Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan American Cancer Society tahun (2014) ada banyak faktor yang
diketahui yang dapat meningkatkan atau mengurangkan risiko kanker kolorektal.
Terdapat beberapa faktor yang dapat dimodifikasi dan juga faktor yang tidak
dapat dimodifikasi. Antara faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi termasuk
riwayat peribadi, riwayat kanker kolorektal di keluarga atau polip adenomatous
dan riwayat Inflammatory bowel disease. Studi epidemiologi juga telah
mengidentifikasi banyak faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Ini termasuk
aktivitas fisik, obesitas, tingginya konsumsi daging merah/diproses, merokok dan
konsumsi alkohol (American Cancer Society, 2014).
Diet
Konsumsi daging merah atau daging diproses secara berlebihan
akan meningkatkan risiko terjadinya kanker di usus besar dan
juga rektum. Alasan untuk ini belum jelas tetapi mungkin terkait
dengan karsinogen (zat penyebab kanker) yang terbentuk ketika
daging merah dimasak pada suhu yang tinggi selama jangka
waktu yang panjang atau aditif nitrit yang digunakan untuk
pengawetan (American Cancer Society, 2014).
Merokok
Pada bulan November 2009, International Agency for Research on
Cancer melaporkan bahawa ada bukti yang cukup untuk
menyimpulkan bahawa tembakau dalam rokok dapat menyebabkan
kanker kolorektal. Asosiasi tampaknya lebih kuat pada rektum dari
kanker kolon (American Cancer Society, 2014).
Alkohol
Kanker kolorektal dikaitkan dengan konsumsi alkohol berat dan
sedang. Seseorang yang mempunyai purata hidup dengan konsumsi
alkohol 2 hingga 4 minuman per hari memiliki risiko 23% lebih
tinggi terkena kanker kolorektal dibandingkan dengan mereka yang
mengkonsumsi 1 minuman per hari (American Cancer Society,
2014).
Manusia pada dasarnya memiliki zat karsinogen atau zat pemicu kanker pada
tubuh. Efek karsinogen akan semakin meningkat apabila mendapat penyebab
kanker dari luar. Corwin (2001) menyatakan, kurangnya asupan antioksidan
dengan minimnya konsumsi buah dan sayuran yang mengandung antioksidan
(seperti vitamin E dan vitamin C) dapat mengurangi perlindungan sel terhadap
efek karsinogen. Buah dan sayuran yang segar memiliki enzim aktif yang dapat
memelihara dan meningkatkan pertumbuhan sel yang sehat.
Antara hal yang dapat memicu terjadinya kanker kolon adalah kondisi feses
yang yang kurang baik. Aktivitas atau olahraga yang kurang teratur dapat
mengakibatkan feses menjadi lebih lama berada di kolon atau rektum, terlebih
jika individu melakukan diet rendah serat. Kondisi ini dapat mengakibatkan
toksin yang terdapat dalam feses mencetuskan pertumbuhan sel kanker (Corwin,
2001). Selain itu, feses yang mengandung banyak lemak juga dapat memicu
pertumbuhan sel kanker. Tingginya lemak dalam feses diakibatkan oleh
konsumsi tinggi lemak seperti daging. Feses yang mengandung banyak lemak
dapat mengubah flora dalam feses menjadi bakteri Clostridia & Bacteriodes
yang mempunyai enzim 7-alfa hidroksilase yang mencerna asam menjadi asam
Deoxycholic dan Lithocholic (yang bersifat karsinogenik) meningkat dalam feses.
Perdarahan rektal
Perdarahan rektal adalah keluhan utama yang penting dalam 20-50%
kasus kanker kolorektal. Pasien dengan perdarahan yang diamati dengan
satu atau lebih gejala dibawah harus segera dirujuk untuk pemeriksaan
selanjutya.
2.1.8. Tatalaksana
Kanker kolon
Kebanyakan orang dengan kanker usus besar akan memiliki beberapa jenis
operasi untuk mengangkat tumor. Terapi adjuvant (pengobatan tambahan setelah
operasi) juga dapat digunakan (American Cancer Society, 2014).
Karsinoma in situ
Karsinoma in situ adalah kanker yang belum menyebar di luar
lapisan sel di mana ia mulai. Pembedahan untuk mengangkat
pertumbuhan sel abnormal dapat dilakukan dengan polypectomy
(pengangkatan polip) atau eksisi lokal menggunakan kolonoskop.
Reseksi segmen usus besar mungkin diperlukan jika tumor
terlalu besar untuk diangkat dengan eksisi lokal (American
Cancer Society, 2014).
Tahap lokal
Tahap lokal mengacu pada kanker invasif yang telah menembus
dinding usus besar. Reseksi bedah untuk mengangkat kanker,
bersama-sama dengan usus di kedua sisi tumor dan kelenjar
getah bening di dekatnya, adalah pengobatan standar (American
Cancer Society, 2014).
Tahap regional
Kanker rektum
Pembedahan adalah pengobatan utama untuk kanker rektum, dengan
pengecualian pada beberapa pasien. Perawatan tambahan, seperti kemoterapi dan
radiasi, sering digunakan sebelum operasi (terapi neoadjuvant) dan/atau setelah
operasi (terapi adjuvant) untuk mengurangi risiko kekambuhan dan metastasis.
Obat kemoterapi yang digunakan dalam pengobatan kanker rektum adalah sama
dengan yang digunakan untuk kanker usus besar (American Cancer Society,
2014).
Karsinoma in situ
Membuang pertumbuhan sel abnormal adalah tujuan utama.
Pilihan pengobatan termasuk polypectomy (pengangkatan
polip), eksisi lokal, atau reseksi rektum. Tidak ada pengobatan
lanjut diperlukan (American Cancer Society, 2014).
Tahap lokal
Pada tahap ini, kanker telah tumbuh melalui lapisan pertama
dari rektum ke lapisan yang lebih dalam, namun belum
menyebar di luar dinding rektum. Beberapa kanker dubur kecil
lokal dapat diobati dengan pembedahan melalui anus, tanpa
insisi perut. Untuk kanker dekat dengan anus, operasi mungkin
memerlukan pembedahan anus dan otot sfingter, sehingga
kolostomi permanen diperlukan (American Cancer Society,
2014).
Tahap regional
Jika kanker telah menyebar melalui dinding rektum ke jaringan
di dekatnya dan/atau kelenjar getah bening, radiasi dan
Kolostomi
Kolostomi adalah sebuah prosedur bedah untuk membuat pembukaan di
antara usus besar dan bagian luar perut untuk memungkinkan
pengosongan tinja ke dalam kantung penampung, meskipun rektum telah
dihapus. Ketika bagian dari usus besar atau rektum dioperasi, ahli bedah
biasanya dapat menghubungkan bagian-bagian yang sehat, yang
memungkinkan pasien untuk mengeliminasi limbah secara normal.
(American Cancer Society, 2014).
Gejala umum anemia menjadi jelas apabila kadar Hb kurang dari 7g/dl. Berat
ringannya gejala umum anemia tergantung pada (Bakta, I., 2013) :-
a. Derajat penurunan Hb
b. Kecepatan penurunan Hb
c. Usia
d. Adanya kelainan jantung atau paru sebelumnya
3. Gejala penyakit dasar. Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang
menyebabkan anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia
tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi cacing tambang: sakit perut,
pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada kasus
tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan seperti misalnya pada
anemia penyakit kronik oleh karena arthritis reumatoid.
Gejala anemia
2.2.6. Tatalaksana
Terapi untuk mengatasi keadaan gawat darurat (Bakta, I., 2013).
Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah jantung
maka harus segera diberikan terapi gawat darurat dengan transfusi sel
darah merah yang dimampatkan (packed red blood cell) untuk mencegah
perburukan payah jantung tersebut. Dalam keaadan sedemikian, spesimen
untuk pemeriksaan yang dipengaruhi oleh transfusi harus diambil terlebih
dahulu, seperti apusan darah tepi, bahan untuk pemeriksaan besi serum,
dan lain-lain.
Dari segi usia, anemia paling banyak dijumpai pada pasien dengan usia lanjut
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di RSUP Dr.Kariadi Semarang
(Aisyah, S., 2013). Menurut penelitian tersebut tidak ada alasan yang jelas
mengapa pasien usia tua dengan kanker kolorektal lebih sering mengalami anemia
berbanding pasien usia muda.
Selain itu anemia bisa juga menjadi efek samping perawatan kemoterapi
(Sridianti, 2015). Selama perawatan kemoterapi, sel-sel di sumsum tulang, saluran
pencernaan dan folikel rambut yang membelah dengan cepat dalam keadaan
normal juga merugikan. Hal ini dapat mengakibatkan myelosupresi atau
penurunan produksi sel darah (Sridianti, 2015). Efek kemoterapi pada jumlah sel
darah tergantung pada dosis dan jadwal obat. Sebuah jumlah hemoglobin rendah,
yang mengakibatkan anemia juga dapat disebabkan oleh efek dari pengobatan,
membuat pasien merasa lelah atau sesak napas. Ada juga kemungkinan jumlah
trombosit yang rendah, yang dapat menyebabkan mudah memar dan berdarah
(Sridianti, 2015).
Anemia pada pasien kanker akan memberikan pengaruh yang negatif terhadap
kualitas hidup pasien akibat timbulnya kelelahan yang diinduksi oleh kanker
tersebut dan berpengaruh dalam proses terapi pasien. Penelitian yang telah
dilakukan di Norwegia menyatakan kejadian anemia preoperatif pada pasien
kanker kolon berpengaruh terhadap memburuknya overall survival pasien
(Fahrizal, K., 2014).