Vous êtes sur la page 1sur 3

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

Akreditasi PB IDI2 SKP

Masalah Tuberkulosis Resisten Obat


Sri Dhuny Atas Asri
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Indonesia

ABSTRAK
Beban global akibat TB sampai saat ini masih besar. Menurut estimasi tahun 2011, terdapat 8,7 juta insidens tuberkulosis (TB)13% di antaranya
koinfeksi HIVdan 1,4 juta orang meninggal karena TB. Ditambah dengan masalah tuberkulosis resisten obat ganda (multidrug-resistant
tuberculosis, MDR-TB) yang mencapai 3,7% kasus baru dan 20% kasus dengan riwayat pengobatan. Pencegahan MDR-TB adalah melalui strategi
directly observed treatment short-course (DOTS) yang direkomendasikan secara internasional serta terbukti efisien dan cost-effective, meskipun
pada beberapa keadaan gagal menyembuhkan. Evaluasi, diagnosis, dan penanganan efek samping harus segera dilakukan, disertai dukungan
psikososial yang juga merupakan salah satu komponen penting penentu keberhasilan tata laksana.

Kata kunci: Tuberkulosis resisten obat, DOTS, dukungan psikososial

ABSTRACT
The global burden of tuberculosis is still significant. Based on the estimation in 2011, the incidence of tuberculosis (TB) is 8.7 million, 13% with
HIV coinfection, and 1.4 million people died due to TB. The additional problem is multidrug-resistant tuberculosis (MDR-TB) which reached 3.7%
among new cases and 20% among retreatment cases. The prevention of MDR-TB is through directly observed treatment short-course (DOTS)
strategy which is internationally recommended and has proven to be cost-effective and efficient, although there were some cases of treatment
failure. Evaluation, diagnosis and management of side effects should be promptly delivered, accompanied by psychosocial support that is also
an important component in succesful treatment. Sri Dhuny Atas Asri. Problem of Drug-Resistant Tuberculosis.

Key words: Drug-resistant tuberculosis, DOTS, psychosocial support

PENDAHULUAN Tuberkulosis resisten obat (multidrug- seperti ketidaktepatan regimen, dosis obat,
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit resistant tuberculsosis, MDR-TB) merupakan dan lama pengobatan serta kegagalan
menular yang masih menjadi masalah masalah yang terus berkembang dan memengaruhi pasien untuk menyelesaikan
kesehatan hingga saat ini, terutama pada mengancam kesehatan masyarakat di program pengobatan.5
kelompok 22 negara, dengan beban yang seluruh dunia.3 Secara global, estimasi
tinggi. Pada Global Tuberculosis Report 2011 insidens kasus baru TB resisten obat terlapor Ketidaktaatan pasien TB dalam minum obat
(WHO), dikatakan terdapat perbaikan mayor sebesar 3,7%, sementara insidens kasus TB secara teratur tetap menjadi hambatan
dengan menurunnya kasus dan kematian dengan riwayat pengobatan sebanyak 20%. untuk mencapai angka kesembuhan yang
akibat TB dalam dua dekade terakhir dengan Pencegahan MDR-TB dilakukan melalui tinggi. Tingginya angka putus obat akan
laju penurunan insidens TB secara global strategi directly observed treatment short- mengakibatkan tingginya kasus resistensi
sebesar 2,2% pada tahun 2010-2011. Meskipun course (DOTS) yang direkomendasikan kuman terhadap obat antituberkulosis
demikian, beban global akibat TB tetap besar. secara internasional serta terbukti efisien (OAT) yang membutuhkan biaya dan lama
Menurut estimasi tahun 2011, terdapat 8,7 dan cost-effective, meskipun pada beberapa pengobatan yang lebih besar. Angka putus
juta insidens TB (13% di antaranya koinfeksi keadaan gagal menyembuhkan.4 Organisme obat di rumah sakit di Jakarta pada tahun
HIV) dan 1,4 juta orang meninggal karena TB. resisten dapat timbul akibat beberapa faktor; 2006 tercatat sekitar 7%. Berdasarkan laporan
Lima negara dengan insidens tuberkulosis kesalahan manusia memberi kontribusi Subdit TB Depkes RI tahun 2009, proporsi
tertinggi pada tahun 2011 adalah India, China, terbesar. Resistensi obat dapat terjadi akibat putus obat pada pasien TB paru kasus baru
Afrika Selatan, Indonesia (0,40,5 juta), dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat dengan hasil basil tahan asam (BTA) positif
Pakistan.1,2 pada pasien TB yang masih sensitif obat, berkisar antara 0,6%-19,2% dengan angka

Alamat korespondensi email: info.respina@yahoo.com

CDK-215/ vol. 41 no. 4, th. 2014 247


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

putus obat tertinggi ditemukan di provinsi OAT lainnya. Metode Konvensional Uji Kepekaan Obat
Papua Barat; angka putus obat di Jakarta pada Resisten berbagai OAT (extensively drug- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
tahun 2009 terlapor sebesar 5,7%.6 resistant tuberculosis, XDR-TB): TB resisten mendukung penggunaan metode biakan
obat ganda yang disertai resistensi terhadap media cair dan identifikasi M. tuberculosis cara
Ada banyak faktor yang memengaruhi salah satu fluorokuinolon dan salah satu cepat dibandingkan media padat saja. Metode
terjadinya kasus putus obat pada pasien TB dari tiga obat injeksi lini kedua (amikasin, cair lebih sensitif mendeteksi mikobakterium
paru. Komunikasi yang baik antara petugas kapreomisin, atau kanamisin). dan meningkatkan penemuan kasus sebesar
kesehatan dengan pasien merupakan Resisten OAT total (totally drug-resistant 10% dibandingkan media padat, di samping
faktor penting yang menentukan tuberculosis, TDR-TB): TB resisten terhadap lebih cepat memperoleh hasil sekitar 10
keberhasilan pengobatan. Sebuah semua OAT lini pertama maupun kedua. hari dibandingkan 28-42 hari dengan media
penelitian mengungkap bahwa putus obat Resisten rifampisin: resisten terhadap padat.14
berhubungan dengan kebiasaan merokok, rifampisin, yang dideteksi menggunakan
riwayat pengobatan TB, dan luas lesi metode fenotipik dan genotipik, dengan atau Metode Diagnostik Molekuler Cepat
radiologis.7 Penelitian lain menyimpulkan tanpa resistensi terhadap OAT lain. Resistensi yang Telah Disetujui WHO
bahwa putus obat berhubungan dengan rifampisin, apa pun variannya, termasuk Xpert assay dapat mengidentifikasi kuman
jenis kelamin, konsumsi alkohol, usia, status dalam kategori ini, baik monoresisten, Mycobacterium tuberculosis dan resistensi
pengobatan TB, dan jumlah kuman BTA poliresisten, resisten obat ganda, atau rifampisin dari sputum dalam beberapa
pada awal pemeriksaan.8 Penelitian yang resisten berbagai OAT. jam. Akan tetapi, konfirmasi TB resisten obat
lain lagi menemukan bahwa putus obat juga dengan uji kepekaan obat konvensional masih
berhubungan dengan status pekerjaan.9 Diagnosis digunakan sebagai baku emas. Penggunaan
Selain itu, terdapat beberapa penelitian Kriteria risiko resisten OAT adalah: Xpert MTB/RIF tidak menyingkirkan kebutuhan
lain yang mengungkap bahwa putus obat 1. Kasus kronik atau pasien gagal pengobat- akan metode biakan dan uji kepekaan obat
berhubungan dengan status perkawinan, an dengan OAT kategori II, konvensional untuk menegakkan diagnosis
jarak rumah ke tempat pengobatan 2. Pasien dengan hasil pemeriksaan sputum definitif TB pada pasien dengan apusan
(rumah sakit), penghasilan, efek samping tetap positif setelah bulan ketiga dengan OAT BTA negatif. Lagi pula, uji kepekaan obat
pengobatan, tingkat pendidikan, penyakit kategori II, dibutuhkan untuk menentukan kepekaan
penyerta (diabetes melitus, hepatitis, tumor 3. Pasien yang pernah mendapat OAT selain rifampisin.14
paru, dll.), sumber biaya pengobatan, jenis pengobatan TB, termasuk OAT lini kedua,
pengobatan yang digunakan, dan pengawas seperti kuinolon dan kanamisin, Penatalaksanaan
menelan obat (PMO).10,11 4. Pasien yang gagal dalam pengobatan Pasien TB resisten obat diobati dengan OAT
dengan OAT kategori I, lini kedua atau obat cadangan. Obat lini
TUBERKULOSIS RESISTEN OBAT 5. Pasien dengan hasil pemeriksaan sputum kedua ini tidak seefektif OAT lini pertama dan
Klasifikasi tetap positif setelah sisipan dengan OAT menyebabkan lebih banyak efek samping.14
Secara umum, resistensi terhadap obat kategori I,
antituberkulosis terbagi atas (1) resistensi 6. Kasus TB kambuh, Strategi pengobatan sebaiknya berdasarkan
primer, apabila pasien sebelumnya tidak 7. Pasien yang kembali berobat setelah lalai data uji kepekaan dan frekuensi penggunaan
pernah mendapat pengobatan TB, (2) pada pengobatan kategori I dan/atau kategori OAT di negara tersebut. Di bawah ini beberapa
resistensi sekunder, bilamana pasien memiliki II, strategi pengobatan MDR-TB:
riwayat pengobatan, dan (3) resistensi inisial, 8. Pasien dengan keluhan yang dicurigai Pengobatan standar. Data survei resistensi
jika riwayat pengobatan tidak diketahui TB, pasien yang tinggal dekat pengidap obat dari populasi pasien yang representatif
dengan pasti.12 TB resisten obat ganda, termasuk petugas digunakan sebagai dasar regimen
kesehatan yang bertugas di bangsal TB pengobatan karena tidak tersedianya hasil
Kasus TB dikategorikan berdasarkan uji resisten obat ganda, uji kepekaan individual. Seluruh pasien
kepekaan obat terhadap isolat klinis yang 9. Pasien HIV. akan mendapatkan regimen pengobatan
dikonfirmasi sebagai M. tuberculosis. Kategori yang sama. Pasien yang dicurigai mengidap
yang dimaksud adalah sebagai berikut13: Diagnosis TB resisten obat ditegakkan MDR-TB sebaiknya dikonfirmasi dengan uji
Monoresisten: isolat M. tuberculosis kebal berdasarkan uji kepekaan di laboratorium kepekaan.
terhadap salah satu OAT lini pertama. dengan jaminan mutu eksternal. Semua Pengobatan empiris. Setiap regimen
Poliresisten: isolat M. tuberculosis kebal pasien yang dicurigai mengidap TB resisten pengobatan dibuat berdasarkan riwayat
terhadap dua atau lebih OAT lini pertama obat wajib diperiksa sputumnya untuk pengobatan TB sebelumnya dan data hasil
selain kombinasi rifampisin dan isoniazid. selanjutnya dilakukan pemeriksaan biakan uji kepekaan populasi representatif. Biasanya,
TB resisten obat ganda (multidrug- dan uji kepekaan. Jika hasil uji kepekaan regimen pengobatan empiris akan disesuaikan
resistant tuberculosis, MDR-TB): isolat M. memperlihatkan adanya M. tuberculosis setelah ada hasil uji kepekaan induvidual.
tuberculosis resisten minimal terhadap yang resisten minimal terhadap rifampisin Pengobatan individual. Regimen
isoniazid dan rifampisin, dua OAT yang paling dan isoniazid, diagnosis MDR-TB dapat pengobatan berdasarkan riwayat pengobatan
kuat, dengan atau tanpa resistensi terhadap ditegakkan.12 TB sebelumnya dan hasil uji kepekaan.

248 CDK-215/ vol. 41 no. 4, th. 2014


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

Regimen standar pengobatan MDR-TB berkesinambungan untuk menyesuaikan efektif merupakan bagian dari strategi promosi
di Indonesia adalah 6 bulan fase intensif regimen dosis OAT sehingga tidak terjadi kepatuhan. Sebagian besar efek samping
dengan paduan obat pirazinamid, etambutol, dosis obat subterapeutik yang dapat mudah dikenali. Umumnya, pasien dengan
kanamisin, levofloksasin, etionamid, dan mengakibatkan resistensi OAT lebih lanjut.14 sukarela melaporkannya. Namun, sebaiknya
sikloserin, dilanjutkan 18 bulan fase lanjutan ada metode sistematik dalam mewawancarai
dengan paduan obat pirazinamid, etambutol, Efek Samping Obat Antituberkulosis pasien karena beberapa pasien tidak siap atau
levofloksasin, etionamid, dan sikloserin (6 Z-(E)- Lini II enggan mengungkapkan keluhannya atau
Kn-Lfx-Eto-Cs/ 18 Z-(E)-Lfx-Eto-Cs). Etambutol OAT lini II sering disertai kejadian efek melaporkan efek samping yang dialaminya.14
dan pirazinamid dapat diberikan, tetapi tidak samping yang biasanya perlu penanganan
termasuk obat regimen standar.12,14 dan perubahan regimen. Dilaporkan 41% Penatalaksanaan efek samping dimulai dengan
pasien mengalami efek samping, tetapi hanya edukasi pasien. Sebelum mulai pengobatan,
Pengobatan TB resisten obat ganda dibagi 21,1% pasien yang harus menghentikan pasien harus diberi tahu secara terperinci
menjadi dua fase yaitu fase intensif dan dan mengubah regimen dalam penelitian mengenai potensi efek samping dari regimen
lanjutan. Lama fase intensif paduan standar yang melibatkan 39 pasien TB resisten obat.15 OAT dan kapan harus melaporkannya kepada
Indonesia adalah berdasarkan kultur konversi. Penapisan dan evaluasi pra-pengobatan tenaga kesehatan. Pemantauan ketat perlu
Obat suntik diteruskan selama 6 bulan, meliputi riwayat penyakit, pemeriksaan fisis, dan dilakukan guna memastikan bahwa efek
minimal 4 bulan, setelah hasil pemeriksaan BTA evaluasi laboratorium (yang direkomendasikan, samping tersebut segera dikenali. Evaluasi,
sputum atau kultur pertama menjadi negatif. antara lain, adalah audiometri, kreatinin serum, diagnosis, dan pengobatan efek samping
Namun, menurut rekomendasi WHO tahun kalium serum, thyroid stimulating hormone, uji harus segera dilaksanakan, bahkan pada
2011, fase intensif pengobatan paling sedikit fungsi hati, tes kehamilan, hemoglobin, leukosit, efek samping yang tidak berbahaya. Pasien
8 bulan. Pendekatan individual, mencakup lipase, asidosis laktat, dan gula darah). Evaluasi dapat saja takut dan cemas bila mereka tidak
hasil kultur, BTA sputum, foto toraks, dan awal berguna sebagai baseline dan dapat mengetahui mengapa hal tersebut terjadi.
keadaan klinis pasien, juga dapat membantu mengidentifikasi pasien dengan peningkatan Emosi dapat memperberat efek samping,
pengambilan keputusan mengenai perlu risiko terjadinya efek samping. Pemantauan seperti dalam kasus mual dan muntah.14
tidaknya penghentian obat suntik. Total lama pengobatan dan tata laksana efek samping
pengobatan paduan standar berdasarkan harus lebih intensif pada pasien dengan kondisi Dukungan psikososial merupakan komponen
kultur konversi adalah sekurang-kurangnya 18 yang telah teridentifikasi (diabetes melitus, penting dalam tata laksana efek samping.
bulan setelah kultur konversi. Namun, WHO insufisiensi ginjal, penyakit hati, penyakit tiroid, Di sinilah peran terpenting tenaga sukarela
merekomendasikan total lama pengobatan kehamilan, laktasi, dll.) pada evaluasi awal.3 (PMO), yakni memberikan edukasi dan
paling sedikit 20 bulan.14 semangat kepada pasien untuk terus
Pemantauan ketat diperlukan guna memastikan melanjutkan pengobatan. Pertemuan
Regimen dosis OAT ditentukan berdasarkan efek samping OAT lini kedua dikenali segera kelompok pendukung merupakan salah satu
berat badan pasien guna memastikan oleh petugas kesehatan. Efek samping OAT lini bentuk dukungan psikososial bagi pasien.
tercapainya konsentrasi optimal dalam kedua, meskipun jarang mengancam nyawa, Dukungan informal dapat diberikan juga oleh
plasma darah untuk mengeliminasi kuman dapat meresahkan dan meningkatkan risiko dokter, perawat, dan anggota keluarga.14
TB. Berat badan pasien dievaluasi secara ketidakpatuhan. Karena itu, tata laksana dini dan

DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Global tuberculosis report 2012. France: WHO Press; 2012.
2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Rencana aksi nasional: Public-private mix pengendalian tuberkulosis Indonesia: 2011- 2014. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2011.
3. World Health Organization. Drug-resistant tuberculosis in south-east asia region: Status report. Geneva: WHO Press; 2011.
4. Farmer PE, Bayona J, Becerra M, Furin J, Henry C, Hiatt H, et al. The dilemma of MDRTB in global era. Int J Tuberc Lung Dis. 1998; 2: 869-76.
5. Mahmoudi A, Iseman MD. Pitfalls in the care of patients with tuberculosis: Common errors and their association with the acquisition of drug resistance. JAMA. 1993; 270: 65-8.
6. Kementrian Kesehatan RI. Terobosan menuju akses universal: Strategi pengendalian TB di Indonesia 2010-2014. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2010.
7. Pinidiyapathirage J, Senaratne W, Wickremasinghe R. Prevalence and predictors of default with tuberculosis treatment in Srilanka. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 2008; 39:
1077-82.
8. Vijay S, Kumar P, Chauhan LS, Vollepore BH, Kizhakkethil UP, Rao SG. Risk factors associated with default among new smear positive TB patients treated under DOTS in India. Plos ONE. 2010;
5: 1-9.
9. Coker R. Tuberculosis, non-compliance and detention for the public health. J Med Ethics. 2000; 26: 157-9.
10. Erawatyningsih E P, Subekti H. Factors affecting incompliance with medication among lung tuberculosis patients. Berita kedokteran masyarakat. 2009; 25: 117-23.
11. Chan-Yeung M Noertjojo K, Leung CC, Chan SL, Tam CM. Prevalence and predictors of default from tuberculosis treatment in Hongkong. Hongkong Med J. 2003; 9: 263-8.
12. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI; 2011.
13. World Health Organization. Definition and reporting framework for tuberculosis-2013 revision. Geneva: WHO Press; 2010.
14. World Health Organization. Guidelines for the programmatic management of drug-resistant tuberculosis: Emergency update 2011. Geneva: WHO Press; 2011.
15. Prasad R, Verma SK, Sahai S, Kumar S , Jain A. Efficacy and safety of kanamycin, ethionamide, PAS and cycloserine in multi-drug resistant pulmonary tuberculosis patients. Indian J Chest
Dis Allied Sci. 2006; 48: 183-6.

CDK-215/ vol. 41 no. 4, th. 2014 249

Vous aimerez peut-être aussi