Vous êtes sur la page 1sur 81

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA

BAYI BARU LAHIR 0 - 7 HARI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr.


ZAINOEL ABIDIN

BANDA ACEH

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi


Diploma III Kebidanan STIKes UBudiyah Banda Aceh

Oleh :

KHAIRUNNISAK

NIM : 10010043

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN UBUDIYAH PROGRAM STUDI


DIPLOMA III KEBIDANAN BANDA ACEH

TAHUN 2013

1
2

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA

BAYI BARU LAHIR 0-7 HARI DI RUMAH SAKIT

UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN

BANDA ACEH TAHUN 2013

1 2
Khairunnisak , Cut Rosmawar

ABSTRAK

xi + VI BAB + 44 Halaman : 4 Tabel, 2 Gambar, 15 Lampiran

Latar belakang : Ikterus adalah kondisi munculnya warna kuning di kulit dan selaput mata
pada bayi baru lahir karena adanya bilirubin pada kulit dan selaput mata sebagai akibat
peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Berdasarkan survey pendahuluan di Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Zainoel Abidin menunjukkan bahwa 70% ibu tidak mengetahui tentang
ikterus dan manfaat ASI untuk mencegah ikterus. Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui
hubungan pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-7 dari di Rumah
Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Metode Penelitian : Bersifat analitik
dengan pendekatan cross sectional. Tehnik pengambilan sampel purposive sampling dengan
jumlah populasi 102 responden, sampel 51 responden. Penelitian dimulai tanggal 22 Juli - 22
Agustus 2013. Pengumpulan data yang dilakukan dengan penyebaran kuesioner, selanjutnya
di uji statistik dengan menggunakan Chi-Square test dengan memakai program SPSS for
windows dengan batas kemaknaan (=0,05) Ho ditolak jika p value > 0,05 dan Ha diterima
jika p value < 0,05. Hasil Penelitian : dari 35 responden yang sering melakukan pemberian
ASI ternyata mayoritas Negatif mengalami ikterus (68,6%) dan dari 16 responden yang tidak
sering melakukan pemberian ASI mayoritas 87,5% positif mengalami ikterus. Kesimpulan :
Ada hubungan pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-7 hari di
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013. Diharapkan bagi
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin agar dapat terus meningkatkan konseling dan
penyuluhan-penyuluhan tentang manfaat ASI untuk mencegah ikterus.

Kata Kunci : ASI, ikterus, bayi.

Kepustakaan : 24 Buku + 5 situs internet (2002-2013)


: Mahasiswa D-III Kebidanan STIKes UBudiyah Banda Aceh
: Dosen pembimbing
3

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah Ini Telah Disetujui Untuk Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji

Diploma III Kebidanan STIKes UBudiyah Banda Aceh

Banda Aceh, September 2013

Pembimbing

(CUT ROSMAWAR, SST)

MENGETAHUI :

KETUA PRODI DIPLOMA III KEBIDANAN

STIKES UBUDIYAH BANDA ACEH


(NUZULUL RAHMI, SST)
4

PENGESAHAN PENGUJI

Karya Tulis Ilmiah Ini Telah Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji

Diploma III Kebidanan STIKes UBudiyah Banda Aceh

Banda Aceh, September 2013 Tanda Tangan

Pembimbing : CUT ROSMAWAR, SST ( )

Penguji I : RACHMADY, SKM ( )

Penguji II : ELVIRA WAHYUNI, SST ( )

MENYETUJUI MENGETAHUI

KETUA STIKES UBUDIYAH KETUA PRODI DIPLOMA III

BANDA ACEH BANDA ACEH


(MARNIATI, M. Kes)
(NUZULUL RAHMI, SST)
5

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan berkah, rahmat dan hidayah-Nya serta shalawat dan salam kepangkuan
Nabi Muhammad SAW sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
yang berjudul Hubungan Pemberian ASI Dengan Kejadian Ikterus Pada Bayi

Baru Lahir 0-7 Hari Di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda

Aceh Tahun 2013. Adapun tujuan Karya Tulis Ilmiah ini adalah salah satu syarat
untuk menyelesaikan program studi Diploma III Kebidanan, dalam penulisan Karya
Tulis Ilmiah ini, peneliti banyak menerima arahan, masukan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

Bapak Dedi Zefrizal. S.T, Selaku Ketua Yayasan UBudiyah Indonesia.

Ibu Marniati, M. Kes, Selaku Ketua STIKes UBudiyah Banda Aceh

Ibu Nuzulul Rahmi, SST, Selaku Ketua Prodi Jurusan Kebidanan UBudiyah

Banda Aceh.

Ibu Cut Rosmawar, SST, Selaku Dosen Pembimbing yang telah memberi arahan dan
saran serta bimbingan selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini sehingga dapat
terselesaikan dengan baik.

Bapak Rachmady, SKM dan Ibu Elvira Wahyuni, SST, Selaku Dosen Penguji yang
telah membimbing dan mengarahkan Karya Tulis Ilmiah ini sehingga dapat
terselesaikan dengan baik.
6

Seluruh Dosen pengajar Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan UBudiyah yang
telah membekali peneliti dari awal bangku kuliah sampai selesai pendidikan ini.

Penghargaan teristimewa peneliti sampaikan kepada Ayahanda serta Ibunda tercinta


serta seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan baik materi maupun moril
sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan.

Teman-teman sejawat dan seangkatan di jurusan kebidanan STIKes UBudiyah

Banda Aceh yang telah banyak membantu dalam penelitian Karya Tulis Ilmiah ini.

Peneliti manyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih terdapat banyak
kekurangan, untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
seluruh pihak agar Karya Tulis Ilmiah ini menjadi lebih baik dan dapat dipertanggung
jawabkan.

Peneliti juga menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak kekurangan dan
kejanggalan, untuk itu kritik dan saran bersifat membangun sangat peneliti harapkan
guna kesempurnaan penelitian ini, atas kritik dan saran peneliti mengucapkan terima
kasih.

Banda Aceh, September 2013

Penelit
i
7

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i
ABSTRAK ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN iii
PENGESAHAN PENGUJI iv

KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Penelitian 5
D. Manfaat Penelitian 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7

A. Ikterus 7
B. ASI15
C. Kerangka Teoritis 26

BAB III KERANGKA KONSEP 28

A. Kerangka Konsep 28
B. Definisi Operasional 29
C. Hipotesa Penelitian 30

BAB IV METODELOGI PENELITIAN 31

A. Jenis Penelitian 31
B. Populasi dan Sampel 31
C. Tempat dan Waktu Penelitian 33
D. Pengumpulan Data 33
E. Pengolahan Data dan Analisis Data 34
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 38

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 38


8

B. Hasil Penelitian 39
C. Pembahasan 42

BAB VI PENUTUP 44

A. Kesimpulan 44
B. Saran 44

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN LAMPIRAN
9

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3. 1 Definisi Operasional 29

Tabel 5. 1
Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Pada Responden di Rumah

Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun

2013 ...............................................................................................
39
Tabel 5. 2
Distribusi Frekuensi Ikterus Pada Responden di Rumah Sakit

Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013 ........
40
Tabel 5. 3
Hubungan Pemberian ASI dengan Kejadian Ikterus Pada Bayi

Baru Lahir 0-7 Hari di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel

Abidin Banda Aceh Tahun 2013 ...................................................


41
10

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.
1
Kerangka Teoritis .......................................................................
27
Gambar 3.
1
Kerangka Konsep Penelitian ......................................................
28
11

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 2 Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 3 Kuesioner

Lampiran 4 Mohon Izin Pengambilan Data Awal/Studi Pendahuluan

Lampiran 5 Surat Telah Selesai Mengambil Data Awal Di Dinas Kesehatan

Lampiran 6 Surat Izin Pengambilan Data/ Studi Pendahuluan

Lampiran 7 Surat Balasan Izin Pengambilan Data/Studi Pendahuluan

Lampiran 8 Lembar Konfirmasi Izin Pengambilan Data/Studi Pendahuluan

Lampiran 9 Surat Selesai Pengambilan Data Awal

Lampiran 10 Surat Izin Melakukan Penelitian

Lampiran 11 Surat Balasan Izin Penelitian

Lampiran 12 Lembar Konfirmasi Izin Penelitian

Lampiran 13 Surat Selesai Melakukan Penelitian

Lampiran 14 Master Tabel

Lampiran 15 Hasil Olah Data SPSS

Lampiran 16 Data Pasien Yang Mengalami Ikterus

Lampiran 17 Lembaran Konsul Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 18 Jadwal Penyusunan Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 19 Daftar Mengikuti Seminar

Lampiran 20 Biodata
12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 gram atau
usia gestasi < 37 minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya.
Data epidemiologi menunjukkan bahwa lebih 50% bayi baru lahir menderita ikterus
yang dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya. Pada
kebanyakan kasus ikterus neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak
memerlukan pengobatan. Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau disebut
ikterus fisiologis yang akan menghilang pada akhir minggu pertama kehidupan pada
bayi cukup bulan (Boback, 2006).

Menurut WHO (World Health Organization) Ikterus adalah kondisi munculnya warna
kuning di kulit dan selaput mata pada bayi baru lahir karena adanya bilirubin (pigmen
empedu) pada kulit dan selaput mata sebagai akibat peningkatan kadar bilirubin
dalam darah (hiperbilirubinemia) (Suradi, 2009).

Dalam upaya mewujudkan visi Indonesia Sehat 2010, maka salah satu tolak ukur
adalah menurunnya angka mortalitas dan morbilitas neonatus, dengan proyeksi pada
tahun 2015 Angka Kematian Bayi (AKB) dapat turun menjadi 18 per 1000 kelahiran
hidup. Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati
bilirubin (lebih dikenal sebagai kernikterus) (HTA, 2004).
13

Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65%
mengalami ikterus. Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada tahun 2005
menemukan sekitar 75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama.
Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit
pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum
Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2010, menemukan
prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5
mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin diatas 12 mg/dL pada minggu pertama
kehidupan (HTA, 2004).

Angka Kematian Bayi (AKB), trennya semakin menurun, dari 142 per 1.000 kelahiran
hidup tahun 1967, menjadi 42 per 1.000 tahun 2000, kemudian SDKI 2007-2009
sebesar 35 per 1.000, namun dari metode perhitungan tidak langsung, AKB tahun
2009 tetap 43 per 1.000 kelahiran hidup. Di antara 10 negara ASEAN, AKB Indonesia
menempati peringkat ke-7, sebelum Kamboja, Laos, dan Myanmar. Tidak ada pola
geografis untuk AKB di Indonesia. Kawasan Indonesia barat maupun timur
menyumbang kontribusi yang sama besar (Hasfirah, 2009).

Sementara itu, Angka Kematian Neonatal (AKN) pada bayi usia dibawah 1 bulan, dan
Angka Kematian Post Neonatal (AKPN) pada bayi usia 1-11 bulan, tren cenderung
menurun. SDKI 1994 melaporkan AKN 30 per 1.000 kelahiran hidup, dan AKPN 27
per 1.000, turun menjadi AKN 20 per 1.000 dan AKPN 15 per 1.000 menurut SDKI
2002-2003. Dengan kata lain, selama kurun 8 tahun, rata-rata penurunan AKN per
tahun 5%, sedangkan penurunan AKPN per tahun adalah 7%.
14

Kontribusi Kematian Neonatal terhadap kematian bayi (AKB) lebih besar daripada
kontribusi Kematian Post Neonatal. AKN dominan disebabkan oleh gangguan
perinatal (34%), sedangkan AKPN dominan disebabkan lahir premature dan
BBLR (29%). AKB di pedesaan 1,6 kali lebih tinggi daripada AKB di perkotaan.
Makin miskin rumah tangga, makin tinggi AKB dan pola ini terus konsisten
hingga kini (Hasfirah, 2009).

Menurut sepengetahuan peneliti, penelitian tentang ikterus neonatorum sudah


pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya di RS Dr. Sardjito melaporkan
sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL
dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada
hari 0,3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus
dan hiperbilirubinemia terjadi pada 85% dan 18,6% bayi cukup bulan. Sedangkan
pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus hiperbilurubinemia ditemukan pada
95% dan 56% bayi (HTA, 2004).

Berdasarkan penelitian Fitriani (2012) yang dilakukan di Wilayah Kerja


Puskesmas Pidie Kabupaten Pidie didapatkan hasil bahwa dari 45 orang ibu yang
mempunyai bayi baru lahir, dimana diantaranya 12 orang ibu tidak pernah
mengetahui tentang ikterus neonatorum, 3 orang ibu mengatakan bahwa bayi baru
lahir mengalami ikterus merupakan hal biasa, dan 2 orang ibu mengatakan tahu
tentang ikterus tetapi tidak mengetahui bagaimana perawatannya dan 1 ibu tidak
ada tanggapan sama sekali tentang ikterus pada bayi baru lahir.
15

Bila dilihat dari distribusi yang bersumber dari kesehatan kabupaten diketahui
jumlah bayi lahir mati di Aceh sebanyak 826 jiwa dan jumlah lahir hidup sebanyak
103.206 jiwa, maka angka lahir mati di Aceh tahun 2011 adalah 7,7 per 1.000 LH,
diasumsikan berasal dari fasilitas pelayanan dasar yaitu Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) dan jaringannya serta fasilitas rujukan seperti Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD). Berdasarkan dua indikator tersebut maka AKB
Aceh tahun 2011 sebesar 8/1000 LH dan AKABA sebesar 9,2/1000 LH. Mungkin
angka ini lebih rendah dari perkiraan nasional namun masih dapat dilakukan
penyusuian perhitungan yang aktual dengan sistem kohort, sehingga adjusted
Infant mortality rate dan under five mortality rate dapat mendekati gambaran
kondisi di populasi yang sebenarnya. Angka ini lebih rendah dari AKB nasional
yaitu 32 per 1000 LH (Dinkes, 2011).

Berdasarkan data yang peneliti dapatkan dari rekam medik Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada bulan Januari sampai dengan
Desember 2012 yang mengalami ikterus, hipotermi dan asfiksia sebanyak 140
bayi, baik ikterus fisiologis maupun patologis. Sedangkan berdasarkan hasil
pengambilan data awal yang penulis lakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh, pada bulan Januari 2012 sampai dengan Desember
2012 terdapat 102 bayi yang mengalami ikterus, dimana diantaranya yang
mengalami ikterus fisiologis sebanyak 81 bayi, yang mengalami ikterus patologis
sebanyak 17 bayi dan yang tidak dicatat umur sebanyak 4 bayi.
16

Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan pada 10 orang ibu pasien yang
mengalami ikterus di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Tahun 2013, 7 dari 10 orang ibu memberikan ASI kepada bayinya namun tidak
mengetahui tentang ikterus dan manfaat ASI, sedangkan 3 orang ibu lainnya
memberikan ASI kepada bayinya dan mengetahui tentang ikterus dan manfaat ASI.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
Hubungan Pemberian ASI Dengan Kejadian Ikterus Pada

Bayi Baru Lahir 0-7 Hari Di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin

Banda Aceh.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalah yang diangkat

adalah Adakah Hubungan Pemberian ASI Dengan Kejadian Ikterus Pada

Bayi Baru Lahir 0-7 Hari Di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin

Banda Aceh?

Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru
lahir 0-7 dari di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
17

2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui hubungan ASI terhadap kejadian ikterus Di Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah sakit

Sebagai masukan kepada pihak rumah sakit tentang pencegahan ikterus pada bayi
baru lahir serta penatalaksanaannya melalui konseling dan penyuluhan-penyuluhan
kepada ibu-ibu hamil tentang manfaat ASI.

2. Bagi Peneliti

Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan untuk menambah informasi tentang ikterus


pada bayi baru lahir dan sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut mengenai
hubungan pemberian ASI dengan kejadian ikterus.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat menambah wawasan bagi mahasiswa dan sebagai bahan bacaan diperpustakaan
atau referensi untuk mahasiswa.
18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Ikterus

1. Definisi

Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan
bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5 mg/dl dalam
24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari hepar, sistem biliary,
atau sistem hematologi (Jejeh, 2010). Menurut Nur Muslihatum (2010) Ikterus adalah
kuning pada kulit atau organ lain akibat penumpukan bilirubin dimana pada bayi baru
lahir terbagi menjadi ikterus fisiologis dan patologis.

Warna kuning pada kulit bayi dan organ-organ lain akibat akumulasi bilirubin diberi
istilah jaundis atau ikterus. Jaundis pada bayi baru lahir, suatu tanda umum masalah
yang potensial, terutama disebabkan oleh bilirubin tidak terkonyugasi, produk
pemecahan hemoglobin (Hb) setelah lepas dari sel-sel darah merah (SDM) yang telah
dihemolisis. Tantangan pada neonatal adalah membedakan jaundis fisiologis dari
kondisi patologis klinis yang serius. Walaupun kuning pada bayi baru lahir
merupakan keadaan yang relatif tidak
19

berbahaya, tetapi pada usia inilah kadar bilirubin yang tinggi dapat menjadi Toksin
dan berbahaya terhadap sistim saraf pusat bayi (Bobak, 2006).

2. Ikterus Fisiologis

Ikterus fisiologis adalah warna kuning yang terjadi pada kulit bayi yang timbul
pada hari ke 2-3 setelah bayi lahir, yang tidak mempunyai dasar patologis dan
akan menghilang dengan sendirinya pada hari ke-10 (Nursalam, 2005). Pada bayi
baru lahir terbagi menjadi ikterus fisiologis dan ikterus patologis. Ikterus fisiologis
timbul pada hari kedua dan ketiga serta tidak mempunyai dasar patologis atau
tidak ada potensi menjadi kern-ikterus (Nur Muslihatum, 2010).

Pada ikterus fisiologis, sebagian besar bilirubin merupakan bilirubin tak


terkonyugasi dan bayi dalam keadaan umum yang baik. Keadaan ini bervariasi
antara satu bayi dengan bayi lainnya (Hull, 2008).

Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin


serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan
sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai
berikut: kadar bilirubin serum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5
kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun kembali dalam minggu
pertama kelahiran setelah bayi lahir. Kadang dapat muncul peningkatan kadar
bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonjugasi < 2 mg/dL (HTA
Indonesia, 2004).
20

Terdapat beberapa perbedaan tanda dan gejala antara ikterus fisiologis dan ikterus
patologis. Tanda tanda ikterus fisiologis, adalah timbul pada hari kedua dan
ketiga, kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg % pada neonatus cukup bulan
dan 2,5 mg % untuk neonatus kurang bulan, kecepatan peningkatan kadar bilirubin
tidak melebihi 5 mg % serta ikterus menghilang pada hari ke 10 dan tidak
berhubungan dengan keadaan patologis ( Nur Muslihatun, 2010).

Prinsip utama ikterus fisiologis adalah (Roy Meadow, 2005)

Kuning tidak terlihat pada 24 jam pertama

Bayi tetap sehat

Serum bilirubin tidak mencapai kadar yang harus mendapat perawatan

Kuning hilang dalam 14 hari.

3. Ikterus Patologis

Ikterus patologis yaitu ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar
bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia (Jejeh, 2010).

Ikterus dikatakan Patologis bila (Roy Meadow, 2005)

Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama

Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5
mg% pada neonatus kurang bulan.

Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.

Ikterus menetap susudah 2 minggu pertama.


21

Kadar bilirubin direct melebihi 1 mg%.

Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

4. Penyebab Ikterus Pada Bayi Baru Lahir

Kuning pada bayi baru lahir paling sering timbul karena fungsi hati masih belum
sempurna untuk membuang bilirubin dari aliran darah. Kuning juga biasa terjadi
karena beberapa kondisi klinis, diantaranya adalah (Gusliham, 2009):

Ikterus fisiologis merupakan bentuk yang paling sering terjadi pada bayi baru
lahir. Jenis bilirubin yang menyebabkan pewarnaan kuning pada ikterus disebut
bilirubin tidak terkunjugasi, merupakan jenis yang tidak mudah dibuang dari tubuh
bayi. Hati bayi akan mengubah bilirubin ini menjadi bilirubin terkonjugasi yang
lebih mudah dibuang oleh tubuh. Hati bayi baru lahir masih belum matang
sehingga masih belum mampu untuk melakukan pengubahan ini dengan baik
sehingga akan terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam darah yang ditandai
sebagai pewarnaan kuning pada kulit bayi. Bila kuning tersebut murni disebabkan
oleh faktor ini maka disebut sebagai ikterus fisiologis.

Breastfeeding jaundice, dapat terjadi pada bayi yang mendapat air susu ibu (ASI)
eksklusif. Terjadi akibat kekurangan ASI yang biasanya timbul pada hari kedua
atau ketiga pada waktu ASI belum banyak dan biasanya tidak memerlukan
pengobatan.
22

Ikterus ASI ( breastmilk jaundice), berhubungan dengan pemberian ASI dari


seorang ibu tentu dan biasanya akan timbul pada bayi yang disusukannya
bergantung pada kemampuan bayi tersebut mengubah bilirubin indirek. Jarang
mengancam jiwa dan timbul setelah 4-7 hari pertama dan berlangsung lebih lama
dari ikterus fisiologis yaitu 3-12 minggu.

Ikterus pada bayi baru lahir akan terjadi pada kasus ketidak cocokan golongan
darah (inkompatibilitas ABO) dan rhesus (inkompatibilitas rhesus) ibu dan janin.
Tubuh ibu akan memproduksi antibodi yang akan menyerang sel darah merah
janin sehingga akan menyebabkan pecahnya sel darah merah sehingga akan
meningkatkan pelepasan bilirubin dari sel darah merah.

Lebam pada kulit kepala bayi yang disebut dengan sefalhematom dapat timbul
dalam proses persalinan. Lebam terjadi karena penumpukan darah beku di bawah
kulit kepala. Secara alamiah tubuh akan menghancurkan bekuan ini sehingga
bilirubin juga akan keluar yang mungkin saja terlalu banyak untuk dapat ditangani
oleh hati sehingga timbul kuning.

Ibu yang menderita diabetes dapat mengakibatkan bayi menjadi kuning.

5. Patofisiologi

Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksin dan harus dikeluarkan oleh
tubuh. Sebagian besar hasil bilirubin berasal dari degredasi hemoglobin darah dan
sebagian lagi berasal dari hem bebas atau dari proses eritropoesis yang tidak
efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang
menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang
23

mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa. Zat ini sulit
larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karena mempunyai sifat lipofilik yang
sulit diekskresi dan mudah melalui membrane biologis seperti plasenta dan sawar
darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan
dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin
terikat dengan oleh reseptor membrane sel hati dan masuk ke dalam sel hati.
Segara setelah ada dalam sel hati, terjadi persenyawaan dengan ligandin (protein
Y, protein-Z, dan glutation hati lain yang membawanya ke reticulum endoplasma
hati, tempat terjadinya proses konjugasi (Jejeh, 2010).

6. Gejala

Gejala ikterus , antara lain : warna kulit tubuh tampak kuning, paling baik
pengamatan dengan cahaya matahari dan menekan sedikit kulit untuk
menghilangkan warna karena pengaruh sirkulasi darah. Derajat ikterus ditentukan
dengan melihat kadar bilirubin direk dan indirek, atau secara klinis menurut
Kremer di bawah sinar biasa (day-light). Gejala klinis kern-ikterus pada
permulaannya tidak jelas, antara lain: bayi tak mau menghisap, latergi, mata
berputar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang, tonus otot
meninggi, leher kaku dan epistotonus (Nur Muslihatum, 2010).

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ikterus bergantung pada kondisi ikterus tersebut masih berada


dalam batas normal untuk ikterus fisiologis atau merupakan indikasi proses
patofisiologis. Ikterus fisiologis lebih umum terjadi pada beberapa
24

situasi. Bayi keturunan Asia memiliki insiden ikterus yang tinggi dan bayi
Amerika - Afrika memiliki insiden yang rendah. Bayi yang disusui oleh ibu
memiliki inseden ikterus fisiologis yang lebih tinggi dari pada bayi yang
menggunakan susu botol (Varney, 2007).

Tindakan dan pengobatan untuk mengatasi masalah ikterus fisiologis adalah


dengan mengajarkan ibu dan keluarga cara menyinari bayi dengan cahaya
matahari (Nur Muslihatun, 2010):

Sinari bayi dengan cahaya matahari pagi jam 07.00 - 08.00 sampai 2 - 4 hari

Atur posisi kepala bayi agar wajah tidak langsung menghadap ke cahaya
matahari.

Lakukan penyinaran selama 30 menit, 15 menit bayi dalam posisi terlentang, 15


menit bayi dalam posisi terlungkup.

Lakukan penyinaran pada kulit seluas mungkin dan bayi tidak memakai pakaian
(terlanjang).

Lakukan asuhan perawatan dasar pada bayi muda.

Beri penjelasan ibu kapan sebaiknya bayi dibawa ke petugas kesehatan.

Beri penjelasan ibu kapan kunjungan ulang, setelah hari ke-7.

Tujuan utama penatalaksanaan ikterus neonatal adalah untuk

mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat
menimbulkan kernikterus / ensofalopati biliaris, serta mengobati penyebab
langsung ikterus tersebut. Pengendalian bilirubin juga dapat dilakukan dengan
mengusahakan agar kunjugasi bilirubin dapat dilakukan dengan
25

mengusahankan mempercepat proses konjugasi. Hal ini dapat dilakukan dengan


merangsang terbentuknya glukoronil trasferase dengan pemberian obat seperti
luminal atau fenobarbital (Jejeh, 2010).

Menurut Nur 2010, cara pengendalian ikterus yang dapat dilkukan adalah
mestikulasi konjugasi bilirubin, misalnya dengan glukosa atau pemberian
albumin, menambah zat-zat yang kurang dalam transportasi dan metabolisme
bilirubin, misalnya albumin dan glukose, melakukan fatoisomerisasi dengan
terapi sinar, membatasi siklus entrohepatik, misalnya dengan memberikan
minum oral secara dini, pemberian kolesteramin (questran), mengeluarkan
bilirubin secara mekanis dengan transfusi tukar, serta mengatasi penyebab bila
mungkin.

(Gusliham, 2009) menyebutkan penanganan ikterus pada bayi terdiri

dari:

Penanganan sendiri di rumah

Berikan ASI yang cukup 8 sampai 12 kali sehari.

Sinar matahari dapat membantu memecah Bilirubin sehingga lebih mudah


diproses oleh hati.

Tempatkan bayi dekat dengan jendela terbuka untuk mendapatkan matahari


pagi antara jam 7 sampai jam 8 pagi agar bayi tidak kepanasan, atur posisi
kepala agar wajah tidak menghadap matahari langsung.

Lakaukan penyinaran selama 30 menit, 15 menit terlentang dan 15 menit


terkurap. Usahakan kontak sinar dengan kulit seluas mungkin, oleh
26

karena itu bayi tidak memakai pakaian atau terlanjang tetapi hati-hati

jangan sampai kedinginan.

Terapi Medis

Dokter akan memutuskan untuk melakukan terapi sinar Photo therapi sesuia dengan
peningkatan kadar bilirubin pada nilai tertentu berdasarkan usia bayi dan apakah bayi
cukup bulan atau Prematur. Bayi akan ditempatkan di bawah sinar khusus. Sinar ini
akan mampu untuk menembus kulit bayi akan mengubah bilirubun menjadi
Lumirubin yang lebih mudah oleh tubuh bayi. Selama terapi sinar penutup khusus
akan dibuat untuk melindungi mata.

Jika terapi sinar yang standar tidak menolong untuk menurunkan kadar

Bilirubin, maka bayi akan ditempatkan pada selimut Fiber Optic atau terapi sinar
ganda atau Triple.

Jika gagal dengan terapi sinar maka dilakukan Transfuse tukar yaitu penggantian
darah bayi dengan darah donor.

ASI

Pengertian ASI
dibutuhkan selama enam bulan pertama
Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi kehidupan bayi. Namun, ada kalanya
alamiah terbaik bagi bayi karena seorang ibu mengalami masalah
mengandung kebutuhan energi dan zat yang
27

dalam pemberian ASI. Kendala yang utama adalah karena produksi ASI tidak
lancar (Saleha, 2009).

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik bagi bayi karena mengandung zat
gizi paling sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan serta ASI juga
mengandung zat kekebalan tubuh yang sangat berguna bagi kesehatan bayi dan
kehidupan selanjutnya (Maryunani, 2010).

ASI adalah suatu emulasi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan garam
organik yang disekresi oleh kedua kelenjar payudara ibu dan merupakan makan
terbaik untuk bayi. Selain memenuhi segala kebutuhan makanan bayi baik gizi,
imunologi, atau lainnya sampai pemberian ASI memberi kesempatan bagi ibu
mencurahkan cinta kasih serta perlindungan kepada anaknya (Bahiyatun, 2009).

Air Susu Ibu adalah makanan terbaik untuk bayi sebagai anugerah Tuhan yang
nilainya tidak dapat digantikan oleh apapun juga. Pemberian ASI ikut
memegang peranan dalam menghasilkan manusia yang berkualitas (Muaris,
2006).

ASI sebagai makanan alamiah adalah makanan terbaik yang dapat diberikan
oleh seorang ibu pada anak yang baru dilahirkannya. Komposisinya berubah
sesuai dengan kebutuhan bayi yang sangat berguna bagi kesehatan bayi dan
kehidupan selanjutnya (Maryunani, 2010).

ASI sebagai makanan alamiah adalah makanan terbaik yang dapat diberikan
oleh seorang ibu pada anak yang baru dilahirkannya. Komposisinya
28

berubah sesuai dengan kebutuhan bayi pada setiap saat, yaitu kolostrum pada hari
pertama sampai 4-7 hari, dilanjutkan dengan ASI peralihan sampai 3-4 minggu,
selanjutnya ASI matur. ASI yang keluar pada permulaan menyusu (foremilk = susu
awal) berbeda dengan ASI yang keluar pada akhir penyusuan (bindmilk = susu
akhir). ASI yang diproduksi ibu yang melahirkan prematur komposisinya juga
berbeda dengan ASI yang dihasilkan oleh ibu melahirkan cukup bulan. Selain itu,
ASI juga mengandung zat pelindung yang dapat melindungi bayi dari berbagai
penyakit infeksi (Prawirohardjo, 2009).

ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberikan ASI saja, tanpa tambahan cairan lain,
seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tambahan makanan padat
seperti pisang, pepaya, bubur susu, biscuit, bubur nasi dan tim. Kecuali obat,
vitamin, mineral dan ASI yang diperas (Maryunani, 2010).

Manfaat ASI

a. Manfaat ASI bagi bayi menurut Sunar (2009)

Ketika bayi berusia 6-12 bulan, ASI bertindak sebagai makanan utama bayi,
karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi. Guna memenuhi semua
kebutuhan bayi, maka ASI perlu ditambah dengan Makanan Pendampin ASI (MP-
ASI). Setelah berumur 1 tahun, meskipun ASI hanya bisa memenuhi 30% dari
kebutuhan bayi, pemberian ASI tetap dianjurkan karena masih memberikan
manfaat bagi bayi.
29

ASI memang terbaik untuk bayi manusia, sebagaimana susu sapi yang
terbaik untuk bayi sapi.

ASI merupakan komposisi makanan ideal untuk bayi.

Para dokter menyepakati bahwa pemberian ASI dapat mengurangi risiko


infeksi lambung dan usus, sembelit, serta alergi.

Bayi yang diberi ASI lebih kebal terhadap penyakit ketimbang bayi yang
tidak memperoleh ASI. Ketika ibu tertular penyakit melalui makanan, seperti
gastroenteritis atau polio, maka antibodi ibu terhadap penyakit akan
diberikan kepada bayi melalui ASI.

Bayi yang diberi ASI lebih mampu menghadapi efek penyakit kuning.
Jumlah bilirubin dalam darah bayi banyak berkurang seiring diberikannya
kolostrum yang dapat mengatasi kekuningan, asalkan bayi tersebut disusui
sesering mungkin dan tidak diberi pengganti ASI.

ASI selalu siap sedia ketika bayi menginginkannya. ASI pun selalu dalam
keadaan steril dan suhunya juga cocok.

Dengan adanya kontak mata dan badan, pemberian ASI semakin


mendekatkan hubungan antara ibu dan anak. Bayi merasa aman, nyaman,
dan terlindungi. Hal ini mempengaruhi kemapanan emosinya di masa depan.

Apabila bayi sakit, ASI adalah makanan yang terbaik untuk diberikan
kepadanya, karena ASI sangat mudah dicerna. Dengan mengonsumsi ASI,
bayi semakin cepat sembuh.
30

Bayi yang lahir prematur lebih cepat tumbuh jika diberi ASI. Komposisi ASI
akan teradaptasi sesuai kebutuhan bayi. ASI bermanfaat untuk menaikkan berat
badan dan menumbuhkan sel otak pada bayi prematur.

Beberapa penyakit yang jarang menyerang bayi yang diberi ASI antara lain
kolik, kematian bayi secara mendadak atau SIDS (Sudden Infant Death
Syndrome), eksem, dan ulcerative colitis.

IQ pada bayi yang memperoleh ASI lebih tinggi 7-9 poin ketimbang bayi yang
tidak diberi ASI. Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 1997, kepandaian
anak yang diberi ASI pada usia 9,5 tahun mencapai 12,9 poin lebih tinggi dari
pada anak yang minum susu formula.

Menyusui bukanlah sekedar memberi makan, tetapi juga mendidik anak.


Sambil menyusui, ibu perlu mengelus bayi dan mendekapnya dengan hangat.
Tindakan ini bisa memunculkan rasa aman pada bayi, sehingga kelak ia akan
memiliki tingkat emosi dan spiritual yang tinggi. Hal itu terjadi dasar bagi
pembentukan sumber daya manusia yang lebih baik, yang menyayangi orang
lain.

Manfaat ASI bagi ibu menurut Dwi sunar (2009)

Isapan bayi dapat membuat rahim menciut, mempercepat kondisi ibu untuk
kembali ke masa prakehamilan, serta mengurangi risiko pendarahan.

Lemak di sekitar panggul dan paha yang ditimbun pada masa kehamilan
berpindah ke dalam ASI, sehingga ibu lebih cepat langsing kembali.
31

Resiko terkena kanker rahim dan kanker payudara pada ibu yang menyusui bayi
lebih rendah ketimbang ibu yang tidak menyusui bayi.

Menyusui bayi lebih menghemat waktu, karena ibu tidak perlu menyiapkan dan
mensterilkan botol susu, dot, dan lain sebagainya.

ASI lebih praktis lantaran ibu bisa berjalan-jalan ke luar rumah tanpa harus
membawa banyak perlengkapan, seperti botol, kaleng susu formula, air panas,
dan lain-lain.

ASI lebih murah, karena ibu tidak perlu membeli susu formula beserta
perlengkapannya.

ASI selalu bebas kuman, sedangkan campuran susu formula belum tentu steril.

Ibu yang menyusui bayinya memperoleh manfaat fisik dan emosional.

ASI tidak akan basi, karena senantiasa diproduksi oleh pabriknya di wilayah
payudara. Bila gudang ASI telah kosong, ASI yang tidak dikeluarkan akan
diserap kembali oleh tubuh ibu. Jadi, ASI dalam payudara tidak pernah basi,
sehingga ibu tidak perlu memerah dan membuang ASI-nya sebelum menyusui.

Manfaat ASI bagi keluarga menurut Sunar (2009)

Tidak perlu menghabiskan banyak uang untuk membeli susu formula, botol
susu, serta kayu bakar atau minyak tanah untuk merebus air, susu, dan
peralatanya.
32

Jika bayi sehat, berarti keluarga mengeluarkan lebih sedikit biaya guna perawatan
kesehatan.

Penjarangan kelahiran lantaran efek kontrasepsi LAM dari ASI eksklusif.

Jika bayi sehat, berarti menghemat waktu keluarga.

Menghemat tenaga keluarga karena ASI selalu siap tersedia.

Keluarga tidak perlu repot membawa botol susu, susu formula, air panas, dan lain
sebagainya ketika bepergian.

d. Manfaat ASI bagi masyarakat dan Negara menurut Dwi Sunar (2009)

Menghemat devisa Negara lantaran tidak perlu mengimpor susu formula dan
peralatannya.

Bayi sehat membuat Negara lebih sehat.

Penghematan pada sektor kesehatan, karena jumlah bayi yang sakit hanya sedikit.

Memperbaiki kelangsungan hidup anak dengan menurunkan angka kematian.

Melindungi lingkungan lantaran tidak ada pohon yang digunakan sebagai kayu
bakar untuk merebus air, susu, dan peralatannya.

ASI merupakan sumber daya yang terus-menerus diproduksi.

Keuntungan ASI

Beberapa keuntungan yang diperoleh bayi dari mengkonsumsi ASI

(Bahiyatun, 2009) :
33

ASI mengandung semua bahan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan


perkembangan bayi.

Dapat diberikan di mana saja dan kapan saja dalam keadaan segar, bebas bakteri,
dan dalam suhu yang sesuai, serta tidak memerlukan alat bantu.

Bebas dari kesalahan dalam penyediaan.

Problem kesulitan pemberian makanan bayi jauh lebih sedikit dari pada bayi yang
mendapatkan susu formula.

Mengandung zat anti yang berguna untuk mencegah penyakit infeksi usus dan alat
pencernaan.

Mencegah terjadinya keadaan gizi yang salah (marasmus, kelebihan makanan, dan
obesitas).

Keuntungan pemberian ASI (Buku Acuan & Panduan, 2007)):

Mempromosikan keterikatan emosional ibu dan bayi.

Memberikan kekebalan pasif yang segera kepada bayi melalui kolostrum.

Merangsang kontraksi uterus.

Air Susu Menurut Stadium Laktasi

Kolostrum

Kolostrum mengandung sel darah putih dan antibodi yang paling tinggi dari pada
ASI sebenarnya, khususnya kandungan immunoglobulin A (IgA), yang membantu
melapisi usus bayi yang masih rentan dan mencegah kuman memasuki bayi. IgA
juga membantu dalam mencegah bayi
34

mengalami alergi makanan. Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali


disekresi oleh kelenjar payudara (Saleha, 2009).

Berikut ini adalah manfaat dari kolostrum (Bahiyatun, 2009):

Merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar payudara,


mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat dalam alveoli
dan duktus dari kelenjar payudara sebelum dan setelah masa puerperium.

Disekresi oleh kelenjar payudara dari hari ke-1 sampai hari ke-3

Komposisi dari kolostrum ini dari hari ke hari selalu berubah.

Merupakan cairan viskus kental dengan warna kekuning-kuningan dan lebih


kuning dari pada susu yang matur.

Merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan mekonium dari usus


bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi
bagi makanan yang akan datang.

Lebih banyak mengandung protein dari pada ASI yang matur, tetapi berbeda
dari ASI yang matur. Dalam kolostrum, protein yang utama adalah globulin
(gamma globulin).

Lebih banyak mengandung antibodi dari pada ASI yang matur. Selain itu,
dapat memberikan perlindungan bayi sampai umur 6 bulan.

Kadar karbohidrat dan lemak lebih rendah dari pada ASI yang matur.

Mineral (terutama natrium, kalium, dan klorida) lebih tinggi daripada susu
matur.
35

Total energi rendah jika dibandingkan dengan susu matur (hanya 58 kal/100 ml
kolostrum).

Vitamin yang larut dalam lemak lebih tinggi dari pada ASI yang matur,
sedangkan vitamin yang larut dalam air dapat lebih tinggi atau lebih rendah.

Bila dipanaskan akan menggumpal, sedangkan ASI matur tidak

pH lebih alkalis dari pada ASI yang matur.

Lipidnya lebih banyak mengandung kolesterol dan lesitin dari pada ASI yang
matur.

Terdapat tripsin inhibitor sehingga hidroloisis protein yang ada di dalam usus
bayi menjadi kurang sempurna. Hal ini akan lebih banyak menambah kadar
antibodi pada bayi.

Volume berkisar 150-300 ml/24 jam. b. Air Susu Masa Peralihan

Ciri dari air susu masa peralihan adalah sebagai berikut (Saleha,

2009)

Merupakan ASI peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI yang matur.

Disekresi dari hari ke-4 sampai hari ke-10 dari masa laktasi, tetapi ada pula
pendapat yang mangatakan bahwa ASI matur baru terjadi pada minggu ke-3
sampai minggu ke-5.
36

Kadar protein makin rendah, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin
tinggi.

Volumenya juga akan makin meningkat.

Table 2.1 Komposisi ASI menurut penyelidikan dari I.S. Kleiner dan

J.M. Osten.

Waktu
Protein
Karbohidrat
Lemak

Hari ke-5
2,00
6,42
3,2

Hari ke-9
1,73
6,73
3,7

Minggu ke-34
1,30
7,11
4,0

c. Air Susu Matur

Adapun ciri susu matur adalah sebagai berikut (Soleha, 2009)

Merupakan ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya, komposisi
relatif konstan (ada pula yang mengatakan bahwa komposisi ASI relatif konstan
baru dimulai pada minggu ke-3 sampai minggu ke-5).

Pada ibu yang sehat, maka produksi ASI untuk bayi akan tercukupi, ASI ini
merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan cukup untuk bayi
sampai usia 6 bulan.

Merupakan suatu cairan bewarna putih kekuning-kuningan yang diakibatkan


warna dari garam kalsium caseinat, riboflavin, dan karoten yang terdapat di
dalamnya.

Tidak mengumpulkan jika dipanaskan.


37

Terdapat antimikrobial faktor, anatara lain sebagai berikut.

Antibodi terdapat bakteri dan virus.

Sel (fagosit, granulosit, makrofag, dan limfosit tipe T).

Enzim (lizisim, laktoperoksidase, lipase, katalase, fosfatase, amylase,


fosfodieterase, dan alkalin fosfatase).
Protein (laktoferin, B12 binding protein.

Resistance faktor terhadap stafilokokus

Komplemen

Interferon producing cell (sel penghasil interferon)

Sifat biokimia yang khas, kapasitas buffer yang rendah dan adanya faktor
bifidus.

Hormon-hormon.
38

C. Kerangka Teoritis

Dalam penelitian ini dikemukakan oleh para ahli tentang Kejadian Ikterus Fisiologis,
Ikterus Fisiologis dipengaruhi oleh pemberian ASI, yaitu:

Menurut Gusliham (2009)

Pemberian ASI

Menurut Nur Muslihatun

Ikterus Fisiologis

(2010)

ASI

Menurut Dwi Sunar (2009)

Bayi yang diberikan ASI


Gambar 2.1 Kerangka Teoritis
39

BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Menurut Gusliham (2009) salah satu penyebab ikterus adalah akibat kekurangan ASI
yang biasanya timbul pada hari kedua atau ketiga pada waktu ASI belum banyak dan
biasanya tidak memerlukan pengobatan. Jarang mengancam jiwa dan timbul setelah
4-7 hari pertama dan berlangsung lebih lama dari ikterus fisiologis yaitu 3-12
minggu. Berdasarkan teori tersebut maka dapat disusun sebuah kerangka konsep
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Variabel Independen
Variabel Dependen

Pemberian ASI

Ikterus Fisiologis

Gambar: 3.1. Kerangka Konsep


40

B. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional

N
Variable
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil
Skala

Operasional

Ukur
Ukur

Variabel Dependen
1
Ikterus
Warna
Menyebarkan
Kuesioner
- Positif
Ordinal

kuning yang
kuesioner

- Negatif

terjadi pada
dengan kategori:

kulit dan
- Positif:
bila

selaput mata
warna kuning

bayi karena

terlihat
pada

penumpukan

24
jam
kadar

pertama

bilirubin

setelah
bayi

dalam darah.

lahir.
- Negatif:
bila

terlihat
warna

kuning
tidak

dalam
waktu
24
jam

pertama

setelah
bayi

lahir.

Variabel Independen
2.
Pemberian
Air susu ibu
Menyebarkan
Kuesioner
- Sering
Ordinal

ASI
yang
kuesioner

- Tidak

diberikan ibu
dengan kategori:

Sering

kepada
- Sering : bila

bayinya dari
umur 0 hari
- Tidak Sering :

sampai 2

bila

tahun.
41

C. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka, maka hipotesis penelitian ini adalah:

Ha : Ada hubungan antara pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru
lahir 0 7 hari di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
tahun 2013.
42

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu untuk mengetahui
hubungan pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-7 hari di
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013.

Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi yang mengalami ikterus dari umur
0-7 hari di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Tahun 2013 yang
berjumlah 102 bayi.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah bayi yang mengalami ikterus 0-7 hari di ruang
NICU Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013.
Pengumpulan sampel menggunakan teknik purposive sampling, dimana sampel
dipilih berdasarkan pertimbangan peneliti sendiri berdasarkan ciri atau sifat - sifat
populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoadmodjo, 2005).

Untuk menentukan besarnya sampel dari populasi, peneliti menggunakan rumus


Slovin (Natoatmodjo, 2005)
43

n=

Keterangan :

N = besar populasi n = besar sampel

d = derajat kepercayaan 10% (0,1)

Maka :

n=

n=

n=n=
n = 50,49 = 51sampel

Maka sampel dalam penelitian ini berjumlah 51 responden

Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh Tahun 2013.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 22 Juli 22 Agustus

2013.
44

Pengumpulan Data

1. Tehnik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data

sekunder adalah data yang diperoleh pada saat penulis melakukan penelitian,
sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Daerah
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013.

2. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berjumlah 5

pertanyaan tentang pemberian ASI dan 2 pertanyaan tentang ikterus, (Arikunto, 2006)
yaitu:

1. Untuk mengetahui pemberian ASI pada bayi ikterus dikelompokkan menjadi

2 kategori:

-
Positif
:
Bila
warna kuning
terlihat pada 24 jam pertama

setelah bayi lahir.

-
Negatif
:
Bila
tidak terlihat
warna kuning dalam waktu 24
jam
pertama setelah bayi lahir.

Untuk mengetahui kejadian ikterus pada bayi dikelompokkan menjadi 2 kategori:


a.
Sering
:
Bila

b.
Tidak Sering
:
Bila

45

Instrumen penelitian ini digunakan skala Guttman dan pada umumnya dibuat seperti
checklist dengan interpretasi penilaian, apabila skor benar nilainya 1 dan apabila salah
nilainya 0 (Hidayat, 2011).

Pengolahan Data dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Menurut Arikunto, (2006), metode pengolahan data dilakukan melalui suatu proses
dengan tahapan sebagai berikut:

Editing (memeriksa)

Yaitu pengecekan kembali kelengkapan jawaban langsung setelah kuesioner diisi oleh
responden yang bertujuan untuk memeriksa kelengkapan isian data pada kuesioner.

Coding (memberi kode)

Yaitu memberi tanda kode terhadap kuesioner yang telah di isi dengan tujuan untuk
memudahkan proses pengolahan data selanjutnya.

Transfering (mentransfer data)

Yaitu data yang telah diberi kode disusun secara berurutan dari responden pertama
sampai responden terakhir untuk dimasukkan kedalam tabel sesuia dengan variable
yang diteliti.

Tabulating (data bentuk tabel)

Yaitu pengelompokan responden yang telah dibuat pada tiap-tiap variabel yang diukur
dan selanjutnya dimasukkan kedalam tabel distribusi frekuensi.
46

Analisis Data

a. Analisis Univariat

Menurut Budiarto, (2002) Data yang diperoleh dari kuesioner dimasukkan dalam
distribusi frekuensi, kemudian ditentukan persentase untuk tiap-tiap kategori.
Rumus yang dipakai untuk menghitung rata-rata yaitu:

Keterangan:

nilai rata-rata semua responden


= nilai semua responden

= jumlah sampel (populasi)

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui frekuensi dari masing-masing variabel


yang telah diteliti dengan menggunakan table

distribusi frekuensi. Untuk perhitungan persentase dari masing-masing variabel


digunakan rumus (Mochfoedz, 2009):

p=

Keterangan:

P = persentase

F1 = frekuensi
N = sampel

100% = bilangan tetap


47

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis hasil dari variabel independen yang diduga
mempunyai hubungan dengan variabel dependen. Untuk menguji hipotesis
dilakukan analisis computer dengan uji chi-square dengan menggunakan
program system computer yaitu program SPSS (Sistem Product and Service
Solusion) pada tingkat kepercayaan = 0,05.

Ha di tolak : jika p value > 0,05 artinya tidak ada hubungan variabel
independen dengan variabel dependen.

Ha di terima : jika p value < 0,05 artinya ada hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen.

2
Untuk menentukan p-value Chi-Square Tes (X ) tabel, memiliki

ketentuan sebagai berikut (Hastono, 2006):

2
Bila Chi-Square Tes (x ) tabel terdiri dari tabel 2x2 dijumpai nilai ekspantasi
(E) < 5, maka p-value yang digunakan adalah nilai yang terdapat pada nilai
Fisher Exact Test.

2
Bila Chi-Square Tes (x ) tabel terdiri dari tabel 2x2 tidak dijumpai nilai
ekspantasi (E) < 5, maka p-value yang digunakan adalah nilai yang terdapat
pada nilai Continuity Correction.

2
Bila Chi-Square Tes (x ) tabel terdiri dari tabel 2x2, contohnya tabel 3x2, 3x3
dan sebagainya, maka p-value yang digunakan adalah nilai yang terdapat pada
nilai Pearson Chi-Square.
48

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin merupakan rumah sakit pemerintah
yang beralamat di Jln. Tgk. H.M. Daud Beureueh Nomor 108 Banda Aceh, memiliki
2 2
luas area 196.480 m dengan luas bangunan 25.760 m . Rumah sakit ini berdiri pada
tanggal 22 Februari 1979 dan merupakan rumah sakit kelas
A sesuai dengan keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor:

1062/Menkes/Sk/2011, tentang peningkatan kelas Rumah Sakit Umum Daerah dr.


Zainoel Abidin pada tanggal 1 juni 2011.

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin menawarkan pelayanan kesehatan
yang luas serta menyediakan pelayanan kesehatan baik rawat jalan, rawat inap serta
medical check up. Selain itu, Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin sudah
terakreditasi 16 pelayanan dari departemen kesehatan Republik Indonesia meliputi :
administrasi manajemen, pelayanan medis, pelayanan gawat darurat, pelayanan
keperawatan, rekam medis, farmasi, K3, radiologi, laboratorium, kamar operasi,
pengendalian infeksi rumah sakit, perinatal, resiko tinggi, pelayanan rehabilitsi
medik, pelayanan gizi, pelayanan intensif dan pelayanan darah.
49

B. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan mulai tanggal 22 Juli s/d 22
Agustus 2013 terhadap bayi-bayi yang baru lahir yang mengalami ikterus di Ruang
Nicu dan Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
dengan jumlah 51 bayi hal ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemberian ASI
dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0 7 hari, maka penelitian tersebut
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sebagai berikut.

Analisis Univariat

1. Pemberian ASI

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Pada Responden Di Rumah Sakit Umum


Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013

No.
Pemberian ASI
Frekuensi
Persentase (%)

1
Tidak Sering
16
31,4

2.
Sering
35
68,6
Total
51
100

Sumber : Data Primer (22 Juli sampai dengan 22 Agustus 2013)

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa dari 51 responden mayoritas berada
pada kategori sering melakukan pemberian ASI yaitu sebanyak 35 responden (68,6
%).
50

2. Ikterus

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Ikterus Pada Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah


dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013

No.
Ikterus
Frekuensi
Persentase (%)

1
Positif
31
60,8

2.
Negatif
20
39,2

Total
51
100
Sumber : Data Primer (22 Juli sampai dengan 22 Agustus 2013)

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa dari 51 responden mayoritas berada
pada kategori positif mengalami ikterus yaitu sebanyak 31 responden (60,8 %).

b. Analisa Bivariat

Berdasarkan hasil tabel distribusi frekuensi, dilakukan analisa data bivariat dengan
menggunakan program komputer SPSS For Windows untuk melihat hubungan
pemberian ASI dengan kejadian Ikterus Pada Bayi Baru Lahir 0-7 hari di Rumah
Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2013.
51

a. Hubungan Pemberian ASI Dengan Kejadian Ikterus

Tabel 5.3

Hubungan Pemberian ASI Dengan Kejadian Ikterus Pada Bayi Baru

Lahir 0-7 Hari Di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh

Tahun 2013

No.
Pemberian

Ikterus

Total
p-

ASI

Value

Positif
Negatif
f
%
f
%
F
%

1
Tidak
14
87,5
2
12,5
16
100

Sering

0,020
2
Sering
17
48,6
18
51,4
35
100

Total
31

20

51
100
Sumber : Data Primer (22 Juli sampai dengan 22 Agustus 2013)

Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 16 responden yang tidak sering
melakukan pemberian ASI ternyata sebanyak 87,5% positif mengalami ikterus.
Sedangkan dari 35 responden yang sering melakukan pemberian ASI ternyata
mayoritas 51,4% negatif mengalami ikterus.

Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square menghasilkan nilai p value =


0,020. Sehingga didapatkan bahwa p < 0,05 yang artinya Ha diterima atau
terdapat hubungan antara pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi
baru lahir 0-7 hari.
52

Pembahasan

a. Hubungan Pemberian ASI dengan Kejadian Ikterus

Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 16 responden yang tidak sering
melakukan pemberian ASI ternyata sebanyak 87,5% positif mengalami ikterus.
Sedangkan dari 35 responden yang sering melakukan pemberian ASI ternyata
mayoritas 51,4% negatif mengalami ikterus.

Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square menghasilkan nilai p value =


0,020. Sehingga didapatkan bahwa p < 0,05 yang artinya Ha diterima atau terdapat
hubungan antara pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-7
hari.

ASI adalah suatu emulasi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan garam organik
yang disekresi oleh kedua kelenjar payudara ibu dan merupakan makan terbaik untuk
bayi. Selain memenuhi segala kebutuhan makanan bayi baik gizi, imunologi, atau
lainnya sampai pemberian ASI memberi kesempatan bagi ibu mencurahkan cinta
kasih serta perlindungan kepada anaknya (Bahiyatun, 2009).

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang di sampaikan oleh Sunar (2009) yaitu
salah satu manfaat pemberian ASI bagi bayi adalah menjadikan bayi yang diberi ASI
lebih mampu menghadapi efek penyakit kuning (ikterus). Jumlah bilirubin dalam
darah bayi banyak berkurang seiring diberikannya
53

kolostrum yang dapat mengatasi kekuningan, asalkan bayi tersebut disusui


sesering mungkin dan tidak diberi pengganti ASI.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitriani
(2012) yang berjudul faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu
tentang ikterus neonatorum di wilayah kerja puskesmas Pidie Kabupaten Pidie
tahun 2012 yang menunjukkan bahwa responden yang berumur dewasa akhir
ternyata memiliki pengetahuan yang kurang tentang ikterus neonatorum yaitu
sebanyak 75%. Berdasarkan analisa statistik menggunakan uji chi-square
didapatkan p value 0,003 yang artinya p = 0,05 sehingga dapat disimpulkan Ha
diterima atau ada pengaruh antara umur terhadap pengetahuan ibu tentang
ikterus neonatorum.

Menurut peneliti, ASI adalah sumber makanan terbaik bagi bayi selain
mengandung komposisi yang cukup sebagai nutrisi bagi bayi, Pemberian ASI
juga dapat meningkatkan dan mengeratkan jalinan kasih sayang antara ibu
dengan bayi serta meningkatkan kekebalan tubuh bagi bayi itu sendiri. Ikterus
merupakan penyakit yang sangat rentang terjadi pada bayi baru lahir, terutama
dalam 24 jam setelah kelahiran, dengan pemberian ASI yang sering, bilirubin
yang dapat menyebabkan terjadinya ikterus akan dihancurkan dan dikeluarkan
melalui urine. Oleh sebab itu, pemberian ASI sangat baik dan dianjurkan guna
mencegah terjadinya ikterus pada bayi baru lahir.
54

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan penelitian dan uji statistik tentang Hubungan pemberian ASI
dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-7 hari di Rumah Sakit Umum Daerah
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013, maka dapat disimpulkan bahwa:

Dari 51 responden mayoritas berada pada kategori sering melakukan pemberian ASI
yaitu sebanyak 35 responden (68,6 %).

Dari 51 responden mayoritas berada pada kategori positif mengalami ikterus yaitu
sebanyak 31 responden (60,8 %).

Ada hubungan pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-7 hari
di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013.

B. Saran

Bagi Rumah sakit

Diharapkan bagi Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin agar terus
meningkatkan pelayanan pada bayi baru lahir yang mengalami ikterus serta
mengadakan konseling dan penyuluhan-penyuluhan kepada ibu-ibu hamil tentang
manfaat ASI untuk mencegah ikterus.
55

5. Bagi Peneliti

Diharapkan dengan adanya penelitian ini, sebagai pengembangan ilmu


pengetahuan untuk menambah informasi tentang ikterus pada bayi baru lahir dan
sebagai bahan acuan untuk penelitiaan lebih lanjut mengenai hubungan pemberian
ASI dengan kejadian ikterus.

6. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan bagi mahasiswa dan sebagai bahan bacaan diperpustakaan atau


referensi untuk mahasiswa.
56

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Renika


Cipta

Artikel kesehatan & informasi kedokteran, (2010). Hubungan Keluarga Berencana


Dengan Pencegahan Kematian Maternal dan Neonatal.
http://www.ilmukesehatan.com (Dikutip tanggal 7 Januari 2013).X

Bahiyatun, (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC

Bobak, Lowdermilk, Jensen,(2006). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta:


EGC.

Budiarto, (2002). Biostatistik untuk kedokteran dan kesehatan Masyarakat. Jakarta:


EGC.

Buku Acuan, (2007). Jaringan Nasional Pelatihan Klinik. Jakarta Dinkes, (2012).
Profil Kesehatan Aceh 2011.

Fitriani, (2012). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Ibu Tentang


Ikterus Neonatorum Di Wilayah Kerja Puskesmas Pidie Kabupaten Pidie.

Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan UBudiyah Indonesia. Banda Aceh.

Guslihan, (2009). Dasa Tjipta, Kuning Pada Bayi Baru Lahir. Kapan Harus Ke
Dokter?. Medan, Devisi Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU.

Hasfira h, (2009), Mengenal Ikterus Neonatorum, http://www.smallcrab.com/anak-


anak/535-mengenal-ikterus-neonatorum (Dikutip tanggal 1 Januari 2013).X

Hastono, (2010). Analisis Data. Jakarta: Fakultas Kesehatan MasyarakatUniversitas


Indonesia.

HTA Indonesia, (2004). Tatalaksana Ikterus Neonaturum.

Hull, David dan Johnston, (2008). Dasar-dasar Pediatrik. Jakarta: EGC.

Hidayat, A, (2011). Metode Penelitian Kebidanan & Teknik Analisis Data. Jakarta:
Selemba Medika.
57

Jejeh, Ai, Rukiyah dan Julianti, Lia, (2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita.
Jakarta: TIM.

Machfoedz, (2009). Metodelogi Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan,


Kebidanan, Kedokteran, edisi Kelima, Yogyakarta: Fitramaya.

Maryunani, Anik, (2010). Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta: TIM

Meadow, Roy dan Newell, Simon, (2005). Lecture Notes Pediatrika. Jakarta:
Erlangga.

Muaris, Hindah, (2006). Bubur Susu Makanan Pendamping ASI Untuk Bayi Mulai
Bayi Mulia Usia 6 Bulan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Nazir, M, (2005). Metodelogi Penelitian. Bogor Selatan: Chalia Indonesia.

Notoatmodjo, (2002). Metodelogi Penulisan Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam, dkk, (2005). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk perawat dan
bidan). Jakarta: Selemba Medika.

Nur, Muslihatun, Wafi, (2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta:
Fitramaya.

Prawirohardjo, Sarwono, (2009). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka.

Saleha, Sitti , (2009). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Selemba Medika.

Sunar, Dwi, Prasetyono, (2009). Buku Pintar ASI Ekslkusif. Jogjakarta: DIVA Press.

Suradi, Rulina, (2009). Ikterus Pada Bayi Baru Lahir,


http://www.idai.or.id/asi/artikel.asp?q=20109693639 (Dikutip tanggal 8 Mei 2013).X

Varney, dkk, (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.

Yuliarti, Nurheti, (2010). Keajaiban ASI-Makanan Terbaik Untuk Kesehatan,


Kecerdasan, dan kelincahan Si Kecil. Yogyakarta: Andi Offset

Vous aimerez peut-être aussi