Vous êtes sur la page 1sur 23

Makalah Pleno Blok 21

Gangrene Pedis Dextra Et Causa Diabetes Tipe II

Disusun oleh:
Kelompok B2
Haswinanti Wilda 102012443
Yuan Alessandro Suros 102013009
Asrianti Saddi Pirunan 102013280
Natanael Petra 102014026
Deviat Astriana. A 102014135
Mohamad Yanuar Prasetyo 102014191
Erica Sander* 102014196
Lynett Dawina Tokiu* 102014253

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Alamat Korespondensi Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510

1
Abstrak

Pada penderita diabetes daerah sensitif umum terkena adalah paru-paru, kulit, kaki, saluran
kemih, area genital dan mulut. Penderita diabetes umumnya mengalami infeksi kaki. Hal ini
karena kaki umumnya terkena cedera dan benjol dan memar dalam kegiatan hidup sehari-hari.
infeksi kaki mungkin mulai bisul kecil dan dapat menginvasi jaringan yang lebih dalam,
menyebabkan gangren atau mempengaruhi tulang dan menyerang aliran darah juga. Gangren
adalah bentuk paling ditakuti dari kaki diabetik. Ada kematian atau kerusakan dari kaki yang
terkena. Gangren biasanya mempengaruhi penderita diabetes dengan gula darah tinggi dan tidak
terkendali.
Kata kunci : kaki diabetes, gangren

Abstract

In diabetics the common sensitive areas affected are lungs, skin, feet, urinary tract, genital area
and mouth. Diabetics commonly get foot infections. This is because the feet are commonly
exposed to injury and bumps and bruises in the activities of daily living. Foot infections may
begin as small ulcers and may invade deeper tissues, lead to gangrene or affect the bones and
invade the blood stream as well. Gangrene is the most dreaded form of diabetic foot. There is
death or decay of the affected foot. Gangrene usually affects diabetics with high and
uncontrolled blood sugar.

Keywords : diabetic foot, gangrene

2
Pendahuluan

Gangrene diabetik adalah gangren yang dijumpai pada penderita DM. Sedangkan gangrene
sendiri adalah kematian jaringan oleh karena obstruksi pembuluh darah yang memberikan
makanan kepada jaringan tersebut. Gangren salah satu bentuk komplikasi dari penyakit DM.
Gangren diabetik ini dapat terjadi pada pasien bagian tubuh yang terendah diujung terutama pada
ekstremitas bawah. Tujuan makalah ini dibuat adalah untuk membahas lebih lanjut tentang
manifestasi klinis pada gangrene dan penatalaksanaanya.1

Etiologi

Penyebab luka gangrene terutama adalah diawali dari luka ringan. Jika penderita tidak merawat
lukanya dengan baik maka bias terjadi infeksi sehingga luka menjadi berat dan sukar
disembuhkan. Bahayanya luka ini bias merusak jaringa. Penyebab luka gangrene sebenarnya
oleh infeksi bakteri bernama klostridium. Bakteri ini adalah bakteri anaerob yang memang
menyukai tempat-tempat yang tidak ada oksigennya untuk tumbuh. Pada waktu mengalami
proses pertumbuhan,bakteri klostridium menghasilkan gas. Karena itu infeksi yang terjadi
kadangkala disebut sebagai gas gangrene.2

Penyebab luka gangrene selain bakteri klostridium adalah luka yang memang mudah
dialamai oleh penderita diabetes. Penyebab luka gangrene ini disebabkan oleh peningkatan kadar
gula dalam darah sehingga mengacaukan jumlah kadar gula seharusnya ada di dalam darah. Dan
hal ini sangat berhubungan langsung dengan insulin. Karena meningkatnya kadar gula dalam
darah dan fungsi insulin yang gagal, maka tubuh justru gagal mendapatkan energy dan juga
cadangan makanan. Sebaliknya jamur dan bakteri justru tumbuh subur di sekitar luka.2

Sebenarnya penyebab luka gangrene karena bakteri ini tidak membuat luka berkembang
jadi gangrene. Tetapi hal ini lebih dipengaruhi oleh ketidakseimbangan bakteri anaerob dan
aerob. Jika jumlah mereka tidak seimbang maka infeksi akan terjadi. Karena itulah penyebab
luka gangrene ini semakin senang berkembang dan mengakibatkan luka menjadi semakin sulit
sembuh. Padahal, banyak ditemukan bahwa penderita diabetes sering mengabaikan luka pada
kakinya. Padahal hal ini sangat berbahaya karena bila luka tidak segera diobati maka infeksi
akan semakin buruk dan kemungkinan akan terjadi pengangkatan jaringan. Yang paling buruk
tentu saja amputasi.2

3
Patofisiologi

Diabetes melitus dalam waktu yang lanjut akan menyebabkan komplikasi angiopathy dan
neuropathy. Kedua hal ini merupakan penyebab dasar terjadinya gangren.3

Terjadinya angiopathy diabetik dipengaruhi oleh faktor genetik, faktor metabolic, dan
faktor penunjang lain seperti kebiasaan merokok, hipertensi dan keseimbangan insulin.3

Faktor genetic seperti type HLA tertentu pada penderita diabetes, walaupun dengan kadar
gula darah rendah, sudah cukup untuk menimbulkan mikroangiopathy diabetik yang luas serta
memacu timbulnya mikrotrombus yang akhirnya menyumbat pembuluh darah.3

Faktor metabolik yang berpengaruh adalah regulasi diabetes mellitus, dislipidemia dan
glikogenesis dari protein. Khusus untuk dislipidemia terdapat peningkatan factor aterogenik
berupa kolesterol LDL. Komponen lemak ini memegang peran utama dalam patogenesis
angiopathy diabetik.3

Secara umum angiopathy dapat dibagi dalam dua jenis yaitu makroangiopathy dan
mikroangiopathy.

Makroangiopathy

Makroangiopathy bukanlah hanya melibatkan pembuluh dasar besar saja, tapi juga melibatkan
pembuluh darah kecil.

Langkah pertama untuk terjadinya makroangiopathy adalah rusaknya sel endotel oleh
karena pengaruh lemak atau oleh karena pengaruh tekanan darah. Keadaan ini diikuti oleh
melekatnya dan berkumpulnya sel-sel platelet. Kejadian ini berlangsung lebih cepat
dibandingkan dengan non diabetes. Platelet ini mempunyai pengaruh stimulasi terhadap
proliferasi otot polos. Sel otot dari tunika media akan berproliferasi kedalam tunika intima dan
kedalam lumen dari pembuluh Clot ataupun plaque yang terbentuk akan terdiri dari deposit-
deposit lemak, platelets, dan sel otot.3

Mikroangiopathy

Lesi yang terutama pada angiopathy dan merupakan tanda dari diabetik vascular disease
adalah penebalan dari membrana basalis kapiler. Penebalan ini semakin nyata bila perjalanan

4
penyakit diabetes semakain lama, dan mungkin ada hubungan dengan tingkat kontrol terhadap
gula darah, walaupun penyataan ini masih memerlukana penelitian lebih lanjut. Sebagian besar
pembuluh darah mengalami penebalan membrana basalis. Patologis yang pasti tentang terjadinya
penebalan membrana basalis ini belum diketahui. Tetapi telah dapat ditejukkan bahwa membrana
basalis yang menebal ini permaebilitasnya meningkat terhadap cairan dan protein. Hal ini akan
menghalangi masuknya leukosit lebih jauh ke dalan cairan interstitial dan akan menyebabkan
menurunnya pertahanan terhadap infeksi bakteri.3

Manifestasi Klinis

Gangren diabetik akibat mikroangiopati disebut juga gangren panas karena walaupun nekrosis,
daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan, dan biasanya teraba pulsasi
arteri di bagian distal. Biasanya terdapat ulkus diabetik pada telapak kaki.4

Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedang secara akut


emboli akan memberikan gejala klinik 5 P ( Pain, Paleness, Paresthesia, Pulselessness, Paralisis )
dan bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinik menurut pola dari Fontaine :4

Stadium Tanda dan Gejala Klinikk


I Asimptomatik
II Klaudikasio intermitten
III Nyeri saat istirehat
IV Ulserasi atau gangren

Menurut berat ringannya lesi, kelainan kaki diabetik dibagi dalam enam derajat menurut
Wagner.

5
Pada gangren kering akan dijumpai adanya gejala permulaan berupa :4

1. Sakit pada daerah yang bersangkutan


2. Daerah menjadi pucat, kebiruan dan berbecak ungu
3. Lama-kelamaan daerah tersebut berwarna hitam
4. Tidak teraba denyut nadi (tidak selalu)
5. Bila diraba terasa kering dan dingin
6. Pinggirnya berbatas tegas

Dan akhirnya perasaan nyeri/sakit lambat laun berkurang dan akhirnya menghilang. Gangren
kering ini bisa lepas sendiri dari jaringan yang utuh.

Pada gangren basak akan dijumpai tanda sebagai berikut:

1. Bengkak pada daerah lesi


2. Tejadi perubahan warna dari merah tua menjadi hijau yang akhirnya kehitaman
3. Dingin
4. Basah
5. Lunak
6. Ada jaringan nekrosis yang berbau busuk, tapi bisa juga tanpa bau sama sekali.

Anamnesis

Menegakan diagnosis kaki diabetik dapat dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis
dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada anamnesis, dapat ditanyakan riwayat timbulnya luka
beserta perjalanan luka tersebut. Selain itu menggali lebih dalam riwayat diabetes dan
komplikasi yang telah muncul secara lebih teliti dapat membantu penanganan lebih lanjut dari

6
penyakit ini. Anamnesis harus fokus pada gejala indikasi kemungkinan neuropati perifer atau
insufisiensi arteri perifer.5

a) Gejala Neuropati Perifer

Hipoestesia

Hiperestesia

Parestesia

Disestesia

Nyeri radikuler

Anhidrosis

b) Gejala Insufisiensi Arteri Perifer

Kebanyakan pasien aterosklerosis ekstremitas bawah tidak menunjukkan gejala, dan


sebagian yang lain mengalami gejala iskemik .

Pasien yang bergejala datang dengan klaudikasio intermiten, nyeri iskemik saat istirahat,
ulserasi kaki yang tidak sembuh, atau iskemia kaki.

Kram atau kelelahan dari kelompok otot besar di salah satu atau kedua ekstremitas bawah
yang timbul setelah berjalan pada jarak tertentu menunjukkan terjadinya klaudikasio intermiten .
Gejala ini meningkat dan berkurang dengan istirahat selama beberapa menit . Timbulnya
klaudikasio dapat terjadi lebih cepat dengan berjalan cepat atau berjalan turun naik tangga.

Klaudikasio merupakan penyakit oklusif infrainguinal yang biasanya melibatkan otot


betis. Ketidaknyamanan, kram, atau lemah di betis atau kaki sangat umum pada populasi
diabetes karena cenderung memiliki oklusi aterosklerotik tibioperoneal. Calf atrofi otot juga
dapat terjadi . Gejala yang terjadi di bagian bokong atau paha menunjukkan adanya penyakit
oklusi aortoiliaka.5

Nyeri saat istirahat tidak sering terjadi pada penderita diabetes . Dalam beberapa kasus,
fissura, ulkus dan kelainan lain pada integritas kulit adalah tanda pertama kehilangan perfusi.
Gangrene pada pasien diabetes kebiasaannya menbuktikan adanya infeksi.5

7
Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, dapat dilakukan penilaian klasifikasi kaki diabetik berdasarkan sistem
klasifikasi yang telah ada. 6

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan darah rutin.Tes darah rutin
menunjukkan peningkatan sel darah putih. Mungkin ada gula darah tinggi terdeteksi pada
penderita diabetes. Kadang-kadang diabetes dapat hadir awalnya sebagai kasus gangren. Pada
pasien dengan arteriosklerosis mungkin ada kolesterol tinggi.6

Working Diagnosis

Gangren Pedis et causa Diabetes Melitus Tipe II

Diabetes Tipe II

Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan
semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini
dikarenakan berbagai kemungkinan seperti defek dalam produksi insulin, resistensi terhadap
insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sel dan jaringan tubuh terhadap insulin yang
ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.
Ada beberapa teori yang mengutarakan sebab terjadinya resisten terhadap insulin,
diantaranya faktor kegemukan (obesitas). Pada penderita diabetes tipe 2, pengontrolan kadar gula
darah dapat dilakukan dengan beberapa tindakan seperti diet, penurunan berat badan, dan
pemberian tablet diabetik. Apabila dengan pemberian tablet belum maksimal respon penanganan
level gula dalam darah, maka obat suntik mulai dipertimbangkan untuk diberikan.
Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dL {millimoles/liter (satuan
unit United Kingdom)} atau 4 - 8 mmol/l {milligrams/deciliter (satuan unit United State)},
Dimana 1 mmol/l = 18 mg/dl. Namun demikian, kadar gula tentu saja terjadi peningkatan setelah
makan dan mengalami penurunan diwaktu pagi hari bangun tidur. Seseorang dikatakan
mengalami hyperglycemia apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai normal, sedangkan
hypoglycemia adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami penurunan nilai gula dalam
darah dibawah normal.7

8
Ulkus Diabetik
Ulkus Diabetik adalah adanya tukak, borok atau kerusakan jaringan yang berhubungan
dengan kelainan saraf dan pembuluh darah yang diakibatkan karena diabetes melitus pada
tungkai bawah alat gerak pasien diabetes melitus. Masalah yang timbul ini diakibatkan oleh
gangguan atau kerusakan saraf, gangguan atau kerusakan pada pembuluh darah, dan infeksi.
Infeksi terjadi karena bakteri mudah masuk melalui luka pada kaki kemudian tumbuh, menyebar
dan dapat menyebabkan infeksi. Semakin lama luka ulkus terbuka dan tidak dirawat semakin
besar pula risikonya untuk terkena infeksi bakteri. Bakteri patogen yang tumbuh subur terutama
adalah bakteri anaerob karena organ yang terinfeksi kekurangan pasokan oksigen akibat
berkurangnya aliran darah. Bakteri anaerob berperan besar untuk menimbulkan infeksi dan
gangren karena bekerja sinergis dalam pembentukan gas kemudian menjadi gas gangrene.8

Klasifikasi Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu:
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk
kaki seperti claw,callus .
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

Differential Diagnosis

Gangren Pedis et causa Peripheral Arterial Disease

PAD (Peripheral Arterial Disease)

Penyakit arteri ekstremitas bawah (LEAD) memiliki berbagai gambaran klinis


berdasarkan kriteria Fontaine dan Rutherford, meskipun sebagian besar pasien tidak mengalami
gejala apapun. Gejala LEAD yang paling tipikal adalah klaudikasio intermiten dengan
karakteristik nyeri pada betis yang diperberat dengan berjalan dan membaik dengan istirahat.
Klaudikasio akan terjadi pada lokasi distal tempat lesi sumbatan tersebut. Pada kondisi berat atau
disebut dengan iskemia tungkai kritis, nyeri dapat muncul mesikpun pada saat istirahat dan

9
membaik dengan perubahan posisi. Nyeri klaudikasio harus dapat dibedakan dari nyeri penyakit
vena di mana nyeri terjadi pada saat istirahat dan menghilang dengan aktivitas, nyeri artritis, dan
neuropati perifer dimana terdapat instabilitas berjalan.8

Klasifikasi Fontaine Klasifikasi Rutherford


Stadium Gejala Grade Kategori Gejala
I Asimptomatik 0 0 Asimptomatik
II Klaudikasio intermiteno I 1 Klaudikasio ringan
III Nyeri iskemik saat istirahat I 2 Klaudikasio sedang
IV Ulserasi atau gangren I 3 Klaudikasio berat
II 4 Nyeri iskemik saat istirahat
III 5 Kehilangan jaringan ringan
III 6 Kehilangan jaringan berat

PAP merupakan proses sistemik yang berpengaruh terhadap sirkulasi arteri multipel yang
disebabkan oleh karena adanya aterosklerosis, penyakit degeneratif, kelainan displasia, inflamasi
vaskuler (arteritis), trombosis in situ, dan tromboemboli. Dari sekian proses patofisiologi yang
mungkin terjadi, penyebab utama PAP yang paling banyak di dunia adalah aterosklerosis.
Aterosklerosis biasanya didahului oleh adanya disfungsi endotel. Endotelium sehat, normalnya
berfungsi untuk mempertahankan homeostasis pembuluh darah dengan menghambat kontraksi
sel otot polos, proliferasi tunika intima, trombosis, dan adhesi monosit. Endotel memiliki
peranan penting dalam meregulasi proses inflamasi dalam pembuluh darah yang normal, yakni
menyediakan permukaan antitrombotik yang menghambat agregasi platelet dan memfasilitasi
aliran darah. Endothelium normal mengatur proses trombosis melalui pelepasan oksida nitrat,
yakni NO, yang menghambat aktivasi trombosit, adhesi, dan agregasi, serta mediator lain dengan
kegiatan antitrombotik.9
Disfungsi endotel berhubungan dengan sebagian besar faktor risiko penyakit
kardiovaskular, yang terkait dengan terjadinya mekanisme sentral pembentukan lesi
aterosklerotik. Penurunan kemampuan endotel untuk bervasodilatasi juga dikaitkan dengan
faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular. Zat yang diperdebatkan sebagai zat paling penting
yang berperan dalam proses relaksasi pembuluh darah adalah Nitrat Oksida (NO). NO tidak

10
hanya terlibat dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, tetapi juga memediasi penghambatan
aktivasi trombosit, adhesi, dan agregasi; mencegah proliferasi otot polos pembuluh darah; dan
mencegah adhesi leukosit pada endotel. Aktivitas biologis NO ternyata terganggu pada pasien
dengan penyakit vaskular aterosklerotik koroner dan pembuluh darah perifer.
Nikotin pada rokok dapat melepaskan asam lemak bebas, meningkatkan konversi VLDL
menjadi LDL, merusak pembersihan LDL dan/atau dengan mempercepat metabolisme HDL.
Nikotin juga dapat mempengaruhi trombosit dengan meningkatkan pelepasan epinefrin, yang
dikenal untuk meningkatkan reaktivitas platelet dengan menghambat prostasiklin, sebuah anti
aggregatory hormon disekresikan oleh sel endotel. Atau dengan meningkatkan denyut jantung
dan curah jantung, dengan demikian meningkatkan turbulensi darah, nikotin dapat
mempromosikan secara endotel. Nikotin dapat memperburuk penyakit pembuluh darah perifer
dengan konstriksi arteri dan / atau dengan menginduksi trombosis lokal. Apabila keadaan iskemi
terjadi dalam waktu yang cukup lama maka akan mengalami nekrosis. Pada keadaan nekrosis
yang cukup lama akan terjadi perubahan menjadi gangren karena adanya peran bakteri. Saat
istirahat rasa nyeri menghilang akibat adanya perbedaan tekanan menjadi lebih rendah karena
pada respirasi normal tidak terjadi akumulasi ion H+ sehingga mengakibatkan hilangnya rasa
nyeri.10

Komplikasi

Komplikasi diabetes yang dapat terjadi dibedakan menjadi dua yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronik. Komplikasi akut berupa koma hipoglikemi, ketoasidosis diabetik, koma
hiperosmolar nonketotik. Komplikasi kronik dapat berupa makroangiopati, mikroangiopati,
neuropati diabetik, infeksi, kaki diabetik, dan disfungsi ereksi.11

- Komplikasi Akut
Koma Hipoglikemia
Hipoglikemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 merupakan faktor penghambat utama
dalam mencapai sasaran kendali glukosa darah normal atau mendekati normal. Hipoglikemi
secara harfiah berarti kadar glukosa darah dibawah harga normal. Faktor utama mengapa
hipoglikemi perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan diabetes melitus adalah karena
adanya ketergantungan jaringan saraf terhadap asupan glukosa yang terus menerus. Gangguan

11
asupan glukosa yang berlangsung beberapa menit menyebabkan gangguan fungsi sistem saraf
pusat (SSP) dengan gejala gangguan kognisi, bingung, dan koma. Seperti jaringan lain,
jaringan saraf dapat memanfaatkan sumber energi alternatif, yaitu keton dan laktat. Pada
hipoglikemi yang disebabkan, insulin konsentrasi keton di plasma tertekan dan mungkin tidak
mencapai kadar yang cukup di SSP, sehingga tidak dapat dipakai sebagai sumber energi
alternatif.

Ketoasidosis Diabetik
Ketoasidosis diabetik adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolute
atau relatif dan peningkatan hormon kontraregulator sehingga keadaan tersebut menyebabkan
produksi glukosa hati meningkat tetapi utilasi glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil
akhir hiperglikemia. Kombinasi keadaan ini mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan
lemak sehingga lipolisis meningkat terjadi peningkatan produksi benda keton dan asam lemak
bebas secara berlebihan. Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan
metabolik asidosis. Keton merupakan senyawa kimia beracun yang dapat menyebabkan darah
menjadi asam (ketoasidosis).

Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik


Koma hiperosmolar hiperglikemik nonketotik (HNNK) merupakan salah satu komplikasi
akut atau emergensi pada penyakit diabetes melitus. Sindroma hiperosmolar hiperglikemik
nonketotik ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Faktor
pencetus dapat dibagi menjadi enam kategori yaitu; infeksi, pengobatan, noncompliance,
diabetes melitus tidak terdiagnosis, penyalahgunaan obat, dan penyakit penyerta. Infeksi dan
compliance yang buruk merupakan penyebab tersering dari komplikasi ini.

- Kompliksasi Kronik
Makroangiopati
Pada penderita diabetes melitus, kadar gula dalam darah yang terus menerus tinggi
dapat merusak pembuluh darah. Zat kompleks yang terdiridari gula di dalam dinding pembuluh
darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini
maka aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju ke kulit dan saraf.

12
Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat
berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya aterosklerosis. Penyebab
aterosklerosis pada penderita diabetes melitus tipe 2 bersifat multifaktorial yang melibatkan
interaksi kompleks dari berbagai keadaan seperti hiperglikemi, hiperlipidemi, stres oksidatif,
penuaan dini, hiperinsulinemi dan atau hiperproinsulinemi serta perubahan-perubahan dalam
proses koagulasi dan fibrinolisis.
Hipotesis terbaru mengatakan bahwa awal terjadinya lesi aterosklerosis yaitu berupa
adanya perubahan-perubahan fungsi sel endotel. Disfungsi endotel dapat terjadi baik pada
penderita diabetes melitus tipe 2 dan juga penderita diabetes melitus tipe 1 terutama bila telah
terjadi manifestasi klinis mikroalbuminuria. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa disfungi
endotel juga dapat terjadi pada individu dengan resistensi insulin (pasien obese) atau yang
mempunyai resiko tinggi untuk menderita diabetes melitus tipe 2 (toleransi glukosa terganggu)
dan penderita diabetes gestasi.
Plak ateroskleorotik yang terbentuk dapat menyumbat arteri berukuran besar atau
sedang di pembuluh darah teri, jantung, dan otak. Penyumbatan pembuluh darah tepi sering
terjadi pada penyandang diabetes melitus. Biasanya terjadi dengan gejala tipikal intermittent
claudicatio, meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan
yang muncul pertama. Sedangkan penyumbatan pembuluh darah di jantung menyebabkan
penyakit jantung koroner, dan penyumbatan di otak menyebabkan stroke.

Mikroangiopati
Retinopati Diabetik
Pasien diabetes melitus memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan
dibanding pasien nondiabetes. Resiko mengalami retinopati pada pasien diabetes melitus
meningkat sejalan dengan lamanya diabetes melitus. Penyebab dari retinopati diabetik sampai
saat ini belum diketahui secara pasti, namun hiperglikemia yang berlangsung lama dianggap
sebagai faktor resiko utama. Ada tiga proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia yang
diduga berkaitan erat dengan terjadinya retinopati pada pasien diabetes yaitu jalur poliol, glikasi
nonenzimatik dan pembentukkan protein kinase C.

Nefropati Diabetik

13
Nefropatik diabetik adalah sindroma klinis pada pasien diabetes melitus yang ditandai
dengan albuminuria menetap (>300mg/24jam atau >200ig/menit) pada minimal 2 kali
pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan. Mikroalbuminuria pada umumnya
didefinisikan sebagai ekskresi albumin lebih dari 30 mg per hari. Lebih spesifik lagi suatu
keadaan dikatakan mikroalbuminuria apabila laju ekskresi albumin urin dalam 24 jam 30 - 300
mg dan laju ekskresi albumin urin sewaktunya 20 - 200 g/menit serta perbandingan albumin
urin kreatininnya 30 - 300g/menit. Mikroalbumin dianggap sebagai predikator penting untuk
timbulnya nefropati diabetik. Kelainannya yang terjadi pada ginjal penyandang diabetes melitus
dimulai dengan adanya mikroalbuminuria kemudian berkembang menjadi proteinuria secara
klinis berlanjut dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan keadaan
gagal ginjal.

Neuropati Diabetik
Definisi neuropati diabetik menurut konfrensi neuropati perifer pada bulan Februari 1988
di San Antonio adalah istilah deskriptif yang menunjukkan adanya gangguan, baik klinis maupun
subklinis, yang terjadi pada diabetes melitus tanpa penyebab neuropati perifer yang lain.
Gangguan nuropati ini termasuk manifestasik somatik dan atau autonom dari sistem saraf perifer.
Proses kejadian neuropati dtabetik berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang berakibat
terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, sintesis advance glycosilation end products (AGEs),
pembentukkan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C (PKC). Akivasi berbagai jalur ini
berujung pada kurangnya vasodilatasi sehingga alran darah ke saraf menurun dan bersama
rendahnya mioinositol dalam sel terjadilah neuropati diabetik.

Infeksi
Adanya infeksi pada penderita diabetes sangat berpengaruh terhadap pengendalian
glukosa darah. Infeksi dapat memperburuk kendali glukosa darah, dan kadar glukosa darah yang
tinggi meningkatkan kemudahan atau memperburuk infeksi. Infeksi yang banyak terjadi antara
lain adalah infeksi saluran kemih (ISK), infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi rongga mulut,
dan infeksi telinga.

Kaki diabetik

14
Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik diabetes melitus yang paling
ditakuti. Kaki diabetik sering berakhir dengan kecacatan dan kematian. Patofisiologi dari kaki
diabetik diawali adanya hiperglikemi pada pasien diabetes melitus yang menyebabkan kelainan
neuropati dan kelainan pada pada pembuluh darah.

Kelainan neuropati menyebabkan berbagai perubahan pada kulit dan otot yang pada
akhirnya akan menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan
selanjutnya mempermudah terjadinya ulkus. Infeksi yang luas mudah terjadi karena adanya
kerentanan terhadap infeksi.

Disfungsi Ereksi
Prevalensi disfungsi ereksi pada diabetes melitus tipe 2 cukup tinggi. Disfungsi ereksi
pada penyandang diabetes tipe 2 merupakan akibat adanya neuropati autonom, angiopati, dan
problema psikis. Komplikasi ini menjadi sumber kecemasan penyandang diabetes, tetapi jarang
disampaikan kepada dokter, oleh karena itu perlu ditanyakan pada saat konsultasi.11

Sedangkan komplikasi akibat luka diabetika yaitu:

1. Osteomyelitis

2. Sepsis

3. Kematian

Tatalaksana
Lesi pada diabetic foot yang sudah terinfeksi haruslah diobati dengan keahlian dan fasilitas
yang memadai. Seorang dokter umum pada umumnya jarang mempunyai keahlian yang cukup
dan untuk itu harus dirujuk ke perawatan spesialis. Penatalaksanaan pada ulkus itu sendiri terdiri
dari tiga bagian yaitu menghilangkan kallus, eradikasi infeksi, dan mengurangi tekanan yang
berlebihan pada kaki. Adanya lapisan keratin pada kaki harus dipotong dengan pisau bedah untuk
membuka dasar ulkus dan sebagai berguna drainase. Pemeriksaan radilogi harus dilakukan untuk
melihat adanya kemungkinan osteomyelitis ketika ulkus sudah melakukan penetrasi kedalam
atau ketika lesi gagal untuk sembuh dan terjadi kemungkinan untuk kambuh. Pemeriksaan swab

15
bakteri yang diambil dari dasar luka, setelah kallus dihilangkan. Pasien dengan ulkus yang
superfisial bisa pengobatan rawat jalan dan diberi antibiotik oral sampai luka/ulkusnya sembuh.
Bakteri yang biasanya menyebabkan infeksi pada ulkus yang superfisial adalah stapillokokus,
streptokokus dan kuman anaerob. Pengobatannya adalah dengan memberikan antibiotik berupa
amoxicillin, flucloxacillin dan metronidazole kemudian dan antibiotik yang diberikan
disesuaikan dengan hasil kultur bakteri. Pada luka yang dalam memerlukan perawatan luka
secara lokal dan antibiotik. Pemakaian total contact plaster cast, lightweight scotch cast boot,
atau air cast boot bisa membantu penyembuhan. Itu sangatlah cocok dengan bentuk kaki dan bisa
mengurangi tekanan keras pada plantar kaki. Perawatan yang terbaik harus dilakukan untuk
mencegah terjadinya luka yang dengan bentukan lain baik pada kaki ataupun pada pergelangan
kaki. Pasien harus diberikan informasi bahwa harus dilakukan dressing luka setiap hari. Non-
adherent dressing sederhana dilakukan setelah ulkus dibesihkan dengan larutan fisiologis. Pada
luka/ulkus yang tidak sembuh lebih dari sebulan harus mendapat pengobatan dan perawatan yang
berbeda.11
Pada pasien dengan tanda-tanda klinis diabetic foot yang jelek, hal ini perlu dirujuk kerumah
sakit dengan segera untuk mendapat perawatan secepatnya. Pasien tersebut seharusnya harus
dirawat dan mendapat antibiotik intravena. Antibiotik yang dipakai pada 24 jam sebelum adanya
hasil kultur bakteri adalah antibiotik spektrum luas. Terapi secara kuadrupel kadang-kadang juga
diperlukan seperti amoxicillin, flucoxacillin, metronidazole untuk bakteri anaerob dan ceftazidim
1 gram atau gentamicin untuk bakteri gram negatif. Jika ditemukannya bakteri stapilokokus
aureus, maka hal ini akan menjadi masalah serius, karena penyebaran stapilokokus aureus bisa
menyebabkan sepsis. Pengobatan yang diberikan biasanya vancomycin secara intravena atau
teicoplanin secara intramuskular. Insulin intravena juga diperlukan untuk mengontrol konsentrasi
kadar gula darahnya. Debridement diperlukan untuk mengeluarkan pus atau abses dan juga untuk
menghilangkan jaringan yang mengalami infeksi dan jaringan yang sudah nekrosis. Jika nekrosis
yang terjadi sudah mengenai ibu jari, maka amputasi pada ibu jari bisa dilakukan, dan juga pada
bagian yang berhubungan dengan metatarsal, dan hal ini biasanya berhasil pada neuropatic foot
dengan sirkulasi yang masih bagus. Skin grafting kadang-kadang dilakukan untuk membantu
proses penyembuhan.11
Kontrol Metabolik keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Konsentrasi
glukosa darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor

16
terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka. Umumnya diperlukan insulin
untuk menormalisasi konsentrasi glukosa darah. Status nutrisi harus diperhatikan dan diperbaiki.
Nutrisi yang baik jelas membantu kesembuhan luka. Berbagai hal lain yang juga harus
diperhatikan dan diperbaiki, seperti konsentrasi albumin serum, konsentrasi Hb dan derajat
oksigenasi jaringan. Semua faktor tersebut tentu akan dapat menghambat kesembuhan luka
sekiranya tidak diperhatikan dan tidak diperbaiki.5
Kontrol Vaskular keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka.
Berbagai langkah diagnostic dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan pasien dan juga sesuai
kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai cara
sederhana seperti: warna dan suhu kulit, perabaan a. dorsalis pedis dan a. tibialis posterior sertta
ditambah pengukuran tekanan darah. Di samping itu saat ini juga tersedia berbagai fasilitas
mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara non-invasif dan semiinvasif,
seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle pressure, toe pressure, TcPO2, dan pemeriksaan
ekhodopler dan kemudian pemeriksaan arteriografi. Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah
atau jika ada klaudikasio intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan.
Sebelum tindakan revaskularisasi diperlukan pemeriksaan arteriografi untuk mendapatkan
gambaran pembuluh darah yang lebih jelas sehingga dokter ahli bedah vaskular dapat lebih
mudah melakukan rencana tindakan dan mengerjakannya.5
Terapi nutrisi merupakan komponen integral dalam pengelolaan diabetes dan dalam
pendidikan pengelolaan pribadi pasien diabetes. Telah begitu banyak terjadi kesalahan dalam
pemahaman nutrisi dan diabetes. Di samping itu, dalam kenyataan klinis, rekomendasi nutrisi
membantu sdikit banyak dalam perawatan diabetes dan masih juga diberikan pada pasien
diabetes. Pernyataan ini memberikan bukti-bukti pentingnya prinsip dan rekomendasi terapi
nutrisi medis pada pasien diabetes. Tujuan terapi gizi medis pada pasien diabetes yaitu mencapai
dan memelihara hasil metabolic secara optimal; mencegah dan mengobati komplikasi kronis
diabetes; memperbaiki kesehatan melalui pemilihan makanan dan aktivitas fisik yang
menyehatkan.12
1. Karbohidrat11
Karbohidrat mencakup 50-60% dari total energy. Karbohidrat sederhana harus
kurang dari 1/3 dari seluruh karbohidrat. Karbohidrat kompleks yang banyak
megandung serat jauh lebih baik untuk dikonsumsi sebab memiliki indeks

17
glikemik yang lebih rendah, lebih mengenyangkan dan dapat menurukan
kolesterol. Karbohidrat sederhana dapat menignkatkan glukosa darah lebih tinggi
dibandingkan dengan karbohidrat kompleks dengan jumlah sama. Walaupun
tergolong glukosa sederhana, fruktosa tidak menyebabkan peningkatan glukosa
darah yang tinggi, karena fruktosa tidak dimetabolisme dengan menggunakan
insulin. Salah satu peraturan dalam diet diabetes yaitu menghindari segala jenis
gula dan makanan yang mengandung gula seperti kue, permen, dan minuman
ringan. Jenis sayur-sayuran sangat baik untuk pasien diabetes. Sebagai contoh,
seorang pasien diabetes mampu makan sepiring bayam yang berisi karbohidrat
sama banyaknya dengan satu sendok makan gula, tanpa nantinya mengalami
penyakit lain sebagai efeknya. Bayam, asparagus, brokoli, kol, kacang panjang,
buncis dan seledri merupakan contoh sayuran Food Exchange Grup A yang oleh
American Diabetes Association (ADA) sangat dianjurkan untuk diet diabetes.
Karbohidrat yang dianjurkan yaitu sebesar 40-50% dari total kalori dengan jenis
karbohidrat kompleks lebih dominan dibandingkan dengan karbohidrat sederhana
yang telah diolah. Perbandingan antara respon glikemik yang disebabkan oleh
suatu makanan dibandingkan dengan respon glikemik glukosa disebut indeks
glikemik. Berbagai jenis indeks glikemi makanan dapat dilihat pada tabel berikut:
Kelas I (>90) Kelas II (70-90) Kelas III (<70)
Sebagian besar roti Oatmeal Sebagian besar pasta
Crackers Kue dan biscuit Beras parboiled
Sebagian besar sereal Beras Legume kering
Sebagian besar kentang Gandum Kacang
Millet Jagung manis Barley
Kripik jagung Kentang manis bulgur
Tabel 3. Indeks Glikemik11
2. Protein11
Asupan protein perlu dibatasi yaitu <0,8 g/kgBB untuk menghindari diabetic
nefropati, akan tetapi pada anak penderita IDDM protein sangat diperlukan untuk
pertumbuhan sehingga asupan protein 0,9 g/kgBB masih diperbolehkan. Protein

18
sebaiknya berasal dari hewani dan nabati, tetapi protein dari sumber sayuran
seperti sereal porsinya harus lebih banyak disbanding protein hewani.
3. Lemak11
Sepertiga pasien diabetes mengalami hyperlipidemia dan memerlukan
pengelolaan makanan lebih lanjut. Terapi nutrisi yang paling masuk akal yaitu
dengan membatasi jumlah lemak pada makanan mereka dan lebih banyak
mengkonsumsi asam lemak tak jenuh ganda rantai panjang daripada asam lemak
jenuh. Ikan dan jenis ungags lebih direkomendasikan daripada konsumsi daging
merah. Jenis makanan yang digoreng dan berlemak sangat tidak dianjurkan.
Asupan lemak sebaiknya tidak lebih dari 30% total energy dengan lemak jenuh
(SAFA) tidak boleh lebih dari 10% karena dapat menyebabkan atherosclerosis.
PUFA juga tidak lebih dari 10% karena mudah teroksidasi dan pada akhirnya akan
berefek atherogenik pula. Lemak yang baik dikonsumsi adalah MUFA seperti
canola oil dan minyak zaitun. Asupan kolesterol tidak lebih dari 300 mg/hari dan
jumlah yang dianjurkan adalah kurang dari 200 mg/hari.
4. Serat11
Serat merupakan komponen utama dalam diet DM. Serat memiliki nilai terapeutik
dan menurunkan prevalensi DM. Serat sebaiknya dikonsumsi 20-35 g/hari.
Beberapa keuntungan serat diantaranya.

Memperlambat pencernaan dan absorbs

Menurunkan glukosa plasma postprandial

Meningkatkan sensitifitas insulin perifer

Meningkatkan jumlah insulin reseptor

Merangsang pemakaian glukosa

Menghambat pengeluaran glukosa hepar

Menghambat pelepasan hormone kontraregulasi (mis. Glucagon)

Menurun kolesterol serum

19
Menurunkan trigliserida serum puasa dan post prandial

Menghambat sintesis kolesterol hepar

Meningkatkan rasa kenyang

5. Pemanis11
Pemanis, yang terutama berupa sukrosa dibatasi penggunaannya <25 g/hari dan
sebaiknya terkandung dalam makanan, misalnya buah-buahan. Terdapatnya 2
jenis pemanis: nutritive (mengandung kalori) dan nonnutritive (tidak mengandung
kalori). Pemanis nutritive diantaranya fruktosa (terdapat dalam buah buahan) dan
gula alcohol yaitu polyol (sorbitol, manitol, xylitol). Fruktosa merupakan gula
yang lebih manis disbanding gula lain memerlukan insulin dalam metabolismenya
sehingga kurang menyebabkan hiperglikemia. Fruktosa memberikan efek
glikemik hanya 20-33% dari efek glikemik yang ditimbulkan oleh glukosa. Begitu
juga dengan polyol memberi efek glikemik yang rendah. Pemanis non nutritive
sering digunakan sebagai pengganti gula bagi penderita IDDM dan dijual di
pasaran.
6. Vitamin dan mineral11
Secara umum, diet seimbang kaya akan vitamin dan mineral adalah salah satu
faktor yang paling penting dalam mengontrol diabetes dan mencegah komplikasi
diabetes. Salah satu alasan yang ditekankan pada perlunya nutrient ini dalam
jumlah yang cukup yaitu karena pada pasien diabetes nutiren ini akan sangat
banyak dibuang pada urin. Normalnya tubuh mampu mereabsorpsi glukosa dan
nutrient yang larut dalam air. Akan tetapi pada saat kadar glukosa naik lebih dari
160-170 mg/dL bahkan sering juga terjadi pada pasien dengan diabetes terkontrol
baik. Proses ini menghambat kemampuan ginjal untuk mereabsorbsi glukosa dan
nutrient yang larut air, dan dengan demikian terjadi peningkatan urinasi dan
kehilangan nutrient penting seperti vit B1, B6, dan B12 serta mineral magnesium,
zink, dan kromium melalui urin. Sebagai akibatnya, derajat diabetes dan
komplikasinya adalah sesuai dengan besarnya pembuangan nutrisi akibat
peringkat gula darah ini. Pada diabetes tipe 2 secara umum ditemukan zink dan
magnesium darah dan serig juga kadar vit B6 dan vit C yang rendah. Tubuh

20
memerlukan seluruh nutrient yang larut dalam air ini untuk memepertahankan
integrasi system organ dalam tubuh. Salah satu nutrient yang paling penting
adalah magnesium. Pasien diabetes yang memiliki kadar magnesium yang sangat
rendah secara signifikan berhubungan dengan terjadinya retinopati dibandingkan
dengan factor lainnya. Suplementasi vitamin E yang dianjurkan yaitu sebesar 400-
1200 IU/hari dan suplementasi vit C sebesar 1000-4000 mg/hari dapat membantu
pencegahan penyakit mikrovaskular pada ekstremitas. Unsur mineral lainnya yang
mampu mengatasi diabetes yaitu vanadium yang akan menurunkan glukosa darah
dengan cara meniru kerja insulin dan memperbaiki sensitifitas sel terhadap
insulin.
Pencegahan

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor
risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok
intoleransi glukosa.Pencegahan sekunder upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit
pada pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberianpengobatan yang cukup dan
tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Dalam upaya pencegahan
sekunder program penyuluhan memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien
dalam menjalani program pengobatan dan dalam menuju perilaku sehat.

Penyuluhan untuk pencegahan sekunder ditujukan terutama pada pasien baru.


Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu selalu diulang pada setiap kesempatan
pertemuan berikutnya.Salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit
kardiovaskular, yang merupakan penyebab utama kematian pada penyandang diabetes. Selain
pengobatan terhadap tingginya kadar glukosa darah, pengendalian berat badan, tekanan darah,
profil lipid dalam darah serta pemberian antiplatelet dapat menurunkan risiko timbulnya kelainan
kardiovaskular pada penyandang diabetes.Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok
penyandang diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya
kecacatan lebih lanjut. Pada pencegahan tersier ini upayanya adalah dengan melakukan
penyuluhan.3

21
Prognosis

Prognosis baik, apabila gejala Diabetes Melitus terkontrol baik dan luka pada kaki diobati
dengan antibiotic yang sesuai dan dengan secepat mungkin diobati akan sembuh.

Daftar pustaka

1. Preventive Foot Care in People with Diabetes in American Diabetes Association. Clinical
Practice Recommendation 2002. Diabetes Care, Volume 25,Suplemen 1, January 2003;
page 78 - 79.

2. Powers A C, Diabetes Mellitus in Harrisons Principles of InternalMedicine 15 th


Edition [monograph in CD Room] , Mc Graw Hill ; 2001.

3. Synder RJ, et al. Consensus recommendations on advancing the standard of care for
treating neuropathic foot ulcers ini patients with diabetes. 2010
4. American Diabetes Association. Consensus development conference diabetic foot wound
care. Diabetes care. 1999; 22(8). 1354-9.
5. Apelqvist J, bakker K, Hotum W, Schaper N. Practical guidelines on the management and
prevention of the diabetic foot. Diabetes Metab Res Rev. 2008; 24(1). 1817.
6. Frykberg R, et al. Diabetic foot disorders: Clinical practice guideline (2006 revision). The
journal of foot & ankle surgery. 2006; 45(6).
7. Mendes JJ, Neves J. Diabetic foot infections: Current diagnosis and treatment. The
Journal of Diabetic Foot Complications. 2012; 4(2). 26-45
8. ClaytonW, Elasy TA. Review of the pathophysiology, classification, and treatment of foot
ulcers in diabetic patients. Clinical Diabetes. 2009; 27(2). 52-7
9. Lipsky BA,et al. Diagnosis and treatment of diabetic foot infections. CID; 2004; 39. 886-
903.
10. Nain SP, Uppal S, Garg R, Bajaj K, garg S. Role of negative pressure wound therapy in
healing of diabetic foot ulcers. Journal of surgical technique and case report. 2011; 3(1).
17-9

22
11. Kirby M. Negative pressure wound therapy. The british journal of diabetes and vascular
disease. 2007; 7(5). 230-3.

23

Vous aimerez peut-être aussi