Vous êtes sur la page 1sur 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Walaupun sering di anggap hanya sebagai suatu organ yang diperlukan untuk mengeluarkan sisa
sisa metabolisme, ginjal sebenarnya memiliki fungsi yang jauh lebih banyak. Ginjal penting
untuk mempertahankan keseimbangan air, garam dan elektrolit dan merupakan suatu kelenjar
endokrin yang mengeluarkan paling sedikit 3 hormon. Ginjal membantu mengontrol tekanan
darah dan sangat rentan mengalami kerusakan apabila tekanan darah terlalu tinggi atau terlalu
rendah.
Secara anatomis organ urogenital terletak sebagian besar di rongga ekstraperitoneal kecuali
genitalia eksterna, dan terlindung oleh otot-otot dan organ-organ disekitarnya. Sehingga apabila
didapatkan cedera pada organ-organ urogenital perlu diperhatikan juga kemungkinan cedera
organ-organ disekitanya. Saluran urogenital (termasuk ginjal, ureter, kandung kemih, uretra)
dapat mengalami trauma karena luka tembus, trauma tumpul, penyinaran maupun cedera
Latrogenic akibat tindakan dokter pada saat operasi atau petugas medik lain.
Gejala yang paling banyak ditemukan adalah adanya darah pada urin (hematuria), berkurangnya
proses berkemih dan nyeri. Karena cedera atau trauma, limbah metabolic yang seharusnya dapat
dibuang lewat saluran kemih akan terganggu dan dapat berakibat fatal. Diagnosis dan
pengobatan yang tepat dapat mengurangi atau meminimalkan kerusakan menetap pada saluran
kemih.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Jelaskan definisi trauma ginjal !
2. Sebutkan etiologi dari trauma ginjal ?
3. Apa saja klasifikasi pada trauma ginjal ?
4. Sebutkan manifestasi klinis dari trauma ginjal ?
5. Jelaskan patofisiologi dari diabetes trauma ginjal !
6. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk penderita trauma ginjal ?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada penderita trauma ginjal ?
8. Apa saja komplikasi yang dapat muncul dari trauma ginjal ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma ginjal ?

1.3 TUJUAN

1. Untuk mengetahui definisi trauma ginjal


2. Untuk mengetahui etiologi dari trauma ginjal
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari trauma ginjal
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari trauma ginjal
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari trauma ginjal
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari trauma ginjal
7. Untuk mengetahui komplikasi dari trauma ginjal
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma ginjal

BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN & ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
TRAUMA RENAL

A. PENGERTIAN
Trauma renal adalah terjadinya cedera pada panggul, punggung, dan abdomen
atas yang dapat menyebabkan memar, laserasi, atau ruptur aktual pada ginjal. (Brunerr &
Suddarth.2002).
Normalnya ginjal dilindungi oleh susunan tulang iga, muskulatur punggung
posterior, dan oleh lapisan dinding abdomen serta visera anterior. Semuanya dapat
digerakkan dan difiksasi hanya pada pedikel renal (batang pembuluh darah renal dan
ureter). Adanya cedera traumatik, menyebabkan ginjal dapat tertusuk oleh iga paling
bawah, sehingga terjadi konstusi dan ruptur. Fraktur iga atau fraktur prosesus transversus
lumbar vertebra atas dapat dihubungkan dengan kontusi renal atau laserasi.
Cedera dapat tumpul (kecelakaan lalu lintas, jatuh, cedera atletik, akibat pukulan)
atau penetrasi (luka tembak, luka tikam). Lalai dalam menggunakan sabuk pengaman
sangat berperan dalam menimbulkan trauma renal pada kecelakaan lalu lintas. Trauma
renal sering dihubungkan dengan cedera lain; lebih dari 80% pasien trauma renal
mengalami cedera pada organ internal yang lain.

B. ETIOLOGI
Ada 3 penyebab utama dari trauma ginjal , yaitu :

1. Trauma tajam
Trauma tajam seperti tembakan dan tikaman pada abdomen bagian atas atau
pinggang merupakan 10 20 % penyebab trauma pada ginjal di Indonesia.
2. Trauma iatrogenic
Trauma iatrogenik pada ginjal dapat disebabkan oleh tindakan operasi atau
radiologi intervensi, dimana di dalamnya termasuk retrograde pyelography,
percutaneous nephrostomy, dan percutaneous lithotripsy. Dengan semakin
meningkatnya popularitas dari teknik teknik di atas, insidens trauma iatrogenik
semakin meningkat , tetapi kemudian menurun setelah diperkenalkan ESWL. Biopsi
ginjal juga dapat menyebabkan trauma ginjal .

3. Trauma tumpul
Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal. Dengan
lajunya pembangunan, penambahan ruas jalan dan jumlah kendaraan, kejadian trauma
akibat kecelakaan lalu lintas juga semakin meningkat.

Trauma tumpul ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma
langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, olah raga, kerja atau
perkelahian. Trauma ginjal biasanya menyertai trauma berat yang juga mengenai
organ organ lain. Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari ketinggian yang
menyebabkan pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam rongga peritoneum.
Kejadian ini dapat menyebabkan avulsi pedikel ginjal atau robekan tunika intima
arteri renalis yang menimbulkan trombosis.

Ada beberapa faktor yang turut menyebebkan terjadinya trauma ginjal. Ginjal
yang relatif mobile dapat bergerak mengenai costae atau corpus vertebrae, baik
karena trauma langsung ataupun tidak langsung akibat deselerasi. Kedua, trauma
yang demikian dapat menyebabkan peningkatan tekanan subcortical dan intracaliceal
yang cepat sehingga mengakibatkan terjadinya ruptur.

C. KLASIFIKASI

American Association for Surgery of Trauma membagi trauma ginjal atas 5 gradasi :
Grade 1 :
Kontusio renis
Terdapat perdarahan di ginjal tanpa kerusakan jaringan, kematian jaringan maupun
kerusakan kaliks
Hematuria dapat mikroskopik/ makroskopik
Pemeriksaan CT-scan normal

Grade 2
Hematom subkapsular atau perirenal yang tidak meluas, tanpa adanya kelainan
parenkim.

Grade 3
Laserasi ginjal tidak melebihi 1 cm
Tidak mengenai pelviokaliks
Tidak terjadi ekstravasasi.

Grade 4 :
Laserasi lebih dari 1 cm dan tidak mengenai pelviokaliks atau ekstravasasi urin
Laserasi yang mengenai korteks, medulla, dan pelviokaliks.

Grade 5 :
Cedera pembuluh darah utama
Avulsi pembuluh darah gangguan perdarahan ginjal
Laserasi luas pada beberapa tempat
Mekanisme dan keparahan cedera. Trauma renal digolongkan berdasarkan
mekanisme cedera (tumpul versus penetrasi), lokasi anatomis, atau keparahan cedera.

Trauma renal minor, mencakup kontusi, hematom, dan beberapa laserasi di


korteks ginjal
Cedera renal Mayor mencakup laserasi mayor disertai ruftur kapsul ginjal
Trauma renal Kritikal, meliputi laserasi multipel yang parah pada ginjal disertai
cedera pada suplai vaskule

D. MANIFESTASI KLINIK

Nyeri
Hematuria
Mual dan muntah
Distensi abdomen
Syok hipovolemik
Nyeri pada bagian punggung
Hematoma di daerah pinggang yang semakin hari semakin besar
Massa di rongga panggul
Ekimosis
Laserasi atau luka pada abdomen lateral dan rongga panggul
E. PATOFISIOLOGI

Secara anatomis ginjal dilindungi oleh susunan tulang iga, otot punggung
posterior, lapisan dinding abdomen, serta visera anterior. Oleh Karena itu, cidera ginjal
tidak jarang diikuti oleh cidera organ organ yang mengitarinya.
Adanya cidera traumatic, menyebabkan ginjal dapat tertusuk oleh iga paling
bawah shingga terjadi kontusi dan ruptur. Fraktur iga atau fraktur prosesus transverses
lumbar vertebra atas dapat dihubungkan dengan kontusi renal atau laserasi. Cidera dapat
tumpul (kecelakaan lalu lintas, jatuh, cidera atletik, akibat pukulan) atau penetrasi (luka
tembak, luka tikam)
Ketidakdisiplinan dalam menggunakan sabuk pengaman akan memberikan reaksi
goncangan ginjal didalam rongga retroperitoneum dan menyebabkan regangan pedikel
ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis. Robekan ini akan
memeacu terbentuknya bekuan-bekuan darah yang selanjutnya dapat menimbulkan
thrombosis arteri renalis beserta cabang cabangnya. Kondisi adanya penyakit pada
ginjal seperti hidronefrosis, kista ginjal, atau tumor ginjal akan memperberat suatu
trauma pada kerusakan struktur ginjal.
Cidera ginjal akan menyebabkan menifestasi kontusi, laserasi, rupture dan cidera
pedikel renal, atau laserasi internal kecil pada ginjal. Secara fisiologis, ginjal menerima
setengah dari aliran darah aorta abdominal, oleh karena itu meskipun hanya terdapat
laserasi renal yang kecil, namun hal ini dapat menyebabkan perdarahan yang banyak.
Cidera ginjal akan memberikan berbagai manifestasi masalah keperawatan.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Ada beberapa tujuan pemeriksaan diagnostik pada pasien yang dicurigai


menderita trauma ginjal, yaitu :

1. Klasifikasi beratnya trauma sehingga dapat dilakukan penenganan yang tepat dan
menentukan prognosisnya
2. Menyingkirkan keadaan ginjal patologis pre trauma
3. Mengevaluasi keadaan ginjal kontralateral
4. Mengevaluasi keadaan organ intra abdomen lainnya
a Plain Photo
Adanya obliterasi psoas shadow menunjukkan hematom retroperitoneaal atau
ekstravasasi urin. Udara usus pindah dari posisinya. Pada tulang tampak fraktur prosesus
transversalis vertebra atau fraktur iga.(Donovan , 1994)

b Intravenous Urography (IVU)


Pada trauma ginjal, semua trauma tembus atau trauma tumpul dengan
hemodinamik tidak stabil yang membutuhkan eksplorasi segera harus dilakukan single
shot high dose intravenous urography (IVU) sebelum eksplorasi ginjal. Single shot IVU
ini bersisi 2 ml/kgBB kontras standar 60% ionic atau non ionic yang disuntikkan intra
vena, diikuti satu pengambilan gambar abdomen 10 menit kemudian. Untuk hasil yang
baik sistol dipertahankan diatas 90 mmHg. Untuk menghemat waktu kontras dapat
disuntikkan pada saat resusitasi awal. Keterbatasan pemeriksaan IVU adalah tak bisa
mengetahui luasnya trauma. Dengan IVU bisa dilihat fungsi kedua ginjal, serta luasnya
ekstravasasi urin dan pada trauma tembus bisa mengetahui arah perjalanan peluru pada
ginjal. IVU sangat akurat dalam mengetahui ada tidaknya trauma ginjal. Namun untuk
staging trauma parenkim, IVU tidak spesifik dan tidak sensitive. Pada pasien dengan
hemodinamik stabil, apabila gambaran IVU abnormal dibutuhkan pemeriksaa lanjutan
dengan Computed Tomography (CT) scan. Bagi pasien hemodinamik tak stabil, dengan
adanya IVU abnormal memerlukan tindakan eksplorasi.

c CT Scan
Staging trauma ginjal paling akurat dilakukan dengan sarana CT scan. Teknik
noninvasiv ini secara jelas memperlihatkan laserasi parenkim dan ekstravasasi urin,
mengetahui infark parenkim segmental, mengetahui ukuran dan lokasi hematom
retroperitoneal, identifikasi jaringan nonviable serta cedera terhadap organ sekitar seperti
lien, hepar, pankreas dan kolon (Geehan , 2003). CT scan telah menggantikan pemakaian
IVU dan arteriogram.Pada kondisi akut, IVU menggantikan arteriografi karena secara
akurat dapat memperlihatkan cedera arteri baik arteri utama atau segmental. Saat ini
telah diperkenalkan suatu helical CT scanner yang mampu melakukan imaging dalam
waktu 10 menit pada trauma abdomen (Brandes , 2003).
d Arteriografi
Bila pada pemeriksaan sebelumnya tidak semuanya dikerjakan, maka arteriografi
bisa memperlihatkan cedera parenkim dan arteri utama. Trombosis arteri dan avulsi
pedikel ginjal terbaik didiagnosis dengan arteriografi terutama pada ginjal yang
nonvisualized dengan IVU. Penyebab utama ginjal nonvisualized pada IVU adalah avulsi
total pedikel, trombosis arteri, kontusio parenkim berat yang menyebabkan spasme
vaskuler. Penyebab lain adalah memang tidak adanya ginjal baik karena kongenital atau
operasi sebelumnya.(Mc Aninch , 2000)

e Ultra Sonography (USG)


Pemeriksa yang terlatih dan berpengalaman dapat mengidentifikasi adanya
laserasi ginjal maupun hematom. Keterbatasan USG adalah ketidakmampuan untuk
membedakan darah segar dengan ekstravasasi urin, serta ketidakmampuan
mengidentifikasi cedera pedikel dan infark segmental. Hanya dengan Doppler berwarna
maka cedera vaskuler dapat didiagnosis. Adanya fraktur iga , balutan, ileus intestinal,
luka terbuka serta obesitas membatasi visualisasi ginjal.(Brandes, 2003).

G. PENATALAKSANAAN

1. Konservatif
Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini dilakukan observasi
tanda-tanda vital (tensi, nadi, suhu tubuh), kemungkinan adanya penambahan masa di pinggang,
adanya pembesaran lingkar perut, penurunan kadar hemoglombin dan perubahan warna urin
pada pemeriksaan urin. Trauma ginjal minor 85% dengan hematuri akan berhenti dan sembuh
secara spontan. Bed rest dilakukan sampai hematuri berhenti.

2. Eksplorasi
a) Indikasi Absolut
Indikasi absolut adalah adanya perdarahan ginjal persisten yang ditandai oleh adanya
hematom retroperitoneal yang meluas dan berdenyut. Tanda lain adalah adanya avulsi
vasa renalis utama pada pemeriksaan CT scan atau arteriografi.
b) Indikasi Relatif
1) Jaringan Nonviable
Parenkim ginjal yang nekrosis lebih dari 25% adalah indikasi relatif untuk dilakukan eksplorasi.
2) Ekstravasasi Urin
Ekstravasasi urin menandakan adanya cedera ginjal mayor. Bila ekstravasasi menetap maka
membutuhkan intervensi bedah.
3) Incomplete Staging
Penatalaksanaan nonoperatif dimungkinkan apabila telah dilakukan pemeriksaan imaging untuk
menilai derajat trauma ginjal. Adanya incomplete staging memerlukan pemeriksaan imaging
dahulu atau eksplorasi /rekonstruksi ginjal. Pada pasien dengan kondisi tidak stabil yang
memerlukan tindakan laparotomi segera, pemeriksaan imaging yang bisa dilakukan hanyalah one
shot IVU di meja operasi. Bila hasil IVU abnormal atau tidak jelas atau adanya perdarahan
persisten pada ginjal harus dilakukan eksplorasi ginjal.
4) Trombosis Arteri
Trombosis arteri renalis bilateral komplit atau adanya ginjal soliter dibutuhkan eksplorasi segera
dan revaskularisasi.
5) Trauma Tembus
Pada trauma tembus indikasi absolut dilakukan eksplorasi adalah perdarahan arteri
persisten. Hampir semua trauma tembus renal dilakukan tindakan bedah. Perkecualian adalah
trauma ginjal tanpa adanya penetrasi peluru intraperitoneum Luka tusuk sebelah posterior linea
aksilaris posterior relatif tidak melibatkan cedera organ lain.(Brandes, 2003)
3. Teknik Operasi

H. KOMPLIKASI

Komplikasi dini terjadi dalam bulan pertama setelah injuri, dan dapat terjadi
perdarahan, infeksi, perinefrik abses, sepsis, fistula urinaria, hipertensi, extravasi urinaria,
dan urinoma. Adapun komplikasi yang tertunda, yaitu perdarahan, hidronefrosis,
pembentukan calculi, pyelonefritis kronik, hipertensi, arterivenous fistula,
pseudoaneurisma.

Perdarahan retroperitoneal yang tertunda, biasanya terjadi pada beberapa minggu


dari terjadinya injuri dan dapat mengancam jiwa. Embolisasi angiografik yang selektif
adalah pengobatan pilihan.

Pembentukan abses Perinephric biasanya dapat diatasi dengan drainase perkutan.


Manajemen perkutan memberikan risiko yang minimal pada kerusakan ginjal
dibandingkan re-operasi, yang dapat menyebabkan nephrectomy ketika jaringan yang
terinfeksi sulit untuk beregenerasi.

Hipertensi dapat terjadi secara akut sebagai akibat dari kompresi eksternal, karena
hematoma perirenal dan membuat jaringan ginjal iskemik.

Renin - yang dimediasi hipertensi dapat terjadi jangka panjang sebagai akibat
dari komplikasi; etiologinya termasuk trombosis arteri ginjal, trombosis arteri segmental,
dan fistula arteriovenosa. Arteriografi dapat memberi informasi dalam kasus-kasus pasca-
trauma hipertensi.

Pengobatan diperlukan jika hipertensi tetap ada dan mungkin termasuk


manajemen medis, eksisi dari segmen iskemik, atau total nephrectomy. Dalam waktu jauh
lebih lama setelah trauma, hipertensi dapat tetap ada karena perubahan patologis, yang
menghasilkan jaringan ginjal iskemik dengan kompresi atau stenosis dari arteri ginjal.

Ekstravasasi urin setelah dilakukan rekonstruksi pada ginjal sering reda tanpa
intervensi selama obstruksi saluran kemih dan infeksi biasanya tidak ada. Saluran kemih,
stenting retrograde dapat memperbaiki drainase dan memungkinkan penyembuhan.
Ekstravasasi urin yang persisten dari ginjal dinyatakan layak setelah trauma tumpul
sering merespon stent penempatan dan / atau drainase perkutan.

Fistula arteriovenosa biasanya hadir dengan onset hematuria yang tertunda


secara signifikan, paling sering setelah trauma . Embolisasi perkutan efektif untuk gejala
fistula arteriovenosa , tetapi yang lebih besar mungkin memerlukan pembedahan.
Hidronefrosis mungkin memerlukan koreksi bedah atau nephrectomy.
Perkembangan pseudoaneurysms adalah komplikasi yang jarang terjadi setelah trauma
ginjal tumpul. Dalam laporan kasus banyak, embolisasi transkateter tampaknya menjadi
solusi, minimal invasif dapat diandalkan. Kolik ginjal akut dari rudal tetap merupakan
komplikasi yang jarang dari cedera rudal ke perut dengan rudal dipertahankan dan dapat
dilakukan endoskopi. Komplikasi lain yang tidak biasa, seperti obstruksi duodenum,
merupakan hasil dari hematoma retroperitoneal akibat trauma tumpul ginjal

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA TRAUMA RENAL


A. PENGKAJIAN
a) Biodata
Data identitas klien dan tidak ada kaitan jenis kelamin dan usia atas kejadian
trauma. Pekerjaan (aktivitas kerja) berpengaruh terhadap kejadian trauma.
Misalnya pengendara sepeda motor, pekerja bangunan dan pekerja tambang. Hal
ini di karenakan resiko pekerjaan untuk terjadi trauma tinggi.
b) Keluhan utama
Pada trauma ini, yang paling sering adalah nyeri dan hematuria. Pada trauma
ginjal nyeri terjadi pada pinggang (costo vertebrae). Nyeri khas yang terjadi
adalah nyeri ketok. Hematuria bahkan gross hematuria sering terjadi pada trauma
organ ini.
c) Riwayat penyakit
Trauma terjadi karena benturan primer maupun sekunder (proses desa kruang
akibat trauma tumpul abdomen). Riwayat penyakit dahulu tidak disignifikan
pengaruhnya terhadap trauma selanjutnya.
d) Pola psiko sosial
Terjadi kecemasan pasca trauma karena ketidak nyamanan (nyeri) pada area
trauma. Interaksi social ada pembatasan karena intoleransi akitifitas.
e) Pola pemenuhan kebutuhan sehari hari
Tidak ada perubahan pada pola pemenuhan nutrisi, kecuali diikuti anoreksia dan
mulai muntah akibat sickness effect. Jika terjadi gross hematuria berarti anemia
bisa terjadi dan mengakibatkan penurunan aktifitas. Selain itu, gross hematuria
bisa mengakibatkan deficit volume cairan dan elektrolit akibat haluaran
(bleeding) yang berlebihan.Terjadi gangguan pada eliminasi urine misalnya
dysuria, hematuria, retensi urine, dan lain sebagainya

B. PENGKAJIAN
a) Pengkajian primer
a. Airway
- Kaji penyebab terjadinya obstruksi atau gangguan jalan nafas seperti
tersedak adanya benda asing
- Non obstruksi, kaji penyebab adanya trauma medula spinalis
b. Breathing
- Kaji penyebab adanya penurunan kesadaran
- Kaji penyebab adanya fraktur iga
- Kaji penyebab adanya cyanosis sentral sekitar mulut

c. Circulation
- Kaji penyebab adanya gangguan berhubungan dengan darah dan
pembuluh darah
- Kaji penyebab adanya perdarahan
- Kaji penyebab nadi tidak teratur
- Kaji penyebab CRT lebih dari 2 detik
- Kaji penyebab cyanosis perifer
- Kaji penyebab pucat

Neurologi

- Nilai GCS (E : M: V: )
- Kesadaran kuantitatif
d. Diasability
- Pupil isokor , anisokor
- Refleks cahaya
- Besar pupil
e. Exprosure
- Kaji adanya luka atau jejas
f. Folley catheter
- Pemasangan kateter
- Urine yang dikeluarkan
- Warna urine

C. Pemeriksaan fisik khusus


a. Inspeksi :
Pemeriksaan secara umum,klien terlihat sangat kesakitan oleh adanya
nyeri.pada status lokasi biasanya didapatkan adanya jejas pada pnggang
atau punggung bawah,terlihat tanda ekimosis dan laserasi atau luka di
abdomen lateral dan rongga panggul.pemeriksaan urine output didapatkan
adanya hematuria.pada trauma rupture perikel,klien sering kali dating
dalam keadaan syok berat dan terdapat hematoma di daerah pinggang
yang makin lama makin besar
b. Palpasi :
Didapatkan adanya massa pada rongga panggul,nyeri tekan pada region
kostovertebra.
PATHWAY TRAUMA GINJAL

Trauma tumpul Trauma tajam (tembakan, Trauma iatrogenic


( kecelakaan, jatuh) tusukan benda ( operasi, biopsy ginjal)
Goncangan rongga
retroperitoneum Mencederai abdomen/
Tekanan subcortical pinggang/punggung
dan intracaliceal
Menembus ginjal Mencederai ginjal
Rupture

Trauma ginjal

Robekan tunika Perdarahan masif Intervensi bedah Iritabilitas Penurunan


intima arteri pada retroperitoneal jaringan fungsi ginjal,
renalis robekan ginjal
Thrombosis arteri Volume intravaskuler Post operasi Kolik renal
renalis menurun Penurunan
Penurunan Luka pasca Merangsang laju filtrasi
Resiko syok
oksigen ke ginjal operasi reseptor glomerulus
hipovolemik Disuria,
nyeri
Ketidakefektifan hematuria
Resiko
perfusi jaringan Nyeri akut
infeksi
ginjal Gangguan
eliminasi
urine
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidak efektifan perfusi jaringan; ginjal b/d trauma


2. Nyeri akut b/d agen cedera fisik
3. Gangguan eliminasi urine b/d trauma
4. Resiko syok hipovolemik b/d pengeluaran darah masin pada arteri renal
5. Resiko tinggi infeksi b/d adanya luka pembedahan

E. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan; ginjal b/d trauma
Tujuan : setelah dilakukuan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat
mempertahankan fungsi enal agar tetap maksimal
Kh :
tekanan systole dan diastole dalam rentang yg dihapkan
ttv normal

N Intervensi Rasional
o

1 Kaji ttv Untuk menentukan intervensi


selanjutnya

2 Kaji daerah abdomen, dada dan Mengetahui adanya pembengkakan,


punggung palpasi massa, edema, ekimosis, dan
perdarahan

3 Monitor adanya hematuria Hematuria mengidentifikasi adanya


perdarahan renal

4 Anjurkan pasien untuk Peningkatan jumlah cairan


meningkatkan jumlah cairan bila memperlancar urin dan menilai faal ginjal
diindikasikan

5 Kolaborasi dalam pemberian Berguna dalam memperbaiki tekanan


cairan iv darah dan perfusi ginjal

2.Nyeri Berhubungan Dengan agen cedera fisik

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri terkontrol, dengan

Kh:
klien mampu mengontrol nyeri
melaporkan nyeri brkurang dengan manajemen nyeri
menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkrang

N Intervensi Rasional
o

1 Kaji intensitas nyeri, prhatikan Hasil pengkajian membantu evaluasi


lokasi dan karakteristik derajat ketidaknyamanan dan
ketidakefektifan anlgesik atau menyatakan
adanya komplikasi

2 Bedrest dan atur posisi yang Posisi yang nyaman dapat membantu
nyaman bagi pasien meminimalkan nyeri

3 Anjurkan pasien untuk Nyeri akut tercetus pada area ginjal oleh
menghindari posisi yang menekan penekanan
daerah lumbal

4 Ajarkan teknik relaksasi atau Untuk meminimalkan nyeri ketka nyeri


distraksi pada pasien terjadi

5 Kolaborasi dengan dokter untuk Membantu meredahkan nyeri


pemberian anlgesk

3. Diagnosa Gangguan eliminasi urine b/d trauma


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan eliminasi urin dalam
batas normal
KH:
tidak ada residu urine >100-200cc
intake cairan dalam rentang nomal
balance cairan seimbang

N Intervensi Rasional
o

1 Monitor asupan dan keluaran Hasil monitoring memberikan informasi


urine tentang fungsi ginjal dan adanya
komplikasi(infeksi dan perdarahan )

2 Monitor paralisis ileus (bising Gangguan dalam kembalinya bising


usus) usus dapat mengidentifikasi adanya
komplikasi contonya, peritonitis, obstruksi
mekanik

3 Pantau posisi selang drainase Hambatan urine memungkinkan


dan kantung sehingga terbentuknya tekanan dalam saluran
memungkinkan tidak terhambatnya perkemihan, membuat resiko kebocoran dan
aliran urine kesukan parenkim ginjal

4 Kolaborasi dengan dr untuk Untuk membantu pasien dalam


pemasangan kateter jika dibutuhkan eliminasi urin

4. Resiko syok hipovolemik b/d pengeluaran darah masin pada arteri renal
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan volume
teratasi

Kh:

nadi dalam batas normal


irama jantung dalam batas normal
PH darah dalam batas normal

N Intervensi Rasional
o

1 Monitoring status cairan (turgor Jumlah dan tipe cairan penganti


kulit, membrane mukosa, urine ditentukan dari keadaan status cairan.
outout) Penurunan volume cairan mengakibatkan
menurunnya produksi urine

2 Kaji warna kulit suhu, sianosis, Mengetahui adanya pengaruh


nadi perifer, secara teratur peningkatan tahanan perifer

3 Pantau frekuensi jantung dan Perubahan frekuensi dan irama jantung


iramanya menunjukan komplikasi distritmia

4 Ajarkan pasien dan keluarga Pencegahan dini jika terjadi syok


tentang tanda dan gejala syok

5 Kolaborasi dalam pemberian Jalur yang paten untuk pemberian


caian iv dan pembedahan cairan cepat dan memudahkan perawat
dalam melakukan control intake dan output
cairan dan pembedahan ditunjukan pada
trauma ginjal mayor dengan tujuan untuk
segera menghentikan perdarahan

5. Resiko infeksi b/d adanya luka pembedahan


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharpakan tidak akan terjadi
infeksi
Kh :
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

N Intervensi Rasional
o

1 Kaji jenis pembedahan, hari Mengidentifikasi kemajuan atau


pembedahan, penyimpangan dari tujuan yang diharapkan

2 Lakukan mobilisasi miring Mencegah penekanan setempat yang


kanan- miring kiri setiap 2 jam berujung pada nekrosis jaringan

3 Lakukan perawatan luka


Lakukan perawatan luka Perawatan luka sebaiknya setiap hari
steril pada hari 3 setelah untuk menurunkan kontak tindakan
operasi dan dulangi setiap 2 dengan luka yang dalam kondisi
hari sekali steril sehingga mencegah
kontamisasi dengan luka
Bersikan luka dengan cairan Pembersihan debrin dan kuman
antiseptic sejenis iodine sekitar luka dapat mencegah
providum dengan cara kontaminasi kuman ke jaringan
swabbing dari arah dalam ke Iodine provedium mempunyai
luar kelemahan dalam proses epitelisasi
jaringan sehingga menghambat
Bersikan sisa iodine pertumbuha luka sehingga harus
provedium dgn alcohol 70 % dibersikan dengan alcohol
Penutupan secara menyeluruh dapat
Tutup luka dengan kasa steril menghindari kontamisasi dengan
dan plester adhesive yang kuman (bendah/udara)
menyeluruh menutupi kassa

Vous aimerez peut-être aussi