Vous êtes sur la page 1sur 2

Dalam sebuah studi epidemiologi penyakit usus inflamasi di Indonesia, 1065 kasus colitis

proktitis didiagnosis dari tahun 1965 sampai 1983. Didominasi laki-laki, dengan rasio 1.4:1 laki-
laki untuk perempuan. Tahunan tingkat insiden lebih tinggi di perkotaan dari pada di daerah
pedesaan. Tingkat insiden tahunan meningkat tiga kali lipat dari 2,8 per 10 menjadi 6,6 per
10 dalam periode tertentu, yang mempengaruhi semua kelompok umur lebih dari 14 tahun, baik
perkotaan maupun pedesaan dan di kedua jenis kelamin, artinya faktor perilaku yang menjadi
akar masalah utama. Perilaku seksual menyimpang masyarakat seperti hubungan seksual sesama
jenis (homoseksual) dan hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan dapat menimbulkan
Proctitis. Bahkan tidak jarang pasien datang kembali dalam kondisi yang lebih buruk dan
mengalami komplikasi. Hal ini juga disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai
cara penularan penyakit Proctitis melalui hubungan seksual sehingga masyarakat terlambat
menyadari penyakitnya. Selain itu perilaku masyarakat yang mengonsumsi makanan yang tidak
dimasak matang dan tidak terjamin kebersihannya juga menjadi masalah terhadap terjadinya
Proctitis. Oleh karena itu, perlu dilakukan kegiatan-kegiatan yang dapat mencegah prilaku
masyarakat yang menyebabkan Proctitis.
Berbagai macam tindakan pencegahan telah dikembangkan untuk mengendalikan tingkat
prevalensi proctitis yang terus meningkat di Indonesia, diantaranya membuat leaflet-leaflet berisi
informasi bahwa hubungan seksual menyimpang (homoseksual dan hubungan seksual yang
berganti-ganti pasangan) dapat menyebabkan Proctitis, melakukan penyuluhan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi makanan yang bersih dan dimasak
dengan matang, membuat seminar bagi masyarakat mengenai Proctitis sehingga dapat
mengetahui penyebab terjadinya Proctitis, cara mencegah Proctitis, dan mengenali gejala-gejala
Proctitis sehingga dapat mencegah keterlambatan berobat yang menyebabkan terjadinya
komplikasi dll. Walaupun sudah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah, namun
prevalensi proctitis di Indonesia tetap tinggi, hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan dan
kesadaran dari masyarakat itu sendiri.

1.2 Anatomi dan Fisiologi

Tractus gastrointestinal berakhir pada sebuah segmen yang pendek, yaitu canalis ani
( saluran anus) bagian tepi luar anus memiliki batas yang tidak jelas tetapi biasanya kulit
pada saluran anus dapat dibedakan dengan kulit perianal disekelilingnya berdasarkan
penampakanya yang basah dan tidak berambut. Normalnya canalis ani dipertahankan dalam
posisi menutup oleh kerja otot sfingter ani eksterna yang dikendalikan oleh kemauan
(volunter) dan sfingter ani interna yang berda diluar kendali kemauan (involunter), sfingter
ani interna merupakan peluasan selubung muskular dinding rectum. Arah canalis ani yang
secara kasar sama dengan arah garis yang menghubungkan anus dengan umbilicus harus
diperhatikan dengan cermat. Berbeda dengan rectum yang berda diatasnya, saluran tersebut
dipersarafi oleh serabut saraf sensorik somatik sehingga jari tangan atau alat yang
dimasukkan kedalam anus dengan arah yang salah akan menimbulkan rasa nyeri.

Canalis ani dipisahkan dengan rectum yang berada diatasnya oleh linea serata yang
menandai perubahan dari kulit menjadi membran mukosa. Sambungan ( junction) anorektal
yang sering dinamakan linea pektinata atau linea dentata ini juga merupakan batas yang
memisahkan antara pasokan saraf somatik dan saraf visceral. Batas tersebut dapat dilihat
pada pemeriksaan proktoskopi,tetapi tidak bisa diraba.

Vous aimerez peut-être aussi