Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
apabila pernah dua kali, risikonya akan meningkat 25%. Beberapa studi
meramalkan bahwa risiko abortus setelah tiga abortus berurutan adalah 30-45%.2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Menurut Kamus kedokteran Dorland, abortus adalah fetus dengan berat
kurang dari 500 gram atau umur kehamilan kurang dari 20 minggu pada saat
dikeluarkan dari uterus, yang tidak mempunyai kemungkinan hidup.1,5
Abortus/keguguran adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari
20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.1,2
2.2 ETIOLOGI
Penyebab abortus (early pregnancy loss) bervariasi dan sering
diperdebatkan. Umumnya lebih dari satu penyebab. Faktor-faktor penyebabnya
sangat banyak pada bulan pertama dari kehamilan yang mengalami abortus.
Penyebab terbanyak diantaranya adalah sebagai berikut:2,3,4,8,9
2.2.1 Penyebab Genetik
Menurut HERTIG, pertumbuhan abnormal dari fetus sering menyebabkan
abortus spontan. Pada ovum abnormal, 6% diantaranya terdapat degenerasi
hidatid vili. Abortus spontan yang disebabkan oleh karena kelainan dari ovum,
berkurang kemungkinannya jika kehamilan sudah lebih dari satu bulan, artinya
makin muda kehamilan saat terjadinya abortus makin besar kemungkinan
disebabkan oleh kelainan ovum (50-80%).2 Sebagian besar abortus spontan
disebabkan oleh kariotip embrio. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada
trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik. Gambaran ini belum termasuk
kelainan yang disebabkan oleh gangguan gen tunggal (misalnya kelainan
Mendelian) atau mutasi pada beberapa lokus (misalnya gangguan poligenik atau
multifaktor) yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan kariotipe.
Kejadian tertinggi kelainan sitogenik konsepsi terjadi pada awal
kehamilan. Kelainan sitogenik embrio biasanya berupa aneuploidi yang
disebabkan oleh kejadian sporadis. Trisomi 16 dengan kejadian sekitar 30% dari
3
seluruh trisomi, merupakan penyebab terbanyak. Semua kromosom trisomi
berakhir abortus kecuali pada trisomi kromosom 1. Sindrom turner merupakan
penyebab 20-25% kelainan sitogenik pada abortus. Sepertiga dari fetus dengan
Sindroma Down (trisomi 21) bisa bertahan. Struktur kromosom merupakan
kelainan kategori ketiga. Kelainan struktural terjadi pada sekitar 3% kelainan
sitogenik pada abortus. Abortus berulang bisa disebabkan oleh penyatuan dari 2
kromosom yang abnormal, di mana bila kelainannya hanya pada salah satu orang
tua, faktor tersebut tidak diturunkan.1,2,3,8
Abortus berulang bisa disebabkan oleh penyatuan dari 2 kromosom yang
abnormal, di mana bila kelainannya hanya pada salah satu orang tua, faktor
tersebut tidak diturunkan. Studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa bila
ddapatkan kelainan kariotip pada kejadian abortus, maka kehamilan berikutnya
juga berisiko mengalami abortus.1,2
4
Penyebab terbanyak abortus karena kelainan anatomik uterus adalah
septum uterus (40-80%), kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau
unikornis (10-30%). Mioma uteri bisa menyebabkan baik infertilitas maupun
abortus berulang. Sebagian besar mioma tidak memberikan gejala, hanya yang
berukuran besar atau yang memasuki kavum uteri (submukosa) yang akan
2
menimbulkan gangguan. Sindroma Asherman bisa menyebabkan gangguan
tempat implantasi serta pasokan darah pada permukaan endometrium. Risiko
abortus antara 25 80%, bergantung pada berat ringannya gangguan. Untuk
mendiagnosis kelainan ini bisa digunakan Histerosalpingografi (HSG) dan
ultrasonografi. 2,3
5
Kejadian abortus dengan sebab yang tidak jelas, kematian janin dimana
gambaran morfologi secara sonografi normal, dan adanya persalinan prematur
dengan gambaran janin normal dan berhubungan dengan preeklamisia berat
atau insufisiensi plasenta yang berat.
Kriteria laboratorium
Anticardiolipin antibodies (aCLs) : IgG dan atau IgM dengan kadar yang
sedang atau tinggi pada 2 kali atau lebih pemeriksaan dengan jarak lebih dari
atau sama dengan 6 minggu. aCLs diukur dengan metode ELISA standar.
Antibodi fosfolipid/antikoagulan.
Adanya perbaikan nilai tes yang memanjang dengan penambahan fosfolipid.
6
2.2.6 Faktor Hormonal
Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang
baik sistem pengaturan hormom maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian
langsung terhadap sistem hormon secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran
hormon setelah konsepsi terutama kadar progesteron. Misalnya pada kasus
diabetes mellitus, kadar progesteron yang rendah, defek fase luteal, dan pengaruh
hormonal terhadap imunitas desidua.2,3
7
2.3 EPIDEMIOLOGI
Lebih dari 80% abortus terjadi dalam 12 minggu pertama. Anomali
kromosom menyebabkan paling sedikit separuh dari abortus dini. Risiko abortus
spontan meningkat seiring dengan paritas serta usia ibu dan ayah. Abortus spontan
yang secara klinis terdeteksi meningkat dari 12% pada wanita berusia kurang dari
20 tahun, menjadi 26% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Akhirnya, insiden
abortus meningkat pada wanita yang hamil dalam 3 bulan setelah melahirkan
aterm.4
Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Frekuensi Abortus spontan
berkisar 15-20 % dari semua kehamilan. Menurut SIEGLER dan EASTMAN,
abortus terjadi pada 10 % kehamilan. Data dari RS.Pringadi Medan diperoleh 10%
abortus dari seluruh kehamilan. Angka kejadian abortus habitualis 3-5 % . Data
menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus spontan , pasangan punya resiko 15 %
untuk mengalami keguguran lagi . sedangkan bila pernah 2 kali . resiko akan
meningkat 25 % , beberapa studi meramalkan bahwa resiko abortus setelah 3
abortus berurutan adalah 30-45 % . 2,3
2.4 PATOFISIOLOGI
Endometrium menyiapkan diri sebagai tempat implantasi dan memberi
makan kepada blastokist yang disebut sebagai desidua.
1,3
Setelah terjadi implantasi, desidua akan dibedakan menjadi :
1. Desidua basalis: desidua yang terletak antara blastokist dan miometrium
2. Desidua kapsularis: desidua yang terletak antara blastokist dan kavum uteri
3. Desidua vera: desidua sisa yang tidak mengandung blastokist
Bersamaan dengan hal ini pada daerah desidua basalis terjadi suatu
degenerasi fibrinoid, yang terletak diantara desidua dan trofoblast untuk
menghalangi serbuan trofoblast lebih dalam lagi. Lapisan dengan degenerasi
fibrinoid ini disebut sebagai lapisan Nitabuch.
Pada perkembangan selanjutnya, saat terjadi persalinan, plasenta akan
terlepas dari endometrium pada lapisan Nitabuch tersebut.
8
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis kemudian
diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil
konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing
dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan
isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya
dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara
mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi koriales menembus
desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang
dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu ke atas
umumnya yang dikeluarkan setelah ketubah pecah ialah janin, disusul beberapa
waktu kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas
dengan lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk
miniatur.2,3,4
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada
kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa
bentuk yang jelas (blighted ovum); mungkin pula janin telah mati lama (missed
abortion). Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat,
maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Isi uterus dimanakan mola
kruenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dan
dalam sisanya terjadi organisasi, sehingga semuanya tampak seperti daging.
Bentuk lain adalah mola tuberosa; dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol
karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses
mumifikasi: janin mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang oleh
sebab diserap, ia menjadi agak gepeng (fetus kompressus). Dalam tingkat lebih
lanjut ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiraseus). Kemungkinan
lain pada janin-mati yang tidak segera dikeluarkan ialah terjadinya maserasi; kulit
terkupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terisi cairan, dan
seluruh janin berwarna kemerah-merahan.2
9
Faktor genetik Faktor Faktor penyakit Faktor infeksi Faktor Faktor
anatomik autoimun lingkungan hormonal
uterus
Gangguan
pertumbuhan
janin
ABORTUS
10
2.5 KLASIFIKASI ABORTUS DAN PENANGANANNYA
Abortus dapat diklasifikasikan atas dua golongan:2,3,4,5,6
1. Abortus Spontan, yaitu abortus yang terjadi dengan tidak didahului
faktor-faktor mekanis ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan
oleh faktor-faktor alamiah. 6
2. Abortus Provokatus (induced abortion), yaitu abortus yang disengaja,
baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat. Abortus ini dibagi
menjadi: 6
a. Abortus Medisinalis (abortus therapeutica)
Abortus karena tindakan sendiri, dengan alasan bila kehamilan
dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi
medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim
dokter ahli.
b. Abortus kriminalis
Abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak
legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.
11
cara melakukan tes urin kehamilan menggunakan urin tanpa pengenceran dan
dengan pengenceran 1/10. Bila hasil tes urin masih positif keduanya maka
prognosisnya adalah baik, bila dengan pengenceran 1/10 hasilnya negatif maka
prognosisnya dubia ad malam.
Penanganan abortus imminens terdiri atas: 2,3,6
1. Istirahat-baring. Tirah baring merupakan unsur penting dalam pengobatan,
karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan
berkurangnya rangsangan mekanik. Tirah baring dilakukan sampai
perdarahan berhenti.
2. Tentang pemberian hormon progesteron pada abortus imminens belum ada
persesuaian faham. Sebagian besar ahli tidak menyetujuinya, dan mereka
yang menyetujuinya menyatakan bahwa harus ditentukan dahulu adanya
kekurangan hormon progesteron, apabila difikirkan bahwa sebagian besar
abortus didahului oleh kematian hasil konsepsi dan kematian ini dapat
disebabkan oleh banyak faktor, maka pemberian hormon progesteron
memang tidak banyak manfaatnya.
3. Pemeriksaan ultrasonografi penting dilakukan untuk menentukan apakah
janin masih hidup. Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui
pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan plasenta apakah sudah
terjadi pelepasan atau belum. Diperhatikan ukuran biometri janin/kantong
gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT. Denyut
jantung janin dan gerakan janin diperhatikan disamping ada tidaknya
hematoma retroplasenta atau pembukaan kanalis servikalis. Pemeriksaan
USG dapat dilakukan baik secara transabdominal maupun transvaginal.
4. Macam dan lamanya perdarahan menentukan prognosis kelangsungan
kehamilan. Prognosis menjadi kurang baik bila perdarahan berlangsung
lama, mules-mules yang disertai pendataran serta pembukaan serviks.
Penderita boleh dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan dengan pesan
khusus tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai lebih kurang 2
minggu.
12
2.5.2 Abortus Insipiens
Abortus insipiens ialah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan
sebelum 20 mingggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi
hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering
dan kuat, perdarahan bertambah. Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanankan
dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum, disusul dengan kerokan. 2,3
Pada kehamilan lebih dari 12 minggu biasanya perdarahan tidak banyak
dan bahaya perforasi pada kerokan lebih besar, maka sebaiknya proses abortus
dipercepat dengan pemberian infus oksitosin. Apabila janin sudah keluar tetapi
plasenta masih tertinggal, sebaiknya pengeluaran plasenta dikerjakan secara
digital yang dapat disusul dengan kerokan bila masih ada sisa plasenta yang
tertinggal. Bahaya perforasi pada hal yang terakhir ini tidak seberapa besar karena
dinding uterus menjadi tebal disebabkan sebagian besar hasil konsepsi telah
keluar. 2,3,6
13
Pengelolaan penderita ini harus memperhatikan keadaan umum dan
perubahan hemodinamik yang terjadi dan segera lakukan tindakan
evakuasi/pengeluaran hasil konsepsi disusul dengan kuretase bila perdarahan
banyak. Pada usia kehamilan di atas 12 minggu, uterus biasanya sudah melebihi
telur angsa, maka tindakan evakuasi dan kuretase harus dilakukan hati-hati, kalau
perlu dilakukan evakuasi dengan cara digital yang kemudian disusul dengan
tindakna kuretase sambil memberikan uterotonika yang akan mencegah terjadinya
perforsi pada dinding uterus. Pascatindakan perlu perbaikan keadaan umum,
pemberian uterotonika, dan antibiotika profilaksis. 2,3,5,6
14
Gambar 2.4 Abortus Inkomplit dan abortus komplit2,3
15
mammae agak mengendor lagi, uterus tidak membesar lagi bahkan mengecil, tes
kehamilan menjadi negatif. Dengan ultrasonografi dapat ditentukan segera apakah
janin sudah mati dan besarnya sesuai dengan usia kehamilan. Perlu diketahui pula
bahwa missed abortion kadang-kadang disertai oleh gangguan pembekuan darah
karena hipofibrinogenemia, sehingga pemeriksaan ke arah ini perlu dilakukan.
Penanganan: Setelah diagnosis missed abortion ditegakkan, timbul
pertanyaan apakah hasil konsepsi perlu segera dilakukan tindakan pengeluaran.
Tindakan pengeluaran itu tergantung dari berbagai faktor, seperti apakah kadar
fibrinogen dalam darah sudah mulai turun. Hipofibrinogenemia dapat terjadi
apabila janin yang mati lebih dari 1 bulan tidak dikeluarkan. Selain itu, faktor
mental penderita perlu diperhatikan karena tidak jarang wanita yang bersangkutan
merasa gelisah, mengetahui ia mengandung janin yang telah mati, dan ingin
supaya janin secepatnya dikeluarkan.6
Pengeluaran hasil konsepsi pada missed abortion merupakan satu tindakan
yang tidak lepas dari bahaya karena plasenta dapat melekat erat pada dinding
uterus dan kadang-kadang terdapat hipofibrinogenemia. Apabila diputuskan untuk
mengeluarkan hasil konsepsi itu, pada uterus yang besarnya tidak melebihi 12
minggu sebaiknya dilakukan pembukaan serviks uteri dengan memasukkan
laminaria selama kira-kira 12 jam dalam kanalis servikalis, yang kemudian dapat
diperbesar dengan busi Hegar sampai cunam ovum atau jari dapat dikeluarkan
lebih mudah serta aman, dan sisa-sisanya kemudian dibersihkan dengan kuret
tajam.2,3,6
16
ialah 73% dan 83,6%. Sebaliknya, Warton dan Fraser dan Llewellyn-Jones
memberi prognosis yang lebih baik, yaitu 25,9% dan 39%.2,3,6
Etiologi abortus habitualis pada dasarnya sama dengan penyebab abortus
spontan. Selain itu telah ditemukan penyebab imunologik yaitu kegagalan reaksi
terhadap antigen lymphocyte trophoblast cross reactive (TLX). Pasien dengan
reaksi lemah atau tidak ada akan mengalami abortus. Sistem TLX ini merupakan
cara untuk melindungi kehamilan. Kelainan ini dapat diobati dengan transfusi
leukosit atau heparin. Dalam usaha untuk mencari penyebab itu perlu dilakukan
penegakkan diagnosis yang teliti: anamnesis yang lengkap, pemeriksaan VDRL,
pemeriksaan test toleransi glukosa, pemeriksaan kromosom dan pemeriksaan
mikoplasma. Abortus habitualis yang terjadi dalam triwulan kedua dapat
disebabkan oleh serviks uteri yang tidak mampu terus menutup, melainkan
perlahan-lah membuka (inkompeten).2 Kelainan ini sering kali akibat trauma pada
serviks, misalnya karena usaha pembukaan yang berlebihan, robekan serviks yang
luas dan sebagainya.6
Diagnosis. Diagnosis abortus habitualis tidak sukar ditentukan dengan
anamnesis. Khususnya diagnosis abortus habitualis karena inkompetensia
menunjukkan gambaran klinik yang khas, yaitu dalam kehamilan triwulan kedua
terjadi pembukaan serviks tanpa disertai mules, ketuban menonjol dan pada suatu
saat pecah. Kemudian timbul mules yang selanjutnya diikuti oleh pengeluaran
janin yang biasanya masih hidup dan normal. Apabila penderita datang dalam
triwulan pertama, maka gambaran klinik tersebut dapat diikuti dengan melakukan
pemeriksaan vaginal tiap minggu. Penderita tidak jarang mengeluh bahwa ia
mengeluarkan banyak lendir dari vagina. Di luar kehamilan penentuan serviks
inkompeten dilakukan dengan histerosalpingografi yaitu ostium internum uteri
melebar lebih dari 8 mm.
Penanganan. Penyebab abortus habitualis untuk sebagian besar tidak
diketahui. Oleh karena itu, penanganannya terdiri atas: memperbaiki keadaan
umum, pemberian makanan yang sempurna, anjuran istirahat cukup banyak,
larangan koitus dan olahraga. Terapi dengan hormon progesteron, vitamin,
17
hormon tiroid, dan lainnya mungkin hanya mempunyai pengaruh psikologis
karena penderita mendapat kesan bahwa ia diobati.2,6
2.6 Diagnosis
Kriteria diagnosis abortus secara umum, meliputi:2,3
Ada riwayat terlambat haid atau amenore yang kurang dari 20 minggu
Perdarahan pervaginam, mungkin disertai Jaringan hasil konsepsi.
Rasa sakit atau kram perut di daerah supra simfisis.
18
e. Missed abortion
Biasanya tidak dapat ditentukan dengan satu kali pemeriksaan, melainkan
memerlukan waktu untuk pengamatan dan penilaian tanda-tanda tidak
tumbuhnya atau bahkan mengecilnya uterus. Missed abortion biasanya
didahului oleh tanda-tanda abortus iminens yang kemudian menghilang
secara spontan atau setelah pengobatan, Hasil konsepsi tertinggal dalam
rahim lebih dari 8 minggu atau biasanya tes kehamilan negatif.
f. Abortus infeksiosa
Abortus yang disertai dengan infeksi pada organ-organ genitalia.
Didapatkan febris, nyeri adneksa dan fluor yang berbau.
g. Abortus septik
Abortus infeksiosa berat dengan penyebaran kuman atau toksin ke
peritoneum dan peredaran darah. Didapatkan tanda-tanda sepsis pada
umumnya dan tidak jarang disertai dengan syok.
2. Laboratorium
Tes kehamilan, laboratorium rutin dan khusus seperti COT. Pemeriksaan
kadar fibrinogen pada missed abortion.
3. Radioiogi
Pemeriksaan USG dan Doppler untuk menentukan apakah janin masih
hidup dan menentukan prognosisnya.
19
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati
dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi,
dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi
atau perlu histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh
orang awan menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan uterus
biasanya luas; mungkin pula terjadi perlukaan pada kandung kemih atau
usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi,
laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cedera,
untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna
mengatasi komplikasi.2,3
3. Infeksi
Infeksi dalam uterus dan adneksa dapat terjadi dalam setiap abortus tetapi
biasanya didapatkan pada abortus inkomplet yang berkaitan erat dengan
suatu abortus yang tidak aman (unsafe abortion).
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang
merupakan flora normal, seperti : staphylococci, streptococci, Gram
negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum),
Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada
lactobacili, streptococci, staphylococci, Gram negatif enteric bacilli,
Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur. Umumnya pada
abortus infeksiosa, infeksi terbatas pada desidua. Pada abortus septik
virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke perimetrium, tuba,
parametrium, dan peritoneum. Organisme-organisme yang paling sering
bertanggung jawab terhadap infeksi pasca abortus adalah E.coli,
Streptococcus non hemolitikus, Streptococci anaerob, Staphylococcus
aureus, Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium perfringens. Bakteri
lain yang kadang dijumpai adalah Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus
dan Clostridium tetani. Streptococcus pyogenes potensial berbahaya oleh
karena dapat membentuk gas.
20
4. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan
karena infeksi berat (syok endoseptik).
21
Diagnosis klinik:
Gejala awal hampir sama dengan kehamilan biasa yaitu: mual,
muntah, pusing, dan lain-lain hanya saja derajat keluhan biasanya
lebih hebat.
Gejala perdarahan biasanya terjadi antara bulan pertama sampai
ketujuh dengan rata-rata 12-14 minggu.
Sifat perdarahan intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak
yang dapat menyebabkan syok.
Pemeriksaan USG menunjukkan gambaran berupa badai salju
(snow flake pattern) atau gambaran seperti sarang lebah (honey
comb).
2.9 PENCEGAHAN
Pencegahan kasus abortus yaitu dengan:
Mempersiapkan kehamilan konsumsi makanan yang bergizi,
vitamin, asam folat.
Cek TORCH sebelum hamil
Meghindari faktor predisposisi
Menjaga higienitas dan gaya hidup sehat.
22
BAB III
PENUTUP
23
DAFTAR PUSTAKA
24