Vous êtes sur la page 1sur 19

REFRAT PREEKLAMPSIA

DAN EKLAMPSIA
BAB I
PENDAHULUAN

Preeklampsia Merupakan Suatu gangguan multisistem idiopatik yang


spesifik pada kehamilan dan nifas ditandai dengan berkurangnya perfusi organ
akibat vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.
Preeklampsia sebagai salah satu dari gangguan hipertensi dalam kehamilan
sering dijumpai dan termasuk salah satu diantara tiga trias mematikan, bersama
dengan perdarahan dan infeksi, yang banyak menimbulkan morbiditas dan
mortalitas ibu karena kehamilan.
Preeklampsia dan eklampsia dikenal dengan nama Toksemia Gravidarum
merupakan suatu sindroma yang berhubungan dengan vasospasme, peningkatan
resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ yang ditandai
adanya hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Adanya
kejang dan koma lebih mengarah pada kejadian eklampsia.
Hipertensi biasanya muncul lebih awal dari tanda-tanda lainnya. Untuk
menegakkan diagnosa preeklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg
atau lebih diatas nilai normal atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Kenaikan
tekanan diastolik sebenarnya lebih dipercaya. Apabila tekanan diastolik naik 15
mmHg atau lebih, atau 90 mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat
dibuat. Penentuan tekanan darah ini dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu
6 jam pada keadaan istirahat.
Edema adalah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam
jaringan tubuh, yang diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki,
jari tangan, dan wajah. Kenaikan berat badan kg per minggu dalam kehamilan
masih dianggap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg per minggu beberapa kali, hal ini
perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya preeklampsia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Preeklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya


perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel.
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan Proteinuria.
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita Preeklampsia, yang
disertai dengan kejang menyeluruh dan koma. Sama halnya dengan
Preeklampsia, eklampsia dapat timbul pada Ante, Intra, dan Postpartum.
Eklampsia Postpartum umumnya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah
persalinan.

B. ETIOLOGI

Etiologi penyakit ini sampai sekarang belum dapat diketahui dengan


pasti. Banyak teori- teori dikemukakan tetapi belum ada yang mampu memberi
jawaban yang memuaskan tentang penyebabnya sehingga disebut sebagai
penyakit teori. Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal
sebagai berikut:
1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda,
hidramnion, dan mola hidatidosa.
2. Sebab bertambahnya frekuensi pada bertambahnya usia kehamilan.
3. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian
janin intrauterin.
4. Sebab jarangnya ditemukan kejadian preeklampsia pada kehamilan
berikutnya.
5. Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang, dan koma.
Iskemia plasenta; peningkatan deportasi trofoblas, yang merupakan
konsekuensi dari iskemia, akhirnya dapat menimbulkan disfungsi endotel.
Pada kehamilan normal, invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua
menghasilkan suatu perubahan fisiologis pada arteri spiralis. Untuk
memenuhi kebutuhan kehamilan maka jalan yang paling mungkin adalah
membesarkan diameter arteri. Pada wanita hamil, pembesaran diameter arteri
spiralis meningkat 4-6 kali lebih besar daripada arteri spiralis wanita tidak
hamil, yang akan memberikan peningkatan aliran darah 10.000 kali
dibandingkan aliran darah wanita tidak hamil. Maka kemampuan melebarkan
diameter arteri spiralis ini merupakan kebutuhan utama untuk keberhasilan
kehamilan.
Hasil akhir dari perubahan fisiologis yang normal adalah arteri spiralis
yang tadinya tebal dan muskularis menjadi lebih lebar berupa kantung yang
elastis, bertahanan rendah dan aliran cepat, dan bebas dari kontrol
neurovascular normal, sehingga memungkinkan arus darah yang adekuat untuk
pemasokan oksigen dan nutrisi bagi janin.
Pada preeklampsia terjadi defisiensi plasentasi. Terjadi kegagalan pada
invasi trofoblas, sehingga perubahan fisiologis pada arteri spiralis tidak
terjadi. Perubahan hanya terjadi pada sebagian arteri spiralis segmen desidua,
sementara arteri spiralis segmen miometrium masih diselubungi oleh sel-sel
otot polos. Selain itu ditemukan pula adanya hyperplasia tunika media dan
thrombosis. Garis tengah arteri spiralis 40% lebih kecil dibandingkan pada
kehamilan normal, hal ini menyebabkan tahanan terhadap aliran darah
bertambah dan pada akhirnya menyebabkan insufisiensi dan iskemia.

C. INSIDENSI DAN FAKTOR RESIKO


Insidens preeklamsia relatif stabil antara 4-5 kasus per 10.000 kelahiran
hidup pada negara maju. Pada negara berkembang insidens bervariasi antara 6-
10 kasus per 10.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu bervariasi antara
0%-4%. Kematian ibu meningkat karena komplikasi yang dapat mengenai
berbagai sistem tubuh. Penyebab kematian terbanyak ibu adalah perdarahan
intraserebral dan oedem paru. Kematian perinatal berkisar antara 10%-28%.
Penyebab terbanyak kematian perinatal disebabkan karena prematuritas,
pertumbuhan janin terhambat, dan meningkatnya karena solutio plasenta.
Sekitar kurang lebih 75% eklampsi terjadi antepartum dan 25% terjadi pada
postpartum. Hampir semua kasus (95%) Eklampsi antepartum terjadi pada
trisemester ketiga.
Dilaporkan angka kejadian rata-rata sebanyak 6% dari seluruh
kehamilan dan 12 % pada kehamilan primigravida. Lebih banyak dijumpai pada
primigravida daripada multigravida terutama primigravida usia muda.
Faktor risiko preeklampsia adalah:
1. Nullipara
2. Kehamilan ganda
3. Obesitas
4. Riwayat keluarga preeklampsia eklampsia
5. Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
6. Diabetes mellitus gestasional
7. Adanya trombofilia
8. Adanya hipertensi atau penyakit ginjal

D. PATOFISIOLOGI

Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya


spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila dianggap
bahwa spasmus arteriolar juga ditemukan diseluruh tubuh, maka mudah
dimengerti bahwa tekanan darah yang meningkat nampaknya merupakan usaha
mengatasi kenaikan tahanan perifer, agar oksigenasi jaringan dapat tercukupi.
Peningkatan berat badan dan oedema yang disebabkan penimbunan cairan yang
berlebihan dalam ruang interstitial belum diketahui sebabnya. Telah diketahui
bahwa pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan kadar
prolaktin yang tinggi daripada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk
mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium. Pada
preeklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.
1. Perubahan Kardiovaskuler
Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena
vasodilatasi perifer yang diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol,
mungkin akibat meningkatnya kadar progesteron di sirkulasi, dan atau
menurunnya kadar vasokonstriktor seperti angiotensin II dan adrenalin serta
noradrenalin, dan atau menurunnya respon terhadap zat-zat vasokonstriktor
tersebut akan meningkatnya produksi vasodilator atau prostanoid seperti
PGE2 atau PGI2. Pada trimester ketiga akan terjadi peningkatan tekanan
darah yang normal ke tekanan darah sebelum hamil. Kurang lebih sepertiga
pasien dengan preeklampsia akan terjadi pembalikan ritme diurnalnya,
sehingga tekanan darahnya akan meningkat pada malam hari.
2. Regulasi Volume Darah
Pengendalian garam dan homeostasis juga meningkat pada
preeklampsia. Kemampuan untuk mengeluarkan natrium juga terganggu
tapi pada derajat mana hal ini terjadi adalah sangat bervariasi dan pada
keadaan berat mungkin tidak dijumpai adanya oedem. Bahkan jika dijumpai
oedem interstitial, volume plasma adalah lebih rendah dibandingkan pada
wanita hamil normal dan akan terjadi hemokonsentrasi. Terlebih lagi suatu
penurunan atau suatu peningkatan ringan volume plasma dapat menjadi
tanda awal hipertensi.
3. Volume darah, Hematokrit, dan Viskositas Darah
Rata-rata volume plasma menurun 500 ml pada preeklampsia
dibandingkan hamil normal, penurunan ini lebih erat hubungannya dengan
wanita yang melahirkan BBLR.
4. Aliran Darah di Organ organ
a. Aliran darah di otak
Pada preeklampsia arus darah dan konsumsi oksigen berkurang
20%. Hal ini berhubungan dengan spasme pembuluh darah otak yang
mungkin merupakan suatu faktor penting dalam terjadinya kejang pada
preeklampsia maupun perdarahan otak.
b. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal
Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang
sering menjadi pertanda pada kehamilan muda. Pada preeklampsia arus
darah efektif ginjal rata-rata berkurang 20% (dari 750 ml menjadi
600ml/menit) dan filtrasi glomerulus berkurang rata-rata 30% (dari 170
menjadi 120ml/menit) sehingga terjadi penurunan filtrasi. Pada kasus
berat akan terjadi oligouria, uremia dan pada sedikit kasus dapat terjadi
nekrosis tubular dan kortikal. Plasenta ternyata membentuk renin dalam
jumlah besar, yang fungsinya mungkin untuk dicadangkan untuk
menaikan tekanan darah dan menjamin perfusi plasenta yang adekuat.
Pada kehamilan normal renin plasma, angiotensinogen,
angiotensinogen II dan aldosteron semuanya meningkat nyata diatas
nilai normal wanita tidak hamil. Perubahan ini merupakan kompensasi
akibat meningkatnya kadar progesteron dalam sirkulasi. Pada kehamilan
normal efek progesteron diimbangi oleh renin, angiotensin dan
aldosteron, nnamun keseimbangan ini tidak terjadi pada preeklampsi.
Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya preeklampsia adalah
iskemi uteroplasenter, dimana terjadi ketidakseimbangan antara massa
plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah
plasentanya yang berkurang. Apabila terjadi hipoperfusi uterus, akan
dihasilkan lebih banyak renin uterus yang mengakibatkan
vasokonstriksi dan meningkatnya kepekaan pembuluh darah, disamping
itu angiotensin menimbulkan vasodilatasi lokal pada uterus akibat efek
prostaglandin sebagai mekanisme kompensasi dari hipoperfusi uterus.
Glomerulus filtration rate (GFR) dan arus plasma ginjal menurun
pada preeklampsi tapi karena hemodinamik pada kehamilan normal
meningkat 30% sampai 50%, maka nilai pada preeklampsi masih diatas
atau sama dengan nilai wanita tidak hamil. Klirens fraksi asam urat juga
menurun, kadang-kadang beberapa minggu sebelum ada perubahan
pada GFR, dan hiperuricemia dapat merupakan gejala awal. Dijumpai
pula peningkatan pengeluaran protein, biasanya ringan sampai sedang,
namun preeklampsia merupakan penyebab terbesar sindrom nefrotik
pada kehamilan.
Penurunan hemodinamik ginjal dan peningkatan protein urin
adalah bagian dari lesi morfologi khusus yang melibatkan
pembengkakan sel-sel intrakapiler glomerulus, yang merupakan tanda
khas patologi ginjal pada preeklampsia.
c. Aliran darah uterus dan choriodesidua
Perubahan arus darah di uterus dan choriodesidua adalah
perubahan patofisiologi terpenting pada preeklampsi, dan mungkin
merupakan faktor penentu hasil kehamilan. Namun yang disayangkan
belum ada satupun metode pengukuran arus darah yang memuaskan
baik di uterus maupun didesidua.
d. Aliran darah paru
Kematian ibu pada preeklampsi dan eklampsi biasanya oleh
karena edema paru yang menimbulkan dekompensasi cordis.
e. Aliran darah mata
Dapat dijumpai adanya edema dan spasme pembuluh darah. Bila
terjadi hal-hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya PEB. Gejala lain
yang mengarah ke eklampsia adalah skotoma, diplopia dan ambliopia.
Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan peredaran darah dalam pusat
penglihatan dikorteks serebri atau dalam retina.
f. Keseimbangan air dan elektrolit
Terjadi peningkatan kadar gula darah yang meningkat untuk
sementara, asam laktat dan asam organik lainnya, sehingga konvulsi
selesai, zat-zat organik dioksidasi dan dilepaskan natrium yang lalu
bereaksi dengan karbonik dengan terbentuknya natrium bikarbonat.
Dengan demikian cadangan alkali dapat pulih kembali.

E. MANIFESTASI KLINIS

Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia yaitu hipertensi dan
proteinuria, merupakan kelainan yang biasanya tidak disadari oleh wanita
hamil. Pada waktu keluhan seperti oedema, sakit kepala, gangguan penglihatan
atau nyeri epigastrium mulai timbul, kelainan tersebut biasanya sudah berat.
1. Tekanan Darah
Kelainan dasar pada preeklampsi adalah vasospasme arteriol,
sehingga tidak mengherankan bila tanda peringatan awal yang paling bisa
diandalkan adalah peningkatan tekanan darah. Tekanan diastolik mungkin
merupakan tanda prognostik yang lebih andal dibandingakan tekanan
sistolik, dan tekanan diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih menetap
menunjukan keadaan abnormal.
2. Kenaikan Berat Badan
Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dapat mendahului
serangan preeklampsia, dan bahkan kenaikan berat badan yang berlebihan
merupakan tanda pertama preeklampsia pada wanita. Peningkatan berat
badan sekitar 0,45 kg perminggu adalah normal tetapi bila melebihi dari 1
kg dalam seminggu atau 3 kg dalam sebulan maka kemungkinan terjadinya
preeklampsia harus dicurigai. Peningkatan berat badan yang mendadak
serta berlebihan terutama disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat
ditemukan sebelum timbul gejala edem non dependen yang terlihat jelas,
seperti kelopak mata yang membengkak, kedua tangan atau kaki yang
membesar.
3. Proteinuria
Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu
penyebab fungsional (vasospasme) dan bukannya organik. Pada
preeklampsia awal, proteinuria mungkin hanya minimal atau tidak
ditemukan sama sekali. Pada kasus yang paling berat, proteinuria biasanya
dapat ditemukan dan mencapai 10 gr/lt. Proteinuria hampir selalu timbul
kemudian dibandingkan dengan hipertensi dan biasanya lebih belakangan
daripada kenaikan berat badan yang berlebihan.
4. Nyeri Kepala
Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering
terjadi pada kasus-kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada
daerah frontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian
analgesik biasa. Pada wanita hamil yang mengalami serangan eklampsi,
nyeri kepala hebat hampir dipastikan mendahului serangan kejang pertama.
5. Nyeri Epigastrium
Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan yang
sering ditemukan preeklampsi berat dan dapat menunjukan serangan kejang
yang akan terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula
hepar akibat oedem atau perdarahan.
6. Gangguan Penglihatan
Seperti pandangan yang sedikit kabur, skotoma hingga kebutaan sebagian
atau total. Disebabkan oleh vasospasme, iskemia dan perdarahan ptekie
pada korteks oksipital.

F. KLASIFIKASI

Kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklampsia adalah adanya


hipertensi dan proteinuria. Kriteria lebih lengkap digambarkan oleh Working
Group of the NHBPEP (2000) seperti digambarkan dibawah ini:
Disebut Preeklampsi ringan bila terdapat:
1. Tekanan darah >140 / 90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu.
2. Proteinuria kuantitatif (Esbach) 300 mg / 24 jam, atau dipstick +1
Disebut Preeklampsi Berat bila terdapat:
1. Tekanan darah >160 / 110 mmHg
2. Proteinuria kuantitatif (Esbach) 2 gr / 24 jam, atau dipstick +2.
3. Trombosit < 100.000 / mm3.
4. Hemolisis mikroangiopathi ( peningkatan LDH )
5. Peningkatan SGOT / SGPT.
6. Adanya sakit kepala hebat atau gangguan serebral, gangguan penglihatan.
7. Nyeri di daerah epigastrium yang menetap.
Problem Mild Pre-Eclampsia Severe Pre-Eclampsia

Blood Pressure >140/90 >160/110

Proteinuria 1+ (300 mg/24 hours) 2+ (1000 mg/24 hours)

Edema +/- +/-

Increased reflexes +/- +

Upper abdominal pain - +

Headache - +

Visual Disturbance - +

Decreased Urine Output - +

Elevation of Liver - +
Enzymes
Decreased Platelets - +

Increased Bilirubin - +

Elevated Creatinine - +

Eklampsia
Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya
preeklampsia dan terjadinya gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan
penglihatan, mual keras, nyeri di epigastrium, dan hiperefleksia.
Konvulsi pada Eklampsia dibagi menjadi 4:
1. tingkat awal atau aura. Berlangsung 30 detik. Mata penderita terbuka
tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula tangannya, dan kepala
diputar ke kanan atau ke kiri.
2. Kejang tonik yang berlangsung 30 detik. Pada saat ini otot jadi kaku, wajah
kelihatan kaku, tangan menggenggam, kaki membengkok kedalam.
pernapasan berhenti, muka menjadi sianotik, lidah dapt tergigit.
3. Kejang klonik berlangsung 1-2 menit. Semua otot berkontraksi dan
berulang- ulang dalam tempo yang cepat.
4. Tingkatan koma
G. PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya penangan preeklampsi terdiri atas pengobatan medik


dan penanganan obstetrik. Penanganan obsterik ditujukan untuk melahirkan
bayi pada saat yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan
tetapi sudah cukup matur untuk hidup diluar uterus.

Tujuan Pengobatan adalah:


1. Mencegah terjadinya eklampsi.
2. Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup besar.
3. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit-sedikitnya.
4. Mencegah hipertensi yang menetap.
Pada umumnya indikasi untuk merawat penderita preeclampsia di rumah sakit
adalah:
1. Tekanan darah sistolik 140 mm Hg atau lebih.
2. Proteinuria 1+ atau lebih.
3. Kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu yang berulang.
4. Penambahan oedem berlebihan secara tiba-tiba
Pengobatan preeklampsia yang tepat ialah pengakhiran kehamilan
karena tindakan tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah terjadinya
eklampsia dengan bayi yang masih prematur.
1. Penanganan PEB (Preeklampsia Berat)
Pada preeklapmsia ringan pengobatan bersifat simtomatis dan
istirahat yang cukup. Pemberian luminal 1-2 x 30 mg/hari dapat dilakukan
bila tidak bisa tidur. Bila tekanan darah tidak turun dan ada tanda-tanda
ke arah preeklamsi berat maka dapat diberikan obat antihipertensi serta
dianjurkan untuk rawat inap.
Untuk preeklampsia yang berat, dapat ditangani secara aktif atau
konservatif. Aktif berarti: kehamilan diakhiri atau diterminasi
bersamaan dengan terapi medikamentosa. Konservatif berarti:
kehamilan dipertahankan bersamaan dengan terapi medikmentosa.
a. Penanganan Aktif
Ditangani aktif bila terdapat satu atau lebih kriteria berikut: ada
tanda-tanda impending eklampsia, HELLP syndrome, tanda-tanda
gawat janin, usia janin 35 minggu atau lebih dan kegagalan penanganan
konservatif. Yang dimaksud dengan impending eklampsia adalah
preeklampsia berat dengan satu atau lebih gejala: nyeri kepala hebat,
gangguan visus, muntah- muntah, nyeri epigastrium dan kenaikan
tekanan darah progresif.
Terapi medikamentosa:
i) Diberikan anti kejang MgSo4 dalam infus 500 cc dextrose 5% tiap
6 jam. Cara pemberian: dosis awal 2 gr iv dalam 10 menit,
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan sebanyak 2 gram per jam
drip infus. Syarat pemberian MgSO4: frekuensi nafas > 16x/menit,
tidak ada tanda-tanda gawat nafas, diuresis >100 ml dalam 4 jam
sebelumnya dan refleks patella positif. Siapkan juga antidotumnya,
yaitu: Ca-glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc NACL 0,9% IV,
dalam 3 menit).
ii) Antihipertensi: nifedipin dengan dosis 3-4 kali 10 mg oral. Bila
dalam 2 jam belum turun, dapat diberikan 10 mg lagi.
iii) Siapkan juga oksigen dengan nasal kanul 4-6 L /menit.
Terminasi kehamilan dapat dilakukan bila penderita belum
inpartu, dilakukan induksi persalinan dengan amniotomi, oksitosin
drip, kateter foley atau prostaglandin E2. Sectio cesarea dilakukan bila
syarat induksi tidak terpenuhi atau ada kontraindikasi persalinan
pervaginam.
b. Penanganan Konservatif
Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda
impending eklampsia dengan kondisi janin baik, dilakukan penanganan
konservatif.
Medikamentosa: sama dengan penanganan aktif. MgSO4
dihentikan bila tidak ada tanda- tanda preeklampsia berat, selambatnya
dalam waktu 24 jam. Bila sesudah 24 jam tidak ada perbaikan maka
keadaan ini harus dianggap sebagai kegagalan pengobatan dan harus
segera diterminasi. Jangan lupa diberikan oksigen dengan nasal kanul
4-6 L/menit.
2. Penanganan Eklampsia
Tujuan utama pengobatan eklamsia adalah menghentikan berulangnya
kejang dan mengahiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman
setelah ibu mengijinkan. Pengawasan dan perawatan intensif sangat
penting. Untuk menghindari kejangan saat pengangkutan ke RS dapat
diberikan diazepam 20mg IM.
Obat yang dapat diberikan:
1. Sodium penthotal sangat berguna menghentikan kejangan dengan segera
bila diberikan intravena. Dosis inisial dapat diberikan 0,2-0,3 g dan
disuntikkan perlahan-lahan. Perlu pengaw2asan yang sempurna.
2. Sulfas magnesicus yang dapat mengurangi kepekaan saraf pusat pada
hubungan neuro muskuler tanpa mempengaruhi bagian lain dalam susunan
saraf.
Dosis awal:
Dua gram Mg SO4 intravena (40 % dalam 10 cc) diberikan dalam waktu
10 mnt, cara:
5ml MgSO4 40% (setara 2 g MgSO4) + 5 ml Dextrose 5% bolus pelan
10mnt
6 jam berikutnya:
2-3g/jam IV drip diberikan dalam 6 jam, cara:
30ml MgSO4 40% (setara 12g MgSO4) + 495 dextrose 5% = 525ml
Jumlah tetesan: (525ml/ 6jam) X (20/60) = 29 tetes/menit
Dosis Rumatan:
1g/jam MgSO4 diberikan selama 24 jam, cara:
12 jam pertama:
30ml MgSO4 40% (setara 12g MgSO4) + 500ml dextrose 5% = 530ml
Jumlah tetesan: (530ml/12jam) X (20/60) = 16 tetes/menit
12 jam kedua diberikan dengancara yang sama.
Syarat - syarat pemberian MgSO4:
Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10 %
( 1 gram dalam 10 cc) diberikan i.v. 3 menit (dalam keadaan siap pakai)
Refleks patella (+) kuat
Frekuansi pernafasan > 16 kali permenit
Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kg bb/jam )
Sulfas magnesikus dihentikan bila :
Ada tanda - tanda intoksikasi
Setelah 8 - 24 jam pasca persalinan.
3. Lyctic cocktail yang terdiri atas petidin 100mg, klopromazin 100mg,
dan prometazin 50mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500ml dan diberikan
secara infuse
IV. Jumlah tetesan disesuaikan dengan tensi penderita.

H. DIAGNOSIS BANDING
1. Hipertensi menahun
2. Penyakit ginjal
3. Kejangan karena obat anesthesia
4. Koma karena sebab lain: perdarahan otak, meningitis, ensefalitis

I. KOMPLIKASI

Komplikasi terberat kematian pada ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsi. Komplikasi yang
biasa terjadi :
1. Solutio plasenta, terjadi pada ibu yang menderita hipertensi
2. Hipofibrinogenemia, dianjurkan pemeriksaan fibrinogen secara berkala.
3. Nekrosis hati, akibat vasospasmus arteriol umum.
4. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis,elevated liver enzymes dan low platelet.
5. Kelainan ginjal
6. DIC.
7. Prematuritas, dismaturitas, kematian janin intra uterine

HELLP Syndrome
Sindroma hemolisis, elevated liver enzymes and low platelet adalah suatu
komplikasipada preeclampsia eklampsia berat. Kehamilan yang
dikomplikasikan dengan sindroma HELLP juga sering dikaitkan dengan
keadaan keadaan yang mengancam terjadinya kematian ibu, termasuk DIC,
oedema pulmonaris, ARF, dan berbagai komplikasi hemoragik. Insiden
terjadinya sindroma ini sebanyak 9.7 % dari kehamilan yang mengalami
komplikasi preeklampsia eklampsia. Sindroma ini dapat muncul pada masa
antepartum (70 %) dan juga post partum (30 %). Ciri ciri dari HELLP
syndrome adalah:
Nyeri ulu hati
Mual dan muntah
Sakit kepala
Tekanan darah diastolik 110 mmHg
Menampakkan adanya oedema
HELLP syndrome dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian:
1. Mississippi, dibagi menjadi 3 kelas:
Thrombositopenia
- Kelas 1: 50.000 / l
- Kelas 2: > 50.000 100.000 / l
- Kelas 3: > 100.000 150.000 / l
Disfungsi hemolisis - hepatis
- LDH 600 IU / L
- SGOT dan / atau SGPT 40 IU / L
- Ciri ciri tersebut harus semua terdapat
2. Tennessee, dibagi menjadi 2 kelas:
Complete
- Trombosit < 100.000 / l
- LDH 600 IU / L
- SGOT 70 IU / L
Parsial
- Hanya satu dari ciri ciri di atas yang muncul
Penanganan sindroma HELLP pada dasarnya sama dengan pengobatan pada
preeklampsia eklampsia berat, ditambah dengan pemberian kortikosteroid
dosis tinggi yang secara teoritis dapat berguna untuk :
1. Dapat meningkatkan angka keberhasilan induksi persalinan dengan
memberikan temporarisasi singkat dari status klinis maternal.
2. Dapat meningkatkan jumlah trombosit dan mempertahankannya secara
konvensional agar dapat dilakukan anestesi regional untuk persalinan vaginal
maupun abdominal.
Dosis yang digunakan untuk antepartum adalah dexametasone 2 x 10 mg
sampai persalinan. Sedangkan untuk post partum adalah 2 x 10 mg sebanyak
2 kali, dilanjutkan dengan
2 x 5 mg sebanyak 2 kali, setelah itu dihentikan.
J. PROGNOSIS
Kriteria yang dipakai untuk menentukan prognosis eklamsia adalah kriteria
Eden:
1. Koma yang lama.
2. Nadi > 120x/menit.
3. Suhu > 40 C
4. TD sistolik > 200 mmHg.
5. Kejang > 10 kali.
6. Proteinuria > 10 gr/dl.
7. Tidak terdapat oedem.
Dikatakan buruk bila memenuhi salah satu kriteria di atas.
BAB III
KESIMPULAN

1. Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan


yang disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri.
2. Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi, oedema disertai proteinuria akibat
kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik.
3. Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau
nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Sebelumnya wanita
tadi menunjukkan gejala-gejala Preeklampsia.
4. Etiologi penyakit ini sampai sekarang belum dapat diketahui dengan pasti
5. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis danpemerikasan lainnya yang
menunjang.
6. Berbagai komplikasi pre-eklampsia dan ekalmpsia dapat menyebabkan
mortalitas dan mortalitas pada ibu dan janin yang dapat terjadi seperti solusio
plasenta, hipofibrinogenemia hemolisis, perdarahan otak, kelainan mata,
edema paru-paru, nekrosis hati, Sindroma HELLP, yaitu haemolysis, elevated
liver enzym dan low platelet, kelainan ginjal, komplikasi lain lidah tergigit,
trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang-kejang, pneumonia
aspiorasi, dan DIC{disseminated intravascular coagulation }, prematuritas,
dismaturitas, dan kematian janin intrauterin. Komplikasi yang berat ialah
kematian ibu dan janin.
7. Penatalaksanaan pada pre-eklampsia dan eklampsia terdiri dari tindakan
konservatif untuk mempertahankan kehamilan dantindakan aktif {tindakan
obsetri}sesuai dengan usia kehamilan ataupun adanya komplikasi yang
timbul pada pengobatan konservetif. Pada pre-eklampsia dan eklampsia harus
diobservasi kesejahteraan janin dan ibu.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, H. Pre-eklampsia dan eklampsia. Ilmu Kandungan edisi ketiga.


Yayasan
2. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2007. 281-301.
3. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah F.Obstetri Patologi ilmu
kesehatan reproduksi Edisi 2. Gestosis. Jakarta: EGC; 2005; h.64-82.
4. Cunningham, FG et.al. Hypertensive Disorder in Pregnancy. Williams
Obstetrics, 21st ed.
5. Prentice Hall International Inc. Appleton and Lange. Connecticut. 2001.
653 - 694.
6. Jurnal penatalaksanaan Pre-eklampsi dan Eklampsi Bagian Obstetri dan
Ginekologi
7. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS. Dr Cipto Mangunkusumo,
Jakarta, April
8. 1998.
9. http://www.healthatoz.com/health/ency/pre-eclamptic.
10. http://www.emedicine.com/health/topic1905.html
11. http://www.emedicine.com/health/topic3250.html

Vous aimerez peut-être aussi