klien tergantung pada
independensi auditor. Seorang auditor dituntut untuk dapat menghasilkan kualitas
pekerjaan yang tinggi, karena auditor mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap
pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan suatu perusahaan termasuk
masyarakat. Tidak hanya bergantung pada klien saja, auditor merupakan pihak yang
mempunyai kualifikasi untuk memeriksa dan menguji apakah laporan keuangan telah
disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Agar
laporan audit yang dihasilkan auditor berkualitas, maka auditor harus menjalankan
pekerjaannya secara profesional. Dalam melaksanakan pemeriksaan, auditor harus
bersikap profesional pada tugasnya tersebut. Sebagai seorang profesional, auditor akan
dituntut untuk berpegang pada tanggung jawab profesinya. Tanggung jawab profesi
tidak berhenti sampai dia menyampaikan laporan kepada klien, tetapi dia akan
bertanggung jawab terhadap isi pernyataan yang telah ditandatanganinya. Untuk itu
auditor akan sangat berhati-hati sekali dalam melaksanakan tugas audit serta
menetapkan judgment yang akan diberikannya.
Seperti yang disebutkan dalam Standar Professional Akuntan Publik (SPAP) pada
seksi 341, bahwa dalam menjalankan proses audit, auditor akan memberikan pendapat
dengan judgment berdasarkan kejadian-kejadian yag dialami oleh suatu kesatuan usaha
pada masa lalu, masa kini, dan di masa yang akan datang. Audit judgment atas
kemampuan kesatuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, harus
berdasarkan pada ada tidaknya kesangsian dalam diri auditor itu sendiri terhadap
kemampuan suatu kesatuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
dalam periode satu tahun sejak tanggal laporan keuangan auditan. Judgment sebagai
proses kognitif yang merupakan perilaku pemilihan keputusan. Dalam membuat suatu
judgment, auditor akan mengumpulkan berbagai bukti relevan dalam waktu yang
berbeda dan kemudian mengintegrasikan informasi dari bukti-bukti tersebut (Sofiani
dan Tjondro, 2014). Proses judgment tergantung pada kedatangan informasi yang terus
menerus, sehingga dapat mempengaruhi pilihan dan cara pilihan tersebut dibuat. Setiap
langkah dalam proses incremental judgment, jika informasi terus menerus datang akan
muncul pertimbangan baru dan keputusan atau pilihan baru.
Pertimbangan auditor (auditor judgment) sangat tergantung dari persepsi mengenai
suatu situasi (Arum, 2008). Judgment, yang merupakan dasar dari sikap profesional,
adalah hasil dari beberapa faktor seperti pendidikan, budaya, dan sebagainya, tetapi
yang paling signifikan dan tampak mengendalikan semua unsur seperti pengalaman
adalah perasaan auditor dalam menghadapi situasi dengan mengingat keberhasilan dari
situasi sebelumnya. Judgment adalah perilaku yang paling berpengaruh dalam
mempersepsikan situasi, dimana faktor utama yang mempengaruhinya adalah
materialitas dan apa yang kita yakini sebagai kebenaran. Judgment sebagai proses
kognitif yang merupakan perilaku pemilihan keputusan. Dalam membuat suatu
judgment, auditor akan mengumpulkan berbagai bukti relevan dalam waktu yang
berbeda dan kemudian mengintegrasikan informasi dari bukti-bukti tersebut.

G. Konvergensi IFRS Meningkatkan Kualitas Informasi Akuntansi


Konvergensi PSAK dengan IFRS/IAS merupakan salah satu komitmen dari Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) yang telah bergabung dengan International Federation of
Accountants (IFAC). Diharapkan konvergensi PSAK ke dalam IFRS akan
meningkatkan fungsi pasar modal global dengan menyediakan informasi yang lebih
dapat diperbandingkan dan berkualitas tinggi kepada investor. Selain itu IFRS
menjanjikan tersedianya komprehensif dan tepat waktu dibandingkan standar akuntansi
nasional yang banyak dipengaruhi oleh hukum negara, politik dan perpajakan di negara
tersebut. Indonesia mulai melaksanakan konvergensi International Financial Reporting
Standards (IFRS) terhadap Standar Akuntansi Keuangan pada tahun 2008. Konvergensi
ini dilakukan secara bertahap dengan target pertama penerapan IFRS dapat diselesaikan
pada tahun 2012. Penerapan IFRS di Indonesia ini lebih lambat dibandingkan negara-
negara di Uni Eropa yang telah mengharuskan perusahaan untuk menerapkan IFRS
secara penuh mulai 1 Januari 2005. Sementara itu, Australia telah menerapkan IFRS
secara lebih awal lagi yaitu pada tahun 2002.
Pengungkapan dan penyajian informasi merupakan suatu upaya fundamental untuk
menyediakan informasi mengenai laporan keuangan bagi pengguna laporan keuangan.
Dalam pengungkapan dan penyajian informasi tersebut dibutuhkan sebuah aturan atau
standar. Standar akuntansi secara umum diterima sebagai aturan baku, yang didukung
oleh sanksi-sanksi untuk setiap ketidakpatuhan. Standar akuntansi yang berkualitas
sangat penting untuk pengembangan kualitas struktur pelaporan keuangan global.
Standara kuntansi yang berkualitas terdiri dari prinsip-prinsip komprehensif yang netral,
konsisten, sebanding, relevan dan dapat diandalkan yang berguna bagi investor, kreditor
dan pihak lain untuk membuat keputusan alokasi modal (Roberts dkk, 2005).
Permasalahan akan kebutuhan standar yang berkualitas tersebut menuntun akan
pengadopsian IFRS (International Financial Reporting Standard) yang berdasar atas
adanya peningkatan kualitas akuntansi dan keseragaman standar internasional.
Menurut Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK), konvergensi IFRS telah
membawa dunia accounting ke level baru, yaitu: (1) PSAK yang semula berdasarkan
Historical Cost mengubah paradigmanya menjadi Fair Value based. Fair Value based
mendominasi perubahan-perubahan di PSAK untuk konvergensi ke IFRS selain hal-hal
lainnya; (2) PSAK yang semula lebih berdasarkan Rule Based (sebagaimana US GAAP)
berubah menjadi Prinsiple Based. IFRS menganut prinsip prinsiple based dimana yang
diatur dalam PSAK untuk mengadopsi IFRS adalah prinsip-prinsip yang dapat dijadikan
bahan pertimbagan Akuntan atau Manajemen perusahaan sebagai dasar acuan untuk
kebijakan akuntansi perusahaan; dan (3) Pemutakhiran PSAK untuk memunculkan
transparansi dimana laporan yang dikeluarkan untuk eksternal harus cukup memiliki
kedekatan fakta dengan laporan internal. Penerapan IFRS diklaim akan memberi
manfaat bagi peningkatan kualitas laporan keuangan. Konvergensi atau adopsi IFRS
dimaksudkan untuk meningkatkan informasi laporan keuangan sehingga lebih dapat
diperbandingkan dan berkualitas lebih baik dan juga lebih akurat, komprehensif serta
tepat waktu. Oleh karenanya, dapat diharapkan penerapan IFRS akan meningkatkan
relevansi dan reliabity dari laporan keuangan yang pada akhirnya akan meningkatkan
kemampuannya untuk mengestimasi nilai pasar perusahaan. Laporan keuangan yang
lebih relevan dan reliable juga akan meningkatkan kepercayaan investor terhadap
angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan untuk pengambilan
keputusan investasi.

H. Etika Auditor sebagai Standar Mutu Meningkatkan Kualitas Audit


Akuntan publik adalah profesi yang keberadaan dan eksistensinya tergantung pada
kepercayaan dari masyarakat yang menggunakan jasanya. Kegagalan seorang auditor
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam mengaudit perusahaan menyebabkan
krisis kepercayaan dari masyarakat pengguna jasa audit. Masyarakat Ekonomi Asean
(MEA) menjadi permasalahan selanjutnya yang harus dihadapi oleh para auditor. MEA
merupakan integrasi ekonomi antara negara-negara anggota ASEAN, dimana tidak
hanya barang dan jasa yang diperdagangkan secara bebas, tapi juga tenaga kerja
profesional termasuk auditor. Undang-Undang No. 5 tahun 2011 tentang Akuntan
Publik dengan jelas mengeluarkan pasal-pasal yang menyatakan perizinan akuntan
publik asing untuk bekerja di Indonesia, sehingga auditor dalam negeri harus bersaing
dengan auditor asing. Auditor harus meningkatkan kualitas hasil auditnya untuk
menghadapi berbagai permasalahan tersebut. Keberhasilan auditor dalam meningkatkan
kualitas auditnya ditentukan oleh tingkat kompetensi yang dimilikinya. Kompetensi
dapat diperoleh seiring dengan banyaknya pengalaman kerja auditor yang tercermin dari
banyaknya penugasan yang dilaksanakan serta pelatihan yang diikuti.
Kualitas hasil audit yang baik tidak hanya ditentukan oleh banyaknya pengalaman
auditor, tetapi juga ditentukan oleh kepatuhan dan ketaatan auditor terhadap kode etik
profesinya. Kode etik pada prinsipnya merupakan sistem dari prinsip-prinsip moral
yang diberlakukan dalam suatu kelompok profesi yang ditetapkan secara bersama. Kode
etik suatu profesi merupakan ketentuan perilaku yang harus dipatuhi oleh setiap mereka
yang menjalankan tugas profesi. Kode etik akuntan merupakan norma perilaku yang
mengatur hubungan auditor dengan klien, auditor dengan sejawat, serta antar profesi
dengan masyarakat. Auditor wajib mematuhi kode etik yang telah ditetapkan yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari standar audit. Dengan adanya kode etik
ini para anggota profesi akan lebih memahami apa yang diharapkan profesi terhadap
para anggotanya. Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) audit yang
dilaksanakan auditor tersebut dapat berkualitas jika memenuhi ketentuan atau standar
auditing. Standar auditing mencakup mutu profesional (profesional qualities) auditor
independen, pertimbangan (judgment) yang digunakan dalam pelaksanaan audit dan
penyusunan laporan auditor.
Sampai saat ini kualitas audit sukar untuk diukur secara obyektif, kualitas audit
dianggap sebagai probabilitas (kemungkinan) dimana seorang auditor menemukan dan
melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Public
sector GAO (1986) dalam Badjuri (2011) mendefinisikan audit quality sebagai
pemenuhan terhadap standar profesional dan terhadap syarat-syarat sesuai perjanjian
yang harus dipertimbangkan. Kualitas audit biasanya diukur dengan pendapat
profesional auditor yang tepat dan didukung oleh bukti dan penilaian objektif. Dimana
auditor memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pemegang saham jika mereka
memberikan laporan audit yang independen, dapat diandalkan dan didukung dengan
bukti audit yang memadai. Kualitas merupakan komponen profesionalisme yang benar-
benar harus dipertahankan oleh akuntan publik profesional. Independen disini berarti
akuntan publik lebih mengutamakan kepentingan publik di atas kepentingan manajemen
atau kepen- tingan auditor itu sendiri dalam membuat laporan auditan. Jika auditor
dapat menyelesaikan pekerjaannya secara professional, maka kualitas audit akan
terjamin karena kualitas audit merupakan keluaran utama dari profesionalisme. Karena
kualitas audit yang baik akan dihasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya sebagai
dasar pengambilan keputusan.

I. Professional Judgment sebagai Skill Meningkatkan Kualitas Audit


Didalam melaksanakan pekerjaan audit, professional judgment pasti dilakukan pada
semua proses audit baik dalam tahap perencanaan maupun supervisi. Dalam Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) pada seksi 341 dikatakan bahwa ada tidaknya
kesangsian auditor terhadap kemampuan suatu usaha untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya dalam satu tahun merupakan dasar terhadap audit judgment
mengenai kemampuan suatu usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Ketepatan judgment auditor akan mempengaruhi kualitas hasil audit dan opini auditor.
Judgment merupakan perilaku pemilihan keputusan dari kejadian-kejadian masa lalu,
sekarang dan yang akan datang merupakan dasar bagi auditor dalam memberikan
judgment. Dalam pembuatan judgment ini auditor mempunyai kesadaran bahwa suatu
pertanggungjawaban merupakan faktor yang cukup penting karena penilaiannya akan
ditinjau dan dimintai keterangan. Kualitas judgment akan menunjukkan seberapa baik
kinerja seorang auditor dalam melakukan tugasnya.
Judgment merupakan persepsi auditor dalam menanggapi informasi yang
berhubungan dengan resiko audit yang akan dihadapi auditor dan mempengaruhi
pemberian opini auditor dari laporan keuangan suatu entitas. Audit judgment dapat
dikatakan ikut menentukan hasil dari pelaksanaan audit. Judgment dapat berubah
tergantung informasi dan bukti yang diberikan sebagai pertimbangan baru yang dapat
digunakan oleh auditor. Saat menyatakan opini atas kewajaran laporan keuangan,
seorang auditor harus bisa mempertimbangkan dan memutuskan sejauh mana tingkat
keakuratan atas bukti maupun informasi yang diberikan oleh klien. Tantangan bagi
profesi audit adalah bagaimana untuk memastikan bahwa audit judgment dan keputusan
yang diambil telah didasarkan pada kualitas informasi yang relevan dan dapat
dipercaya. Kualitas audit seorang auditor dapat dinilai dari kualitas judgment dan
keputusan yang dihasilkan. Oleh karena itu, pertimbangan audit yang berkualitas tinggi
juga harus memastikan efektivitas dan efisiensi audit. Dalam standar profesi akuntan
publik (SPAP), seorang auditor diharuskan menggunakan pertimbangan profesionalnya
dalam memberikan penilaian mengenai hal-hal yang berhubungan dengan audit.
Semakin akurat audit judgment yang dihasilkan auditor maka kualitas dari hasil
auditnya akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan judgment yang dibuat auditor
adalah sebuah pertimbangan subyektif dari auditor dan sangat tergantung dari persepsi
individu mengenai suatu situasi.
Istilah professional judgment sesungguhnya berhubungan erat dengan kemampuan
yang dituntut dari auditor untuk merangkai langkah-langkah serta hasil-hasil yang
diperolehnya menuju pada simpulan menyeluruh. Luasnya ruang lingkup dari
pertimbangan auditor ini membuat nilai subyektivitas begitu kuat terhadap hasil
pertimbangan. Pertimbangan auditor yang satu dengan yang lainnya menjadi sangat
beragam untuk satu klien dan satu area yang sama. Pertimbangan auditor tidak sama
dengan rasio keuangan yang memiliki rumus pasti. Terlebih lagi pertimbangan yang
satu akan mempengaruhi pertimbangan lainnya pada proses audit. Sebagai contoh
pertimbangan atas risiko akan mempengaruhi pertimbangan tentang materialitas dan
tentu saja akan berpengaruh pada pemberian opini. Suatu hal yang subyektif didasarkan
pada hal subyektif pula, kemungkinan akan menghasilkan sesuatu yang sifatnya
subyektif. Auditor bisa saja mengatakan bahwa mereka memiliki kesepakatan bersama
tentang cara penilaian tinggi rendahnya risiko. Namun makna tinggi, rendah dan sedang
itu sendiri tidak bisa didefinisikan secara kongkret dan tidak memiliki ukuran yang
pasti.

J. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu telah meneliti mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas audit. Penelitian yang dilakukan oleh Primaraharjo dan Handoko
(2011) di salah satu KAP di Surabaya menunjukkan hasil bahwa kualitas audit
dipengaruhi oleh sikap auditor independen dalam menerapkan kode etik profesi akuntan
publik. Penelitian ini juga menemukan bahwa semakin tinggi kualitas audit yang dapat
dihasilkan oleh auditor independen, maka semakin tinggi pula kepercayaan para pemakai
informasi untuk menggunakan laporan keuangan. Dengan demikian, sikap profesional
auditor independen diduga berpengaruh terhadap kualitas audit yang dilakukannya.
Demi menjaga kepercayaan rnasyarakat atas jasa yang diberikan oleh auditor
independen, kode etik tidak dapat dihindari sebab mereka akan banyak berperan dalam
kegiatan yang diajukan oleh klien. Auditor independen dianggap sebagai pihak yang
mampu menjembatani kepentingan pemegang saham dengan manajemen perusahaan
selaku klien. Oleh karena itu, audit berfungsi sebagai proses yang dapat mengurangi
ketidakselarasan informasi antara pemegang saham dengan manajemen perusahaan
melalui penugasan auditor independen. Para auditor independen perlu memberikan jasa
yang berkualitas sehingga fungsi audit sebagai proses yang dapat mengurangi
ketidakselarasan antara pihak pemegang saham dengan manajemen dapat diminimalisasi.
Dari jasa berkualitas akan dihasilkan laporan yang berkualitas, sehingga para pengguna
laporan keuangan terutama para pemegang saham akan mengambil keputusan
berdasarkan pada laporan yang telah dibuat oleh auditor.
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nilasari dkk
(2016) pada KAP Kota Malang yang menyatakan bahwa kualitas audit ini penting
karena kualitas audit yang tinggi akan menghasilkan laporan keuangan yang dapat
dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan. Penelitian ini juga menemukan bahwa
keberadaan standar dan kode etik profesi masih saja menimbulkan praktik-praktik
kecurangan seperti adanya kasus-kasus koruspsi dan penyelewengan. Ancaman ini
berdampak pada komitmen auditor terhadap kode etik profesi mereka khususnya
terhadap pemeriksaan atas laporan keuangan agar kualitas audit dapat tetap dijaga dan
ditingkatkan. Selain profesionalisme dan etika profesi auditor juga harus memiliki
pengalaman, karena dengan banyaknya pengalaman seorang auditor dapat menentukan
kualitas audit. Auditor yang tidak mempunyai pengalaman akan memiliki tingkat
kesalahan yang tinggi dibandingkan dengan auditor yang berpengalaman.
Apriliyani dkk (2013) melakukan penelitian pada Inspektorat Provinsi Riau. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa audit yang berkualitas sangat diperlukan oleh pihak-
pihak yang berkepentingan karena akan dapat diandalkan oleh pengguna sebagai dasar
dalam pengambilan keputusan. Kualitas audit merupakan probabilitas seorang auditor
dapat menemukan dan melaporkan penyelewengan dalam sistem akuntansi klien.
Didasarkan pada definisi tersebut tercermin bahwa temuan audit dapat menunjukkan
tingkat kemampuan auditor dalam mendeteksi kesalahan pada laporan keuangan.
Sehingga semakin banyak temuan semakin berkualitas audit yang telah dilaksanakan.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nteseo (2013) studi pada auditor di
Provinsi Gorontalo yang menunjukkan hasil penelitian bahwa untuk meletakkan
kepercayaan masyarakat dan pemerintah atas hasil audit dan pendapat yang diberikan,
profesionalisme menjadi syarat utama bagi orang yang bekerja sebagai auditor.
Ketidakpercayaan masyarakat terhadap satu atau beberapa auditor dapat merendahkan
martabat profesi auditor secara keseluruhan, sehingga dapat merugikan auditor lainnya.
Oleh karena itu organisasi auditor berkepentingan untuk mempunyai kode etik yang
dibuat sebagai aturan perilaku yang mengatur hubungan antara auditor dengan auditan,
antara auditor dengan auditor dan antara auditor dengan masyarakat.
Armanda dan Ubaidillah (2014) juga melakukan studi lapangan yang subjeknya
adalah auditor yang bekerja pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan
Sumatera Selatan yang menunjukkan hasil penelitian bahwa etika sebagai pemikiran dan
pertimbangan moral memberikan dasar bagi seseorang maupun sebuah komunitas dalam
melakukan suatu tindakan. Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada
masyarakat harus memiliki kode etik, yang merupakan seperangkat prinsipprinsip
moral yang mengatur tentang perilaku professional. Sikap pandang dan kepekaan
terhadap etika yang dimiliki seseorang berinteraksi dengan nilai-nilai yang ditemuinya
dalam profesinya, tak terkecuali profesi sebagai seorang auditor. Interaksi ini
menghasilkan suatu sikap dan orientasi etika yang baru, yang nantinya akan menentukan
tindakan atau keputusannya sebagai auditor dalam masalah etika. Etika sebagai
pemikiran dan pertimbangan moral memberikan dasar bagi seseorang maupun sebuah
komunitas dalam melakukan suatu tindakan. Sebegitu jauh kemudian etika memberikan
pedoman bagi seseorang atau komunitas untuk dapat menentukan baik buruk atau benar
salahnya suatu tindakan yang akan diambil. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Herawaty dan Susanto (2009) objek penelitiannya yaitu Kantor Akuntan
Publik yang terdaftar pada Direktori Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) di wilayah
Jakarta. Hasil temuan ini mengindikasikan bahwa profesionalisme, pengetahuan auditor
dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi berpengaruh secara positif terhadap
pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan. Semakin tinggi
tingkat profesionalisme akuntan publik, pengetahuannya dalam mendeteksi kekeliruan
dan ketaatannya akan kode etik semakin baik pula pertimbangan tingkat materialitasnya
dalam melaksanakan audit laporan keuangan.
Farida dkk (2016) melakukan penelitian pada Kantor Akuntan Publik di Kota
Malang dengan tujuan penelitiannya yaitu untuk menguji pengaruh independensi,
kompetensi, due profesional care, dan etika terhadap kualitas audit baik secara parsial
maupun simultan. Serta untuk menguji variabel manakah yang paling berpengaruh
terhadap kualitas audit. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti menunjukan
bahwa etika auditor berpengaruh terhadap kualitas audit. Etika merupakan aturan baik
secara tertulis maupun tidak tertulis yang digunakan sebagai pedoman dalam bertindak.
Setiap profesi tentu memiliki etika profesi begitu pula dengan profesi akuntan. Dalam
profesi akuntan etika profesi merupakan hal yang sangat penting untuk dipegang teguh,
karena dengan berpegang teguh pada etika profesi maka akan dapat mencegah terjadinya
kesalahan. Apabila auditor berpegang teguh pada etika profesi maka auditor tidak akan
mudah untuk dipengaruhi oleh pihak lain dan menjalankan tugasnya sesuai dengan
prinsip-prinsip etika yang berlaku bagi auditor. Sehingga semakin auditor taat terhadap
etika profesi maka akan semakin tinggi pula kualitas audit dan sebaliknya semakin
auditor mengabaikan etika profesi maka kualitas audit akan semakin menurun.

K. Rerangka Teoretis
Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang
terdapat antara manajer dan pemegang saham. Dalam melaksanakan tugas auditnya
seorang auditor haru berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan
Akuntan Publik Indonesia (IAPI) yakni standar umum, standar pekerjaan lapangan dan
standar pelaporan. Selain standar audit, seorang auditor juga harus mematuhi kode etik
profesi yang mengatur tentang tanggung jawab profesi, kompetensi dan kehati-hatian
professional, kerahasiaan, perilaku professional serta standar teknis bagi seorang auditor
dalam menjalankan profesinya. Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan keuangan
auditan dan jasa lainnya yang diberikan oleh akuntan publik inilah yang akhirnya
mengharuskan akuntan publik memperhatikan kualitas audit yang dihasilkannya.
Berdasarkan pembahsan diatas, maka variabel dalam penelitian ini digambarkan
pada model rerangka teoritis sebagai berikut:

Gambar 2.1 Rerangka Teoretis

Konvergensi IFRS
Kualitas Audit

Etika Auditor

Professional
Judgment

L. Hipotesis

Dalam pengungkapan dan penyajian informasi tersebut dibutuhkan sebuah


aturan atau standar. Standar akuntansi yang berkualitas sangat penting untuk
pengembangan kualitas struktur pelaporan keuangan global. Standar akuntansi yang
berkualitas terdiri dari prinsip-prinsip komprehensif yang netral, konsisten, sebanding,
relevan dan dapat diandalkan yang berguna bagi investor, kreditor dan pihak lain
untuk membuat keputusan alokasi modal. Permasalahan akan kebutuhan standar yang
berkualitas tersebut menuntun akan pengadopsian IFRS (International Financial
Reporting Standard) yang berdasar atas adanya peningkatan kualitas akuntansi dan
keseragaman standar internasional. IFRS akan menjadi kompetensi wajib baru bagi
para pekerja akuntansi salah satunya auditor yang ditutut untuk memberikan pendapat
pada laporan keuangan yang diauditnya. Dengan kata lain auditor dituntut untuk dapat
memahami IFRS secara menyeluruh agar dapat menghasilkan kualitas laporan audit
yang baik.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1: Konvegensi IFRS berpengaruh positif terhadap kualitas audit

Demi menjaga kepercayaan masyarakat atas jasa yang diberikan oleh auditor
independen, etika profesi tidak dapat dihindari sebab mereka akan banyak berperan
dalam kegiatan yang diajukan oleh klien. Auditor independen dianggap sebagai pihak
yang mampu menjembatani kepentingan pemegang saham dengan manajemen
perusahaan selaku klien. Oleh karena itu, audit berfungsi sebagai proses yang dapat
mengurangi ketidakselarasan informasi antara pemegang saham dengan manajemen
perusahaan melalui penugasan auditor independen. Para auditor independen perlu
memberikan jasa yang berkualitas sehingga fungsi audit sebagai proses yang dapat
mengurangi ketidakselarasan antara pihak pemegang saham dengan manajemen dapat
diminimalisasi. Dari jasa berkualitas akan dihasilkan laporan yang berkualitas,
sehingga para pengguna laporan keuangan terutama para pemegang saham akan
mengambil keputusan berdasarkan pada laporan yang telah dibuat oleh auditor
(Primaraharjo dan Handoko, 2011).
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2: Etika Auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit.

Pengadopsian IFRS menuntut auditor untuk memiliki pemahaman mengenai


kerangka konseptual informasi keuangan agar dapat mengaplikasikan secara tepat
dalam pembuatan keputusan serta memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kejadian
maupun transaksi bisnis dan ekonomi perusahaan secara fundamental sebelum membuat
judgment. Selain keahlian teknis, auditor juga perlu memahami implikasi etis dan legal
dalam implementasi standar. Hal ini mendorong auditor untuk terus belajar dan
memahami perkembangan IFRS agar dapat memberikan pendapat pada suatu laporan
keuangan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Untuk meletakkan kepercayaan
masyarakat dan pemerintah atas hasil audit dan pendapat yang diberikan,
profesionalisme menjadi syarat utama bagi orang yang bekerja sebagai auditor (Nteseo,
2013). Hasil audit yang berkualitas sangat diperlukan oleh pihak-pihak yang
berkepentingan karena akan dapat diandalkan oleh pengguna sebagai dasar dalam
pengambilan keputusan (Apriliyani dkk, 2013).
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H3: Professional judgment memperkuat pengaruh konvergensi IFRS terhadap
kualitas audit
Widagdo (2002) mengembangkan atribut kualitas audit yang salah satu
diantaranya adalah standar etika yang tinggi, sedangkan atribut-atribut lainnya terkait
dengan kompetensi auditor. Audit yang berkualitas sangat penting untuk menjamin
bahwa profesi akuntan memenuhi tanggung jawabnya kepada investor, masyarakat
umum dan pemerintah serta pihak-pihak lain yang mengandalkan kredibilitas laporan
keuangan yang telah diaudit, dengan menegakkan etika yang tinggi. Jika auditor dapat
menyelesaikan pekerjaanya secara profesional, maka kualitas hasil audit akan terjamin
karena kualitas hasil audit merupakan keluaran utama dari profesionalisme. Karena
kualitas audit yang baik akan dihasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya sebagai
dasar pengambilan keputusan.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H4: Professional judgment memperkuat pengaruh etika auditor terhadap kualitas
audit

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian


1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian kuantitatif
yang menggunakan angka-angka dan dengan perhitungan statistik. Penelitian
kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk
meneliti populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada
umumnya dilakukan secara random, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik
dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kantor Akuntan Publik (KAP) di Makassar.

B. Pendekatan Penelitian
Adapun pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian terhadap masalah-
masalah berupa fakta-fakta saat ini dari suatu populasi. Tujuan penelitian deskriptif ini
adalah untuk menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan
current status dari subjek yang diteliti.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang,
objek, transaksi, atau kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajarinya atau
menjadi objek penelitian. Populasi yang akan dugunakan dalam penelitian ini
adalah auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) di Makassar.
2. Sampel
Sampel merupakan sebuah representasi dari seluruh populasi dimana sampel
digambarkan. Sampel merupakan bagian dari populasi dimana sampel dalam
penelitian ini merupakan Sampel pada penelitian ini adalah auditor independen
yang bekerja pada kantor akuntan publik di kota Makassar. Teknik pengambilan
sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Purposive sampling
merupakan metode pengambilan sampel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya. Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah profesi
auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik di kota Makassar dengan ketentuan
bahwa responden yang bersangkutan minimal telah bekerja selama tiga tahun
sebagai auditor pada Kantor Akuntan Publik tersebut. Alasan dipilih mempunyai
pengalaman kerja satu tahun karena telah memiliki waktu dan pengalaman untuk
beradaptasi serta menilai kondisi lingkungan kerjanya.
D. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Data yang digunakan adalah data kuantitatif, yaitu data yang diukur dalam suatu
skala numerik (angka).
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer. Data primer
yang diambil dalam penelitian ini adalah berupa opini subjek penelitian secara
individual yaitu dengan mengajukan pertanyaan tertulis melalui kuesioner kepada
responden.

E. Metode Pengumpulan Data


Data dikumpulkan dengan cara mengirimkan kuesioner melalui kuesioner online
dan melalui pos kilat. Kuesioner dibagi menjadi dua bagian, dimana bagian pertama
merupakan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan profil responden dan bagian
kedua yang terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang mewakili kriteria variabel
independen dan dependen penelitian.

F. Metode Analisis Data


Pengujian penelitian dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif. Penelitian
dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner yang dikirim kepada
responden. Prosedur pengujian yang dilakukan untuk menguji kualitas data berupa
statistik deskriptif, uji kualitas data, uji asumsi klasik dan uji hipotesis. Analisis
data dilakukan dengan bantuan software IBM SPSS Statistics 20.

1. Analisis Data Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan informasi tentang responden

penelitian. Statistik deskriptif adalah bagian dari statistik yang mempelajari cara

pengumpulan dan penyajian data sehingga mudah dipahami. Statistik deskripitif

hanya berhubungan dengan hal menguraikan atau memberikan keterangan-

keterangan mengenai suatu data atau keadaan atau fenomena. Statistik

deskriptif ini perlu dilakukan untuk melihat gambaran keseluruhan dari sampel

yang berhasil dikumpulkan dan apakah memenuhi syarat untuk dijadikan


sampel penelitian. Informasinya antara lain berupa nama, usia, jenis kelamin,

pendidikan terakhir, dan latar belakang pendidikan responden.

2. Uji Kualitas Data

a. Uji Validitas Data

Uji validitas dilakukan untuk mengukur apakah instrumen penelitian benar-

benar mampu mengukur konstruksi yang diinginkan. Penulis melakukan uji

validitas terhadap kuesioner penelitian dengan menitikberatkan pada

pencapaian validitas isi yaitu dengan membandingkan antara koefisien

korelasi (R hitung) dengan R tabel dimana syarat validitas ketika R hitung

lebih besar dari R tabel. Validitas dimaksudkan akan menunjukkan sejauh

mana perbedaan yang diperoleh instrumen pengukuran dengan

merefleksikan perbedaan sesungguhnya pada responden penelitian.

b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan dengan maksud untuk mengetahui tingkat

konsistensi terhadap instrumen-instrumen yang mengukur konsep.

Reliabilitas merupakan syarat untuk tercapainya validitas kuesioner dengan

tujuan penelitian. Teknik pengujian reliabilitas yang dilakukan penulis yaitu


dengan menggunakan nilai Cronbachs Alpa. Untuk memenuhi syarat

reliabilitas, nilai Cronbachs Alpa variabel penelitian harus lebih besar dari

0,6.
3. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik yang dilakukan dalam penelitian ini, terdiri dari:
a. Uji Normalitas; untuk mengetahui apakah distribusi data mengikuti atau
mendekati distribusi normal. Pengujian dilakukan dengan menggunakan
grafik histogram dan teknik Kolmogorov Smirnov (K-S). Berdasarkan
teknik K-S, variabel penelitian harus memenuhi nilai signifikansi lebih 0,05.
b. Uji Multikolinearitas; untuk mengetahui adanya hubungan linear yang
sempurna atau pasti, diantara beberapa atau semua variabel yang
menjelaskan dari model regresi. Uji multikolinearitas dilihat dari nilai
Tolerance 0,10 atau Variance Inflation Factor (VIF) 10.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah terjadinya
penyimpangan model karena gangguan varian yang berbeda antar
observasi satu ke observasi lain. Untuk menguji heteroskedastisitas
dengan melihat Grafik Plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen)
yaitu ZPRED dengan risidualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola
tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED di mana sumbu
Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah risidual.
4. Uji Hipotesis
a. Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis regresi linear berganda digunakan untuk menjelaskan bentuk
hubungan antara dua variabel atau lebih khususnya hubungan antara
variabel-variabel yang mengandung hubungan sebab akibat. Analisis ini
untuk menguji hipotesis 1 sampai 4.
Rumus untuk menguji pengaruh variable independen terhadap variable
dependen yaitu :

Y= + 1X1 + 2X2 + e
Keterangan :
Y = Kualitas Audit
= Konstanta
X1 = Konvergensi IFRS
X2 = Etika Auditor
1- 3 = Koefisien regresi berganda
e = error term

b. Moderated Regression Analysis (MRA)

Untuk menguji variabel moderating, digunakan Uji Interaksi. Uji interaksi

atau sering disebut dengan Moderated Regression Analysis (MRA)

merupakan aplikasi khusus regresi berganda linear dimana dalam persamaan


regresinya mengandung unsur interaksi (perkalian dua atau lebih variabel

independen). Bentuk persamaannya adalah sebagai berikut :


Y= + 1X1 + 2X2 + 3X3 + 4X1X3+ 5X2 X3 + e

Keterangan :
Y = Kualitas Audit
= Konstanta
X1 = Konvergensi IFRS
X2 = Etika Auditor
X3 = Professional Judgment

X1X3 X2X3= Interaksi antara konvergensi IFRS, etika auditor dengan


professional judgment.

1- 7 = Koefisien regresi berganda


e = error term

Uji hipotesis ini dilakukan melalui uji koefisien determinasi dan uji regresi

secara parsial (t-test):

1) Analisis Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) pada intinya bertujuan untuk mengukur seberapa

jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai

koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2mempunyai interval

antara 0 sampai 1 (0 R2 1). Jika nilai R2bernilai besar (mendeteksi 1) berarti

variabel bebas dapat memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variabel dependen. Sedangkan jika R2 bernilai kecil berarti

kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas.

Kriteria untuk analisis koefisien determinasi adalah:

a) Jika Kd mendekati nol (0) berarti pengaruh variabel independen terhadap

variabel dependen tidak kuat.

b) Jika Kd mendekati satu (1) berarti pengaruh variabel independen terhadap


variabel dependen kuat.
2) Uji Regresi Secara Parsial

Uji t (t-test) digunakan untuk menguji hipotesis secara parsial guna

menunjukkan pengaruh tiap variabel independen secara individu terhadap variabel

dependen. Uji t adalah pengujian koefisien regresi masing-masing variabel

independen terhadap variabel dependen untuk mengetahui seberapa besar pengaruh

variabel dependen terhadap variabel dependen secara individu terhadap variabel

dependen, dilakukan dengan membandingkan p-value pada kolom Sig masing-

masing variabel independen dengan tingkat signifikan yang digunakan 0,05.

Berdasarkan nilai probabilitas dengan = 0,05:

a) Jika probabilitas > 0,05, maka hipotesis ditolak

b) Jika probabilitas < 0,05, maka hipotesis diterima

G. Definisi Operasional
Dalam penelitian ini, definisi operasional dari variabel-variablel dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel Independen (X)
a. Konvergensi IFRS (X1)
Konvergensi dapat diartikan sebagai suatu keadaan menuju satu titik
petemuan atau memusat (Sukendar, 2009). Konvergensi IFRS standar akuntansi
pada dasarnya adalah penyamaan bahasa bisnis di setiap negara yang memiliki
lembaga pengatur standar pelaporan keuangan. Konvergensi standar akan
menghapus perbedaan standar suatu negara secara perlahan dan bertahap
sehingga nantinya tidak akan ada lagi perbedaan antar standar negara tersebut
dengan standar yang berlaku secara internasional (Cahyati, 2011).
Variabel konvergensi IFRS dalam penelitian ini diukur dengan
menggunakan skala likert (likert scale) yang mengukur sikap dengan
menyatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap subyek, obyek atau
kejadian tertentu. Variabel dalam penelitian ini menggunakan kuisioner yang
menggunakan 5 item pernyataan. Skala ini menggunakan lima angka penilaian
yaitu : (1) sangat setuju, (2) setuju, (3) ragu-ragu atau netral, (4) tidak setuju dan
(5) sangat tidak setuju.
Variabel ini terdiri atas beberapa indikator, diantaranya:
1) Kemampuan berbahasa inggris
2) Moral dan etika seorang akuntan
3) Pengetahuan dari IAS dan IFRs
4) Pengetahuan tentang AEC
b. Etika Auditor (X2)
Etika auditor adalah prinsip-prinsip yang berhubungan dengan
karakteristik nilai-nilai sebagian besar dihubungkan dengan perilaku etis,
integritas, mematuhi janji, loyalitas, keadilan kepedulian kepada orang lain,
menghargai orang lain dan menjadi warga yang bertanggungjawab
(Kharismatuti, 2012). Sedangkan menurut (Hanjani, 2014) Etika adalah seorang
auditor yang memiliki kewajiban terhadap organisasi yang mereka abdi, profesi,
masyarakat, dan pihak-pihak yang menjaga perilaku etis dengan standar tinggi.
Variabel etika auditor dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan
skala likert (likert scale) yang mengukur sikap dengan menyatakan setuju atau
ketidaksetujuannya terhadap subyek, obyek atau kejadian tertentu. Variabel
dalam penelitian ini menggunakan kuisioner yang menggunakan 5 item
pernyataan. Skala ini menggunakan lima angka penilaian yaitu : (1) sangat
setuju, (2) setuju, (3) ragu-ragu atau netral, (4) tidak setuju dan (5) sangat tidak
setuju.
Variabel ini terdiri atas beberapa indikator, diantaranya:
1) Imbalan yang diterima
2) Organisasional
3) Lingkungan keluarga
4) Emotional quotient (EQ)
2. Variable Moderasi (M)
Variabel moderasi dalam penelitian ini adalah professional judgement.
Jamilah, dkk (2007) menjelaskan bahwa audit judgment adalah kebijakan
auditor dalam menentukan pendapat mengenai hasil auditnya yang mengacu
pada pembentukan suatu gagasan, pendapat atau perkiraan tentang suatu objek,
peristiwa, status, atau jenis peristiwa lainnya. Judgment merupakan dasar dari
sikap profesional adalah hasil dari beberapa faktor seperti pendidikan, budaya,
dan sebagainya (Susetyo, 2009).
Variabel professional judgment dalam penelitian ini diukur dengan
menggunakan skala likert (likert scale) yang mengukur sikap dengan
menyatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap subyek, obyek atau
kejadian tertentu. Variabel dalam penelitian ini menggunakan kuesioner
Puspitasari (2013) yang menggunakan lima item pernyataan. Skala ini
menggunakan lima angka penilaian yaitu : (1) sangat setuju, (2) setuju, (3) ragu-
ragu atau netral, (4) tidak setuju dan (5) sangat tidak setuju.
Variabel ini terdiri atas beberapa indikator, diantaranya:
1) Kebijakan auditor.
2) Pembentukan suatu gagasan, pendapat atau perkiraan.
3) Pertimbangan pribadi.
4) Pembuatan keputusan.
3. Variable Dependen (Y)
Menurut Ermayanti (2009) dalam Kharismatuti (2012) seorang auditor
dituntut untuk dapat menghasilkan kualitas pekerjaan tinggi, karena auditor
mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap laporan keuangan suatu perusahaan termasuk juga
masyarakat.
Standar auditing merupakan pedoman atas laporan keuangan historis agar
hasil audit yang dilakukan oleh auditor berkualitas. Kompetensi dan
independensi yang dimiliki oleh auditor dalam penerapannya adalah untuk
menjaga kualitas audit dan terkait dengan etika (Sari, 2011 dalam Kharismatuti,
2012).
Variabel kualitas audit dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan
skala likert (likert scale) yang mengukur sikap dengan menyatakan setuju atau
ketidaksetujuannya terhadap subyek, obyek atau kejadian tertentu. Variabel
dalam penelitian ini menggunakan kuisioner yang menggunakan 6 item
pertanyaan. Skala ini menggunakan lima angka penilaian yaitu : (1) sangat
setuju, (2) setuju, (3) ragu-ragu atau netral, (4) tidak setuju dan (5) sangat tidak
setuju.
Model yang disajikan sebagai bahan indikator untuk kualitas audit, yaitu :
1) Melaporakan kesalahan instansi
2) Sistem akuntansi instansi
3) Komitmen yang kuat
4) Pekerjaan lapangan
5) Tidak mudah percaya dengan pernyataan klien
6) Pengambilan keputusan

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno dan I Cenik Ardana. 2014. Etika Bisnis dan Profesi: Tantangan
Membangun Manusia Seutuhnya. Jakarta. Salemba Empat.
Agusti, Restu dan Nastia Putri Pertiwi. 2013. Pengaruh Kompetensi, Independensi Dan
Profesionalisme Terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan
Publik Se Sumatera). Jurnal Ekonomi. 21(3): 1-13.

Apriliyani, I. B., Rita Anugerah dan Poppy Nurmayanti. 2013. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kualitas Audit APIP Pada Inspektorat Provinsi Riau. Pekbis
Jurnal. 5(3): 145-158.
Armanda, Ranggi dan Ubaidillah. 2014. Pengaruh Etika Profesi, Pengetahuan,
Pengalaman, dan Independensi Terhadap Auditor Judgement Pada Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumatera Selatan. Jurnal Manajemen
dan Bisnis Sriwijaya. 12(2): 75-90.
Ariyanto, Dodik dan Ardani Mutia Jati. 2010. Pengaruh Independensi, Kompetensi, dan
Sensitivitas Etika Profesi Terhadap Produktivitas Kerja Auditor Eksternal (Studi
Kasus Pada Auditor Perwakilan BPK RI Provinsi Bali. Jurnal Ilmiah Akuntansi
dan Bisnis. 5(2): 1-22.
Arum, Enggar Diah Puspa. 2008. Pengaruh Persuasi Atas Preferensi Klien dan
Pengalaman Audit Terhadap Pertimbangan Auditor Dalam Mengevaluasi Bukti
Audit. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia. 5(2): 156-181.
Badjuri, Achmat. 2011. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kualitas Audit
Auditor Independen Pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Jawa Tengah.
Dinamika Keuangan dan Perbankan. 3(2): 183-197.

Brockner, J., J. Rubin, and E. Lang. 1981. Face Saving And Entrapment. Journal of
Experimental society Psychology. 17: 68-79.

Cahyati, Ari Dewi. 2011. Peluang Manajemen Laba Pasca Konvergensi IFRS: Sebuah
Tinjauan Teoritis dan Empiris. Jurnal Fakultas Ekonomi: JRAK. 2(1): 1-7.
Curtis, M. B., Teresa L dan Lawrence C. Chui. 2012. A Cross-Cultural Study of the
Influence of Country of Origin, Justice, Power Distance, and Dender on Etical
Decision Making. Journal of International Accounting. 11(1): 5-34.
Ekawati, Luh Putu. 2013. Pengaruh Profesionalisme, Pengalaman Kerja dan Tingkat
Pendidikan Auditor, Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas (Studi Empiris
Pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Bali). Jurnal Ilmiah Akuntansi dan
Humanika. 3(1): 1031-1054.

Farida, I., Abdul Halim dan Retno Wulandari. 2016. Pengaruh Independensi,
Kompetensi, Due Professional Care, dan Etika Terhadap Kualitas Audit (Studi
Empiris pada KAP di Kota Malang). Jurnal Riset Mahasiswa Akuntansi. 20(20):
1-14.

Gamayuni, Rindu Rika. 2009. Perkembangan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia


Menuju International Financial Reporting Standards. Jurnal Akuntansi dan
Keuangan. 14(2): 153-166.
Hanjani, Andreani. 2014. Pengaruh Etika Auditor, Pengalaman Auditor, Fee Audit dan
Motivasi Auditor Terhadap Kualitas Audit (Studi pada Auditor KAP di
Semarang). Skripsi. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro
Semarang.

Hariyati. 2011. Perkembangan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia Ditinjau Dari


Filsafat Ilmu. Jurnal Akuntansi Akrual. 2(2): 151-171.

Hidayati, Nur Ela. 2013. Perbandingan Perlakuan Akuntansi Sebelum dan Sesudah
Konvergensi IFRS Atas PSAK No. 22 Pada Perusahaan Go Public di Bursa Efek
Indonesia. Jurnal Mahasiswa Teknologi Pendidikan. 2(1): 1-21.

Herawaty, Arleen dan Yulius Kurnia Susanto. 2009. Pengaruh Profesionalisme,


Pengetahuan Mendeteksi Kekeliruan, dan Etika Profesi Terhadap
Pertimbangan Tingkat Materialitas Akuntan Publik. Jurnal Akuntansi dan
Keuangan. 11(1): 13-20.
Ilmiyati, Feni dan Yohanes Suhardjo. 2012. Pengaruh Akuntabilitas dan Kompetensi
Auditor Terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di
Semarang). JURAKSI. 1(1): 43-56.
Iriyadi dan Vannywati. 2011. Pengaruh Profesionalisme Auditor dan Etika Profesi
Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas. Jurnal Ilmiah
Ranggagading. 11(2): 75-81.
Indrawati, Novita. 2014. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Adopsi Sukarela
International Financial Reporting Standards di Indonesia. Jurnal Akuntansi.
2(2): 114-126.
Jamilah, Siti., Zenal Fanani dan Grahita Chandrarin. 2007. Pengaruh Gender, Tekanan
Ketaatan, dan Kompleksitas Tugas terhadap Audit Judgment. Simposium
Nasional AkuntansiX UNHAS Makassar: 1-30.
Jensen, M dan W. H. Meckling. 1976. Managerial Behaviour, Agency Cost and
Ownership Structure. Journal of Financial Economics. 3(4): 305-360.
Kargin, Sibel. 2013. The Impact of IFRS on The Value Relevance of Accounting
Information: Evidence from Turkish Firms. International Journal of Economics
and Finance. 5(4): 71-80.
Kanodia, C. 1989. Escalation Errors And The Sunk Cost Effect: An Explanation Based
On Reputation And Information Asymmetries. Journal of Accounting Research.
27: 59-77.

Kharismatuti, N. 2012. Pengaruh Kompetensi dan Independensi Terhadap Kualitas


Audit dengan Etika Auditor Sebagai Variabel Moderasi. Studi Empiris Pada
Internal Auditor BPKP DKI Jakarta. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas
Diponegoro Semarang.

Kurniawati, Novi. 2013. Standar Akuntansi Internasional: Harmonisasi Versus


Konvergensi. El-Muhasaba: Jurnal Akuntansi. 2(1): 1-21.
Lestari, Yona Octiani. 2013. Konvergensi International Financial Reporting Standards
(IFRS) dan Manajemen Laba di Indonesia. El-Muhasaba: Jurnal Akuntansi.
2(2): 1-22.
Lestari, Anindy Mugia. 2015. Pengaruh Profesionalisme, Etika, Pengalaman,
Pengetahuan dan Kualitas Audit Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas
Akuntan Publik. Jurnal Mahasiswa Teknologi Pendidikan. 3(2): 1-20.

Luayyi, Sri. 2012. Teori Keagenan dan Manajemen Laba dari Sudut Pandang Etika
Manajer. El-Muhasaba: Jurnal Akuntansi. 1(2): 199-216.

Maryono. 2010. Harmonisasi Akuntansi Internasional: Dari Keberagaman Menuju


Keseragaman. Jurnal Ilmiah Kajian Akuntansi. 2(1): 77-91.
Nilasari, S. P., Abdul Halim dan Retno Wulandari. 2016. Pengaruh Profesionalisme,
Etika Profesi dan Pengalaman Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat
Materialitas Pada KAP Kota Malang. Jurnal Riset Mahasiswa Akuntansi. 4(1):
1-13.
Nuariyanti, Ni Kadek Intan dan Ni Made Adi Erawati. 2014. Analisis Komparatif
Kinerja Perusahaan Sebelum dan Sesudah Konversi Ke IFRS. E-Jurnal
Akuntansi. 6(2): 274-286.
Nugraha, Ida Bagus Satwika Adhi dan I Wayan Ramantha. 2015. Pengaruh
Profesionalisme, Etika Profesi dan Pelatihan Auditor Terhadap Kinerja Auditor
Pada Kantor Akuntan Publik Di Bali. E-Jurnal Akuntansi. 13(3): 916-943.

Nteseo, Agustiany. 2013. Pengaruh Profesionalisme Terhadap Kualitas Audit. KIM


Fakultas Ekonomi dan Bisnis. 1(1): 1-16.

Oktomegah, Calvin. 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan


Konservatisme Pada Perusahaan Manufaktur di BEI. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Akuntansi. 1(1): 36-42.

Pratama, I Gusti Putu Angga Rahmita dan Ni Made Yenni Latrini. 2016. Kemampuan
Komitmen Profesional Memoderasi Pengaruh Kompleksitas Tugas dan Konflik
Peran Pada Kinerja Auditor. E-Jurnal Akuntansi. 14(3): 1810-1838.

Primaraharjo, Bhinga dan Jesica Handoko. 2011. Pengaruh Kode Etik Profesi Akuntan
Publik Terhadap Kualitas Audit Auditor Independen Di Surabaya. Jurnal
Akuntansi Kontemporer. 3(1): 27-51.

Puspitasari, Rizsqi. 2013. Pengaruh Profesionalisme, Kompleksitas Tugas, dan


Pengalaman Auditor Terhadap Audit Judgement (Survei pada Beberapa Kantor
Akuntan Publik). Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama.

Putri, Anisa. 2010. Perkembangan Akuntansi di Indonesia. Jurnal Fakultas Ekonomi:


JRAK. 2(1): 38-49.
Rahmawati, Lusiana dan Henny Murtini. 2015. Kualitas Informasi Akuntansi Pra dan
Pasca Adopsi IFRS. Accounting Analysis Journal. 4(2): 1-9.
Roberts, Robin W dan Lois Mahoney. 2005. Stakeholder Conceptions of The
Corporation: Their Meaning and Influence in Accounting Research. Business
Ethics Quarterly. 14(3): 399-431.
SafiI, Tri Alfian dan Prabowo Yudho Jayanto. 2015. Analisis Faktor-Faktor Yang
Berpengaruh Terhadap Audit Judgement. Accounting Analysis Journal. 4(4):
1-9.

Sari, R. N., Rita Anugerah dan Rhia Dwiningsih. 2010. Pengaruh Struktur Kepemilikan,
Kualitas Audit dan Ukuran Perusahaan Terhadap Transparansi Informasi (Studi
Empiris pada 100 Perusahaan Publik Terbesar di Indonesia). Pekbis Jurnal. 2(3):
326-335.
Sirajudin, Betri. 2012. Pengaruh Pertimbangan Profesional, Intergritas Manajemen,
Kepemilikan Publik versus Terbatas dan Kondisi Keuangan Terhadap
Kelayakan Bukti Audit Pada KAP di Kota Palembang. Jurnal Ilmiah STIE
MDP. 2(1): 24-38.

Sirajuddin dan Lea Emilia Farida. 2012. Transformasi Akuntansi Indonesia Melalui
Konvergensi IFRS. Jurnal INTEKNA. 12(1): 96-102.

Sukendar, Heri. 2009. Konvergensi Standar Laporan Keuangan Ke Standar Pelaporan


Keuangan Internasional, Apa dan Bagaimana. Journal The Winners. 10(1):
10-21.
Suprihatin, Siti dan Elok Tresnaningsih. 2013. Dampak Konvergensi International
Financial Reporting Standards Terhadap Nilai Relevan Informasi Akuntansi.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia. 10(2): 171-183.

Susetyo, Budi. 2009. Pengaruh Pengalaman Audit Terhadap Pertimbangan Auditor


dengan Kredibilitas Klien sebagai Variabel Moderating (Survey Empiris Auditor
yang Bekerja Pada Kantor Akuntan Publik dan Koperasi Jasa Audit di Wilayah
Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Tesis. Program Studi Magister
Sains Akuntansi Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

Sofiani, Maria Magdalena Oerip Liana dan Elisa Tjondro. 2014. Pengaruh Tekanan
Ketaatan, Pengalaman Audit, dan Audit Tenure Terhadap Audit Judgement. Tax
and Accounting Review. 4(1): 1-10.

Turangan, F. M., David Paul E. Saerang dan Jullie J. Sondakh. 2016. Pengaruh
Skeptisisme Profesional, Kompetensi, dan Independensi Auditor Terhadap
Kualitas Pemeriksaan Dalam Pengawasan Keuangan Daerah Dengan Kepatuhan
Pada Kode Etik Sebagai Variabel Moderating. Jurnal Riset Akuntansi dan
Auditing Goodwill. 7(2): 71-88.
Widagdo, R. 2002. Analisis Pengaruh Atribut-Atribut Kualitas Audit Terhadap
Kepuasan Klien (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdafta di Bursa Efek
Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi. 5: 560-574.

Woodbine, G. F dan Joanne Liu. 2010. Leadership Styles and the Moral Choice of
Internal Auditors. Electronic Journal of Business Ethics and Organization
Studies. 15(1): 28-35.

Yusrawati dan Ari Suryadi. 2009. Pengaruh Time Pressure, Risiko Audit, Materialitas,
Prosedur Review dan Kontrol Kualitas Serta Locus Of Control Terhadap
Penghentian Prematur atas Prosedur Audit Pada KAP di Pekanbaru. Jurnal
Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi I. 15(1): 15-32.
KUESIONER PENELITIAN

Identitas Responden

Mohon dijawab pada isian yang telah disediakan dan pilihlah jawaban pada pernyataan
pilihan dengan memberi tanda () pada satu jawaban yang sesuai dengan kondisi
Bapak/Ibu.
1. Nama (boleh tidak diisi) : ..................................................
2. Nama KAP : ..................................................
3. Umur : 30-32 34-35
4. Jenis Kelamin : Pria Wanita
5. Pendidikan Terakhir : S3 S2 S1 D3
6. Jabatan : Auditor Senior
Partner
Manajer
Supervisor
Auditor Junior
7. Lama Kerja di KAP : ..............Tahun..............Bulan

Cara Pengisian Kuesioner


Bapak/Ibu dan Saudara/i cukup memberikan tanda () pada pilihan jawaban
yang tersedia (rentang angka dari 1 sampai dengan 5). Setiap pernyataan mengharapkan
hanya satu jawaban dan setiap angka akan mewakili tingkat kesesuaian dengan
pendapat yang diberikan :
1 = Sangat Tidak Setuju
2 = Tidak Setuju
3 = Ragu-Ragu/Netral
4 = Setuju
5= Sangat Setuju
DAFTAR PERNYATAAN UNTUK VARIABEL KONVERGENSI IFRS

NILAI

NO. PERNYATAAN SS S N TS STS


5 4 3 2 1

Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai pernyataan berikut :


1. Dengan kemampuan bahasa inggris
yang saya miliki saat ini, saya sudah
siap bersaing dengan akuntan asing.

2. Dengan pengetahuan saya tentang


moral dan etika seorang akuntan,
saya sudah siap untuk menghadapi
era bisnis global.

3. Dengan pengetahuan saya tentang


International Accounting Standarts
dan International Financial Reporting
Standarts (IFRS) laporan keuangan
akan lebih mudah dikomunikasikan
ke investor global.

4. Dengan pengetahuan yang saya


miliki tentang apa saja pekerjaan
yang akan dilakukan dalam dunia
kerja akuntansi, saya sudah siap
untuk menghadapi era IFRS.

5. Dengan di adopsinya IFRS, maka


proses rekonsiliasi bisnis dalam
lintas negara akan semakin mudah.
DAFTAR PERNYATAAN UNTUK VARIABEL ETIKA AUDITOR
NILAI

NO. PERNYATAAN SS S N TS STS


5 4 3 2 1
Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai pernyataan berikut :

1. Laporan hasil audit dapat


dipertanggungjawabkan oleh auditor,
untuk meningkatkan kualitas audit.
2. Laporan audit sesuai dengan aturan
SAK yang telah ditentukan.

3. Auditor memiliki rasa tanggung


jawab bila hasil pemeriksaannya
masih memerlukan perbaikan dan
penyempurnaan.
4. Auditor tidak mengelak atau
menyalahkan orang lain yang dapat
mengakibatkan kerugian orang lain.
5. Jika suatu laporan hasil audit ada
kesalahan, auditor mampu
mempertanggungjawabkan atas
laporan hasil audit tersebut untuk
meningkatkan kualitas audit.

DAFTAR PERNYATAAN UNTUK VARIABEL KUALITAS AUDIT


NILAI

NO. PERNYATAAN SS S N TS STS


5 4 3 2 1

Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai peryataan berikut :


1. Besarnya pelanggaran yang saya
temukan akan mempengaruhi saya
dalam melaporkan kesalahan klien.
2. Pemahaman terhadap sistem
informasi akuntansi klien dapat
menjadikan pelaporan audit saya.
menjadi lebih baik.
3. Saya memiliki keinginan yang kuat
untuk menyelesaikan audit dalam
waktu yang tepat.

4. Saya tidak pernah melakukan


rekayasa, temuan apapun saya
laporakan apa adanya.
5. Saya tidak mudah percaya terhadap
pernyataan klien.
6. Saya mempertimbangkan berbagai
aspek dalam pengambilan keputusan
selama melaksanakan audit.

DAFTAR PERNYATAAN UNTUK VARIABEL PROFESSIONAL JUDGMENT


NILAI

NO. PERNYATAAN SS S N TS STS


5 4 3 2 1

Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai peryataan berikut :


1. Akuntan senantiasa menggunakan
pertimbangan moral dan professional
dalam semua kegiatan yang
dilakukan.
2. Akuntan harus berperilaku konsisten
sebagai perwujudan dari tanggung
jawab kepada klien, manajemen dan
Negara.
3. Akuntan bertanggung jawab
menyusun laporan dan rekomendasi
yang lengkap serta jelas setelah
melakukan analisis memadai
terhadap informasi yang relevan.
4. Kewajiban untuk menjauhi tingkah
laku yang dapat mendiskreditkan
profesi akuntan harus dipenuhi.
5. Akuntan tidak boleh memberikan
judgment atau kesimpulan sebelum
pemeriksaan laporan keuangan
selesai dilakukan.

Vous aimerez peut-être aussi