Vous êtes sur la page 1sur 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penginderaan jauh (atau disingkat inderaja) adalah pengukuran atau akuisisi data dari sebuah
objek atau fenomena oleh sebuah alat yang tidak secara fisik melakukan kontak dengan objek
tersebut atau pengukuran atau akuisisi data dari sebuah objek atau fenomena oleh sebuah alat dari
jarak jauh, (misalnya dari pesawat, pesawat luar angkasa, satelit, kapal atau alat lain. Contoh dari
penginderaan jauh antara lain satelit pengamatan bumi, satelit cuaca, memonitor janin dengan
ultrasonik dan wahana luar angkasa yang memantau planet dari orbit. Inderaja berasal dari bahasa
Inggris remote sensing, bahasa Perancis tldtection, bahasa Jerman fernerkundung, bahasa
Portugis sensoriamento remota, bahasa Spanyol percepcion remote dan bahasa Rusia
distangtionaya. Pada masa modern, istilah penginderaan jauh mengacu kepada teknik yang
melibatkan instrumen di pesawat atau pesawat luar angkasa dan dibedakan dengan penginderaan
lainnya seperti penginderaan medis atau fotogrametri. Walaupun semua hal yang berhubungan
dengan astronomi sebenarnya adalah penerapan dari penginderaan jauh (faktanya merupakan
penginderaan jauh yang intensif), istilah "penginderaan jauh" umumnya lebih kepada yang
berhubungan dengan teresterial dan pengamatan cuaca.
Adapun pemanfaatan penginderaan jauh dalam bidang geologi adalah untuk membantu
menginterpretasikan struktur geologi, pemantauan daerah bencana, membantu dalam survey
geologi yang bersifat cepat, tepat, mudah, murah, dan terarah.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari penyusunan laporan ini adalah untuk mengetahui data hasil penginterpretasian
dengan foto udara pada pengamatan langsung di lapangan ( fieldcheck ).
BAB II
DASAR TEORI

2.1. Fisiografi
Menurut Bemmelen (1949), secara fisiografi daerah ekskursi termasuk ke dalam Zona
Pegunungan Selatan Jawa Timur, yaitu Dataran Djogjakarta, Zona Baturagung dan Gunung Sewu.
Bagian barat daerah ekskursi dibatasi oleh Samudera Hindia (Gambar 2.1).

Gambar 2.1. Peta fisiografi daerah ekskursi menurut Bemmelen, 1949.

2.2. Geomorfologi
Menurut Srijono (2008), daerah Pegunungan Selatan (daerah ekskursi dan sekitarnya) dibagi
menjadi (Gambar 2):
a. Bentangalam volkanik: hadir cukup dominan di Pegunungan Selatan, yaitu meliputi Unit
lereng kaki volkanik Merapi (V1) dan Unit sisa volkanik (V4).
b. Bentangalam struktural: terdiri atas 10 unit yang berbeda, yaitu Pegunungan struktural
terbiku kuat (S1), Pegunungan struktural terbiku sedang (S3), Kuesta (S4), Perbukitan
struktural terbiku sedang (S7) dan Perbukitan struktural terisolasi (S10).
c. Bentangalam karst: berkembang secara eksklusif di bagian selatan, menempati kawasan
yang dikenal sebagai Gunung Sewu. Variasi pola perbukitan sisa pelarutan dan lembah-
lembahnya membuat bentangalam karst Gunung Sewu di daerah ekskursi dapat dibagi
menjadi 2 unit, yakni unit kerucut karst bundar (K1) dan dataran tepi karst (K4).
d. Bentangalam fluvial: berkembang secara terpisahdiantara bentangalam lainnya, sehingga
secara umum dapat dikatakan sebagai suatu cekungan antar pegunungan yang aktif saat ini
sebagai tempat deposisi sedimen yang berasal dari tinggian di sekitarnya.
e. Bentangalam aeolian: hanya berkembang di bagian baratdaya daerah kajian sebagai unit
gumuk pasir (A1), menempati daerah Parangtritis.
f. Bentangalam marin: diidentifikasi dengan jelas pada bagian baratdaya daerah kajian karena
memiliki pola kontur yang berbeda dengan Unit A1 yang membatasinya terhadap unit dataran
lainnya. Morfologinya dicirikan dengan kehadiran berm yang sejajar garis pantai.

2.3. Stratigrafi
Peta Geologi Lembar Yogyakarta (Rahardjo drr., 1995) daerah ekskursi terdiri atas
Formasi Semilir, Formasi Nglanggran, Formasi Sambipitu, Formasi Oyo, Formasi Wonosari,
Endapan Aluvial dan Endapan Gunung Api Merapi. Secara stratigrafi, hubungan Formasi
Sambipitu- Wonosari tidak selaras. Menurut Surono (2009), daerah ekskursi disusun oleh Formasi
Semilir, Formasi Nglanggeran, Formasi Sambipitu, Formasi Oyo,Formasi Wonosari, Endapan
Gunungapi Merapi dan Gumuk Pasir Parangkusumo. Secara stratigrafi hubungan antara keempat
formasi tersebut adalah tidak selaras. Namun hubungan stratigrafi antara Endapan Gunungapi
Merapi dan Gumuk Pasir Parangkusumo adalah bersilang jari.
Gambar 2.2. Peta geomorfologi Pegunungan Selatan, menurut Srijono, dkk (2008).

Berikut penjelasan mengenai formasi di daerah penelitian dari tua-muda, yaitu:

Formasi Semilir
Menurut Surono, (2008), Kelompok Kebo-Butak ditindih selaras oleh Formasi Semilir,
yang terdiri atas batuan hasil erupsi letusan gunung api asam, yang didominasi oleh tuf lapili dan
tuf, serta setempat terutama bagian bawah bercampur sedimen klastika. Bagian bawah formasi
ini (Formasi Semilir bawah) didominasi oleh tuf lapili dengan sisipan tuf danlempung tufan,
batupasir tufan dan breksi batuapung. Batuan pembentuk bagian atas (Formasi Semilir atas)
didominasi oleh tuf dengan sisipan tuf lapili, batupasir tufan dan batupasir kerikilan. Surono (2008)
melakukan analisis nannofosil dari dua percontoh di bagian bawah Formasi Semilir.Surono (2008)
jugamelaporkan hasil penarikan umur mutlak Formasi Semilir dengan metode jejak belah (fission
track) zirkon pada dua percontoh tuf, yang menghasilkan umur 17,0 + 1,1 dan 16,0 + 1,0 juta tahun
lalu atau akhir Miosen Awal. Berdasarkan uraian di atas, umur Formasi Semilir adalah 20 16
juta tahun atau Miosen Awal (Burdigalian). Umumnya Formasi Semilir bawah ini diendapkan
pada laut yang kemudian berubah menjadi darat pada pengendapanFormasi Semilir atas
(Surono,2008a). Ketebalan seluruh Formasi Semilir bawah dan atas diduga 460 m (Surono drr.,
1992).
Formasi Nglanggeran
Menurut Surono (2008), Formasi Nglanggran menindih secara selaras di atas Formasi
Semilir. Formasi Nglanggran terdiri atas breksi gunung api dan aglomerat, dengan sisipan tuf dan
lava andesit. Fosil jarang ditentukan dalam formasi ini. Rahardjo (2007) menentukan umurnya
berdasarkan penemuan foraminifera yakni N5-N6 (Miosen Awal).
Batuan penyusunnya terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tuf dan aliran lava andesit-
basal dan lava andesit. Breksi gunungapi dan aglomerat yang mendominasi formasi ini umumnya
tidak berlapis. Kepingannya terdiri dari andesit dan sedikit basal, berukuran 2 50 cm. Di bagian
tengah formasi ini, yaitu pada breksi gunungapi, ditemukan batugamping terumbu yang
membentuk lensa atau berupa kepingan. Secara setempat, formasi ini disisipi oleh batupasir
gunungapi epiklastika dan tuf yang berlapis baik.
Formasi Sambipitu
Surutnya kegiatan vulkanisme pada Miosen Tengah disusul oleh semakin meningkatnya
pertumbuhan organisme pembentukbatuan karbonat. Pada mulanya pengendapan masih dikuasai
oleh batuan sedimen klastika yang bersumber pada batuan asal gunung api. Sejalan dengan
semakin berkurangnya pasokan sedimen klastika, berkembanglah batuan karbonat. Sekarang,
sedimen karbonat ini membentuk perbukitan kecil dan dataran yang menempati bagian selatan
daerah penelitian dan membentuk bentang alam karst Perbukitan Seribu (Gunung Sewu). Satuan
batuan yang didominasi sedimen klastika dan sisipan breksi gunung api di bagian bawah dinamai
Formasi Sambipitu oleh Bothe (1929).
Batuan penyusun formasi ini di bagian bawah terdiri dari batupasir kasar, kemudian ke atas
berangsur menjadi batupasir halus yang berselang-seling dengan serpih, batulanau dan
batulempung. Pada bagian bawah kelompok batuan ini tidak mengandung bahan karbonat. Namun
di bagian atasnya, terutama batupasir, mengandung bahan karbonat. Formasi Sambipitu
mempunyai kedudukan menjemari dan selaras di atas Formasi Nglanggran.
Formasi Oyo dan Wonosari

Formasi Oyo didominasi oleh napal dan batupasir yang berumur akhir Miosen Awal
Miosen Tengah (N8-N11), sedang Formasi Wonosari didominasi oleh batugamping berlapis dan
berumur Miosen Tengah Miosen Akhir (N12-N17). Ke arah timur, seumur dengan Formasi
Wonosari dijumpai batugamping terumbu yang dinamai Formasi Punung oleh Sartono (1964).
Formasi Oyo, Wonosari dan Punung mempunyai ketebalan, berturut-turut 140m,750m dan 800m.
Menurut Rahardjo drr., (1995), Formasi Wonosari terdiri atas batugamping terumbu,
kalkarenit dan kalkarenit tufan. Menurut Samodra (2003), Formasi Wonosari terutama disusun
atas batugamping jenis terumbu yang terbentuk di lingkungan laut dangkal (jalur neritik) dengan
kondisi yang memungkinkan bagi pertumbuhan bersama dengan koral, foraminifera, ganggang,
bryozoa dan organisme renik lainnya.
Endapan Gunungapi Merapi Muda
Menurut Rahardjo drr., (1995), Endapan Gunungapi Merapi Muda terdiri atas tuf, abu,
breksi, aglomerat dan leleran lava tak terpisahkan.
Endapan Aluvial
Menurut Rahardjo drr., (1995), Endapan Aluvial terdiri atas kerakal, pasir, lanau dan
lempung sepanjang sungai besar dan dataran pantai.
Gambar 2.3.Peta geologi lembar Yogyakarta, Jawa (Sukandarrumidi, Wartono Rahardjo,Rosidi, H.M.D.,
1995), Persegi biru merupakan daerah penelitian.
Gambar 2.4. Peta geologi daerah Bantul - Wonosari (disederhanakan Margono drr., 2009, dalam persiapan; dan Fakhruddin drr., 2009, dalam
persiapan).
Gambar 2.5. Stratigrafi daerah Pegunungan Selatan Bagian Timur dari berbagai peneliti terdahulu
(dalam Surono, 2009).

9
Gambar 2.6. Stratigrafi Pegunungan Selatan bagian Timur (Surono 2009).

10
2.4. Struktur Geologi
Menurut Pulunggono dan Martodjojo (1994), terdapat tiga arah dominan pola
struktur di Pulau Jawa yang disebut : (1) Arah Meratus (baratdaya-timurlaut), (2)
Arah Sunda (utara-selatan) dan (3) Arah Jawa (barat-timur). Sementara itu menurut
Untung (1974; 1977), Untung dan Wiriosudarmo (1975), Untung dan Hasegawa
(1975) dan Untung dan Sato (1978), menyimpulkan bahwa terdapat arah lain di
luar ketiga arah ini, yaitu Arah Sumatra (baratlaut-tenggara). Keberadaan struktur-
struktur Arah Sumatra ini juga dibuktikan oleh data seismik di cekungan sedimen
Jawa Baratlaut (Pramono dkk., 1990; Gresko dkk, 1995; Ryacudu dan Bachtiar,
2000).

Gambar 2.7. Peta Regional Jawa memperlihatkan pola struktur, dua sesar mendatar
regional pengapit lekukan (indentan) struktur JawaTengah dan implikasi geologi yang
disebabkannya.

11
Gambar2.8. Analisis struktur Pulau Jawa berdasarkan kinematik strain ellipsoid. Sesar
mendatar Muria-Kebumen dan Sesar Mendatar Pamanukan-Cilapcap adalah masing-
masing merupakan sesar mendatar utama dan sesar mendatar antitetik.

Umur pembentukan keempat arah struktur ini dari tua ke muda adalah
berturut-turut : Arah Meratus (KapurAkhir) yang segera disusul Arah Sumatra
(Kapur Akhir-Paleosen), Arah Sunda (Eosen-Oligosen Akhir), dan Arah Jawa
(sejak Miosen Awal). Struktur-struktur Arah Meratus, Sumatra, dan Sunda
umumnya berupa sesar normal dan sesar mendatar; sedangkan struktur Arah Jawa
berupa jalur lipatan dan sesar naik. (Satyana dan Darwis, 2001).
Berdasarkan konsep struktur sesar mendatar (wrench tectonism) Moody dan
Hill (1956) yang diterapkan terhadap aspek tektonik lempeng Pulau Jawa,
Situmorang dkk. (1976) menyatakan bahwa kompresi utara-selatan oleh subduksi
Lempeng Hindia telah menyebabkan terbentuknya struktur-struktur di Pulau Jawa
yang semuanya dapat dikaitkan dengan proses pembentukan tektonik sesar
mendatar.

12
Gambar 2.9. Peta Anomali Bouger regional Jawa dan Interpretasi Struktur-sturktur utama

Jawa bagian Timur (termasuk daerah pegunungan selatan) merupakan


tempat perpotongan dua struktur utama, yakni antara struktur arah meratus (Pola
meratus) yang berarah timurlaut-baratdaya dan struktur arah jawa (Pola Jawa) yang
berarah timur-laut (Pertamina BPPKA, 1996; Sribudiyani drr. (2003).
Di Pegunungan Selatan juga berkembang struktur sesar utama yang berupa
sesar anjakan (thrust fault), yang merupakan batas utara zona (Hall drr., 2007).
Menurut Hall drr. (2007) suatu sesar anjakan besar di bagian selatan Jawa telah
mengalih-tempatkan batuan busur volknaik Paleogen ke arah Utara sejauh lebih
dari 50 km dana rah timur jarak pensesaran ini berkurang menjadi 10 km.

13
Gambar 2.10. Peta Geologi dan Struktur Pegunungan Selatan DIY hasil Interpretasi
Citra Penginderaan Jauh.

2.5. Potensi Bahan Galian


Potensi bahan galian terdiri atas:
1. Sirtu: dijumpai di sepanjang aliran Sungai Progo dan Sungai Opak serta anak-
anak cabangnya.
2. Pasir besi: dijumpai di sepanjang Pantai Parangtritis di timur hingga ke barat
Muara muara Sungai Opak dan Sungai Progo.
3. Batugamping: dijumpai pada Formasi Wonosari.
4. Zeolit: dijumpai di Formasi semilir.

2.6.Potensi Bencana
Potensi bencana geologi yang dapat terjadi di wilayah daerah ekskursi:
1. Bencana gempa bumi berpotensi terjadi di seluruh wilayah ekskursi.
2. Bencana tsunami dapat terjadi di sepanjang pantai.
3. Bencana letusan gunung api dari Gunung Merapi.
4. Bencana longsor terutama di daerah berlereng terjal, pada daerah datar
dijumpai dikelokan sungai bagian luar.

14
5. Bencana banjir meskipun belum terjadi secara meluas, tetapi sebagian daerah
datar di daerah ekskursi dan sekitarnya berpotensi dapat terjadi banjir. Seiring
dengan pesatnya pembangunan fisik, sehingga mengurangi daerah resapan.

15
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Pengolahan Data

Mulai

Data Lapangan

Membuat peta pola pengaliran

Membuat peta tentatif geologi daerah


Piyungan-mangunan-parangtritis

Membuat peta tentatif geomorfologi


Piyungan-mangunan-parangtritis

Fieldcheck

Revisi Peta

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Pengolahan Data

3.2. Pembahasan Diagram Alir Pengolahan Data


Diagram alir tersebut menjelaskan tentang langkah-langkah pengolahan
dari data yang dapat diinterpretasikan, dengan tahapan pengolahan sebagai
berikut :
1 Pertama kali disediakan data berupa foto udara.

16
2 Penarikan pola pengaliran, bentuklahan, dan stratigrafi dari foto
udara.
3 Pembuatan peta pola pengaliran pada kertas kalkir ukuran A0.
4 Pembuatan peta tentatif geologi pada kertas kalkir ukuran A0.
5 Pembuatan peta geomorfologi tentatif pada kertas kalkir A0.
6 Melakukan revisi dengan mempresentasikan pada asisten
laboratorium.
7 Melakukan fieldcheck pada lapangan langsung untuk membuktikan
apakah data yang diinterpretasikan dari foto udara telah benar atau
masih perlu di revisi.
8 Mengumpulkan hasil revisi peta.

17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Stopsite 1

Gambar 4.1. Foto Bentang Alam Stopsite 1, azimuth N315E


Pada stopsite 1 kali ini berada di Bukit Pathuk dengan cuaca cerah. Adapun
lokasi koordinat stopsite 1 adalah :
X : 442148
Y : 9132042
Z : 368
Pada stopsite ini berada di Formasi Nglanggeran dimana posisi praktikan
berdiri pada lapisan breksi vulkanik. Pada stopsite ini juga dijelaskan sedikit oleh
mas Fitrah dan pak Bambang Kuncoro bahwa perbukitan pada foto di atas
merupakan lembah homoklin, sedangkan datarannya berupa dataran antarbukit, dan
pada bukit bangkel merupakan bukit terisolasi. Pada dataran antarbukit juga sempat
digambarkan skema sesar turun seperti berikut.

Gambar 4.2. Skema Sesar Turun Stopsite 1

18
4.2. Stopsite 2

Gambar 4.3. Foto Bentang Alam Stopsite 2, azimuth N249E


Pada stopsite kali ini terdapat 2 LP yang berbeda, yaitu berupa singkapan
breksi vulkanik dan singkapan tuff yang terletak di Hutan Pinus Pengger. Berikut
adalah foto singkapan breksi vulkanik stopsite 2 LP 1.

Gambar 4.4. Foto singkapan Stopsite 2 LP 1 (Batuan Breksi Vulkanik), azimuth N107E
Pada batuan breksi vulkanik ini merupakan bagian dari formasi
Nglanggeran dimana terdapat hydraulic fracture pada fragmen-fragmennya.
Hydraulic fracture ini disebabkan oleh tekanan air meteorik yang melapukkan
batuan dengan sistem beku-cair pada rekahan batuan sehingga terkesan seperti

19
kekar-kekar hasil tegasan. Selain itu juga terdapat struktur skoria pada fragmen
dimana saat magma membeku melepaskan volatile-volatile gas sehingga batuan
nampak berlubang.

Gambar 4.5. Foto Litologi LP 1 dengan hydraulic fracture


DESKRIPSI LITOLOGI
Jenis Batuan : Batuan Sedimen Silisiklastik
Warna : Abu-abu (Fresh), Coklat (Lapuk)
Struktur : Masif
Tekstur :
-Ukuran Butir : pasir sedang-brangkal (0,25-256mm)
-D. Pemilahan : Terpilah buruk
-D. Pembundaran : Menyudut
-Kemas : Terbuka
Komposisi :
-Fragmen : Andesit
-Matriks : Pasir
-Semen : Silika
Nama : Breksi Vulkanik

20
DESKRIPSI FRAGMEN
Jenis Batuan : Batuan Beku Intermediet Vulkanik
Warna : Abu-abu (Fresh), Coklat (Lapuk)
Struktur : Masif, Skoria
Tekstur :
-D. Kristalisasi : Hipokristalin
-D. Granularitas : Afanitik-Fanerik Sedang (<1-5mm)
-Kemas :
-Bentuk Kristal : Subhedral
-Relasi : Inequigranular Vitroverik
Komposisi : Kuarsa (5%), Plagioklas (35%), K feldspar (5%), massa dasar gelas
(55%)
Nama : Andesit
Kemudian menuju ke LP 2 yang terletak pada gawir dimana terdapat
perlapisan tuff dari formasi semilir yang memperlihatkan kenampakan banded dari
foto udara. Setelah melakukan pengukuran, didapatkan kedudukan N62E/39. Saat
perjalanan turun menuju LP 2 ini terdapat perbedaan kontras hasil pelapukan berupa
soil berwarna merah (hasil lapukan breksi vulkanik) dan soil berwarna kuning (hasil
lapukan tuff) dan ditemukan kontak formasinya sesuai gambar 4.6.

Gambar 4.6. Kontak Tuff dengan Breksi Vulkanik, azimuth N120E

21
Gambar 4.7. Foto Tuff LP 2, azimuth N130E
DESKRIPSI LITOLOGI
Jenis Batuan : Batuan Piroklastik
Warna : Putih (Fresh), Kuning (Lapuk)
Struktur : Perlapisan
Tekstur :
-Ukuran Butir : debu (<0,06mm)
-D. Pemilahan : Terpilah baik
-D. Pembundaran :-
-Kemas : Tertutup
Komposisi : mineral tambahan berupa debu
Nama : Tuff
Tuff pada LP 2 menurut Rahardjo dkk (1995) termasuk Formasi Semilir,
sedangkan breksi vulkanik termasuk Formasi Nglanggeran. Letak LP 1 berada di
koordinat X : 440245, Y : 9129944, Z : 398 sedangkan LP 2 berada di X : 440211,
Y : 9130008, Z : 393.

22
4.3. Stopsite 3

Gambar 4.8. Foto Bentang Alam Stopsite 3, azimuth N278E


Letak singkapan ini berada di sisa bukit, dimana menurut Rahardjo dkk
(1995) dimasukkan kedalam formasi sambipitu. Letak koordinat singkapan berada
pada X : 441052, Y : 9127146, Z : 248. Pada foto bentang alam (gambar 4.8) terlihat
sebuah bukit berbatasan dengan dataran yang dipisahkan oleh Kali Urang. Pada kali
Urang juga terlihat soil masih berwarna merah yang menunjukkan terdapat kontak
antara formasi Nglanggran dengan formasi Sambipitu.

Gambar 4.9. Profil Kasar Stopsite 3 Formasi Sambipitu

23
4.4. Stopsite 4

Gambar 4.10. Bentang Alam Stopsite 4, azimuth N 21E


Stopsite 4 ini berada di dekat minimarket jembatan dengan koordinat X :
441495, Y : 9124096, Z : 231. Stopsite ini menurut Surono dkk (2009) termasuk
formasi Oyo dengan ciri litologi batugamping klastik. Pada stopsite kali ini
dilakukan juga profil kasar dan didapatkan seperti gambar 4.11.

Gambar 4.11. Profil Kasar Stopsite 4

24
4.5. Stopsite 5

Gambar 4.12. Foto Bentang Alam Stopsite 5, azimuth N232E


Stopsite 5 ini berada di bawah jembatan hilir Kali Urang, dimana menurut
Surono dkk (2009) stopsite ini termasuk dalam formasi sambipitu. Letak koordinat
stopsite ini yaitu X : 439928, Y : 9122780, Z : 98. Pada stopsite ini dijelaskan oleh
pak Bambang Kuncoro bagaimana cara menarik strike perlapisan yang benar sesuai
topografi dimana Kali Urang ini diapit oleh 2 bukit dengan litologi batugamping.

Gambar 4.13. Foto Litologi Stopsite 5


DESKRIPSI LITOLOGI
Jenis Batuan : Batuan Sedimen Silisiklastik

25
Warna : Kuning
Struktur : Perlapisan
Tekstur :
-Ukuran Butir : Pasir Halus (0,125-0,25mm)
-D. Pemilahan : Terpilah baik
-D. Pembundaran : Membundar
-Kemas : Tertutup
Komposisi :
-Fragmen : Kuarsa, Amfibol
-Matriks : Mineral berukuran lempung
-Semen : Karbonat
Nama : Batupasir karbonatan

4.6. Stopsite 6

Gambar 4.14. Foto Bentang Alam Stopsite 6, azimuth N295E


Pada stopsite kali ini terletak di Bukit Mangunan, dimana menurut Surono
dkk (2009) termasuk dalam formasi Nglanggran. Letak stopsite kali ini berada pada
koordinat X : 437156, Y : 9123460, Z : 462. Pada stopsite kali ini ditemukan batuan
berumur 10 juta tahun lalu (berdasarkan radiometrik dating) dan masih termasuk
dalam formasi Nglanggran. Pada stopsite kali ini dilakukan pendeskripsian litologi.
Adapun litologi yang didapat menurut penjelasan pak Bambang Kuncoro berupa
Andesit, namun setelah dilakukan pendeskripsian litologi ada beberapa ditemukan
trachyt maupun trachyandesite. Pada stopsite ini pun ditemukan struktur
autobreccia dan sheeting joint.

26
Gambar 4.15. Foto litologi stopsite 6
DESKRIPSI LITOLOGI
Jenis Batuan : Batuan Beku Intermediet Vulkanik
Warna : Abu-abu (Fresh), Coklat (Lapuk)
Struktur : Masif
Tekstur :
-D. Kristalisasi : Hipokristalin
-D. Granularitas : Afanitik-Fanerik Sedang (<1-5mm)
-Kemas :
-Bentuk Kristal : Subhedral
-Relasi : Inequigranular Vitroverik
Komposisi : Kuarsa (5%), Plagioklas (35%), K feldspar (5%), massa dasar gelas
(55%)
Nama : Andesit

27
4.7. Stopsite 7

Gambar 4.16. Foto Singkapan Stopsite 7 LP 1, azimuth N325E


Pada stopsite 7 ini terdapat 3 LP dimana LP 1 berada di desa Pundong
sebelum mata air goa Jepang, LP 2 berada di pinggir jalan setelah goa Jepang,
sedangkan LP 3 berada di gawir setelah LP 2.
Pada LP 1 terdapat singkapan batuan beku berstruktur sheeting joint dengan
genesa saat intrusi menerobos bidang perlapisan (berupa sill), beban sedimen
diatasnya mengalami erosi sehingga pembebanan berkurang. LP 1 ini termasuk
formasi Nglanggran dengan koordinat X : 425256, Y : 9116720, dan Z : 94. Adapun
litologi yang telah dideskrip berupa Andesit.

Gambar 4.17. Foto singkapan LP 2, azimuth N87E

28
LP 2 ini berada di koordinat X : 425896, Y : 9116322, dan Z : 146 dimana
ditemukan kontak nonconformity antara formasi Nglanggran dan formasi Wonosari
yang menyebabkan pola pengaliran radial dari formasi Nglanggran hanya terlihat
bagian saja karena diatasnya tertutupi oleh batugamping.
DESKRIPSI LITOLOGI (ATAS)
Jenis Batuan : Batuan Sedimen Karbonat Klastik
Warna : Putih
Struktur : Masif
Tekstur :
-Ukuran Butir : Arenite-Rudite (0,06-2mm)
-D. Pemilahan : Buruk
-D. Pembundaran : Menyudut
-Kemas : Terbuka
Komposisi :
-Allochem : Interclast, Skeletal
-Mikrit : Kalsit
-Sparit : Karbonat
Nama : Packestone (Dunham, 1962)
DESKRIPSI LITOLOGI (BAWAH)
Jenis Batuan : Batuan Beku Intermediet Vulkanik
Warna : Abu-abu (Fresh), Coklat (Lapuk)
Struktur : Masif
Tekstur :
-D. Kristalisasi : Hipokristalin
-D. Granularitas : Afanitik-Fanerik Sedang (<1-5mm)
-Kemas :
-Bentuk Kristal : Subhedral
-Relasi : Inequigranular Vitroverik
Komposisi : Kuarsa (5%), Plagioklas (35%), K feldspar (5%), massa dasar gelas
(55%)
Nama : Andesit

29
Gambar 4.18. Bentang Alam Stopsite 7 LP 3, azimuth N05E
Pada LP 3 ini berada pada koordinat X :425961, Y : 9116200, Z : 235 dan
berada pada gawir, sehingga untuk menuju lokasi harus menaiki gawir dengan slope
sekitar 70. Pada LP 3 ini terdapat singkapan batugamping yang tersesarkan.
Setelah dilakukan pengukuran terhadap striation sesar, didapatkan data :
Kedudukan : N160E/61
Plunge : 67
Bearing : N332E
Rake : 38
Sesar diatas merupakan sesar yang muda dan memotong sesar yang lebih tua
dengan data :
Kedudukan : N30E/47
Plunge : 40
Bearing : N50E
Rake : 60

30
BAB IV
PENUTUP

IV.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan 7 stopsite dimana pengamatan dilakukan pada
formasi semilir, nglanggran, sambipitu, oyo, dan wonosari, didapatkan rata-rata
kedudukan perlapisan memiliki arah dip ke arah relatif tenggara (sesuai banded
dalam foto udara). Dari hasil pengamatan foto udara didapatkan data yang relatif
lebih cepat, terarah, mudah, murah, dan tepat setelah dilakukan fieldcheck.

IV.2 Saran
Dalam penyusunan laporan hendaknya memperhatikan format, serta
penyusunan laporan ditambah jangka waktunya agar penyusunan laporan lebih
maksimal.

31

Vous aimerez peut-être aussi