Vous êtes sur la page 1sur 17

ABSTRAK

Proses pengecoran dengan styrofoam banyak digunakan pada industri kecil.


Pada saat ini, belum banyak industri pengecoran logam yang menggunakan metode
ini dalam memproduksi benda cor. Pengecoran evaporatif atau pengecoran dengan
mengunakan pola styroform atau lost foam casting adalah pengecoran dengan
mengunakan pola dari bahan yang dapat menguap jika terkena panas logam cair.
Ketika logam cair dimasukkan kedalam cetakan, maka styrofoam akan menguap
sampai cetakan tersebut terisi penuh oleh logam cair. Dalam percobaan ini,
parameter yang digunakan adalah pengaruh banyaknya solobon dan teknik
penuangan terhadap kualitas hasil coran (porositas). Material yang digunakan dalam
pengecoran ini adalah ADC (Aluminium Die Casting) dengan system saluran
samping. Dari hasil percobaan ini, diperoleh bahwa pola 1 memiliki prosentase cacat
porositas lebih sedikit dibanding pola 2. Hal ini disebabkan oleh pola 1 diikat lebih
banyak solobon dibanding pola 2, dan pada pola 1 teknik penuangannya pun lebih
benar dibandingkan pola 2.

Kata Kuncipengecoran lost foam, teknik penuangan, solobon, ADC.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Coran dibuat dari logam yang dicairkan, dituang kedalam cetakan, kemudian
dibiarkan mendingin dan membeku. Oleh karena itu, sejarah pengecoran dimulai
ketika orang mengetahui bagaimana mencairkan logam dan bagaimana membuat
cetakan.(Surdia dan Chijiwa, 1986).
Proses pengecoran logam mempelajari tentang tahapan-tahapan proses pengecoran
yang benar. Tahapan-tahapan pengecoran yang benar akan menghasilkan produk coran yang
baik melalui persiapan yang benar, misalnya dalam menentukan bahan untuk membuat
cetakan. Produk hasil pengecoran dalam kehidupan sehari- hari sangat penting dan banyak
kegunaannya, baik ditinjau dari segi kegunaan, untuk keperluan keamanan, industri kimia,
industri otomotif, dan seni.

1.2 Tujuan Percobaan


Tujuan dari percobaan pengecoran ini adalah untuk mengetahui proses pengecoran
(foundry) logam mulai dari pembuatan cetakan, persiapan dan peleburan logam, penuangan,
dan kebersihan hasil coran. Serta untuk memahami beberapa variabel yang mempengaruhi
produk foundry.

1.3 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah dalam percobaan ini yaitu variabel terikat dan variabel
bebas. Variabel terikatnya adalah cacat coran, sedangkan variabel bebasnya adalah jenis
logam cair, bentuk pola, dan cetakan pasir.
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan ini terdiri dari lima bab. Bab I menjelaskan mengenai
latar belakang, tujuan percobaan, batasan masalah, sistematika penulisan. Bab II menjelaskan
mengenai tinjauan pustaka yang berisi mengenai teori singkat dari percobaan yang dilakukan.
Bab III menjelaskan mengenai metode penelitian yang berisi mengenai diagram alir
percobaan, alat dan bahan serta penjelasannya pada prosedur percobaan. Bab IV menjelaskan
mengenai hasil percobaan dan pembahasan. Bab V membuat kesimpulan dan saran dari
percobaan. Selain itu di akhir laporan juga terdapat lampiran yang memuat contoh
perhitungan, jawaban pertanyaan dan tugas khusus, gambar alat dan bahan serta blanko
percobaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengecoran
Pengecoran logam adalah proses pembuatan benda dengan mencairkan
logam dan menuangkan ke dalam rongga cetakan kemudian dibiarkan membeku di
dalam cetakan tersebut, dan kemudian dikeluarkan atau di pecah-pecah untuk
dijadikan komponen mesin dan sebagainya. Proses ini dapat digunakan untuk
membuat benda-benda dengan bentuk rumit. Proses pengecoran ini menggunakan
tipe expendable mold, karena menggunakan pasir sebagai cetakannya yang
dicampur dengan bahan pengikat yaitu solobon untuk peningkatan peralatan dan
juga hanya digunakan untuk sekali pakai..
2.1.1 Pengecoran Evaporative
Pengecoran evaporatif atau pengecoran dengan mengunakan pola styroform
atau lost foamcasting adalah pengecoran dengan mengunakan pola dari bahan yang
dapat menguap jika terkena panas logam cair. Ketika logam cairdimasukkan
kedalam cetakan, maka Styrofoam akan menguapsampai cetakan tersebut terisi
penuh oleh logam cair.Pasir cetak lost foam casting biasanya digunakan adalah
pasir gunung, pasir pantai, pasir sungai dan pasir silica (pasir putih) yang disediakan
alam. Pada pengecoran evaporative dengan pola Styrofoam, saluran turun dan
bagian dari system saluran masuk merupakan bagian dari pola. Pola, saluran turun
dan saluran tuangnya ditinggalkan dalam cetakan. Pada saat proses pencetakan,
pola yang umumnya terbuat dari polistiren akanmenguap dan logam cair akan
mengisi rongga cetakan (Surdia dan Chijiiwa,1975)

2.2 Aluminium
Alumunium casting merupakan suatu cara ( metode ) pembuatan paduan
logam alumunium dengan menggunakan cetakan ( die casting atau sand casting )
dengan cara melebur paduan logam yang kemudian dituang didalam suatu cetakan
sehingga mengalami pendinginan ( solidification ) didalam cetakan. Alumunium
dipilih sebagai bahan dasar casting karena memiliki beberapa sifat yaitu :
1. Alumunium merupakan unsur dengan massa jenis yang rendah ( 2.7
g/cm3) sehingga dapat menghasilkan paduan yang ringan .
2. Temperatur leburnya rendah ( 660 .32 derajat celcius ) sehingga dapat
meminimalkan energi pemanasan.
3. Flowabilitynya baik, kemampuan mengisi rongga rongga cetakan
baik.

2.3 Sistem Saluran


Sistem Saluran (Gatting system) adalah sistem jalan aliran logam cair sampai
masuk kedalam rongga cetakan. Sistem saluran meliputi cawan tuang (pouring
basin), corong vertical atau saluran turun (sprue), saluran horizontal (runner), dan
saluran masuk(in gate). [Wahyudi Utomo, 2005].
1. Pouring basin, dirancang agar memudahkan operasi penuangan logam
cair dan menjaga agar terak tidak ikut masuk kedalam cetakan. Pouring
basin dan sprue harus dijaga selalu penuh sepanjang waktu, agar terak
tidak masuk kedalam rongga cetakan.
2. In gate, adalah saluran masuk logam cair kedalam rongga cetakan.
3. Sprue, adalah saluran tempat turunya logam cair dari pouring basin.
4. Riser (penambah), digunakan untuk memasok logam cair kedalam
rongga cetakan untuk mengkompensasi terjadinya penyusutan pada
proses pendinginan.
5. Runner, yaitu saluran horizontal tempat masuknya logam cair.

Gambar 1. Komponen sistem saluran. Stefnescu( dalam Rachmanetal., 2014)


2.4 Porositas
Porositas dapat terjadi karenaterjebaknya gelembung-gelembung gaspada
logam cair ketika dituangkan kedalam cetakan (Budinski, 1996:460). Porositas ini
terjadi karenapengaruh proses penuangan dan jenis cetakan yangdigunakan.
Porositas ini berasal dari gelembunggelembunggas yang larut dan terperangkap
selamaproses pencairan dan penuangan. Bagian permukaanaluminium cair akn
mereduksi uap air yang terdapatdalam atmosfir.
Campbell(dalamPratiwi,2012)Reaksi yangterfadi antara aluminium dan uap air
adalah:

2Al + 3H2O = Al2O3 + 6H

Selama proses pembekuan, dengan menurunnyatemperatur maka kelarutan


hidrogen didalam aluminiumpun menurun. Hal ini menyebabkanhidogen akan keluar
dari dalam sel satuan dan membentuk gelembung-gelembung H2.
Sebagiangelembung-gelembung ini tidak sempat keluar keudara dan akantetap
berada didalam logam yangkemudian akan membentuk porositas.
Campbell(dalamPratiwi,2012)
Pada cetakan pasir, selain gas hidrogen yang terlarutdidalam aluminium cair,
terdapat juga zat-zat organik yang tercampur didalam pasir. Zat-zatorganik ini akan
membentuk gas pada saat pasir bersentuhan dengan logam cair.(Pratiwi, 2012)
Porositas pada produk cor dapatmenurunkan kualitas benda tuang. Salah
satu penyebab terjadinya porositas padapenuangan logam adalah gas
hidrogen.Porositas oleh gas hidrogen dalam bendacetak paduan alumunium
akanmemberikan pengaruh yang buruk padakekuatan, serta kesempurnaan dari
bendatuang tersebut. Penyebabnya antara lainkontrol yang kurang sempurna
terhadapabsorbsi gas dengan logam selamapeleburan dan penuangan. ( Kusharjnta
et al., 2012)
.
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Diagram Alir Percobaan


Berikut ini merupakan diagram alir dari proses pembuatan cetakan
pasir dalam proses pengecoran serta proses dari peleburan dan
penuangannya.

.
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Cetakan Pasir
Gambar 3.2 Diagram Alir Percobaan Peleburan dan Penuangan

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat yang digunakan
1. Pengeruk Slag
2. Cutter
3. Lem
4. Cruicible
5. Helm Safety
6. Ember
7. Ayakan
8. Tungku Peleburan
10. Palu
11. Penjepit Krus
12. Neraca Teknis
13. Hot Wirecutter
14. Gerinda
15. Gas LPG
16. Flask

3.2.2 Bahan yang digunakan


1. Styrofoam
2. Aluminium 15kg
3. Pasir kuarsa fraksi --60# sebanyak 15 kg.
4. Isomol
5. Solobon 10% seberat 1,5 kg (Lebih pada part 1)
6. Spirtus
7. Gas CO2
8. Gas LPG
9. Grafit

3.3 Prosedur Percobaan


A. Tahap Persiapan
Tahap persiapan merupakan perencanaan awal dalam proses pengecoran.
Tahap persipan meliputi perencanaan teknik (perancangan benda coran, pemilihan
metode pengecoran, perancangan sistem saluran) hingga perencanaan waktu. Serta
persiapan alat dan bahan dengan pembagian masing-masing tim.
B. Pembuatan Pola dan Sistem Saluran
Membuat pola piala portal model furnace dengan software Auto CAD yang
berbahan dasar styrofoam. Pembuatan pola menggunakan alat hot wirecutter, untuk
memudahkan proses pemotongan dan agar menghasilkan permukaan yang rata dan
halus. Lalu, dihaluskan dengan cara mengaplas. Lalu pola dilapisi isomol. Sistem
saluran yang digunakan yaitu sistem saluran samping.
C.Pengolahan Pasir Cetak
Pasir cetak yang digunakan adalah jenis pasir cetak dari pasir pantai dengan
dengan ukuran (setelah pengayakan) --60# sebanyak 15 kg.
D. Persiapan Pengecoran
Persiapan pengecoran meliputi menyiapkan pola, cetakan dan aluminium
yang akan di cor, yaitu dengan memotong aluminium dengan gerinda, penimbunan
pola yang sudah diolesi isomol lalu diberi grafit didalam wadah menggunakan pasir
pantai kering yang telah diayak yang dicampur oleh 10% solobon dari berat pasir
(Namun pola part 1 ditambahkan solobon yang lebih banyak), kemudian dicampur
dengan tangan, setelah itu cetakan ditata dan diberi gas CO 2 untuk mengeraskan
cetakan. Lalu setelah mengeras, pola diberi spirtus.
E. Peleburan
Proses peleburan logam pada proses pengecoran menggunakan tanur
dengan sumber bahan bakar LPG. Peleburan logam aluminium dilakukan di dapur
yang dipanaskan hingga temperatur 700 C. Sebanyak 2 kali selama 2 jam.
F. Penuangan
Penuangan logam ini menggunakan ladle yang dituangkan ke dalam wadah
(flask) yang telah terisi oleh pola dan pasir. Penuangan logam harus dilakukan
secara cepat agar menghindari penurunan temperatur yang terlalu cepat, hal ini bisa
mengakibatkan logam cair tidak mengisi pada rongga cetakan secara sempurna
karena logam cair terlebih dahulu membeku pada sistem saluran. Rata-rata waktu
penuangan logam cair untuk mengisi penuh rongga cetakan kurang lebih selama 12
sekon.
G. Pembekuan
Setelah proses penuangan logam cair pada cetakan, maka cetakan
didiamkan 5 menit pada temperatur kamar untuk pembekuan.
H. Pembongkaran
Setelah logam cair membeku, dilakukan pembongkaran dan pembersihan
bekas pasir cetakan yang masih melekat pada logam coran. Proses pembongkaran
dilakukan untuk mendapatkan atau memisahkan benda coran dari cetakannya
dengan media palu dan air.
I. Pemotongan Sistem Saluran
Pemotongan sistem saluran dilakukan agar memudahkan melakukan
pengukuran dan menganalisa produk coran menggunakan alat gerinda.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Produk Cor
Hasil pengecoran dengan metode Aluminium Sand Casting dikatakan kurang
memuaskan. Hal ini terjadi karena banyaknya porositas yang ada pada produk cor.
Secara dimensi, produk hasil coran tidak sesuai dengan yang direncanakan, karena
pada awalnya pola direncanakan dibagi menjadi 3 part. Namun pada kenyataannya
pola dibagi menjadi 2 part. Dan pada part 1(yang terdapat elektroda) memiliki
pengikat solobon lebih banyak dibandingkan pada Part 2, dimana pada part 2
diberikan solobon sebanyak 10 % dari beratnya. Dan pola pada part yang ketiga
akan diganti menjadi resin. Hal ini dikarenakan flasknya tidak mencukupi untuk
melakukan proses ini.Selain itu, faktor lainnya yang menyebabkan
ketidaksempurnaannya pada produk hasil coran yaitu Human error, karena masih
belum berpengalaman dalam proses pengecoran, teknik penuangan yang salah dan
tempat berlangsungnya pengecoran diruangan terbuka yang mengakibatkan
banyaknya udara yang masuk saat solidification. Sehingga, meningkatkan resiko
banyaknya porositas pada produk hasil coran.

Gambar 5 Hasil Pengecoran Part 1(Porositas).

Gambar diatas memperlihatkan hasil pengecoran pada part 1, bahwa pada


part ini tampak porositas yang cukup besar baik pada katoda maupun pada bagian
garisnya. Hal ini terjadi karena pengaruh proses penuangan dan jenis cetakan yang
digunakan. Porositas ini berasal dari gelembung gelembung gas yang larut dan
terperangkap selama proses pencairan dan penuangan. Pada saat logam cair mulai
memadat, gas-gas yang terlarut akan tereduksi dari larutan, gas-gas tersebut akan
mengumpul pada daerah interdendritic atau gas-gas tersebut menyebabkan mikro
porosity. Gas-gas tersebut biasanya hidrogen atau nitrogen. Selain itu, gas yang
terjebak ini dapat terjadi karena permeabilitas dari cetakan yang rendah. Dan
Porositas yang terbentuk pun cenderung lebih banyak didominasi oleh bentuk round,
yang mengindikasikan bahwa mikroporositas yang terjadi lebih banyak disebabkan
oleh gas porosity dari pada shrinkage porosity.
Gambar 6 Hasil Pengecoran Part 1( Shrinkage dan Missmatch ).

Pada gambar diatas (part 1) terutama pada bagian katoda. Selain terjadi
porositas, terjadi juga cacat Shrinkage ( Penyusutan ) dan juga
Missmatch.Shrinkage (penyusutan) dapat terjadi pada proses pengecoran akibat
pengerutan logam cair saat mulai pendinginan setelah proses pembekuan. Selain
itu, desain aliran fluida yang kurang baik sehingga adanya pembekuan pada bagian
tertentu. Shrinkage dapat diatasi dengan pembuatan desain cetakan yang baik
karena akan berpengaruh terhadap fluiditas. Deformasi cacat (missmatch)
diakibatkan karena perubahan bentuk coran selama pembekuan akibat gaya yang
timbul selama penuangan dan pembekuan. Jenis deformasi yang terbentuk pada
percobaan yaitu pelenturan. Hal ini diakibatkan adanya perbedaan tegangan selama
pendinginan dan penyusutan. Pencegahannya yaitu dengan memperhitungkan
bentuk coran dengan teliti dan cermat.

Gambar 7 Hasil Pengecoran Part 2(Porositas).

Gambar diatas merupakan gambar dari Part 2, dimana pada part 2 ini
memiliki Porositas yang lebih besar dibandingkan Part 1. Hal ini disebabkan karena
part 1 memiliki ikatan solobon yang lebih banyak dibandingkan part 2. Hal ini
membuktikan bahwa terdapatnya pengaruh banyaknya solobon terhadap porositas
produk. Semakin banyak solobon maka semakin sedikit porositasnya., pada part 1
teknik penuangannya pun lebih baik dibandingkan pada part 2. Pada part 2 sempat
berhenti pada saat penuangan yang mengakibatkan tidak konstannya temperatur
yang menyebabkan makin banyaknya cacat pada part 2. Porositas merupakan cacat
hasil coran yang disebabkan adanya udara yang terjebak dalam logam cair selama
proses pengecoran berlangsung dan ikut membeku, sehingga terdapat rongga-
rongga udara pada benda cor. Pada pengecoran lost foam, porositas didalam benda
cor disebabkan hasil dekomposisi styrofoam yang terbakar oleh logam cair saat
pengecoran sehingga terdekomposisi menjadi hidrogen dan karbon.Saat logam cair
dituang pada cetakan, styrofoam terbakar (dari mulai cawan tuang, runner sampai
pada produk) saat inilah terjadinya dekomposisi, Styrofoam terdekomposisi menjadi
karbon dan hidrogen, sehingga menyebabkan porositas pada saluran bawah lebih
banyak. Restu( dalam Ratna, 2012)
Porositas juga bisa disebabkan oleh gas yang terperangkap pada saat
pembentukan fasa padat. Gas hidrogen merupakan gas yang sangat mendominasi
karena kelarutannya yang sangat tinggi dalam larutan aluminium, terutama pada
suhu lebih dari 600C.( Ratna, 2012)

Gambar 8 Hasil Pengecoran Part 2(Sand Drop).

Pada gambar part 2 diatas terdapat cacat cor yang dinamakan Sand Drop. Cacat
drop berbentuk tonjolan pada permukaan yang disebabkan karena jatuhnya pasir
pada saat penuangan. Ashar ( dalam Ratna, 2012). Selain itu, yang menyebabkan
cacat sand drop yaitu, terkikisnya pasir cetak akibat proses molding pada bagian kup
dan drag yang bergesekan kurang sempurna sehingga kikisan pasir itu menutupi
rongga cetakan. Akibatnya bentuk produk coran pun tidak sempurna
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
1. Cacat yang dihasilkan dari pengecoran lost foam ini didominasi oleh cacat
porositas. Porositas yang terbentuk cenderung lebih banyak didominasi oleh
bentuk round, yang mengindikasikan bahwa mikroporositas yang terjadi lebih
banyak disebabkan oleh gas porosity dari pada shrinkage porosity.
2. Part 1 memiliki porositas yang lebih sedikit dibandingkan part 2, hal ini
disebabkan karena part 1 lebih banyak diikat oleh solobon dibandingkan part 2.
Semakin banyak solobon semakin berkualitas produk hasil coran.
3. Teknik penuangan, jenis pasir, lokasi pengecoran yang lebih baik didalam
ruangan sangat mempengaruhi produk hasil coran.
4. Ketidaksempurnaan hasil produk coran diakibatkan oleh masih salahnya teknik
penuangan, lokasi pengecoran, dan kurangnya persiapan dari praktikan, serta
keterbatasannya alat-alat dari lab.

5.2 Saran
Adapun saran dari kami selaku pengurus ROM, yaitu:
1. Untuk Projek selanjutnya diharapkan lebih mempersiapkan baik dalam hal
materi maupun teori.
2. Perlengkapan laboratorium untuk praktik pengecoran maupun praktik yang
lainnya diharapkan lebih diperlengkap lagi.
3. Lebih teliti dalam hal akurasi, lalu saat penuangan jangan terlalu lambat karena
akan mengakibatkan turbulensi dan mengakibatkan cacat pada produk cor.
4. Penelitian dalam projek selanjutnya, perlu dilakukan variasi saluran, temperatur
yang berbeda dan variable lainnya guna memperluas wawasan dan
memperdalam proses pengecoran.
5. Pada penelitian selanjutnya, perlu dilakukan uji kekerasan, uji impact,
pengamatan struktur mikro, menghitung nilai persen porositas, dan sebagainya
guna untuk mengetahui penelitian lebih lanjut terhadap hasil produk cor.
DAFTAR PUSTAKA

Borelli, E. 1999. Conservation of Architectural Heritage, HistoricStructures and


Materials: Porosity. Roma: World Heritage Fund.
Gupta N, Kant M, Kerketta JM. 2011. Simulation of a Rectangular Object With
Shrinkage Defect. Indian Foundry Journal, 57 (5): 32-39.
Shafiee MRH, Hashim MYB, Said MNB (2009). Effects of Gating Design on The
Mechanical Strength of Thin Section Castings. Proceeding of MUCEET. P
Pahang: MUCEET, pp: 1-4.
Surdia T, Chijiwa K (2000). Teknik Pengecoran Logam. Jakarta: Pradnya Paramita
Sutiyoko. 2013. Metode Pengecoran Lost Foam Menjawab Tantangan Dunia Industri
Pengeoran Logam (PDF) Jurnal Foundry. Klaten. Politeknik Manufaktur
Ceper.
Sutiyoko dan Suyitno. 2012. Riser Dalam Pengecoran Besi Cor Kelabu Dengan
Metode Lost foam Casting. Politeknosains EdisiKhusus Dies Natalis.
Trimble, George S. Design and Fabrication of Piston. SIC Vol 2. New York :
McGraw- Hill,Inc. Ammen, C.W. (1979). The Complete Book of Sand Casting.
York : McGraw- Hill,Inc., (1989).

Vous aimerez peut-être aussi