Vous êtes sur la page 1sur 6

2.

4 Kasus Diagnosis Kanker Menggunakan Filamen Intermediet


2.4.1. Peran GFAP dan NFP daam Mendeteksi Astrocytoma
Astrocytoma merupakan salah satu jenis dari glioma. Glioma merupakan salah satu jenis tumor
yang terdapat di otak. Menurut Badan Kesehatan Sedunia (World Health Organization/WHO) t
erdapat tiga jenis glioma yang dapat dibedakan dari pemeriksaan histopatologis yaitu astrocytoma,
oligendroglioma dan mixed oligoastrocytoma. Dari ketiga jenis glioma ini, astrocytoma
merupakan tumor yang paling sering dan mencakup lebih dari 50% tumor ganas primer di otak[1].

Astrocytoma memiliki beberapa karakteristik antara lain :


a. Dapat timbul pada berbagai lokasi di susunan saraf pusat (SSP), tetapi lebih sering
ditemukan pada hemisfer serebral,
b. Biasanya menimbulkan manifestasi pada usia dewasa,
c. Memberikan gambaran histopatologi dan perilaku biologi yang berbeda-beda,
d. Dapat mengadakan infiltrasi ke sekitarnya maupun ke tempat-tempat yang jauh tanpa
dipengaruhi oleh gambaran histopatologi,
e. Memiliki kecenderungan untuk progresif menjadi fenotip yang lebih ganas seperti
anaplastic astrocytoma dan glioblastoma.

Menurut WHO, ada 4 tipe astrositoma, yaitu:


1. Grade I atau pylocytic astrocytoma. Pada tahap ini, astrocytoma masih jinak dan dapat
disembuhkan.
2. Grade II atau low-grade (fibrillary) astrocytoma. Pada tahap ini, pertumbuhan menjadi
lambat dan hanya dapat bertahan hidup slama 4 tahun.
3. Grade III atau anaplatic. Pada tahap ini, menunjukkan peningkatan proliferasi dan
anaplasia serta hanya dapat bertahan hidup selama 18 bulan
4. Grade IV atau glioblastoma multiform (GBM). Pada tahap ini, prevalensi paling sering
terjadi dan merupakan tumor otak primer yang ganas dengan gejala-gejala seperti sakit
kepala, mual dan muntah.

Astrocytoma mencakup tumor yang sangat bervariasi tergantung lokasinya di SSP, berpotensi
untuk tumbuh menjadi invasif, progresif dan menyebabkan timbulnya berbagai gejala klinik. Oleh
karena itu, sangat diperlukan untuk melakukan deteksi secara dini agar dapat ditentukan
pengobatan yang tepat. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam mendiagnosis astrocytoma,
salah satunya adalah dengan metode imunohistokimia. Di dalam imunohistokimia ini dapat
digunakan 2 jenis tumor marker, yaitu bisa menggunakan GFAP (glial fibrillary acidic protein)
atau NFP (neurofilament protein). NFP adalah protein filament intermediet kelas 4 dimana
mengandung 3 heteropolimeric polipeptida. NFP dapat ditemukan hampir disemua neurons,
tepatnya di bagian perikarion saat belum terfosforilisasi dan di akson jika belum terfosforilisasi.
NFAP dapat membantu dalam penentuan dari sub kelompok khusus dari GBMs dan memprediksi
berapa lama pasien dapat bertahan hidup. Sedangkan GFAP adalah filament intermediet yang
diekspresikan oleh beberapa sistem saraf pusat termasuk sel glia. GFAP dan NFAP diekspresikan
dalam berbagai jenis tumor glia dan gliobastoma (GBMs) dengan pola differensiasi neuronal[1].

(a) (b)

(c) (d)
Gambar: ekspresi NFAP dan GFAP didalam astrocytoma (a) ekspresi NFAP negatif (b)
ekspresi NFAP positif (c) ekspresi GFAP positif (d) ekspresi GFAP negative.

2.4.2. Pemeriksaan Imunohistokimia Vimentin sebagai Penanda Kanker Endometrium

Kejadian kanker endometrium lebih sering dijumpai pada wanita usia pascamenopause atau
perimenopause dengan riwayat perdarahan pervaginam yang abnormal. Dari mana pertumbuhan
tumor berasal, apakah dari endometrium atau endoserviks, sering menjadi masalah, sementara
dalam aspek terapi ada perbedaan penatalaksanaan antara kedua asal kanker tersebut[2].
Gambaran PA adenokarsinoma endometrium kadang-kadang tumpang tindih dengan
adenokarsinoma endoserviks. Hal itu mengakibatkan sangat sulit membedakan antara kanker
endometrium dengan kanker endoserviks, terutama pada spesimen yang terbatas seperti biopsi dan
kuretase endoserviks dan endometrium dengan pewarnaan hematoksilin-eosin. Hasil yang
diperoleh dari prosedur tersebut memiliki beberapa kelemahan antara lain adanya kontaminasi sel
dari endometrium dengan sel dari endoserviks. Dengan tercampurnya spesimen dari endoserviks
dan endometrium dalam sediaan tersebut, kadang-kadang pemeriksaan PA dengan pewarnaan
hematoksilin-eosin saja tak mampu membedakan asal dari tumor, apakah sel kanker tersebut
berasal dari endometrium yang menyebuk ke endoserviks atau sebaliknya[2].
Pola dari imunohistokimia yang memungkinkan identifikasi asal jaringan lebih akurat
dibandingkan dengan pemeriksaan hematoksilin-eosin saja. Terdapat beberapa pemeriksaan
imunohistokimia untuk membedakan adenokarsinoma endometrium dengan adenokarsinoma
endoserviks, yakni vimentin. Sensitivitas pewarnaan imunohistokimia vimentin sangat tinggi
untuk mengenal jaringan endometrium yaitu mencapai 97%. Pemeriksaan imunohistokimia
vimentin yang diyakini mampu mengenal jaringan kanker endometrium sekaligus membedakan
dari jaringan kanker endoserviks dapat dipakai sebagai prosedur diagnostik awal dan
menyederhanakan prosedur kuretase diagnostic[2].
Vimentin adalah protein yang membentuk filament intermediat dengan BM 57 kD yang
merupakan bagian kerangka sel (sitoskeleton), dan ditemukan dalam sel yang secara embrional
berasal dari mesenkim dan diekspresikan oleh sel epitel, termasuk sel epitel endometrium.6
Pemeriksaan imunohistokimia dengan vimentin dapat membedakan kanker endometrium dari
kanker endoserviks, khususnya pada gambaran PA yang tumpang tindih. Hal ini disebabkan
protein filamen intermediat vimentin dapat mengendap baik pada epitel kelenjar endometrium
normal maupun yang neoplastik, namun tidak pada epitel kelenjar endoserviks.7 Kemampuan
vimentin untuk membedakan kanker endometrium dari kanker endoserviks cukup tinggi[2].
Dari uji korelasi terdapat hubungan antara persentase area vimentin dengan stadium surgikal
kanker endometrium. Semakin rendah persentase area vimentin maka semakin tinggi stadium
surgikalnya. Begitu pula hubungan persentase area vimentin dengan derajat diferensiasi kanker
endometrium. Semakin rendah persentase area vimentin, maka semakin buruk derajat diferensiasi
sel kanker[2].

(a) (b)

Gambar: (a)Sediaan Jaringan Endometrium Penderita Kanker Endometrium dengan Pewarnaan


Imunohistokimia Vimentin (Vimentin Positif) (b) Sediaan Jaringan Endoserviks Penderita Kanker
Serviks dengan Pewarnaan Imonohistokimia Vimentin (Vimentin Negatif)

2.4.3. Peran Cytokeratin 19 dalam Mendeteksi Metastasis Kanker Payudara


Kanker payudara merupakan salah satu peyebab kematian wanita di seluruh dunia.
Identifikasi biomarker yang sensitive dan spesifik dari kanker payudara dalam sirkulasi dan
penentuan stadium berperan penting dalam manajemen terapi. Sampai saat ini, berbagai macam
tumor marker, telah diteliti untuk mendeteksi sel kanker payudara akibat banyaknya kasus
metastase, tetapi banyak yang tidak spesifik karena tereksperesi pada kanker selain kanker
payudara. Karenanya, nilai diagnostiknya menjadi terbatas. Berbagai upaya telah dilakukan untuk
mendeteksi keberadaan residu sel kanker ini, antara lain dengan memanfaatkan reverse
trancriptase PCM dengan bahan dasar epitel sel kanker payudara, yang mengandung cytokeratin
19/CK 19[3].

2.4.4 Ekspresi Cytokeratin 19 pada Kanker Paru-Paru


Pada kanker paru (epidemoid ca dan adeno ca), terjadi poliferasi sel tidak terkendali
sehingga produksi cytokeratin juga meningkat untuk pembentukan kerangka sel yang
mengakibatkan ekspresinya meningkat dan beberapa fragmen dapat dilepaskan oleh sel yang
hancur atau tumor yang nekrosis. Ekspresi cytokeratin spesifik untuk jaringan yang berbeda,
seperti percabangan bronkus dan eksperinya meningkat pada kanker paru-paru. Hanya saja
ekspresi cytokeratin 19 pada epidemoid ca dan adeno ca berbeda dimana ekspresi nya lebih tinggi
pada epidemoid ca. Hal itu disebabkan karena pada epidemoid ca, terjadi peningkatan produksi
keratin. Sedangkan pada adeno ca, srukturnya berupa kelenjar dan memroduksi lebih banyak
mukus. Antara pasien normal dan pasien resiko tinggi, tidak terdapat perbedaan ekspresi
cytokeratin 19 yang bermakna, hal ini disebabkan karena para penderita resiko tinggi belum
didapatkan adanya sel kanker. Akan tetapi, rata-rata sel yang terwarnai lebih banyak pada
penderita resiko tinggi yang menunjukkan kecenderungan peningkatan dari ekspresi cytokeratin
19. Untuk mendeteksi ekspresi cytokeratin 19 dalam sel kanker paru-aru digunakan metode
imunohistokimia[4].

[1]Iskandar Japardi. 2003. Astrositoma : insidens dan pengobatannya. Vol.22 No.3. Medan: J
Kedokter Trisakti. Diakses di www.univmed.org/wp-content/uploads/2011/02/Japardi.pdf

[2]Amru Sofian, Nugroho Kampono. Pebruari 2006. Peran Pemeriksaan Imunohistokimia


Vimentin sebagai Penanda Asal Jaringan Kanker Endometrium. Volum: 56, Nomor: 2. Jakarta:
IDI. Diakses di
http://mki.idionline.org/index.php?uPage=mki.mki_dl&smod=mki&sp=public&key=ODUtMTQ
=
[3]http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37087/4/chapter%20l.pdf
[4]Putra, N.Putu P, N. Sri Muktiati, K Mukyartha. Ekspresi Sitokeratin 19 dari Bilasan Bronkus
Penderita Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil dan Penerita Resiko Tinggi Kanker
Paru dengan Metode Imunohistokimia. Diakses di
http://www.google.co.id/url?q=http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Okto09GRI/makalah%2520dr.
Putu%2520Malang.pdf&sa=U&ved=0ahUKEwi08KFWgt3QAhWINY8KHSXFArsQFggPMA
A&usg=AFQjCNFLqhDd9or54SltFIYITWo1kobAhA.

Vous aimerez peut-être aussi