Vous êtes sur la page 1sur 16

2.

2 Angiopoietin

2.2.1 Struktur Kimia

Angiopoietin merupakan glikoprotein tersekresi yang termasuk pada keluarga

vascular growth factor yang teridentifikasi sebagai ligan reseptor tirosin kinase-2 (Tie-2),

terdiri dari Angiopoietin-1 (Ang-1), angiopoietin-2 (Ang-2), angiopoietin-3 (Ang-3) dan

angiopoietin-4 (Ang-4). Ang-1 dan Ang-2, sangat dibutuhkan untuk perkembangan dan

pematangan pembuluh darah (Brindle et al., 2006; Augustin et al., 2009; Eklund and

Saharinen, 2013, Reiss et al., 2015). Keduanya memiliki struktur yang serupa, dengan

ukuran 70kDa dan mengandung sekitar 500 asam amino (Tsigkos, Koutsilieris, &

Papapetropoulos, 2003; Tania et al., 2010). Sedangkan Ang-3 dan Ang-4 bersifat species-

specific (Fiedler & Augustin, 2006). Angiopoietin terdiri atas dua domain utama. Domain

pertama adalah domain homolog fibrinogen yang diperlukan untuk mengikat reseptor

(lobus N terminal), sedangkan yang kedua adalah domain coiled-coil dan carboxy-

terminal-like yang bertugas untuk dimerisasi atau oligomerisasi (lobus C terminal).

(Tsigkos, Koutsilieris, & Papapetropoulos, 2003; Kim et al., 2005; Barton et al., 2006;

Brindle et al., 2006).

Selama perkembangan embriogenik, Ang-1 pertama kali diekspresikan di

miokardium dan kemudian di sel-sel mesenkim di sekeliling pembuluh darah yang

tenang/stabil. Sedangkan Ang-2 diekspresikan di cabang aorta yang sedang berkembang

dan di pericyte endotel yang aktif. Pada tahapan perkembangan berikutnya, Ang-2

terutama diregulasi dan diekspresikan hanya pada daerah yang menjalani remodeling

vaskuler (Maisonpierre et al., 1997; Tsigkos, Koutsilieris, & Papapetropoulos, 2003;

Brindle et al., 2006).


Gambar Struktur angiopoietin
(Tsigkos, Koutsilieris, & Papapetropoulos, 2003)

Pada dewasa, Ang-1 diekspresikan secara terus menerus oleh banyak sel yang

berbeda : pericyte, sel otot polos, fibroblas, dan beberapa sel tumor. Sedangkan Ang-2

hampir secara eksklusif diekspresikan oleh sel endotel sendiri. Messenger-RNA Ang-2

hampir tidak terdeteksi dalam pembuluh darah yang tenang, namun ia meningkat drastis

pada tempat-tempat sel endotel teraktivasi. Ang-2 tersebut disimpan dalam Weibel-

Palade Bodies (WPB) yang mana saat terjadi stimulasi ia akan dilepaskan secara cepat

melalui proses eksositosis (Fiedler & Augustin, 2006).

Anggota famili Angiopoeitin yang pertama kali ditemukan adalah Ang-1, yang

diidentifikasi dengan kemampuannya berikatan dengan domain ekstraseluler Tie-2.

Selanjutnya, dilakukan skrining untuk mengkloning Ang-2, Ang-3 dan Ang-4. Namun

yang paling dikenal adalah Ang-1 dan Ang-2 dan kedua ligan ini terdiri atas 60% asam
amino. Lebih sedikit yang telah diketahui tentang Ang-3 dan Ang-4. Distribusinya pada

jaringan belum dipelajari secara lebih mendalam, namun paru-paru diketahui cenderung

mengekspresikan kadar yang tinggi dari keduanya (Brindle et al., 2006).

2.2.2 Reseptor Tirosin Kinase-1 (Tie-1) dan Tirosin Kinase-2 (Tie-2)

Tie-1 dan Tie-2 adalah reseptor tirosin kinase spesifik endotel yang ditemukan di

awal tahun 1990 yang diekspresikan oleh pembuluh darah dan sel endotel limfatik.

Keduanya memiliki sekitar 1100 asam amino dan berbagai domain ekstraseluler yang

unik. Bagian ujung amino ekstraseluler terdiri dari tiga domain mirip Endothelial Growth

Factor (EGF) kaya sistein, 2 domain mirip imunoglobulin, dan tiga domain fibronectin

type III (Barton et al., 2006; Brindle et al., 2006). Domain intraseluler reseptor Tie terdiri

atas dua bagian tirosin kinase yang terpisah oleh celah kecil (Tsigkos, Koutsilieris, &

Papapetropoulos, 2003).

Selain adanya reseptor Tie-2, anggota famili Angiopoietin dapat memberikan

sinyal melalui Tie-1. Ang-1 dapat memicu fosforilasi Tie-1 di sel endotel, tetapi

mekanismenya belum jelas diterangkan. Tie-1 hampir secara eksklusif diekspresikan oleh

sel endotel dalam angioblas yang berdiferensiasi selama pembentukan pembuluh darah,

di aorta dorsalis dari embrio dan dalam sel endotel yang bermigrasi pada jantung yang

berkembang (Korhonen et al., 1994; Brindle et al., 2006). Tie-1 meningkat dalam

keadaan hipoksia atas rangsangan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), pada

proses penyembuhan luka, pertumbuhan dan perkembangan tumor (Korhonen et al.,

1992; McCarthy et al., 1998).


Gambar Struktur reseptor tirosin kinase Tie-1 dan Tie-2 serta ligand Ang-1 dan
Ang-2 (Augustin et al., 2009)

Tie-2 diekspresikan oleh sel endotel dan juga oleh sel hemopoietik dan sel

prekursor yang memegang peranan penting dalam hematopoiesis. Diketahui bahwa

kehilangan Tie-2 menginduksi apoptosis sel endotel yang berakibat pada perdarahan

(Jones et al., 2001).

Tie-2 telah dikenal merupakan reseptor angiopoietin, sedangkan ligan Tie-1 masih

belum teridentifikasi. Menariknya, terdapat bukti bahwa kedua reseptor Tie tersebut

dapat berhubungan secara heterotipikal melalui domain intraseluler mereka,

menunjukkan bahwa Tie-1 bekerja dengan memodulasi pensinyalan Tie-2. Kedua

reseptor Tie secara luas diekspresikan dalam endotel embrionik dan dewasa. Tie-2

difosforilasi selama remodeling pembuluh darah seperti pada ovulasi dan penyembuhan

luka, namun juga dalam sel endotel yang diam. Menariknya, dalam sel endotel manusia,
hipoksia, TNF- dan IL-1 meningkatkan ekspresi Tie-2 (Tsigkos, Koutsilieris, &

Papapetropoulos, 2003).

2.2.3 Integritas Endotel dan Peranan Angiopoietin pada Disfungsi Endotel

Pembuluh darah dibangun oleh dua proses yaitu vaskulogenesis, di mana jaringan

pembuluh darah primitif terbentuk selama embriogenesis dari progenitor mesenkim

multipotensial, dan angiogenesis, yang mana pembuluh darah yang sudah ada (pada

embrio dan dewasa) membentuk pertumbuhan kapiler untuk memproduksi pembuluh

darah baru. Sel endotel merupakan pusatnya dari setiap proses ini : mereka bermigrasi

dan berproliferasi lalu kemudian bergabung menjadi tabung dengan hubungan antarsel

yang ketat untuk membawa darah. Sel penyokong periendotel direkrut untuk melingkupi

tabung endotel, memberikan fungsi pemeliharaan dan modulasi terhadap pembuluh; sel-

sel tersebut termasuk pericyte untuk kapiler kecil, sel otot polos untuk pembuluh yang

lebih besar, dan sel miokard di jantung (Hanahan, 1997).

Pembentukan dan remodeling pembuluh darah dikontrol oleh sinyal parakrin,

yang sebagian besar merupakan protein ligan yang mengikat dan memodulasi aktivitas

Receptor Tirosin Kinase Transmembran (RTKs). Umumnya RTKs tersebut secara serupa

tergabung dalam kaskade transduksi sinyal intraseluler dan memiliki kemampuan untuk

menginduksi proliferasi sel (Hanahan, 1997).

Tie-2, RTK yang selektif terhadap sel endotel, memiliki 2 ligan, Ang-1 dan Ang-

2. Pengamatan terhadap peran biologis ketiganya telah dilakukan menggunakan gene

knockout pada mencit. Mencit dengan Tie-2 knockout mati pada hari 10.5 dari

embriogenesis (E 10.5). Didapatkan sel endotel dengan jumlah yang normal dan telah
bergabung menjadi tabung-tabung, namun pembuluh tersebut tidak matang, jaringan

percabangannya kurang, dan penyusunan menjadi pembuluh besar dan kecil tidak terjadi

dengan baik. Selain itu juga tidak didapatkan angiogenesis yang memvaskularisasi

neuroektoderm oleh pertumbuhan kapiler dari jaringan pembuluh primitif. Pembuluh-

pembuluh tersebut kurang membentuk enkapsulasi dari sel penyokong periendotel

(Peters, 2017). Pada jantung, endokardium dan miokardium tidak menunjukkan

hubungan yang ketat dan kompleksitas struktural; melainkan, sel endokard memiliki

bentuk yang bulat dan menyimpang, serta hanya terikat longgar pada membran basalis di

sekitarnya, dan di banyak lokasi tidak tersambung dengan sel-sel miokard. Defek yang

serupa dengan di pembuluh darah juga ditemukan di jaringan-jaringan lainnya. Maka,

Tie-2 tampaknya mengontrol kemampuan sel endotel dalam merekrut sel-sel stroma

untuk melingkupi tabung endotel agar terjadi stabilisasi struktur dan memodulasi fungsi

pembuluh darah (Hanahan, 1997; Tsigkos, Koutsilieris, & Papapetropoulos, 2003).

Ang-1 dan Ang-2 yang merupakan ligan Tie-2 yang berikatan dengan reseptor

Tie-2 dengan afinitas yang serupa, dan tidak ada yang terikat dengan reseptor Tie-1.

Namun efek mereka terhadap Tie-2 berbeda, di mana Ang-1 menginduksi autofosforilasi

Tie-2 dalam sel endotel yang dikultur. Sebaliknya, Ang-2 tidak menginduksi fosforilasi

reseptor. Melainkan ia dapat secara kompetitif menghambat aktivasi kinasi oleh Ang-1

pada reseptor Tie-2. Dengan demikian Ang-2 memberikan sinyal negatif kepada Tie-2.

Selain itu, efek yang berbeda tersebut tampaknya spesifik sel endotel (Hanahan, 1997).

Dari penelitian pada mencit diketahui bahwa Ang-1 memberi sinyal pada Tie-2

untuk merekrut sel-sel penyokong, sedangkan Ang-2 menghambat sinyal ini. Mencit

yang kekurangan Ang-1 mati dengan defek vaskuler yang serupa dengan mencit yang
kekurangan Tie-2. Dan mencit yang kelebihan ekspresi Ang-2 juga mati saat

embryogenesis dengan defek vaskuler yang juga serupa. Hal ini ditunjukkan dalam

gambar 3 (Hanahan, 1997).

Gambar Endotelial dari mencit yang dilakukan gene-knockout


(Hanahan, 1997)

Ang-1 diekspresikan secara luas baik pada embrio maupun dewasa. Ang-2 juga

diekspresikan secara luas pada embrio. Namun, pola ekspresinya pada dewasa tidaklah

sama, di mana Ang-2 secara selektif diekspresikan di ovarium, uterus dan plasenta, tiga

jaringan tempat terjadinya angiogenesis fisiologis. Hubungan yang mungkin dari Ang-2

pada angiogenesis dewasa diselidiki saat ovulasi, yang ditandai dengan fase yang berbeda

dari ketenangan vaskuler, angiogenesis dan regresi vaskuler. Ekspresi Ang-2 pada fase-

fase ini dibandingkan dengan Ang-1 dan VEGF. Dalam folikel muda, sistem pembuluh

darah tenang, dan Ang-1 diekspresikan dengan sedikit atau tanpa ekspresi Ang-2 atau
VEGF. Dalam folikel pre-ovulasi dan corpus luteum post-ovulasi di mana angiogenesis

sedang berlangsung, baik VEGF maupun Ang-2 meningkat, sedangkan ekspresi Ang-1

tetap. Akhirnya, pada folikel non-produktif yang menunjukkan regresi vaskuler, Ang-2

diekspresikan hingga kadar yang sangat tinggi (Hanahan, 1997).

Gambar Pengaturan morfogenesis permbuluh darah, pemeliharaan, dan


remodeling oleh RTKs dan ligannya (Hanahan,1997)

Pola-pola ekspresi tersebut menunjukkan model kontrol pada vaskulogenesis,

pematangan dan pemeliharaan pembuluh, angiogenesis, dan regresi, seperti tampak pada

gambar 4. Ang-1/Tie-2 dianggap memediasi pematangan pembuluh dari tabung endotel

sederhana menjadi struktur pembuluh darah yang lebih luas yang terdiri atas berbagai tipe

sel, serta pemeliharaan pembuluh darah tersebut. Dengan demikian, Ang-1 dapat

membantu menjaga ketenangan sel endotel. Ekspresi fokal Ang-2 terbukti menghambat
sinyal Ang-1/Tie-2, yang menyebabkan longgarnya struktur pembuluh darah yang rapat

tersebut sehingga terpaparlah sel endotel terhadap sinyal aktivasi dari penginduksi

angiogenesis termasuk VEGF. Apabila VEGF ada, sel endotel menjadi aktif untuk

bermigrasi dan berproliferasi, membentuk pertumbuhan kapiler baru dan pembuluh

pengganti (Hanahan, 1997; Peters, 2017).

2.2.4 Mekanisme Transduksi Sinyal dan Peranan Angiopoietin-1 dan Angiopoietin-2

Ang-1 menginduksi autofosforilasi reseptor Tie-2 yang dihambat oleh Ang-2

(Augustin et al, 2009). Sebagian besar penelitian tentang fungsi seluler dan transduksi

sinyal oleh Ang-1 berfokus pada Tie-2. Dengan temuan terbaru, ditemukan bahwa Ang-1

dapat memberi sinyal melalui Tie-1 dan kemungkinan juga melalui integrin, karena itu

penting untuk menentukan jalur transduksi sinyal dan fungsi seluler yang diatur oleh

reseptor tambahan ini. Sebuah penelitian menggunakan mencit dengan gen Tie-1 secara

in vivo menunjukkan bahwa Tie-1 diperlukan sel secara otonom untuk kelangsungan

hidup sel endotel selama fase akhir embriogenesis. Domain intraseluler Tie-1 dapat

merekrut sub unit p85 dari PI3K dan menggunakan pendekatan reseptor chimeric yang

terlibat dalam aktivasi Akt. Hal ini membawa pada aktivasi beberapa jalur terkait

pertahanan seperti nitric oxide synthase (eNOS) dan Survivin dan penghambatan BAD

mirip protein pro apoptosis serta Caspase 9 yang menyebabkan pertahanan sel

(Papapetropouloset al.,2000; Brindle et al., 2006)

Tirosin pada Tie-1 terlibat dalam interaksi dengan sub unit p85 dari PI3K, muncul

dalam motif Y1117VNM. Motif ini lebih mirip dengan motif pengikat dari p85 daripada

sekuens Y1102VNT pada Tie-2, menunjukkan bahwa Tie-1 yang teraktivasi bisa menjadi
aktivator PI3K yang lebih baik daripada Tie-2. Perbedaan penting lain antara transduksi

sinyal Tie-1 dan Tie-2 adalah residu dari tirosin dalam Tie-2 yang terlibat dalam

mengatur migrasi endotel, Y1108, tidak memiliki ekuivalen pada Tie-1 dimana posisinya

digantikan oleh fenilalanin. (Brindle et al., 2006)

Gagasan bahwa sinyal Ang-1 melalui integrin didukung oleh temuan bahwa pada

miosit, yang kekurangan reseptor Tie, aktivasi Ang-1 Akt dan Erk1/2 dihambat oleh

peptida RGD dan integrin-blocking-antibodies. Juga ditemukan bahwa domain

fibrinogen Ang-1 yang terisolasi mampu mengikat 51 dan menekan permeabilitas

monolayer endotel tanpa merangsang Tie-2. Dengan demikian, integrin dapat memberi

sinyal dari Ang-1 secara independen tanpa Tie-2. Namun, integrin 51 juga

berkontribusi sendiri pada transduksi sinyal Tie-2, dihubungkan dengan Tie-2 dan

peningkatan sensitivitas dari reseptor tirosin kinase terhadap Ang-1, dengan reseptor dan

substrat p85 menjadi terfosforilasi pada konsentrasi rendah Ang-1 saat berikatan dengan

integrin (Brindle et al., 2006).

Skema representasi dari jalur sinyal signaling yang mapan dan potensial

diaktifkan oleh Ang-1 pada sel endotel. Fosfosirrosin penting ditunjukkan untuk ujung

karboksi Tie-2 dan fungsi seluler yang diatur oleh Ang-1 ditunjukkan ke bagian bawah

gambar. Struktur domain Tie-2 sangat mirip dengan Tie-1 terkait. Tie-2 adalah transduser

sinyal Ang-1 yang mapan, namun data terakhir menunjukkan bahwa Tie-1 juga

diaktifkan oleh Ang-1. Selanjutnya, kompleks heteromer antara Tie-1 dan Tie-2

terdeteksi pada sel yang mengekspresikan kedua reseptor tersebut. Namun, kemungkinan

sinyal yang berasal dari kompleks reseptor heteromer ini tetap harus didefinisikan.

Integrin telah ditemukan untuk berinteraksi dengan Ang-1 dan Tie-2, namun pentingnya
interaksi ini pada sinyal Tie-2 sebagian besar tidak diketahui. Rincian lain dari reseptor,

zat antara pensinyalan dan fungsi diberikan dalam teks. Sudut kiri atas gambar

menggambarkan ciri-ciri struktural Ang-1 manusia bersama-sama dengan perkiraan

jumlah residu asam amino yang mengapit setiap domain (Brindle et al., 2006).

Gambar Transduksi Sinyal Angiopoietin (Brindle et al., 2006).

Ang-1 lebih jauh dikenal sebagai sebuah sitokin anti inflamasi. Ia melindungi

terhadap sepsis terinduksi liposakarida dan mencegah kebocoran vaskuler. Efek Ang-1

terhadap permeabilitas ditunjukkan oleh Thurston et al. tahun 1999. Penelitian terhadap

pembuluh mikro dermal pada mencit yang mengekspresikan Ang-1 berlebihan (K14

promotor) menemukan penurunan permeabilitas yang masih dicegah oleh kebocoran

terinduksi VEGF di kulit. Aktivasi Tie-2 menginduksi penggabungan ABIN2 dengan NF-
kB untuk mengeblok jalurnya untuk mencegah apoptosis dan inflamasi (Tadros et al.,

2003).

2.2.5 Peranan Angiopoietin pada Sindroma Koroner Akut

Nekrosis-iskemia miokard dapat memicu respon untuk meningkatkan perfusi

miokard dengan cara membentuk kapiler-kapiler baru (angiogenesis) dan pembesaran

pembuluh darah kolateral yang sudah ada (arteriogenesis). Angiogenesis adalah proses

yang sangat diatur yang membutuhkan paduan interaksi dari sel endotel, matriks

ekstraseluler, dan sel-sel di sekitarnya yang dimediasi oleh VEGF, reseptor-reseptornya

serta sinyal intraseluler (Lee, Lip & Blann, 2004).

Baru-baru ini, Ang-1 dan Ang-2, ligan reseptor Tie-2, telah dikenal dan

berinteraksi dengan VEGF. Contohnya, Ang-2 dan VEGF berperan secara sinergis untuk

memproduksi pembuluh darah mikro yang stabil dan fungsional. Angiogenesis koroner

pun terjadi dengan melibatkan koekspresi VEGF dan Ang-2. Menariknya, studi in vivo

terbaru menyatakan bahwa Ang-1 juga dapat bersifat antiangiogenik, mengimbangi

angiogenesis yang diinduksi VEGF. Dengan demikian, perubahan dalam keseimbangan

lokal angiopoietin dan VEGF serta pola sementara dari ekspresi dan interaksi mereka bisa

jadi penting secara patofisiologi dalam menentukan kestabilan pembuluh darah,

kematangan, dan angiogenesis pada tahap-tahap neovaskularisasi (Lee, Lip & Blann,

2004).

Peningkatan angiogenesis terjadi tidak hanya pada fase akut infark miokard

namun juga fase subakut sampai kronis dari infark miokard. Peningkatan kadar Tie-2

dalam sirkulasi telah ditemukan pada pasien dengan penyakit arteri koroner. Namun,
perubahan serial dari Ang-1, Ang-2, dan Tie-2 serta hubungan mereka dengan VEGF dan

Tie-2 pada pasien yang mengalami Sindroma Koroner Akut (SKA), termasuk infark

miokard akut dan angina pektoris masih belum diketahui (Lee, Lip & Blann, 2004).

Dalam sebuah penelitian oleh Matsunaga, et al. yang menyelidiki ekspresi VEGF,

Ang-1 dan Ang-2 dalam angiogenesis koroner selama iskemia, didapatkan bahwa

densitas kapiler meningkat dalam respon terhadap episode berulang iskemia miokard,

namun setelah persambungan kolateral bertambah dan intensitas iskemia berkurang

selama oklusi berulang, densitas kapiler kembali lagi seperti awal. Perubahan dalam

densitas kapiler tersebut berkorelasi dengan ekspresi VEGF dan Ang-2 serta fosforilasi

reseptor Tie-2. Ekspresi Ang-2 meningkat dengan adanya hipoksia. Sedangkan ekspresi

Ang-1 dan reseptor Tie-2 tidak terpengaruh oleh episode berulang iskemia miokard

(Matsunaga, et al., 2003).

Gambar Sistem angiopoietin/Tie-2


(Saharinen, Alitalo, 2011)

Kadar Angptl-2 serum meningkat pada pasien dengan SKA baik itu pada pasien

dengan infark miokard akut maupun UAP. Ini menunjukkan bahwa Angptl-2 bukanlah
suatu respon atas kerusakan atau nekrosis miokard saja. Hubungan yang positif antara

SKA dengan peningkatan kadar Angptl-2 tetap signifikan dengan Angptl-2 diidentifikasi

sebagai protein yang homolog dengan Angiopoeitin. Sehingga kadar Angptl-2 dapat

berguna untuk mendeteksi SKA dan dapat memberikan informasi tambahan terhadap

kadar troponin pada jantung dan dapat menjadi biomarker yang informatif dalam

stratifikasi resiko SKA (Wang et al., 2015).

Peningkatan kadar Ang-2 secara signifikan terkait dengan kemungkinan

munculnya kejadian infark miokard di masa depan, yang konsisten dengan anggapan

bahwa respon kompensasi angiogenik untuk silent iskemia atau aterosklerosis subklinis

mungkin ada bahkan juga dikaitkan dengan meningkatnya peluang infark miokard.

Kemampuan memprediksi kejadian infark miokard dengan Ang-2 tidak berbeda

berdasarkan berapa tahun perjalanan penyakitnya. Ditemukan kecenderungan yang

mengarahkan hubungan antara Ang-2 dan infark miokard yang lebih kuat pada populasi

yang menderita hipertensi dibandingkan dengan yang tanpa hipertensi. (Iribarren et al.,

2011)

Terdapat beberapa mekanisme patofisiologi keterlibatan Angptl-2 pada SKA.

Pertama, Angptl-2 memiliki efek pro inflamasi. Peningkatan inflamasi telah diketahui

merupakan hal utama dalam perkembangan dan rupturnya plak aterosklerotik, yang

mengakibatkan trombosis sekunder dan kejadian kardiovaskuler. Bukti yang terus

berkembang bahwa Angptl-2 terlibat dalam disfungsi endotel, kemotaksis

monosit/makrofag, adhesi dan infiltrasi dengan mendorong translokasi faktor nuklear B

dan membawa transkripsi inflamasi terkait gen seperti TNF-, IL-6, IL-1, intercellular

adhesion molecule-1, P-selsectin, dan monocyte chemotactic protein-1. Kedua, Angptl-2


memfasilitasi ekspresi MMPs, yang merupakan endoprotease zinc-dependent yang

mendegradasi fibril kolagen, sehingga mendorong degradasi ECM dan mencetuskan

ruputrnya plak. (Wang et al., 2015)

DAFTAR PUSTAKA

Augustin, Hellmut G, et al. (2009). Control of Vascular Morphogenesis and Homeostasis

Through the Angiopoietin-Tie System. Nature Reviews Molecular Cell Biology. 10: 165-

77

Brindle. NPJ et al. 2006. Signalling and Function og Angiopoietin-1 in vascular

Protection. Circ Res. 98(8) : 1014-23

Fiedler, U, Augustin, Hellmut G. (2006). Angiopoietins : A Link Between Angiogenesis

and Inflammation. Trends in Immunology. 27 : 552-8

Hanahan, Douglas. (1997) Signaling Vascular Morphogenesis and Maintenance. Science.

277 : 48-50

Iribarren. C et al. 2011. Circulating Angiopoietins-1 and -2, Angiopoietin Receptor Tie-2

and Vascular Endothelial Growth Factor-A as Biomarkers of Acute Myocardial

Infarction: a Prospective Nested Case-Control Study. BMC Cardiovascular Disorders.

11(31) :

Lee, Kaeng W., Lip, Gregory, Blann, Andrew D. (2004). Plasma Angiopoietin-1,

Angiopoietin-2, Angiopoietin Receptor Tie-2, and Vascular Endothelial Growth Factor

Levels in Acute Coronary Syndromes. Circulation. 110 : 2355-60


Matsunaga, Toshiro, et al. (2003). Expression of VEGF and Angiopoietins-1 and -2

During Ischemia-induced Coronary Angiogenesis. Am J Physiol Heart Circ Physiol. 285 :

352-8

Peters, Kevin G. (1998). Vascular Endothelial Growth Factor and the Angiopoietins :

Working Together to Build a Better Blood Vessel. American Heart Association

Saharinen, Pipsa, et al. (2008). Angiopoietins Assemble Distinct Tie2 Signalling

Complexes in Endothelial Cell-Cell and Cell-Matrix Contacts. Nature Cell Biology. 10 :

Tsigkos, Stelios, Koutsilieris, Micheal, Papapetropoulos, Andreas. (2003). Angiopoietins

in Angiogenesis and Beyond. Ashley Publications

Wang. Z et al. 2015. Elevated Serum Angiopoietin-like Protein 2 in Patients with Acute

Coronary Syndrome. J. Arcmed.

Vous aimerez peut-être aussi