Vous êtes sur la page 1sur 12

Nur Ilmi Sofiah

04011181419061
Alpha 2014

ANALISIS MASALAH
1. Apa makna demam hilang timbul tiap 2 hari pada kasus?
Jawab:
a. Mekanisme:
Mekanisme terjadinya demam tinggi, hilang timbul setiap 2 hari seperti
pada kasus berhubungan dengan siklus maturasi skizon dan toksin yang
dihasilkan pada saat terjadinya lisis sel darah merah yang terinfeksi plasmodium
vivaks, dimana maturasi skizon plasmodium vivaks terjadi setiap 48 jam,
sehingga pola demam yang terjadi adalah demam tertiana.
Skizon akan mengalami maturasi di dalam sel darah merah. Saat skizon
telah matur, sel darah merah akan mengalami lisis dan melepaskan 10-36
merozoit serta zat-zat metabolik yang bersifat toksik, yaitu hemozoin atau
plasmodial DNA. Plasmodial DNA akan dikenali oleh TLR9. TLR9 akan
mengaktivasi respon imun host dengan cara mengirimkan sinyal ke NF-Kappa B
di nukleus. NF-Kappa B akan mengaktivasi sitokin-sitokin pro-inflamasi. Selain
itu, GPI dan hemozoin juga akan mengaktivasi sel makrofag/monosit dan sel
endotel untuk memproduksi sitokin-sitokin dan mediator pro-inflamasi seperti IL-
6, IL-1, TNF-, IFN-. Sitokin-sitokin tersebut akan menginduksi COX-2. COX-
2 akan melakukan upregulasi ke prostaglandin dan terjadi perubahan set point
suhu pada hipothalamus. Perubahan set point suhu menyebabkan timbulnya
demam.
b. Makna klinis:
Demam hilang timbul tiap dua hari pada kasus mengindikasikan bahwa tipe
demam adalah demam tertiana yang merupakan tipe demam yang umum terjadi
pada infeksi plasmodium vivaks dan ovale.
2. Apa hubungan bentol kemerahan yang gatal di kedua tangan dan kaki dengan kasus?
Jawab:
Beberapa hipotesis mengenai mekanisme urtikaria dan kasus malaria:
1. Deposit pigmen malaria pada sistem retikuloendotelial akan menstimulasi produksi
IgE dan menyebabkan urtikaria. Dimana aktivasi sel mast merupakan patofisiologi
utama dalam terjadinya urtikaria.
Natarjan, C. 1980. Malarial Urticaria: A Study of 12 Cases. In: Aspects of Allergy
and Applied Immunology XIII-XIV. VP Chest Institute, Delhi. hlm. 86-87.

2. Urtikaria dan eritema umumnya adalah disebabkan oleh adanya histamin dan
mediator lainnya seperti platelet activating factor (PAF) dan leukotrin. Urtikaria
pada malaria dapat juga disebabkan oleh efek langsung parasit pada sel mast
sehingga menyebabkan dihasilkannya histamin, aktivasi sistem komplemen, dan
peningkatan signifikan dari antibodi IgG.
Zaki, Syed Ahmed dan Preeti Shanbag. 2011. Plasmodium vivax malaria presenting
with skin rash a case report. J Vector Borne Dis. 48: 245-246

3. Pada malaria falciparum dan malaria vivaks, manifestasi klinis dapat muncul
dengan urtikaria, angioedema, ptekie, dan purpura. Patogenesis pasti dari ruam kulit
pada malaria ini masih belum diketahui, namun hal ini dapat mencerminkan
konsekuensi imunologis yang berbeda selama infeksi malaria terjadi.
Sel mast berperan penting dalam patofisiologi dari malaria. Berbagai
gambaran patologis dari malaria seperti peningkatan ekspresi endothelial adhesion
molecules (ICAM-1, VCAM-1, E-selectin), dapat meningkatkan permeabilitas
vaskular dan vasodilatasi yang dimediasi oleh mediator sel mast seperti histamin,
serotonin, heparin, proteoglikans, beberapa protease, prostaglandin, leukotrin, faktor
aktivasi platelet (PAF) dan sitokin (tumor necrosis factor/TNF).
- Histamin diproduksi pada semua tahapan infeksi plasmodium dan pola sekresi
histamin dapat berbeda pada masing-masing individu.
- PAF dapat menyebabkan agregasi platelet, wheal (lesi khas untuk urtikaria berupa
daerah edema lokal pada permukaan tubuh, sering dengan gatal yang hebat) dan
flare (respon kemerahan pada kulit) dengan eritema fase lambat.
- Leukotrin (LTC 4, LTD 4, LTE 4) menginduksi respon wheal-flare yang menetap
dan berkaitan dengan aktivasi dan peningkatan regulasi dari molekul adhesi.
Antibodi IgE anti-malaria umumnya ditemukan pada individu dari area
endemis tinggi malaria yang berperan baik dalam mekanisme protektif ataupun
patologis. IgE berikatan dengan reseptor FceRIreseptor yang memiliki afinitas
tinggi yang diekspresikan pada permukaan sel mastdimana ikatan silang antara
antigen malaria dan reseptor FceRI akan menginduksi aktivasi sel mast dan
menginduksi pengeluaran mediator-mediator proinflamasi.
Selain antibodi IgE anti-malaria, antibodi IgG anti-malaria yang berikatan
silang dengan reseptor FcyRI juga akan menyebabkan aktivasi sel mast serta
produksi mediator proinflamasi.
Baik IgG maupun IgE terdiri dari kompleks imun (immune complexes/Ics)
yang meningkat pada malaria. Deposit Ics pada pembuluh darah kutan atau kulit dapat
menyebabkan kerusakan pembuluh darah atau vaskulitis lokal dan lesi kulit.
Dikarenakan hanya sel mast yang mengekspresikan CD88 (reseptor
anafilatoksin C5a), sel mast dapat diaktivasi pada penyakit yang dimediasi
komplemen dan telah dibuktikan bahwa produk malaria, glikosilfosfatidilinositol
(GPI), mendorong sekresi sitokin melalui C5a.
Vaishani, J.B. 2011. Cutaneous findings in five cases of malaria. Indian Journal of
Dermatology, Venerology, and Leprology (IJDVL). 77(1):110.

3. Tidak terdapat batuk/pilek. 5 11


Makna:
Tidak adanya keluhan batuk dan pilek pada kasus malaria ini enyingkirkan diagnosis
banding demam dengan ruam seperti campak, roseola infantum, cacar air, yang
umumnya memiliki gejala seperi flu-like symptoms.

4. Tidak ditemukan anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama. 10 5


Makna:
Hal ini menandakan bahwa penyakit yang diderita oleh Joan bukan merupakan
penyakit herediter.
Padahal kan papah mamahnya mungkin ikut juga ke bangka, jadi harusnya kena
malaria juga. Hmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm
5. Kesadaran kompos mentis. 5 11
Makna:
Hal ini dapat bermakna bahwa belum terjadi gangguan sirkulasi ke SSP dan belum
terjadi penurunan kesadaran yang merupakan salah satu manifestasi klinis dari malaria
berat yaitu malaria serebral

6. Nadi 108 kali/menit (isi dan tegangan cukup). 10 5


a. Nilai normal (sumber: emedicinehealth.com)
Usia sekolah (6-11 tahun):
Bangun atau sadar: 65-118x/menit;
Tidur: 58-90x/menit
b. Interpretasi: Normal
c. Makna: Tubuh Joan masih dapat mengkompensasi peningkatan kebutuhan basal
tubuhnya yang terjadi akibat demam, sehingga pada pemeriksaan fisik ditemukan
hasil kecepatan HR/nadi normal dengan isi dan tegangan nadi yang cukup
d. Mekanisme: Demam terjadi peningkatan metabolisme basal tubuh
peningkatan kebutuhan oksigen peningkatan denyut jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen jaringan tubuh volume intravaskuler masih dapat mencukupi
kebutuhan tubuh kecepatan denyut jantung normal dengan isi dan tegangan
yang cukup.

7. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan hepatosplenomegali. 5 11


Mekanisme:
Sporozoit yang terdapat pada saliva nyamuk Anopheles sp. memasuki aliran darah
manusia, dimana hal ini terjadi pada saat nyamuk menghisap darah manusia
sporozoit menginvasi hepatosit (siklus ekso-eritrositik) hepatosit menjadi terinfeksi
dan terjadi proliferasi serta maturasi sporozoit menjadi skizon di dalam sel hepar
hepatosit yang penuh dengan parasit menjadi lisis dimana parasit ini akan masuk
ke dalam sel darah merah (trofozoit) dan berproliferasi kembali perubahan
morfologi RBC serta lisis RBC sistem retikuloendotelial memfagosit RBC dengan
kelainan morfologi kerja hati dan lien meningkat hepatosplenomegali
8. Hematokrit 29 vol% 10 5

Soldin, S.J., Brugnara, C., & Hicks, J.M. (1999). Pediatric reference ranges (3rd
ed.). Washington, DC: AACC Press.
a. Nilai normal: 33,0-39,6%
b. Interpretasi: dibawah normal
c. Makna: hematokrit merupakan hasil pengukuran proporsi sel darah merah di
dalam plasma darah, sehinggga apabila terjadi penurunan hematokrit, maka
kemungkinan telah terjadi lisis sel darah merah yang dalam kasus ini (malaria)
adalah akibat invasi parasit plasmodium ke dalam sel darah merah.
d. Mekanisme:
Sporozoit yang terdapat pada saliva nyamuk Anopheles sp. memasuki aliran
darah manusia, dimana hal ini terjadi pada saat nyamuk menghisap darah
manusia sporozoit menginvasi hepatosit (siklus ekso-eritrositik)
hepatosit menjadi terinfeksi dan terjadi proliferasi serta maturasi sporozoit
menjadi skizon di dalam sel hepar hepatosit yang penuh dengan parasit
menjadi lisis dimana parasit ini akan masuk ke dalam sel darah merah
(trofozoit) dan berproliferasi kembali perubahan morfologi RBC serta lisis
RBC penurunan hematokrit

9. Alur penegakan diagnosis 5 11


Manifestasi klinis malaria dapat berupa malaria tanpa komplikasi dan malaria
berat. Diagnosis malaria ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang laboratorium. Untuk malaria berat diagnosis
ditegakkan berdasarkan kriteria WHO. Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan
dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopis atau uji diagnostik cepat
(Rapid Diagnostic Test = RDT).
A. Anamnesis
Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:
a. Keluhan : demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,
mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal
b. Riwayat sakit malaria dan riwayat minum obat malaria
c. Riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria.
d. Riwayat tinggal di daerah endemis malaria
B. Pemeriksaan fisik
a. Suhu tubuh aksiler > 37,5 C
b. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
c. Sklera ikterik
d. Pembesaran Limpa (splenomegali)
e. Pembesaran hati (hepatomegali)
C. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan dengan mikroskop Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis
di Puskesmas/lapangan/ rumah sakit/laboratorium klinik untuk menentukan:
a) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).
b) Spesies dan stadium plasmodium
c) Kepadatan parasit
b. Pemeriksaan dengan uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test) Mekanisme
kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan
metoda imunokromatografi. Sebelum menggunakan RDT perlu dibaca petunjuk
penggunaan dan tanggal kadaluarsanya. Pemeriksaan dengan RDT tidak
digunakan untuk mengevaluasi pengobatan.
10. Faktor risiko
Penyebaran penyakit malaria ditentukan oleh faktor yang disebut host, agent, dan
environtment. Penyebaran malaria terjadi apabila ketiga komponen tersebut di atas
saling mendukung.8
a. Host
Host Intermediate (Manusia)
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat
terinfeksi oleh agent (parasit/Plasmodium) dan merupakan tempat
berkembang biaknya agent. Faktor-faktor instrinsik yang mempengaruhi
kerentanan host terhadap agent, antara lain :5,8,13,19,
Usia
Anak-anak lebih rentan dibanding orang dewasa terhadap infeksi
parasit malaria karena daya tahan tubuhnya (imun) lebih rendah dari
pada orang dewasa. WHO (2000), melaporkan bahwa sekitar satu juta
anak-anak di bawah lima tahun meninggal karena Plasmodium
falciparum di Afrika. Kebanyakan disebabkan karena malaria serebral
dan anemia.
Ras
Beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai kekebalan
alamiah terhadap malaria. Misalnya, di Afrika di mana prevalensi dari
hemoglobin S (Hb S) cukup tinggi, penduduknya ternyata lebih tahan
terhadap akibat dari infeksi Plasmodium falciparum. Hb S terdapat
pada penderita dengan kelainan darah yang merupakan penyakit
turunan/herediter yang disebut sickle cell anaemia.
Cara Hidup
Cara hidup sangat berpengaruh terhadap penularan malaria. Misalnya
tidur tidak memakai kelambu dan sering berada di luar rumah pada
malam hari.
Status Gizi
Anak-anak yang gizinya kurang baik dan tinggal di daerah endemis
malaria lebih rentan terhadap infeksi malaria.
Kekebalan/Immunitas
Kekebalan terhadap suatu penyakit menular dapat digolongkan menjadi
dua, yakni kekebalan tidak spesifik (non-spesific resistance) dan
kekebalan spesifik (spesific resistance). Kekebalan tidak spesifik
adalah pertahanan tubuh pada manusia yang secara alamiah dapat
melindungi badan dari suatu penyakit. Untuk kekebalan spesifik dapat
diperoleh dari dua sumber yaitu genetik dan kekebalan yang diperoleh
(acquired immunity). Kekebalan yang bersumber dari genetik biasanya
berhubungan dengan ras (warna kulit) dan kelompok-kelompok etnis,
misalnya orang kulit hitam cenderung lebih resisten terhadap penyakit
malaria jenis vivax. Kekebalan yang diperoleh (acquired immunity) ini
diperoleh dari luar tubuh anak. Kekebalan dapat bersifat aktif, dan
dapat bersifat pasif. Kekebalan aktif dapat diperoleh setelah orang
sembuh dari penyakit tertentu, kekebalan aktif juga dapat diperoleh
melalui imunisasi, yang berarti ke dalam tubuhnya dimasukkan
organisme patogen penyakit. Kekebalan pasif diperoleh dari ibu
melalui plasenta dan dapat juga diperoleh melalui serum anti bodi.
Kekebalan pasif hanya bersifat sementara.
Host Defenitive (Nyamuk Anopheles)
Hanya nyamuk Anopheles betina yang menghisap darah, darah ini
diperlukan untuk proses pematangan telurnya. Faktor perilaku nyamuk
merupakan hal yangsangat menentukan dalam proses penularan malaria
disamping faktor lain seperti : umur nyamuk, kerentanan nyamuk terhadap
infeksi gametosit, frekuensi menggigit manusia dan siklus gonotrofik yaitu
waktu yang diperlukan untuk matangnya telur.10

b. Agent ( Parasit/Plasmodium)
Parasit/Plasmodium hidup di dalam tubuh manusia dan dalam tubuh
nyamuk. Parasit/Plasmodium hidup dalam tubuh nyamuk dalam tahap daur
seksual (pembiakan melalui kawin) dan hidup dalam tubuh manusia pada daur
aseksual (pembiakan tidak kawin, melalui pembelahan diri).
Agent penyebab malaria dari genus Plasmodium, familia
Plasmodiidae, dan dari Orde Coccidiidae. Penyebab malaria di Indonesia
sampai saat ini ada empat macam Plasmodium yaitu :
Plasmodium falciparum, penyebab penyakit malaria tropika.
Plasmodium vivax, penyebab penyakit malaria tertiana.
Plasmodium malariae, penyebab penyakit malaria kuartana.
Plasmodium ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di
Afrika dan Pasifik Barat.
Seorang penderita dapat ditulari oleh lebih dari satu jenis Plasmodium,
biasanya infeksi semacam ini disebut infeksi campuran (mixed infection). Tapi
umumnya hanya dua jenis parasit yaitu campuran antara Plasmodium
falciparum dengan Plasmodium vivax atau Plasmodium malariae. Campuran
tiga jenis parasit jarang sekali terjadi.8

c. Environment (Lingkungan)
Environment adalah lingkungan dimana manusia dan nyamuk berada. Nyamuk
akan berkembang biak bila lingkungannya sesuai dengan keadaan yang
dibutuhkan oleh nyamuk untuk berkembang biak. Faktor lingkungan dapat
dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu :8,13, 20
A. Lingkungan Fisik
Suhu Udara
Suhu udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus sporogoni
atau masa inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu (sampai batas
tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik, dan sebaliknya makin
rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik. Pengaruh suhu
terhadap masa inkubasi ekstrinsik berbeda bagi tiap spesies. Pada suhu
yang melebihi 320C, parasit dalam tubuh nyamuk akan mati, meskipun
dalam tubuh manusia parasit dapat tetap hidup pada suhu 400C.
Kelembaban Udara
Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk. Kelembaban
mempengaruhi kecepatan berkembang biak, kebiasaan menggigit serta
pola istirahat nyamuk. Tingkat kelembaban 63%, merupakan angka
yang paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk.
Hujan
Terdapat hubungan langsung antara hujan dan perkembangan larva
nyamuk menjadi bentuk dewasa. Besar kecilnya pengaruh tergantung
pada jenis hujan, derasnya hujan, jumlah hari hujan, jenis vektor, dan
jenis tempat perindukan(breeding places). Hujan yang diselingi oleh
panas akan memperbesar kemungkinan berkembang biaknya
Anopheles. Menurut Stasiun Klimatologi Gabe Hutaraja, Kabupaten
Mandailing Natal, curah hujan relatif rata-rata di Kabupaten
Mandailing Natal tahun 2008 mencapai 2.990 mm/tahun.
Angin
Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam yang
merupakan saat terbangnya nyamuk ke dalam atau ke luar rumah
adalah salah satu faktor yang ikut menentukan jumlah kontak antara
manusia dan nyamuk.
Sinar Matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-
beda. An. sundaicus lebih suka tempat yang teduh, sebaliknya An.
hyrcanus spp lebih menyukai tempat yang terbuka. An. barbirostris
dapat hidup baik ditempat teduh maupun di tempat terang.
Arus Air
An. barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau
mengalir sedikit. An. minismus menyukai tempat perindukan yang
alirannya cukup deras dan An. letifer di tempat yang airnya tergenang.
B. Lingkungan Kimiawi
Lingkungan yang baru diketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari
tempat perindukan. Sebagai contoh An. sundaicus tumbuh optimal pada air
payau yang kadar garamnya berkisar antara 12-180/00 dan tidak dapat
berkembang pada kadar garam diatas 400/00, meskipun di beberapa tempat
di Sumatera Utara An. sundaicusditemukan pula dalam air tawar. An. letifer
dapat hidup di tempat yang asam /pH rendah.13
C. Lingkungan Biologik
Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan
lain dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk karena ia dapat
menghalangi sinar matahari yang masuk atau melindungi dari serangan
makhluk hidup lain.
Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah
(panchax spp), gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan mempengaruhi
populasi nyamuk di suatu daerah. Selain itu adanya ternak besar seperti sapi
dan kerbau dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia apabila
kandang hewan tersebut diletakkan di luar rumah, tetapi tidak jauh jaraknya
dari rumah.13
D. Lingkungan Sosial Budaya
Faktor ini terkadang besar sekali pengaruhnya dibandingkan dengan faktor
lingkungan yang lain. Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut
malam, dimana vektornya lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan
memperbesar jumlah gigitan nyamuk. Penggunaan kelambu, kawat kasa
pada rumah dan penggunaan zat penolak nyamuk/repellent yang
intensitasnya berbeda sesuai dengan perbedaan status sosial masyarakat
akan mempengaruhi angka kesakitan malaria.10
Penelitian oleh Zaluchu dan Arma (2007) di Kecamatan Gunungsitoli,
Kabupaten Nias, menemukan ternyata malaria yang telah sekian lama
menjadi suatu penyakit masyarakat, dianggap tidak lagi menjadi penyakit
yang berbahaya atau penyakit biasa dan bahkan menyatakan malaria bukan
penyakit menular yang harus dikuatirkan.21

Sumber:
5. WHO, 2008. Indikator Perbaikan Kesehatan Lingkungan Anak . Editor Erita
Agustin Hardiyanti. EGC. Jakarta.
8. Depkes RI, 1999. Modul Epidemiologi Malaria 1. Ditjen PPM & PLP. Jakarta.
10. Suparman E., 2005. Malaria pada Kehamilan. Jurnal Cermin Dunia
Kedokteran No 146. Jakarta.
13. Depkes RI, 1983. Malaria : Epidemiologi 1. Ditjen P3M. Jakarta.
19. WHO. 2000. WHO Expert Comite on Malaria. WHO Technical Report
Series. Geneva.
20. Stasiun Klimatologi Sampali Medan, 2010. Tabel-Tabel Geografi.
http://www.bps.go.id,
21. Zaluchu, F. dan Arma A., 2007. Studi Kualitatif Sosio-Psikologi Masyarakat
Terhadap Penyakit Malaria di Daerah Endemis Malaria (Studi Kasus di
Kecamatan Gunungsitoli, Kabupaten Nias). Jurnal Info Kesehatan
Masyarakat. FKM USU. Medan.
11. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam: bonam
Quo ad sanationam: dubia ad bonam

Vous aimerez peut-être aussi