Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
2.1 Pengecoran
Pengecoran logam adalah proses pembuatan benda dengan mencairkan
logam dan menuangkan ke dalam rongga cetakan kemudian dibiarkan membeku di
dalam cetakan tersebut, dan kemudian dikeluarkan atau di pecah-pecah untuk
dijadikan komponen mesin dan sebagainya. Proses ini dapat digunakan untuk
membuat benda-benda dengan bentuk rumit. Proses pengecoran ini menggunakan
tipe expendable mold, karena menggunakan pasir sebagai cetakannya yang
dicampur dengan bahan pengikat yaitu solobon untuk peningkatan peralatan dan
juga hanya digunakan untuk sekali pakai..
2.1.1 Pengecoran Evaporative
Pengecoran evaporatif atau pengecoran dengan mengunakan pola styroform
atau lost foamcasting adalah pengecoran dengan mengunakan pola dari bahan yang
dapat menguap jika terkena panas logam cair. Ketika logam cairdimasukkan
kedalam cetakan, maka Styrofoam akan menguapsampai cetakan tersebut terisi
penuh oleh logam cair.Pasir cetak lost foam casting biasanya digunakan adalah
pasir gunung, pasir pantai, pasir sungai dan pasir silica (pasir putih) yang disediakan
alam. Pada pengecoran evaporative dengan pola Styrofoam, saluran turun dan
bagian dari system saluran masuk merupakan bagian dari pola. Pola, saluran turun
dan saluran tuangnya ditinggalkan dalam cetakan. Pada saat proses pencetakan,
pola yang umumnya terbuat dari polistiren akanmenguap dan logam cair akan
mengisi rongga cetakan (Surdia dan Chijiiwa,1975)
2.2 Aluminium
Alumunium casting merupakan suatu cara ( metode ) pembuatan paduan
logam alumunium dengan menggunakan cetakan ( die casting atau sand casting )
dengan cara melebur paduan logam yang kemudian dituang didalam suatu cetakan
sehingga mengalami pendinginan ( solidification ) didalam cetakan. Alumunium
dipilih sebagai bahan dasar casting karena memiliki beberapa sifat yaitu :
1. Alumunium merupakan unsur dengan massa jenis yang rendah ( 2.7
g/cm3) sehingga dapat menghasilkan paduan yang ringan .
2. Temperatur leburnya rendah ( 660 .32 derajat celcius ) sehingga dapat
meminimalkan energi pemanasan.
3. Flowabilitynya baik, kemampuan mengisi rongga rongga cetakan
baik.
.
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Cetakan Pasir
Gambar 3.2 Diagram Alir Percobaan Peleburan dan Penuangan
Pada gambar diatas (part 1) terutama pada bagian katoda. Selain terjadi
porositas, terjadi juga cacat Shrinkage ( Penyusutan ) dan juga
Missmatch.Shrinkage (penyusutan) dapat terjadi pada proses pengecoran akibat
pengerutan logam cair saat mulai pendinginan setelah proses pembekuan. Selain
itu, desain aliran fluida yang kurang baik sehingga adanya pembekuan pada bagian
tertentu. Shrinkage dapat diatasi dengan pembuatan desain cetakan yang baik
karena akan berpengaruh terhadap fluiditas. Deformasi cacat (missmatch)
diakibatkan karena perubahan bentuk coran selama pembekuan akibat gaya yang
timbul selama penuangan dan pembekuan. Jenis deformasi yang terbentuk pada
percobaan yaitu pelenturan. Hal ini diakibatkan adanya perbedaan tegangan selama
pendinginan dan penyusutan. Pencegahannya yaitu dengan memperhitungkan
bentuk coran dengan teliti dan cermat.
Gambar diatas merupakan gambar dari Part 2, dimana pada part 2 ini
memiliki Porositas yang lebih besar dibandingkan Part 1. Hal ini disebabkan karena
part 1 memiliki ikatan solobon yang lebih banyak dibandingkan part 2. Hal ini
membuktikan bahwa terdapatnya pengaruh banyaknya solobon terhadap porositas
produk. Semakin banyak solobon maka semakin sedikit porositasnya., pada part 1
teknik penuangannya pun lebih baik dibandingkan pada part 2. Pada part 2 sempat
berhenti pada saat penuangan yang mengakibatkan tidak konstannya temperatur
yang menyebabkan makin banyaknya cacat pada part 2. Porositas merupakan cacat
hasil coran yang disebabkan adanya udara yang terjebak dalam logam cair selama
proses pengecoran berlangsung dan ikut membeku, sehingga terdapat rongga-
rongga udara pada benda cor. Pada pengecoran lost foam, porositas didalam benda
cor disebabkan hasil dekomposisi styrofoam yang terbakar oleh logam cair saat
pengecoran sehingga terdekomposisi menjadi hidrogen dan karbon.Saat logam cair
dituang pada cetakan, styrofoam terbakar (dari mulai cawan tuang, runner sampai
pada produk) saat inilah terjadinya dekomposisi, Styrofoam terdekomposisi menjadi
karbon dan hidrogen, sehingga menyebabkan porositas pada saluran bawah lebih
banyak. Restu( dalam Ratna, 2012)
Porositas juga bisa disebabkan oleh gas yang terperangkap pada saat
pembentukan fasa padat. Gas hidrogen merupakan gas yang sangat mendominasi
karena kelarutannya yang sangat tinggi dalam larutan aluminium, terutama pada
suhu lebih dari 600C.( Ratna, 2012)
Pada gambar part 2 diatas terdapat cacat cor yang dinamakan Sand Drop. Cacat
drop berbentuk tonjolan pada permukaan yang disebabkan karena jatuhnya pasir
pada saat penuangan. Ashar ( dalam Ratna, 2012). Selain itu, yang menyebabkan
cacat sand drop yaitu, terkikisnya pasir cetak akibat proses molding pada bagian kup
dan drag yang bergesekan kurang sempurna sehingga kikisan pasir itu menutupi
rongga cetakan. Akibatnya bentuk produk coran pun tidak sempurna
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
1. Cacat yang dihasilkan dari pengecoran lost foam ini didominasi oleh cacat
porositas. Porositas yang terbentuk cenderung lebih banyak didominasi oleh
bentuk round, yang mengindikasikan bahwa mikroporositas yang terjadi lebih
banyak disebabkan oleh gas porosity dari pada shrinkage porosity.
2. Part 1 memiliki porositas yang lebih sedikit dibandingkan part 2, hal ini
disebabkan karena part 1 lebih banyak diikat oleh solobon dibandingkan part 2.
Semakin banyak solobon semakin berkualitas produk hasil coran.
3. Teknik penuangan, jenis pasir, lokasi pengecoran yang lebih baik didalam
ruangan sangat mempengaruhi produk hasil coran.
4. Ketidaksempurnaan hasil produk coran diakibatkan oleh masih salahnya teknik
penuangan, lokasi pengecoran, dan kurangnya persiapan dari praktikan, serta
keterbatasannya alat-alat dari lab.
5.2 Saran
Adapun saran dari kami selaku pengurus ROM, yaitu:
1. Untuk Projek selanjutnya diharapkan lebih mempersiapkan baik dalam hal
materi maupun teori.
2. Perlengkapan laboratorium untuk praktik pengecoran maupun praktik yang
lainnya diharapkan lebih diperlengkap lagi.
3. Lebih teliti dalam hal akurasi, lalu saat penuangan jangan terlalu lambat karena
akan mengakibatkan turbulensi dan mengakibatkan cacat pada produk cor.
4. Penelitian dalam projek selanjutnya, perlu dilakukan variasi saluran, temperatur
yang berbeda dan variable lainnya guna memperluas wawasan dan
memperdalam proses pengecoran.
5. Pada penelitian selanjutnya, perlu dilakukan uji kekerasan, uji impact,
pengamatan struktur mikro, menghitung nilai persen porositas, dan sebagainya
guna untuk mengetahui penelitian lebih lanjut terhadap hasil produk cor.
DAFTAR PUSTAKA