Vous êtes sur la page 1sur 21

Grand Case

APPENDISITIS

Oleh :
Novita Elvistia 1210311002

Preseptor : Prof. Dr. Kamardi Talut, Sp.B

KEPANITERAAN KLNIK
BAGIAN ILMU BEDAH RSUP DR. M DJAMIL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016

i
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering1. Apendisitis akut menjadi
salah satu pertimbangan pada pasien yang mengeluh nyeri perut atau pasien yang
menunjukkan gejala iritasi peritoneal. Periapendikular Infiltrat adalah proses radang
apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum dan usus usus dan
peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa (appendiceal mass).

2. EPIDEMIOLOGI
Insiden apendisitis akut di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara
berkembang. Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya turun secara
bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh oleh meningkatnya penggunaan makanan
berserat dalam menu sehari-hari.
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari
satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun,
setelah itu menurun. Insiden pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali
pada umur 20-30 tahun, insiden lelaki lebih tinggi. Massa apendiks lebih sering
dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih; daya tahan tubuh telah
berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk
membungkus proses radang.2
Apendisitis jarang terjadi pada bayi, menjadi semakin sering pada masa anak-
anak, dan insiden tertinggi terjadi pada umur belasan hingga 20 tahunan. Setelah
insiden apendisitis menurun, meskipun masih banyak keingin tahuan mengenai
apendisitis, tapi kenyataannya apendisitis jarang dilaporkan dalam berbagai literature
sejak 500 tahun yang lalu3.

2
3. ANATOMI
Appendix merupakan organ berbentuk cacing, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15 cm) dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal
dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, appendix berbentuk
kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini
mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus,
apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak
dan geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya5.
Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang
sekum, dibelakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis
apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. Vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n.torakalis X. oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar
umbilicus.
Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri kolateral.
Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan
mengalami gangrene.
Menurut letaknya, apendiks dibagi menjadi beberapa macam :
Appendix retrocecalis, terletak dibelakang coecum
Appendix pelvicum, terletak menyilang a. iliaca externa dan masuk ke dalam
pelvis
Appendix postcecalis terletak dibelakang atas kiri dari ileum
Appendix retroileal
Appendix decendentis, terletak descenden ke caudal.

3
4. ETIOLOGI
a. Obstruksi lumen apendiks yang disebabkan oleh:
Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada apendisitis akut. Fecalith
merupakan penyebab umum obstruksi apendiks, yaitu sekitar 20% pada anak dengan
apendisitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi apendiks. Penyebab yang
lebih jarang adalah hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa apendiks, barium yang
mengering pada pemeriksaan sinar X, biji-bijian, gallstone, cacing usus terutama
Oxyuris vermicularis.2,4
Obstruksi apendiks juga dapat terjadi akibat tumor carcinoid, khususnya jika
tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, corpus alienum seperti
pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya apendisitis. Faktor lain
yang mempengaruhi terjadinya apendisitis adalah trauma, stress psikologis, dan
herediter.
Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi.
Fecalith ditemukan pada 40% kasus apendisitis akut sederhana, sekitar 65% pada

4
kasus apendisitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus apendisitis akut
gangrenosa dengan perforasi.

Appendicitis (dengan fecalith)

b. Sekresi mukosa apendiks yang persistent, distensi yang bertahap dengan


inflamasi pada apendiks, pertumbuhan bakteri yang berlebihan, dan pada
kondisi yang diikuti oleh progresivitas, iskemia, gangrene, dan perforasi yang
diikuti oleh obstruksi lumen.
c.. Peranan lingkungan: diet dan higiene

Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat dengan
kandungan serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan berhubungan dengan
kondisi tertentu pada pencernaan. Apendisitis, penyakit Divertikel, carcinoma
Colorectal lebih sering pada orang dengan diet seperti di atas dan lebih jarang
diantara orang yang memakan makanan dengan kandungan serta lebih tinggi. Burkitt
mengemukakan bahwa diet rendah serat berperan pada perubahan motilitas, flora
normal, dan keadaan lumen yang mempunyai kecenderungan untuk timbul fecalith.

5. PATOFISIOLOGY
Apendisitis disebabkan oleh obstruksi yang diikuti oleh infeksi. Kira-kira
60% kasus berhubungan dengan hyperplasia submukosa yaitu pada folikel limfoid,

5
35% menunjukkan hubungan dengan adanya fekalit, 4% kaitannya dengan benda
asing dan 1% kaitannya dengan stiktur atau tumor dinding apendiks ataupun sekum.
Hiperplasi limfatik penting pada obstruksi dengan frekuensi terbanyak terjadi pada
anak-anak, sedangkan limfoid folikel adalah respon apendiks terhadap adanya infeksi.
Obstruksi karena fecalit lebih sering terjadi pada orang tua. Adanya fekalit didukung
oleh kebiasaan, seperti pada orang barat urban yang cenderung mengkonsumsi
makanan rendah serat, dan tinggi karbohidrat dalam diet mereka3.
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma1.
Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium1.
Bila sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut sebagai
apendisitis supuratif akut1.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi1.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut
infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang1.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh

6
yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah1.
Kecepatan terjadinya peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus
yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti Vesika urinaria, uterus
tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila proses
melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis.
Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan
tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu penderita harus
benar-benar istirahat (bedrest).

6. GEJALA
1. Gejala klasik yaitu nyeri sebagai gejala utama
a. Nyeri dimulai dari epigastrium, secara bertahap berpindah ke region
umbilical, dan akhirnya setelah 1-12 jam nyeri terlokalisir di region
kuadrant kanan bawah.

7
b. Urutan nyeri bisa saja berbeda dari deskripsi diatas, terutama pada anak
muda atau pada seseorang yang memiliki lokasi anatomi apendiks yang
berbeda.
2. Anoreksia adalah gejala kedua yang menonjol dan biasanya selalu ada untuk
beberapa derajat kasus. Muntah terjadi kira-kira pada tiga perempat pasien.
3. Urutan gejala sangat penting untuk menegakkan diagnose. Anoreksia diikuti
oleh nyeri kemudian muntah (jika terjadi) adalah gejala klasik. Muntah
sebelum nyeri harus ditanyakan untuk kepentingan diagnosis5.

Gambaran klinis apendisitis akut


Tanda awal nyeri mulai di epigastrium atau region umbilikalis
disertai mual dan anoreksia
Nyeri pindah ke kanan bawah menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum local dititik McBurney
Nyeri tekan
Nyeri lepas
Defans muskuler
Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (rovsing sign)
Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan
(Blumberg sign)
Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti bernafas
dalam, berjalan, batuk, mengedan
Dikutip dari buku ajar ilmu bedah wim de Jong hal. 641

Skor Alvarado

Semua penderita dengan suspek apendisitis akut dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya
ditentukan apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy, dilakukan

8
pemeriksaan PA terhadap jaringan apendiks dan hasil PA diklasifikasikan menjadi 2
kelompok yaitu radang akut dan bukan radang akut.

Tabel. Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis.

Gejala Klinik Value

Gejala Adanya migrasi nyeri 1

Anoreksia 1

Mual/muntah 1

Tanda Nyeri tekan 2

Nyeri lepas 1

Febris 1

Lab Leukositosis 2

Shift to the left 1

Total poin 10

Keterangan:

0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil

5-6 : bukan diagnosis Appendicitis

7-8 : kemungkinan besar Appendicitis

9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis

Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka
tindakan bedah sebaiknya dilakukan.

7. PEMERIKSAAN FISIK

9
Pemeriksaan fisik yang ditemukan tergantung dari tahapan penyakit dan
lokasi dari apendiks.
1. Suhu dan nadi sedikit lebih tinggi pada awal penyakit. Suhu yang lebih tinggi
mengindikasikan adanya komplikasi seperti perforasi maupun abses.
2. Nyeri pada palpasi titik McBurney ( dua pertiga jarak dari umbilicus ke spina
iliaca anterior) ditemukan bila lokasi apendiks terletak di anterior. Jika lokasi
apendiks pada pelvis, pemeriksaan fisik abdomen sedikit ditemukan kelainan,
dan hanya pemeriksaan rectal toucher ditemukan gejala significant.
3. Tahanan otot dinding perut dan rebound tenderness mencerminkan tahap
perkembangan penyakit karena berhubungan dengan iritasi peritoneum.
4. Beberapa tanda, jika ada dapat membantu dalam menegakkan diagnosis
a. Rovsings sign yaitu nyeri pada kuadran kanan bawah pada palpasi
kuadran kiri bawah.
b. Psoas sign yaitu nyeri rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi
panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang
meradang menempel di m.psoas mayor, tindakan tersebut akan
menyebabkan nyeri2.
c. Obturator sign adalah nyeri pada gerakan endotorsi dan fleksi sendi
panggul kanan, pasien dalam posisi terlentang5.

Pemeriksaan rectal toucher pada


apendisitis

rovsing sign

10
PSOAS sign

8. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Leukositosis moderat/ sedang (10.000-16.000 sel darah putih) dengan
predominan neutrofil. Jumlah normal sel darah putih tidak dapat
menyingkirkan adanya apendisitis5.
2. Urinalisis kadang menunjukkan adanya sel darah merah.

9. PEMERIKSAAN X-Ray
1. Foto polos abdomen menunjukkan lokal ileus kuadran kanan bawah atau
fecalith radiopak.
2. USG abdomen
3. Barium enema mungkin dapat membantu pada kasus sulit ketika akurasi
diagnosis tetap sukar untuk ditegakkan. Barium enema akan mengisi defek
pada sekum, hal ini adalah indicator yang sangat bisa dipercaya pada banyak
penelitian apendisitis.

10. DIAGNOSA BANDING


Kelainan ovulasi folikel ovarium yang pecah mungki memberikan nyeri
perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri
yang sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri
biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selam 2
hari.

11
Infeksi panggul salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan
apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri
perut bagian bawah perut lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya
disertai keputihan dan infeksi urin.
Kehamilan di luar kandungan hamper selalu ada riwayat terlambat haid
dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada rupture tuba atau abortus
kehamilan diluar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak
difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.
Kista ovarium terpuntir timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang
tinggi dan teraba masa dalam rongga pelvis pada pemmeriksaan perut, colok
vaginal atau colok rectal. Tidak ada demam. USG untuk diagnosis.
Endometriosis eksterna nyeri ditempat endometrium berada.
Urolitiasis batu ureter atau batu ginjal kanan. Riwayat kolik dari pinggang
ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas.
Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena dapat
memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai demam tinggi,
menggigil, nyeri kostovertebral di sebelah kanan dan piuria2.

11. PENATALAKSANAAN
1. Apendiktomi adalah terapi utama
2. Antibiotic pada apendisitis digunakan sebagai:
a. Preoperative, antibiotik broad spectrum intravena diindikasikan untuk
mengurangi kejadian infeksi pasca pembedahan.
b. Post operatif, antibiotic diteruskan selama 24 jam pada pasien tanpa
komplikasi apendisitis
1. Antibiotic diteruskan sampai 5-7 hari post operatif untuk kasus
apendisitis ruptur atau dengan abses.
2. Antibiotic diteruskan sampai hari 7-10 hari pada kasus apendisitis
rupture dengan peritonitis diffuse.

12
12. KOMPLIKASI
Beberpa komplikasi yang dapat terjadi :
1. Perforasi
Keterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi.
Perforasi appendix akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai
dengan demam tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruh perut dan perut
menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh
perut, peristaltik usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik.
2. Peritonitis
Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat
penyebaran infeksi dari apendisitis. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas
pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata.
Dengan begitu, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik,
usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke
dalam lumen usus menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan
mungkin syok. Gejala : demam, lekositosis, nyeri abdomen, muntah,
Abdomen tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus menghilang (Price dan
Wilson, 2006).
3. Massa Periapendikuler
Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi
pendindingan oleh omentum. Umumnya massa apendix terbentuk pada hari
ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis generalisata.
Massa apendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan
keadaan umum masih terlihat sakit, suhu masih tinggi, terdapat tanda-tanda
peritonitis, lekositosis, dan pergeseran ke kiri. Massa apendix dengan proses
meradang telah mereda ditandai dengan keadaan umum telah membaik, suhu
tidak tinggi lagi, tidak ada tanda peritonitis, teraba massa berbatas tegas
dengan nyeri tekan ringan, lekosit dan netrofil normal.

13
13. PROGNOSIS
Apendiktomi yang dilakukan sebelum perforasi prognosisnya baik.
Kematian dapat terjadi pada beberapa kasus. Setelah operasi masih dapat terjadi
infeksi pada 30% kasus apendix perforasi atau apendix gangrenosa.

14
BAB 2
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Nn. Y Usia : 18 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa Masuk RS : 24 September
2016 Alamat : Kamang Baru, Sijunjung
Seorang pasien wanita usia 18 tahun, diagnosis Apendisitis infiltrat

Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang


Os datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 2 hari
SMRS. Nyeri dirasakan awalnya pada perut dan menetap di kanan bawah
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan diatas juga disertai dengan mual dan muntah sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien muntah 2 kali sejak kemarin. BAB dan
BAK dalam batas normal. Nafsu makan menurun. Mencret (-),demam (+)
dirasakan sejak 1 hari. Riwayat haid teratur, haid terakhir 1 september.
Riwayat trauma tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu

Os belum perrnah merasakan keluhan yang sama sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga


TIdak ada hubungan.

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan, & Kebiasaan


Pasien merupakan seorang mahasiswa

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

15
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan gizi : Sedang

Vital Sign
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 81 x/menit
Respiration Rate : 20x/menit
Temperatur : 370 C

Status Generalis
Kepala : Tidak ada kelainan
Mata : Tidak ada kelainan
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Tidak ada kelainan
Mulut : Tidak ada kelainan

Leher : Tidak ada kelainan

Thorax : Tidak ada kelainan


- Jantung
Inspeksi : Ictus cordis terlihat dibawah papilla mamae
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 5 linea midclavicula
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung reguler, murmur (-), gallop S3(-), S4(-)

Abdomen
Lihat Status lokalis

- Ekstremitas : Tidak ada kelainan

Status Lokalis

Regio Abdomen

Inspeksi : Normal, distensi (-), warna kulit sawwo matang

Auskultasi : Bising usus (+) normal


Palpasi : Supel, nyeri tekan di titik McBurney (+) , Rovsign (+),
Psoas sign (+), Nyeri lepas (+), nyeri tekan (+), teraba massa
Perkusi : timpani di keempat kuadran abdomen, nyeri ketok (-)

16
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Hematologi

Hb : 13,1 g/dl (11,5-15,5)

Ht : 39 % (35-45)

Leukosit : 9.600 /mm3 (3.500-13.500)

Trombosit : 306.000 /mm3 (150.000-440.000)

Pemeriksaan Urin

Dalam batas normal

USG

17
Hasil: tampak gambaran massa

DIAGNOSA KERJA

Appendicitis infiltrat

DIAGNOSA BANDING

Kehamilan ektopik

PENATALAKSANAAN
IVFD RL 20 gtt/menit
Cefoperazol 2 x 1
Metronidazol 3x500mg

18
Posisi Semi fowler

FOLLOW UP

Tanggal 25 September 2016

S/ Nyeri (+) di perut kanan bawah

Mual (+)

O/ Distensi (-)

BU (+) N

Nyeri tekan (+) di kanan bawah

A/ Susp Apendisitis Infiltrat

P/ IVFD RL 20 gtt/menit
Cefoperazol 2 x 1
Metronidazol 3x500mg
Paracetamol3x500mg
Posisi Semi fowler

BAB 3 PEMBAHASAN

19
Seorang perempuan datang dengan keluhan Nyeri perut kanan bawah sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri awalnya timbul di bagian perut dan menetap
di perut kanan bawah, demam, os juga mengeluhkan mual muntah, anoreksia, pada
pemeriksaan abdomen juga ditemukan nyeri tekan nyeri lepas dan hal ini sesuai
dengan tanda apendisitis yang terdapat pada skor alvorado.

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh


hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Selain itu makanan juga berpengaruh
terhadap terbentuknya fecalith, sesuai dengan Burkitt mengemukakan bahwa diet
rendah serat berperan pada perubahan motilitas, flora normal, dan keadaan lumen
yang mempunyai kecenderungan untuk timbul fecalith.

Pada pemeriksaan fisik di temukan massa hal ini bisa dikarenakan omentum dan
usus yang berdekatan yang bergerak ke arah apendiks sehingga timbul suatu massa
local inilah yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang.

Kecepatan terjadinya peristiwa tersebut tergantung pada virulensi


mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus
yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti Vesika urinaria, uterus
tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Walaupun proses
melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau
tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu penderita harus benar-benar
istirahat (bedrest).

DAFTAR PUSTAKA

20
[1] Mansjoer, A., Suprohaita., Wardani, W.I., Setiowulan, W., editor., Bedah
Digestif, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, Cetakan Kelima.
Media Aesculapius, Jakarta, 2005, hlm. 307-313.

[2] Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., Usus Halus, Apendiks, Kolon, Dan
Anorektum, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005,hlm.639-645.

[3] Sabiston. Textbook of surgery, the biological basis of modern surgical practice
fourteenth edition. 1991. International edition; W.B. Saunders

[4] Lawrence W.Way., editor., Current surgical diagnosis & treatment international
edition. Edition 9. 1990. Lange medical book.

[5] Jarrell, B. E and Carabasi R.A., the national medical series for independent study
2nd edition Surgery., national medical series., Baltimore, Hong Kong, London,
Sydney.

21

Vous aimerez peut-être aussi