Vous êtes sur la page 1sur 2

Menurut WHO tahap-tahap AIDS yaitu :

Stadium I
Tanpa Gejala; pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh tubuh yang menetap.
Tingkat aktivitas 1: tanpa gejal, aktivitas normal.
Stadium II
Kehilangan berat badan kurang dari 10% ; gejala pada mukosa dan kulit yang ringan (
dermatitis seboroik, infeksi jamur pada kuku, perlakuan pada mukosa mulut yang
sering kambuh, radang pada sudut bibir); Herpes zoster terjadi dalam 5 tahun terakhir;
ISPA (infeksi saluran pernapasan bagian atas) yang berulang, misalnya sinusitis
karena infeksi bakteri. Tingkat aktivitas 2 : dengan gejala aktivitas normal.
Stadium III
Penurunan berat badan lebih dari 10%; diare kronik yang tidak diketahui
penyebabnya lebih dari 1 bulan; demam berkepanjangan yang tidak diketahui
penyebabnya lebih dari 1 bulan; Candidiasis pada mulut; bercak putih pada mulut
berambut; TB paru dalam 1 tahun terakhir; infeksi bakteri yang berat, misalnya:
pneumonia, bisul pada otot. Tingkat aktivitas 3: terbaring di tempat tidur, kurang dari
15 hari dalam satu bulan terakhir.
Stadium IV
Kehilanga BB >10% ditambah salah satu dari diare kronik yang tidak
diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan. Kelemahan kronik dan demam
berkepanjangan yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan.
Pneumocystis carinii pneumonia (PCP).
Taksoplasmosis pada otak.
Kriptosporidiosis dengan diare lebih dari 1 bulan.
Kriptokokosis di luar paru
Sitomegalovirus pada organ sel hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
Infeksi virus Herpes simpleks pada kulit atau mukosa lebih dari 1 bulan atau
dalam rongga perut tanpa memperhatikan lamanya.
PML (progressive multifocal encephalopathy) atau infeksi virus dalam otak.
Setiap infeksi jamur yang menyeluruh misalnya : histoplasmosis,
kokidioidomikosis.
Candidiasis pada kerongkongan, tenggorokan, saluran paru dan paru.
Mikobakteriosis tidak spesifik yang menyeluruh.
Septikimia salmonela Ibukan tifoid.
TB di luar paru.
Limfoma.
Kaposis sarkoma.
Ensefalopati HIV sesuai definisi CDC.
Tingkat aktivitas 4 : terbaring di tempat tidur, lebih dari 15 hari dalam 1 bulan
terakhir.
Patofisiologi HIV/AIDS dimulai dari patogenesis HIV yang menyebabkan
kurangnya jenis limfosit T helper/induser yang mengandung marker CD 4 (sel T4).
Limfosit T4 merupakan pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak
langsung dalam menginduksi fungsi-fungsi imunologik. Menurun atau hilangnya
sistem imunitas seluler, terjadi karena HIV secara selektif menginfeksi sel yang
berperan membentuk zat antibodi pada sistem kekebalan tersebut, yaitu sel lImfosit T4.
Setelah HIV mengikat diri pada molekul CD 4, virus masuk kedalam target dan ia
melepas bungkusnya kemudian dengan enzym reverse transcryptae ia merubah bentuk
RNA agar dapat bergabung dengan DNA sel target. Selanjutnya sel yang berkembang
biak akan mengundang bahan genetik virus. RNA dari HIV mulai membentuk DNA
dalam struktur yang belum sempurna, disebut proviral DNA, yang akan berintegrasi
dengan genome sel induk secara laten (lama). Karena DNA dari HIV
bergabung/integrasi dengan genome sel induknya (limfosit T helper) maka setiap kali
sel induk berkembang biak, genom HIV tersebut selalu ikut memperbanyak diri dan
akan tetap dibawa oleh sel induk ke generasi berikutnya. Oleh karena itu dapat dianggap
bahwa sekali mendapat infeksi virus AIDS maka orang tersebut selama hidupnya akan
terus terinfeksi virus, sampai suatu saat (bagian LTR) mampu membuat kode dari
messenger RNA (cetakan pembuat gen) dan mulai menjalankan proses pengembangan
partikel virus AIDS generasi baru yang mampu ke luar dan sel induk dan mulai
menyerang sel tubuh lainnya untuk menimbulkan gejala umum penyakit AIDS (full
blown). Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang di
infeksinya tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi (penggandaan), sehingga ada
kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat laun akan
menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel limfosit T4.

Vous aimerez peut-être aussi