Vous êtes sur la page 1sur 13

Asuhan Keperawatan Anak dengan Leukemia

A. Definisi
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel
pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa (Reeves, 2001). Sifat
khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah
putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang
normal. Proliferasi juga terjadi di hati, limpa, dan nodus limfatikus. Terjadi
invasi organ non hematologis seperti meninges, traktus gastrointestinal,
ginjal, dan kulit.
Leukemia limfositik akut (LLA) sering terjadi pada anak-anak.
Leukemia tergolong akut bila ada proliferasi blastosit (sel darah yang
masih muda) dari sumsum tulang. Leukemia akut merupakan keganasan
primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya komponen darah
normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai dengan
penyebaran organ-organ lain. Leukemia tergolong kronis bila ditemukan
ekspansi dan akumulasi dari sel tua dan sel muda (Tejawinata, 1996).
Selain akut dan kronik, ada juga leukemia kongenital yaitu
leukemia yang ditemukan pada bayi umur 4 minggu atau bayi yang lebih
muda.
B. Etiologi
Penyebab LLA sampai sekarang belum jelas, namun kemungkinan
besar karena virus (virus onkogenik).

Faktor lain yang berperan antara lain:

1. Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, dan bahan kimia


(benzol, arsen, preparat sulfat), infeksi (virus dan bakteri).
2. Faktor endogen seperti ras
3. Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom, herediter (kadang-kadang
dijumpai kasus leukemia pada kakak-adik atau kembar satu telur).
Faktor predisposisi:

1. Faktor genetik: virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan


struktur gen (T cell leukimia-lymphoma virus/HTLV)
2. Radiasi ionisasi: lingkungan kerja, prenatal, pengobatan kanker
sebelumnya
3. Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzen, arsen, kloramfenikol,
fenilbutazon, dan agen anti neoplastik.
4. Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol
5. Faktor herediter misalnya pada kembar satu telur
6. Kelainan kromosom

Jika penyebab leukimia disebabkan oleh virus, virus tersebut akan


mudah masuk ke dalam tubuh manusia jika struktur antigen virus tersebut
sesuai dengan struktur antigen manusia. Struktur antigen manusia
terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh terutama kulit
dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh(antigen jaringan).
Oleh WHO, antigen jaringan ditetapkan dengan istilah HL-A ( human
leucocyte locus A). Sistem HL-A individu ini diturunkan menurut hukum
genetika sehingga peranan faktor ras dan keluarga sebagai penyebab
leukemia tidak dapat diabaikan.

C. Patofisiologi
Leukemia merupakan proliferasi dari sel pembuat darah yang
bersifat sistemik dan biasanya berakhir fatal. Leukemia dikatakan penyakit
darah yang disebabkan karena terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat
sel darah yaitu sumsum tulang. Penyakit ini sering disebut kanker darah.
Keadaan yang sebenarnya sumsum tulang bekerja aktif membuat sel-sel
darah tetapi yang dihasilkan adalah sel darah yang tidak normal dan sel
ini mendesak pertumbuhan sel darah normal.
Terdapat dua mis-konsepsi yang harus diluruskan mengenai
leukemia, yaitu:
1. Leukemia merupakan overproduksi dari sel darah putih, tetapi sering
ditemukan pada leukemia akut bahwa jumlah leukosit rendah. Hal ini
diakibatkan karena produksi yang dihasilkan adalah sel yang immatur.
2. Sel immatur tersebut tidak menyerang dan menghancurkan sel darah
normal atau jaringan vaskuler. Destruksi seluler diakibatkan proses
infiltrasi dan sebagai bagian dari konsekuensi kompetisi untuk
mendapatkan elemen makanan metabolik.

D. Klasifikasi Leukimia
1. Leukemia Mielogenus Akut (LMA)
LMA mengenai sel stem hematopoetik yang kelak berdiferensiasi ke
semua sel mieloid; monosit, granulosit (basofil, netrofil, eosinofil),
eritrosit, dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena. Insidensi
meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Merupakan leukemia
nonlimfositik yang paling sering terjadi.
2. Leukemia Mielogenus Krinis (LMK)
LMK juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid. Namu
lebih banyak sel normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini
lebih ringan. LMK jarang menyerang individu dibawah 20 tahun.
Manifestasi mirip dengan gambaran LMA tetapi dengan tanda dan
gejala yang lebih ringan. Pasien menunjukkan tanpa gejala selama
bertahun-tahun, peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar
biasa, limpa membesar.
3. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 70 tahun.
Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan gejala. Penyakit baru
terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit.
4. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada
anak-anak, laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Puncak
insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 tahun. LLA jarang terjadi. Limfosit
immatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer
sehingga mengganggu perkembangan sel normal.
E. Tanda dan Gejala
1. Anemia
Disebabkan karena produksi sel darah merah kurang akibat dari
kegagalan sumsum tulang memproduksi sel darah merah. Ditandai
dengan berkurangnya konsentrasi hemoglobin, turunnya hematokrit,
jumlah sel darah merah kurang. Anak yang menderita leukemia
mengalami pucat, mudah lelah, kadang-kadang sesak nafas.
2. Suhu tubuh tinggi dan mudah infeksi
Disebabkan karena adanya penurunan leukosit, secara otomatis
akan menurunkan daya tahan tubuh karena leukosit yang berfungsi
untuk mempertahankan daya tahan tubuh tidak dapat bekerja secara
optimal.
3. Perdarahan
Tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya
perdarahan mukosa seperti gusi, hidung (epistaxis) atau perdarahan
bawah kulit yang sering disebut petekia. Perdarahan ini dapat terjadi
secara spontan atau karena trauma. Apabila kadar trombosit sangat
rendah, perdarahan dapat terjadi secara spontan.
4. Penurunan kesadaran
Disebabkan karena adanya infiltrasi sel-sel abnormal ke otak dapat
menyebabkan berbagai gangguan seperti kejang sampai koma.
5. Penurunan nafsu makan
6. Kelemahan dan kelelahan fisik
F. Gambaran Klinis
Gejala yang khas berupa pucat (dapat terjadi mendadak), panas,
dan perdarahan disertai splenomegali dan kadang-kadang hepatomegali
serta limfadenopati. Perdarahan dapat didiagnosa ekimosis, petekia,
epistaksis, perdarahan gusi, dsb.
Gejala yang tidak khas ialah sakit sendi atau sakit tulang yang
dapat disalahartikan sebagai penyakit rematik. Gejala lain dapat timbul
sebagai akibat infiltrasi sel leukemia pada alat tubuh seperti lesi purpura
pada kulit, efusi pleura, kejang pada leukemia serebral.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan darah tepi, gejala yang terlihat adalah adanya
pansitopenia, limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan gambaran
darah tepi monoton dan terdapat sel blast (menunjukkan gejala
patogonomik untuk leukemia).
Pemeriksaan sumsum tulang ditemukan gambaran monoton yaitu
hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak
(aplasia sekunder).
Pemeriksaan biopsi limfa memperlihatkan proliferasi sel leukemia
dan sel yang berasal dari jaringan limfa yang terdesak seperti: limfosit
normal, RES, granulosit, pulp cell.
70 90% dari kasus leukemia Mielogenus Kronis (LMK)
menunjukkan kelainan kromosom yaitu kromosom 21 (kromosom
Philadelphia atau Ph 1).
50 70% dari pasien Leukemia Limfositik Akut (LLA), Leukemia
Mielogenus Akut (LMA) mempunyai kelainan berupa:
- Kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), haploid (2n-a),
hiperploid
- Kariotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom
yang diploid (2n+a)
- Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial depletion)
- Terdapat marker kromosom yaitu elemen yang secara morfologis
bukan merupakan kromosom normal, dari bentuk yang sangat
besar sampai yang sangat kecil. Untuk menentukan
pengobatannya harus diketahui jenis kelainan yang ditemukan.
Pada leukemia biasanya didapatkan dari hasil darah tepi berupa
limfositosis lebih dari 80% atau terdapat sel blast. Juga
diperlukan pemeriksaan dari sumsum tulang dengan
menggunakan mikroskop elektron akan terlihat adanya sel
patologis.
H. Penatalaksanaan
o Program terapi
Pengobatan terutama ditunjukkan untuk 2 hal (Netty Tejawinata, 1996)
yaitu:
1. Memperbaiki keadaan umum dengan tindakan:
- Tranfusi sel darah merah padat (Pocket Red Cell-PRC) untuk
mengatasi anemi. Apabila terjadi perdarahan hebat dan jumlah
trombosit kurang dari 10.000/mm, maka diperlukan transfusi
trombosit.
- Pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi.
2. Pengobatan spesifik
Terutama ditunjukkan untuk mengatasi sel-sel yang abnormal.
Pelaksanaannya tergantung pada kebijaksanaan masing-masing
rumah sakit, tetapi prinsip dasar pelaksanaannya adalah sebagai
berikut:
- Induksi untuk mencapai remisi: obat yang diberikan untuk
mengatasi kanker sering disebut sitostatika (kemoterapi). Obat
diberikan secara kombinasi dengan maksud untuk mengurangi
sel-sel blastosit sampai 5% baik secara sistemik maupun
intratekal sehingga dapat mengurangi gejala-gajala yang
tampak.
- Intensifikasi, yaitu pengobatan secara intensif agar sel-sel yang
tersisa tidak memperbanyak diri lagi.
- Mencegah penyebaran sel-sel abnormal ke sistem saraf pusat
- Terapi rumatan (pemeliharaan) dimaksudkan untuk
mempertahankan masa remisi

3 fase Pelaksanaan Kemoterapi:

1. Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini
diberikan terapi kortikosteroid (prednison), vineristin, dan L-
asparaginase. Fase induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda
penyakit berkurang atau tidak ada dan di dalam sumsum tulang
ditemukan jumlah sel muda kuurang dari 5%.
2. Fase profilaksis sistem saraf pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine, dan
hydrocortison melalui intratekal untuk mencegah invasi sel leukemia
ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien
leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf pusat.
3. Konsolidasi
Pada fase ini, kombinasi pengobatan dilakukan untuk
mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia
yang beredar dalam tubuh. Secara berkala, dilakukan pemeriksaan
darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap
pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan
dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.
o Pengobatan imunologik
Bertujuan untuk menghilangkan sel leukemia yang ada di dalam
tubuh agar pasien dapat sembuh sempurna. Pengobatan seluruhnya
dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.
I. Asuhan Keperawata
Diagnosa Keperawatan
1. Risiko tinggi kekurangan volume cairan b.d intake dan output
cairan, kehilangan berlebihan: muntah, perdarahan, diare,
penurunan pemasukan cairan: mual, anoreksia, peningkatan
kebutuhan cairan: demam, hipermetabolik.
Tujuan: volume cairan terpenuhi
Kriteria hasil:
- Volume cairan adekuat
- Mukosa lembab
- Tanda vital stabil: TD 90/60 mmHg, nadi 100x/menit, RR
20x/menit
- Nadi teraba
- Pengeluaran urin 30 ml/jam
- Kapileri refill <2 detik
Intervensi:
a. Monitor intake dan output cairan
b. Monitor berat badan
c. Monitor TD dan frekuensi jantung
d. Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan kondisi membran mukosa
e. Beri masukan cairan 3-4 L/hari
f. Inspeksi kulit/membran mukosa untuk petekie, area ekimosis;
perhatikan perdarahan gusi, darah warna karat atau samar pada
feses dan urin, perdarahan lanjut dari sisi tusukan invasif.
g. Implementasikan tindakan untuk mencegah cidera
jaringan/perdarahan
h. Batasi perawatan oral untuk mencuci mulut bila diindikasikan
i. Berikan diet makanan halus
j. Kolaborasi:
- Berikan cairan IV sesuai indikasi
- Awasi pemeriksaan laboratorium: trombosit, Hb/Ht, pembekuan
- Berikan SDM, trombosit, faktor pembekuan
- Pertahankan alat akses vaskuler sentral eksternal (kateter arteri
subklavikula, tunneld, port implan)
- Berikan obat sesuai indikasi: allopurinol, kalium asetat atau asetat,
natrium bikarbonat, pelunak feses.
2. Nyeri b.d agen cidera fisik
Tujuan: nyeri teratasi
Kriteria hasil:
- Pasien menyatakan nyeri hilang atau terkontrol
- Menunjukkan perilaku penanganan nyeri
- Tampak rileks dan mampu istirahat

Intervensi:
a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan perubahan pada derajat nyeri
(gunakan skala 0-10)
b. Awasi tanda vital, perhatikan petujuk non-verbal misal tegangan
otot, gelisah
c. Berikan lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh stres.
d. Tempatkan klien pada posisi nyaman dan ganjal sendi, ekstremitas
dengan bantal.
e. Ubah posisi secara periodik dan bantu latihan rentang gerak lembut.
f. Berikan tindakan kenyamanan (pijatan, kompres dingin dan
dukungan psikologis)
g. Kaji ulang/tingkatkan intervensi kenyamanan klien
h. Evaluasi dan dukung mekanisme koping klien
i. Dorong menggunakan teknik manajemen nyeri. Contoh: latihan
relaksasi/nafas dalam, sentuhan.
j. Bantu aktivitas terapeutik, teknik relaksasi.
k. Kolaborasi:
- Awasi kadar asam urat, berikan obat sesuai indikasi: analgesik
(asetaminofen), narkotik (kodein, meperidin, morfin,
hidromorfin), agen ansietas (diazepam, lorazepam)
3. Risiko tinggi infeksi b.d menurunnya sistem pertahanan tubuh
sekunder (gangguan pematangan SDP, peningkatan jumlah
limfosit immatur, imunosupresi, penekanan sumsum tulang)
Tujuan: klien bebas dari infeksi
Kriteria hasil:
- Keadaan temperatur normal
- Hasil kultur negatif
- Peningkatan penyembuhan
Intervensi:
a. Tempatkan pada ruangan khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi
b. Cuci tangan untuk semua petugas dan pengunjung
c. Awasi suhu, perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan
pengobatan kemoterapi. Observasi demam sehubungan dengan
takikardia, hipotensi, perubahan mentak samar.
d. Cegah menggigil: tingkatkan cairan, berikan kompres
e. Dorong sering mengubah posisi, napas dalam, dan batuk
f. Auskultasi bunyi nafas, perhatikan gemericik, ronchi; inspeksi sekresi
terhadap perubahan karakteristik, contoh peningkatan sputum atau
sputum kental.
g. Inspeksi kulit untuk nyeri tekan, area eritematosus; luka terbuka.
Bersihkan kulit dengan larutan antibakterial.
h. Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan sikat gigi
halus.
i. Tingkatkan kebersihan perianal
j. Diet tinggi protein dan cairan
k. Hindari prosedur invasiv (tusukan jarum dan injeksi) bila mungkin
l. Kolaborasi
- Awasi pemeriksaan lab. Misal: hitung darah lengkap, apakah SDP
turun atau tiba-tiba terjadi perubahan pada neutrofil; kultur
gram/sensitivitas.
Kaji ulang seri foto dada, berikan obat sesuai indikasi, hindari
antipiretik yang mengandung aspirin, berikan diet rendah
bakteri, misal makanan dimasak.
4. Risiko terjadi perdarahan b.d trombositopenia
Tujuan: klien bebas dari gejala perdarahan
Kriteria hasil:
- TD 90/60 mmHg
- Nadi 100x/menit
- Ekskresi dan sekresi negatif terhadap darah
- Ht 40-54%(laki-laki), 37-47%(perempuan)
- Hb 14-18 gr%
Intervensi:
a. Pantau hitung trombosit dengan jumlah 50.000/ml, risiko terjadi
perdarahan. Pantau Ht dan Hb terhadap tanda perdarahan.
b. Minta klien untuk mengingatkan perawat bila ada rembesan darah
dari gusi
c. Inspeksi kkulit, mulut, hidung, urin, feses, muntahan, dan tempat
tusukan IV terhadap perdarahan.
d. Gunakan jarum ukuran kecil
e. Jika terjadi perdarahan, tinggikan bagian yang sakit dan berikan
kompres dingin dan tekan perlahan
f. Beri bantalan tempat tidur untuk mencegah trauma
g. Anjurkan pada klien untuk menggunakan sikat gigi halus atau
pencukur listrik.
5. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum
Tujuan: klien mampu menoleransi aktivitas
Kriteria hasil:
- Peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur
- Berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari sesuai tingkat
kemampuan
- Menunjukkan penurunan tanda fisiologis tidak toleran misal nadi,
pernafasan, dan TD dalam batas normal
Intervensi:
a. Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk
berpartisipasi dalam aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan
periode istirahat tanpa gangguan.
b. Implementasikan teknik penghematan energi. Contoh: lebih baik
duduk daripada berdiri.
c. Jadwalkan makan sekitar kemoterapi. Jaga kebersihan mulut.
Berikan antiemetik sesuai indikasi.
d. Kolaborasi: berikan oksigen tambahan.

Vous aimerez peut-être aussi