Vous êtes sur la page 1sur 2

1.

Patogenesis
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan terutama sel
mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai
faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada penderita
asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma
persisten. Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma
nonalergik, asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin.
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen, virus, iritan
yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada
sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat.
1.1. Reaksi Asma Tipe Cepat
Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast
tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed mediator seperti histamin, protease dan
newly generated mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan kontraksi
otot polos bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi.
1.2. Reaksi Fase Lambat
Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan pengerahan serta
aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag.
2. Faktor resiko
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host factor) dan faktor
lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk
berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik (atopi) , hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin
dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan/ predisposisi asma
untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan
gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu alergen, sensitisasi
lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi
dan besarnya keluarga.
3. Gejala
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat normal. Kelainan
pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi pada auskultasi. Pada sebagian
penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah
terdapat penyempitan jalan napas. Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas,
edema dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi penderita
bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu
meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi dan
hiperinflasi. Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Walaupun
demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat berat, tetapi
biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan
penggunaan otot bantu napas.

6. Terapi
7. Monitoring

Vous aimerez peut-être aussi