Vous êtes sur la page 1sur 20

ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN PENYAKIT ASMA

OLEH :

NAMA : NIKOLAUS SANI LOIN


NIM : PO.0320 104 101
MA : KMB I
KODE MA : 321
TUGAS : INDIVIDU
DOSEN PEMBIMBING : MARIA ONI BETHAN SKP,Ns
BATAS WAKTU PENGUMPULAN :

POLITEKNIK KESEHATAN KUPANG


JURUSAN KEPERAWATAN
T.A 2004/2005

BAB I

1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit asma merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai oleh kemampuan
reaksi trakeo bronchial terhadap berbagai stimuli.
5 % populasi di Amerika menderita penyakit asma dan meningkat 61 % pada tahun
1970. Dapat diperkirakan 9,9 juta kasus penyakit asma dengan 3,2 juta anak usia kurang
dari 18 tahun terserang penyakit asma, hal ini mempengaruhi kesehatan di setiap aspek
kehidupan sehari-hari.
Tingkat kematian untuk penyakit asma meningkat pada tahun 1977 dengan 31 %
pada beberapa dekade. Dalam tahun 1987 lebih dari 400 klien yang meninggal akibat
penyakit asma. Penemuan ini mungkin dihubungkan dengan penyebab alergi dari
lingkungan. Kematian meningkat pada kelompok dengan ekonomi sosial yang rendah,
menunda mencari bantuan, klien gagal memenuhi perawatan medis dengan terapi yang
ditentukan.
Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain : umur, seks, faktor
keturunan, faktor lingkungan dan prevalensi pada anak laki-laki dan perempuan 1,5 : 1,
tetapi dapat berkurang pada usia dewasa dan pada masa menopouse prevalensi perempuan
lebih dari laki-laki.
Di indonesia prevalensi asma berkisar antara 5 7 %, oleh karena prevalensi
penyakit asma cukup tinggi maka perlu diperhatikan untuk menekan angka morbilitas dan
mortalitas.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa-mahasiswi dapat memahami asuhan keperawatan pada klien yang
mengalami gangguan pada sistim pernapasan dengan penyakit asma.
2. Tujuan Khusus
Agar Mahasiswa dapat menjelaskan :
- Pengertian penyakit asma
- Etiologi penyakit asma
- Pathofisiologi
- Patway
- Manifestasi klinis
- Komplikasi
- Manajemen medik

2
- Studi Diagnosa
- Diagnosa Banding
- Pengkajian pasien dengan penyakit asma.
- Diagnosa keperawatan yang tepat dan benar.
- Intervensi
- Implementasi
- EvAluasi
- Pendidikan kesehatan pada penyakit asma.

BAB II

3
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Asma adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh kemampuan reaksi yang
ditingkatkan trakeobronkial terhadap berbagai stimuli (Lewis).
Asma adalah penyakit dengan ciri meingkatnya respon trakea dan bronkhus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang
luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, secara spontan maupun sebagai hasil
pengobatan(S.F Wilson & June M. Thompson).
Menurut Prof.Dr.H.S.Suyono, dkk. 2001 Asma adalah Penyakit paru dengan
karakteristik obstruksi saluran napas yang reversible secara tidak lengkap pada beberapa
klien secara spontan atau dengan pengobatan disamping itu juga adanya inflamasi dan
penigkatan respon saluran napas terhadap berbagai rangsangan.
Sampai saat ini asma belum diketahu penyebabnya hanya faktor pencetus yang
dikenal (Manjoer, dkk 2000).

B. Etiologi
Klasifikasi asma berdasarkan penyebab :
1. Asma bronkial tipe atopik (Ekstrinsik)
2. Asma bronkial tipe non atopik(Intrinsik)
3. Asma campuran (Mixed)
Penyebab asma sampai saat ini belum diketahui pasti namun berbagai peneliti
telah menunjukkan bahwa dasar gejala asma adalah inflamasi dan respon saluran napas
yang berlebihan (Prof. Dr. H.S. Suyono 2001).
Faktor-faktor pencetus asma adalah :
1. Alergan
Zat-zat tertentu bila dihirup atau dihisap dan dimakan dapat menimbulkan
serangan misalnya : debu rumah, bulu binatang, serpih kulit kucing, air dingin dan
udara dingin.
Sebagian hiperaktivitas saluran napas diduga sejak lahir tetapi sebagian didapat.
Berbagai keadaan dapat meningkatkan HSN seseorang yaitu : Inflamasi saluran napas,
kerusakan sel epitel, mekanisme neorologis, gangguan interinsik, obstruksi saluran
napas.

2. Infeksi saluran napas

4
Virus influensa merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan
asma bronkial. Diperkirakan 2/3 penderita asma dewasa serangannya ditimbulkan oleh
infeksi saluran napas (Sundaru 1991).
3. Tekanan jiwa.
Tekanan jiwa(stres/emosi bukan penyebab asma tetapi sebagai faktor pencetus, karena
banyak orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menderita asma bronkial.
Tekana jiwa sangat berperan sebagai pencetus terutama pada orang dengan
kepribadian yang labil, lebih menonjol pada wanita dan anak-anak ( Yunus, 1994)
4. Olah raga atau kegiatan jasmani yang berat.
Sebagian penderita asma akan mendapat serangan bila melakukan olah raga atau
aktivitas fisik yang berlebihan. Serangan asma karena kegiatan jasmani(exercise
indused asma) terjadi setelah olah raga atau aktivitas fisik yang cukup berat dan jarang
serangan timbul beberapa jam setelah olah raga.
5. Obat-obatan
Beberapa penderita asma bronkial sensitif terhadap obat tertentu seperti penisillin,
salisilat, betabloker, dll.
6. Polusi udara/lingkungan tercemar
Pasien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik/kendaraan, asap rokok,
asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksidasi foto kemikal, udara dingin, bau
yang tajam.
7. Lingkungan kerja
Diperkirakan 2-15 % pasien asma pencetusnya adalah lingkungan kerja(Sundaru,
1991).

C. Patofisiologi
1. Asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik)
Asma timbul karena seseorang yang atopik (alergik) akibat pemaparan alergen.
Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan
lain-lain akan ditangkap oleh makrofag. Selanjutnya akan merangsang pembentukan
Ig E.
Ig E yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan
dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel
tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan
trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Orang
yang sudah memiliki sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan tersebut

5
belumlah menunjukkan gejala. Orang tersebut sudah dianggap desentisisasi atau baru
menjadi rentan
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen
yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada
permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke
dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam
proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah
terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang mempunyai
sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil
Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator
tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
Hiperreaktifitas bronkus yaitu bronkus yang mudah sekali mengkerut
(konstriksi) bila terpapar dengan bahan/faktor dengan kadar yang rendah yang pada
kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya alergen (inhalan,
kontaktan), polusi, asap rokok/dapur, bau-bauan yang tajam dan lainnya baik yang
berupa iritan maupun yang bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa hiper
rektifitas bronkus disebabkan oleh inflamasi bronkus yang kronik. Sel-sel inflamasi
terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilas bronkus pasien
asthma bronkiale sebagai bronkhitis kronik eosinofilik. Hiper reaktifitas berhubungan
dengan derajad berat penyakit.
Berdasarkan hal tersebut di atas penyakit asthma dianggap secara klinik
sebagai penyakit bronkhospasme yang reversibel, secara patofisiologik sebagai suatu
hiperreaksi bronkus dan secara patologik sebagai suatu peradangan saluran nafas.
Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya, infiltrasi sel
radang terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran silia
dan mukus di atasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas menjadi tidak
berfungsi lagi. Ditemukan pula pada pasien asthma bronkiale adanya penyumbatan
saluran nafas oleh mukus terutama pada cabang-cabang bronkhus.
Akibat dari bronkhospasme, oedema mukosa dan dinding bronkhus serta
hipersekresi mukus maka terjadi penyempitan bronkhus dan percabangannya sehingga
akan menimbulkan rasa sesak, nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif.
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu
keadaan stress yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan
meningkatkan adeno corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah.

6
Peningkatan kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA). Penurunan
IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang direspon oleh
tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga menimbulkan asma
bronkiale.
2. Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik)
Asma non alergenik (asma intrinsik) terjadi bukan karena pemaparan alergen
tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas, olah
raga atau kegiatan jasmani yang berat, serta tekanan jiwa atau stress psikologik.
Serangan asma terjadi akibat gangguan saraf otonom terutama gangguan saraf
simpatis yaitu blokade adrenergik beta dan hiperreaktifitas adrenergik alfa. Dalam
keadaan normal aktifitas adrenergik beta lebih dominan daripada adrenergik alfa. Pada
sebagian penderita asma aktifitas adrenergik alfa diduga meningkat yang
mengakibatkan bronkhokonstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas.
3. Asma Bronkiale Campuran (Mixed)
Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun
ekstrinsik.

D. Patway

7
Secara singkat patofisiologi/patogenesis asma sampai menimbulkan masalah
keperawatan dapat digambarkan sebagai berikut :
Ekstrinsik (atopik) Intrinsik

Alergen Infeksi, latihan fisik, rokok, stres


psikologis, aspirin

Sensitisasi mukosa bronkial


oleh Ig E Respon parasimpatis Respon simpatis

Stimulasi saraf aferen Stimulus alfa


oleh stimulus kimia adrenergik

Pelepasan asetilkolin Sel mast melepaskan


dalam jumlah banyak mediator kimia

Refleks
Ig E menempel pada sel bronkokonstriksi
mast cabang trakeobronkial

Pelepasan mediator kimia seperti histamin,


bradikinin, prostaglansdin

Respon dinding bronkial :


vasodilatasi dengan edema, kontraksi otot halus
Respon umum :
Sesak napas, batuk, wheezing, ekspirasi
memanjang, eosinofilia, retraksi dinding dada, tidak
mampu melakukan aktivitas, keringat banyak,
sputum purulen kental, ekspansi paru menurun

Tidak efektif pola napas Tidak toleransi


terhadap aktivitas

Tidak efektif bersihan jalan


napas Kecemasan meningkat

Resiko tinggi infeksi

E. Manifestasi klinis

8
Gambaran klinis pada penyakit asma sangat klasik tidak dapat diperkirakan dan
bervariasi, serangan awal adalah batuk,piliek,mengi,sesak napas.
Karakteristiknya adalah :
- Pilek : mungkin untuk asma karena alergi.
- Pada mulanya batuk tanpa sekret dan perkembangan selanjutnya klien mengeluarkan
sekret yang mukoid, putih kadang purulen.
- Batuk tanpa disertai mengi.
- Asma akibat pekerjaan gejalanya memburuk pada awal minggu dan membaik
menjelang akhir minggu.
- Sesak napas/dispneu.
Orang dengan serangan asma merasa seolah-olah dicekik sebab sulit bernapas dan
menghirup udara kedalam paru-paru sehingga menyebabkan hipoksemia. Pada
serangan akut meliputi kegelisahan, perilaku abnormal dan meningkatnya denyut
nadi serta tekanan darah.
- Perkusi paru adanya rensonansi.
- Auskultasi menandai adanya inspirasi dan ekspirasi yang tidak
menyenangkan(abnormal).
Penyakit asma kronis dapat mengakibatkan retak tulang, pneumothoraks,
pneumomediastinum, atelataksis, dan radang paru-paru. Sedangkan status asmatikus
merupakan kemungkinan lain.
F. Komplikasi
1. Empisema
2. Bronkhitis
3. Hipertensi pulmunal
4. Cor pulmunal
5. Atelektasis
6. Pneumothoraks
7. Gagal napas termasuk status asmatikus
Status Asmatikus
Pada penyakit asma pernapasan klien menggunakan muskulature abdominal dapat
menyebabkan meningkatnya tekanan intratoracik yang memancar ke jantung dan terjadi
penyempitan pada pembuluh darah sehingga terjadi hipertensi. Tachikardi dan ventrikular
etopi sering terjadi sehingga dapat berkelanjutan terjadinya hipoksemia. Karena
katekolamin sebagai dasar penyebab utama serangan jantung dan biasanya pada orang
dewasa yang tua. Hasil ECG menunjukkan sinus tachikardi atau tanda ketegangan pasa

9
sisi kanan jantung sekunder dan vasokontriksi yang berhubungan dengan paru-paru dan
yang mungkin dilihat seperti P Pulmonal dan penyimpangan poros.
Kesulitan asmatikus meliputi pneumothoraks, pneumomediastinum, korpulmonal
akut dengan kegagalan vetrikuler dan kelelahan otot pernapasan yang berkelanjutan ke
arah kesulitan bernapas, status asmatikus juga dapat berkelanjutan terjadinya penyakit
paru-paru. Kematian karena asmatikus pada umumnya berkaitan dengan kegagalan
pernapasan yang berhubungan dengan jantung.
Penggolongan derajat Asma

Parameter klinis Asma ringan Asma sedang Asma berat


Frekuensi Tidak > 1 kali per Batuk dan wheezing > 1 Wheezing setiap hari
serangan minggu kali per minggu
Intensitas serangan Ringan Lebih berat Berat
Di antara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala, masih Gejala siang dan
bisa toleransi terhadap malan
aktivitas
Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Serig terbangun pada Sangat terganggu,
malam hari karena batuk tidak toleransi
dan wheezing terhadap aktivitas
Pemeriksaan fisik Tidak hiperventilasi, Hiperinflasi pada Kelainan bentuk dada
di luar serangan Ro. Normal, obstruksi Rontgenogram, volume akibat hiperinflasi
jalan napas minimal paru meningkat yang kronis
Dari Wilson dan Thompson, (1990) dan Mansjoer, dkk (2000).

Penilaian derajat serangan Asma


Parameter Ringan Sedang Berat Ancaman henti
napas
Aktivitas Berjalan,bayi Berbicara Istirahat
menangis keras Bayi;tangis Bayi berhenti makan
pendek & lemah
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata
Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk Duduk bertopang
lengan
Kesadaran Mungkin Biasanya Biasanya teragitasi Kebingungan
teragatasi teragitasi
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada
Mengi Sedang, sering Nyaring,sepanjang Sangat nyaring Sulit/tidak
hanya pada ekspirasi+inspirasi terdengar tanpa terdengar
steteskop
Sesak napas Minimal Sedang Berat
Otot bantu Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan
napas paradokstorako
abdominal
Retraksi Dangkal,retraksi Sedang Dalam,ditambah napas Dangkal/hilang
interkostal ditambahretraksi cuping hidung
suprastemal
Laju napas Meningkat Meningkat Meningkat Menurun
Laju nadi Normal Takikardia Takikardia Bradikardia
Pulsus Tidak ada < 10 Ada 10-20 mmHg Ada > 20 mmHg Tidak ada tanda
paradoksus mmHg kelelahan otot
napas
PEFR atau

10
FEV1
- Pra 6 4 < 40
bronkodilator 0% 0-60% %
- Pasca
bronkodilator 8 6 < 60
0% 0-80% %
respons < 2 jam
SaO2 (%) > 95 % 91-95% < 90 %
PaO2 Normal (biasanya > 60 mmHg < 60 mmHg
tidak perlu
diperiksa)
PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg
Dari Wilson dan Thompson, (1990) dan Mansjoer, dkk (2000).

G. Studi Diagnosis
1. Test fungsi paru
Untuk membedakan antara penyakit asma dengan penyakit lainnya seperti bronkhitis
kronis, penyakit paru, sistik fibrosis, edema paru, trakeobronkhitis, bronkheolitis, dan
embolisme (penyempitan pembuluh darah berkenaan dengan paru-paru). FEV1(pada
orang dewasa muda yang sehat). Asma sebelum pengobatan, kelainan berkurang
setelah pengobatan, sedikitnya 2 L Peak Ekspiratori Flow Rate (PEFR) (pada orang
dewasa muda yang sehat). Asma sebelum pengobatan + 100 L/menit. Setelah
pengobatan > 300 L/menit, TLC : meningkat selama fase akut karena udara
terperangkap, RV : meningkat selama fase akut dan VC : < 1 L/menit.
2. Analisa gas darah (AGD). PaO2 normal atau sedikit menurun (<60 mmHg), HCO3
normal atau menurun. PaC02 meningkat hanya bila FEV I menurun sedikit 20 %
( > 40 mmhg) ; PH normal atau menurun.
3. Jumlah sel darah. Eosinofil meningkat akibat respon alergi .bila pasien
mengkonsumsi Theofilline perlu monitor baseline dari tingkat theophyline dalam
darah normalnya 10 20 g/ml.
4. X- ray dada :Biasanya bersih, hiperinflasi sekunder terhadap terperangkapnya udara.
5. EKG : Bisa terjadi sinus takikardi pada episode akut, gelombang P meningkat.
6. Pengujian alergi kulit untuk menentukan kepekaan terhadap anti gen.
Test alergi negative tidak berarti berakibat terjadi penyakit asma. Test
radioalergosorbent(rast) digunakan untuk mengetahui penyebab alergi pasien yang
menunjukkan hasil test kulit negative (contohnya aksematoid)
H. Diagnosa Banding:
1. Bronkhitis kronis
2. Empisema paru
3. Gagal jantung kiri

11
4. Emboli paru
I. Penatalaksanaan Medis
1. Manajemen umum
Oksigenasi melalui nasal kanul atau masker,oksigense diberikan dengan jumlah PaO2
rata-rata 60-70 mmhg untuk menghasilkan saturasi O2 > 90 %. volume-cycled
ventilator; di perlukan agar kondisi pasien tidak menjadi memburuk di samping terapi
agresif. Endottrakheal intubasi mungkin diperlukan. fisioterapi dada (postural drainage
dengan perkusi dada tiap 2-4 jam).
2. Terapi obat : bronkodilator, kortikosteroid diberikan untuk: 1.mencegah ikatan IgE
dengan menghindari alergan dan hipoventilasi dengan menyuntikan dosis kecil alergan
. 2.mencegah pelepasan factor mediator yaitu: premedikasi nnatrium kromolin dapat
mencegah spasme bronkus yg di cetus alergan. 3.melebarkan saluran napas dengan
bronkodilator Yaitu: sabutamol,terbutalin,fenoterol,prokaterol,sedangkan epine0prin
diberikan sc.pada serangan berat,aminopilin dipakai pada serangan akut.4.mengurangi
respon jalan napas dengan jalan merendam inflamasi saluran napas dengan pemberian
kortikosteroi oral,parental,atau inhalasi pada asma akut maupun kronik
Tahap Pencegahan Penghilang
Asma Agonis beta 2 dihirup bila ada gejala
intermiten tetapi < 1x /minggu, Natrium Kromalin
dihirup sebelum kegiatan jasmani
/pemaparan alergan
Asma ringan Kortikosteroid hirup 200-500mg/hari atau N. Agonis beta 2 (kerja pendek)tidak
kromalin/teofilin lepas lambat. melebihi 3-4x/hari
Dosis dapat dinaikan sampai 800 mg atau
ditambah bronkodilator oral, hirup untuk jangka
panjang.
Asma sedang Kiortikosteroid hirup 800-2000mcg/hari dan Agonis beta 2 hirup tidak melebihi 3-
bronkodilator jangka panjang bila ada serangan 4x/hari
malam
Asma berat Kortikosteroid hirup 800-2000mcg/hari atau lebih, Agonis beta 2 bila ada gejala
kortikosteroid oral\dan bronkodilator jangka
panjang

3. Terapi cairan dan elektrolit

12
J. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Riwayat
Diketahui keluarga atau individu riwayat alergi, sering mendapat serangan asma,
riwayat masuk rumah sakit.
2. Pengobatan yang diperoleh sekarang. Pengkajian tentang penggunaan obat untuk
pernapasan terutama sebelum masuk rumah sakit.
3. Pengkajian fisik
a. Sistem Pernafasan
- Peningkatan frekuensi pernafasan, susah bernafas, perpendekan periode
inspirasi, pemanjangan ekspirasi
- Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi sternum, pengangkatan
bahu waktu bernafas). Pernafasan cuping hidung, adanya mengi yang
terdengar tanpa stetoskop, batuk keras, kering dan akhirnya batuk
produktif.
- Faal paru terdapat penurunan FEV1.
b. Sistem Kardiovaskuler
- Takikardia > 130 X/menit, tensi meningkat
- Pulsus paradoksus (penurunan tekanan darah) 10 mmHg pada waktu
inspirasi).
- Sianosis, diaforesis, dehidrasi
4. Psikologis
a. Peningkatan ansietas (kecemasan) : takut mati, takut menderita, panik, gelisah.
b. Ekspresi marah, sedih, tidak percaya dengan orang lain, tidak perhatian.
c. Ekspresi tidak punya harapan, helplessness.
5. Sosial
a. Ketakutan berinteraksi dengan orang lain.
b. Gangguan berkomunikasi
c. Inappropiate dress
d. Hostility toward others
b. Diagnosa keperawatan dan data pendukung
1. Tidak efektif pola napas berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru dan
cemas yang ditandai dengan mengeluh sesak napas, takipnea, nampak sesak
napas, inspirasi lebih pendek, menggunakan otot bantuk, takikardi, retraksi
dinding dada.

13
2. Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus/sekret kental dan
bronkospasme yang ditandai dengan mengeluh sesak napas, wheezing
ekspirasi/inspirasi, ronki, batuk (sering tidak efektif), dyspnea, PaO 2 <60 mmHg,
PaCO2 > 40 mmHg, pH < 7,35
3. Tidak toleransi terhadap aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan
ketidakseimbangan antara suplay oksigen dan kebutuhan yang ditandai dengan
mengeluh lemah, dan sesak napas, takikardi, takipnea, dan tidak mampu
melakukan aktivitas harian.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan terapi steroid dan tidak efektif
bersihan jalan napas yang ditandai dengan mengeluh sulit bernapas, sputum tebal
dan kental, minum obat kortikosteroid.
5. Cemas berhubungan dengan takut mati lemas yang ditandai dengan mengatakan
tegang, apprehension, dan napas pendek, berkeringat banyak, dilatasi pupil,
takipnea dan ekspansi paru menurun.

14
c. Perencanaan keperawatan

Diagnosa Perencanaan Keperawatan


Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Tidak efektif pola Pasien akan 1. Observasi perubahan pada RR dan dalamnya Menentukan adekuatnya pola napas
napas berhubungan mempertahankan pola 2. Observasi pola napas seperti mengeluh napas Identifikasi meningkatnya kerja pernapasan
dengan ekspansi napas yang efektif pendek, napas lewat bibir, menggunakan otot bantu
paru menurun dan dengan kriteria tidak pernapasan
cemas lelah atau dyspnea, 3. Observasi tingkat kesadaran Mungkin indikasi hipoksia
bunyi napas bersih, 4. Monitor AGD Menentukan keseimbangan asam basa dan kebutuhan oksigen
kapasitas vital normal Meningkatkan pertukaran gas dan mengurangi kerja napas
5. Atur pemberian oksigen Respon emosional menyebabkan hiperventilasi
Bronkodilator meningkatkan diameter jalan napas sehingga
6. Kaji respon emosional mengurangi kerja pernapasan
7. Atur pemberian bronkodilator sesuai advis Mengoptimalkan kontraksi diafragma
Memfasilitasi pernapasan yang dalam
8. Berikan posisi duduk (Fowler)
9. Anjurkan untuk meniup botol atau insentif Menghilangkan cemas dan mengurangi kerja pernapasan
spirometer
10. Bantu pasien untuk teknik relaksasi
Ketidakefektifan Jalan napas pasien akan 1. Auskultasi bunyi napas Menetukan adekuatnya pertukran gas dan luasnya obstruksi
bersihan jalan napas paten dengan kriteria akibat mucus.
b.d. produk mukus hasil bunyi napas bersih, 2. Kaji karakteristik secret Infeksi ditandai dengan secret tebal dan kekuningan
berlebihan dan bernapas tanpa ada 3. Beri posisi untuk pernapasan yang optimal yaitu Sekresi bergerak sesuai gaya gravitasi akibat perubahan posisi
kental, batuk tidak sumbatan, analisa gas kepala tempat tidur ditinggikan 35-45 0 dan meningkatkan kepala tempat tidur akan memindahkan isi
efektif. darah dalam batas perut menjauhi diafragma sehingga memungkinkan diafragma
normal, RR 12 20 untuk berkontraksi
X/menit. 4. Bantu pasien batuk sesuai kebutuhan Mengeluarkan sekret untuk meningkatkan patensi jalan napas
Fisioterapi membantu merontokan secret untuk dikeluarkan.
5. Lakukan fisioterapi napas (PVD) Mengurangi perdangan
Memfaslitasi pergerakan secret
6. Beri kortikoseteroid sesuai order Mengencerkan sekret
7. beri bronkodilator sesuai order
Berikan cairan per oral 1,5 2 L per hari

15
Tidak tolerasni Pasien akan melakukan 1. Observasi respon terhadapa aktivitas Menentukan tepatnya toleransi pasien
terhadap aktivitas b. aktivitas harian dengan 2. Rencanakan periode istirahat diantara Mengurangi kelelakan
d. Kelelahan, dan kriteria mampu kegiatan Mengurangi kerja pernapasan
ketidakseimbangan mendemonstrasikan 3. anjurkan pasien untuk menggunakan
antara suplay dan melakukan kegiatan pernapasan yang adaptif selama beraktivitas Memenuhi kebutuhan pasien tanpa menyebabkan kelelahan
kebutuhan oksigen harian tanpa sesak atau 4. Berikan kepada pasien aktivitas sesuai Memudahkan pasien dalam penggunaan dan mengurangi
kelelahan kemampuannya. kebutuhan oksigen
5. Pertahankan obyek yang digunakan pasien
agar mudah dijangkau

Resiko tinggi infeksi Tidak terjadi infeksi 1 Monitor leukosit dan albumin Indikasi adekuatnya sistem pertahana tubuh
b.d. terapi steroid pada paru dengan 2 Kaji status nutrisi Nutrisi yang cukup mendukung sistem pertahanan tubuh
dan tidak efektif criteria pasien tidak 3 Monitor fungsi paru Indikasi meluasnya penyakit paru
bersihan jalan napas demam, hitungan sel 4 Monitor suhu tubuh Demam indikasi infeksi aktual
darah putih atau leukosit 5 Kaji mulut dan mukosa mulut terhadap adanya Deteksi infeksi sekunder akibat kortikosterid
normal iritasi
6 Anjurkan pasien untuk batuk efektif dan napas Mempertahankan jalan napas yang bersih, mencegah
dalam atelektasis
7 Bantu pasien menggunakan nebulizer Mempertahankan jalan napas yang bersih
8 Atur antibiotika sesuai order Mencegah atau mengurangi pertumbuhan mikroorganisme
Nutrisi meningkat akan mendukung fungsi sistem pertahana
9 Anjurkan nutrisi yang optimal tubuh

Cemas b.d takut mati Pasien akan hilang rasa 1. Kaji tingkat cemas pasien (ringan, sedang, berat, Petunjuk intervensi yang terapeutik
lemas cemasnya atau panik)
berkurang dengan 2. Bantu pasien menggunakan koping yang efektif Bisa menghilangkan cemas, membantu pasien menggunakan
kriteria melaporkan pikiran yang sehat ke depan
cemas berkurang atau 3. Berikan informasi yang adekuat tentang asma dan Pengetahuan meningkat akana mengurangi kecemasan
hilang, pengetahuan semua prosedur
tentang penanganan saat 4. Tetap di samping pasien selama fase akut asma Mengurangi kecemasan atau ketakutan
serangan asma 5. Pertahanakan periode istirahat Membantu fase pemulihan
6. Batasi pengunjung bila perlu Bisa membantu mengurani cemas

16
17
d. Evaluasi
Hasil Yang Diharapkan Data Pendukung
Pola Napas Pasien efektif Kapasitas Vital Optimum termasuk : FEC1, TLC
dan RV, Bunyi Napas bersih, Serum Ig E normal.
Jalan Napas bersih / patent Bunyi napas bersih, bernapas tanpa obstruksi,
ABGs dalam batas normal.
Aktivitas dilakukan secara bebas Pasien dapat melakukan aktvitas sehari hari tanpa
tanpa sesak dan lemah mengeluh sesak ataupun lemah
Tidak ada infeksi Tidak ada demam, WBC dalam batas normal

Kecemasan Pasien berkurang Pasien mengatakan kecemasannya berkurang.

Pengetahuan Pasein ditingkatkan Pasien dapat menjelaskan tentang penyakit,


pengobatan dan perawatan di rumah.

K. Pendidikan Pasien
Jelaskan pada pasien tentang obat-obatan seperti bromkodilator dan kortikosteroid,
termasuk dosis, waktu pemberian dan efek samping.
Berikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit asma, gejala awal, dan
kapan harus mendapat pertolongan medis.
Ajarkan dan jelaskan pada pasien dan keluarga tentang faktor-faktor pencetus
terjadinya asma.
Ajarkan pada pasien teknik napas dalam posisi yang tepat saat terjadi serangan asma.
Ajarkan pasien dan keluarga teknik batuk yang efektif
Ajarkan pentingnya mengkonsumsi air dalam jumlah banyak.
Ajarkan pasien teknik relaksasi
Jelaskan pasien tentang pentingnya vaksin influensa dan pneumokokus pneumonia.
Jelaskan pada pasien untuk menghindari orang-orang dengan penyakit infeksi
terutama infeksi pernapasan.

BAB III
18
PENUTUP

Kesimpulan
Penyakit asma merupakan suatu sindrom klinik dengan ciri meningkatnya respon trakea
dan bronkus akibat dari berbagai serangan dan manifestasi penyempitan jalan napas yang luas
dan samapai saat ini belum diketahui penyebabnya hanya dikenal faktor pencetus.
Penanganan penyakit asma ditujukan untuk menghilangkan gejala dan mengurangi atau
menghindari faktor pencetus. Oleh karena itu pendidikan kesehatan penting diberikan pada
pasien dengan penyakit asma tentang gejala awal dan penganan waktu serangan asma.

DAFTAR PUSTAKA

19
Lewis ; Medical Surgical Nursing
Wilson S.F and June M. Thompson ; (1990); Respiratory Disorder
Prof.Dr.S.Suyono,dkk; (2001); Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran UI ; Jakarta.

20

Vous aimerez peut-être aussi