Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hakikat manusia yang ada sekarang (Homo sapiens-sapiens) adalah
berpikir. Kita berbeda dengan makhluk lainnya karena kemampuan
berpikirnya. Orang yang berkecimpung dalam suatu bidang memerlukan
kemampuan berpikir tertentu yang sudah terinternalisasi dalam dirinya
sehingga menjadi kebiasaan berpikir. Kebiasaan berpikir orang-orang berlatar
belakang pendidikan sains/IPA diapresiasi dan dikagumi oleh pihak
pengguna jasa di berbagai bidang. Pembiasaan berpikir perlu ditekankan pada
berbagai level dan ditanamkan sejak dini serta dapat dilaksanakan melalui
pembelajaran bidang studi, termasuk pendidikan sains/IPA (Nuryani, 2008).
Reformasi pendidikan sains menekankan pada implementasi prinsip,
konsep, dan keterkaitan sains dengan kehidupan sehari-hari melalui proses
pembelajaran. Salah satu aspek yang sedang menjadi fokus berbagai kajian
penelitian dalam bidang pendidikan sains adalah peran science teaching
sebagai proses membelajarkan konten sains, dan science learning sebagai
proses latihan dan retensi yang dilakukan siswa terkait konten sains yang
sedang dipelajari (National Research Council, 1996). Gagasan tersebut
mengisya-ratkan bahwa pembelajaran sains hendaknya lebih memperhatikan
proses pemahaman siswa terhadap sejumlah materi yang dibahas. Secara
eksplisit, NRC menyarankan agar pembelajaran sains sebaiknya
mengedepankan teaching for understanding.
Hasil penelitian mendeskripsikan bahwa implementasi proses
pembelajaran sains di perguruan tinggi identik dengan pemberian konten
sains yang luas. Keluasan konten sains memang dibutuhkan dalam
pembelajaran sains untuk memahami fenomena alam, namun kondisi tersebut
tidak cukup untuk meyakinkan bahwa siswa telah memahami seluruh konten
yang dipelajari. Indikator pemahaman terhadap konten sains antara lain
kemampuan siswa dalam berbagai kemampuan berpikir, antara lain
kemampuan menjelaskan, mengumpulkan bukti, memberikan contoh,
menggeneralisasi, mengaplikasikan konsep, membuat analogi, kemampuan
reasoning, serta menyajikan konsep sains dalam situasi yang baru.
Untuk memenuhi standar kualifikasi lulusan perguruan tinggi, tentu
tidak hanya dibutuhkan penguasaan konten yang luas. Kemampuan serta
keterampilan berpikir dan bertindak menjadi faktor yang turut menentukan.
Oleh sebab itu, pembelajaran di perguruan tinggi seharusnya memperhatikan
dan menerapkan skema learning of higher order (Fry et al., 2009). Skema
learning of higher order menekankan pada pemahaman dan kreativitas
mahasiswa, seperti mampu memahami dan mengkonstruk ulang pengetahuan
berdasarkan fakta, menganalisis hubungan antara pengetahuannya dengan
pengetahuan lain yang relevan, serta mampu mengembangkan critical
thinking dan kreativitas.
Higher Order Thinking Skills atau kemampuan berpikir tingkat tinggi
pada dasarnya berarti pemikiran yang terjadi pada tingkat tinggi dalam suatu
proses kognitif. Menurut taksonomi Bloom yang telah dirievisi keterampilan
berpikir pada ranah kognitif terbagi menjadi enam tingkatan, yaitu
pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi (Syafaah
& Handayani, 2015). Schraw et al. (2011: 191) mengklasifikasikan
keterampilan berpikir yang dimiliki Bloom menjadi dua tingkatan yaitu
keterampilan berpikir tingkat rendah (Lower Order Thinking Skills) yang
terdiri atas pengetahuan dan pemahaman, serta keterampilan berpikir tingkat
tinggi (Higher Order Thinking Skills) yang terdiri atas aplikasi, analisis,
sintesis dan evaluasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan berpikir Tingkat Tinggi
2. Bagaimana taksonomi Bloom dalam HOTS ?
3. Bagaimana penerapan dan manfaat HOTS ?
4. Bagaimana Melatih Siswa Berpikir Tingkat Tingggi
5. Bagaimana pengklasifikasian kompetensi berpikir menurut Taksonomi
Bloom ?
6. Bagaimana pengaplikasian HOTS dalam tes ?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan berpikir Tingkat Tinggi
2. Untuk Mengetahui bagaimana cara melatih siswa berpikir tingkat tingggi
3. Untuk memahami pengklasifikasian kompetensi berpikir menurut
Taksonomi Bloom
BAB II
PEMBAHASAN
Soal-soal ulangan yang dibuat oleh guru perlu memperhatikan beberapa hal:
1) Soal hendaknya menggunakan stimulus, stimulus yang baik hendaknya
menyajikan informasi yang jelas, padat, mengandung konsep/gagasan inti
permasalahan, dan benar secara fakta.
Selain beberapa prinsip di atas, satu hal yang tidak kalah pentingnya dalam
melatih keterampilan berpikir adalah perlunya latihan-latihan yang intensif.
Seperti halnya keterampilan yang lain, dalam keterampilan berpikir siswa perlu
mengulang untuk melatihnya walaupun sebenarnya keterampilan ini sudah
menjadi bagian dari cara berpikirnya. Latihan rutin yang dilakukan siswa akan
berdampak pada efisiensi dan otomatisasi keterampilan berpikir yang telah
dimiliki siswa. Dalam proses pembelajaran di kelas, guru harus selalu
menambahkan keterampilan berpikir yang baru dan mengaplikasikannya dalam
pelajaran lain sehingga jumlah atau macam keterampilan berpikir siswa
bertambah banyak.
Hasil penelitian Computer Tchnology Research (CTR) menunjukkan bahwa
seseorang hanya dapat mengingat apa yang dilihatnya sebesar 20%, 30% dari
yang didengarnya, 50% dari yang didengar dan dilihatnya, dan 80% dari yang
didengar, dilihat dan dikerjakannya secara simultan. Selain itu Levie dan Levie
dalam Azhar Arzad (2009: 9) yang membaca kembali hasil-hasil penelitian
tentang belajar melalui stimulus gambar dan stimulus kata atau visual dan verbal
menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang lebih baik
untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali, dan
menghubung-hubungkan fakta dan konsep. Sedangkan stimulus verbal
memberikan hasil belajar yang lebih baik apabila pembelajaran itu melibatkan
ingatan yang berurut-urutan (sekuensial). Dalam dunia pendidikan ada 3 model
seorang siswa dalam menerima suatu pelajaran;
Jika pengajaran keterampilan berpikir kepada siswa belum sampai pada tahap
siswa dapat mengerti dan belajar menggunakannya, maka keterampilan berpikir
tidak akan banyak bermanfaat. Pembelajaran yang efektif dari suatu keterampilan
memiliki empat komponen, yaitu: identifikasi komponen-komponen prosedural,
instruksi dan pemodelan langsung, latihan terbimbing, dan latihan bebas.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran keterampilan
berpikir adalah bahwa keterampilan tersebut harus dilakukan melalui latihan yang
sesuai dengan tahap perkembangan kognitif anak.
Tahapan tersebut adalah:
3. Latihan terbimbing
4. Latihan bebas
3) Guru hebat, adalah guru yang mampu menginspirasikan, yakni guru yang
mampu membawa siswanya untuk berpikir tingkat tinggi.
Pelajaran yang diajarkan dengan cara mengajak siswa untuk berfikir tingkat
tinggi akan lebih cepat dimengerti oleh siswa. Jadi untuk keberhasilan penguasaan
suatu materi pelajaran atau yang lain, usahakan dalam proses belajarnya selalu
menggunakan cara-cara yang membuat siswa untuk selalu berpikir tingkat tinggi.
Kelas : IX
Turunan pertama (F1) pada persilangan bunga mawar tersebut berbunga merah.
Hal ini menunjukkan bahwa .
A. F1 hanya mewarisi sifat dari induk A
B. F1 hanya mewarisi sifat induk B
C. sifat putih dominan terhadap merah
D. sifat merah dominan terhadap putih
b. Soal Uraian
Tanaman bunga mawar merah disilangkan dengan tanaman bunga mawar putih.
Keturunan pertama (F1) dari persilangan tersebut 100% berupa tanaman bunga
mawar merah muda.
Jika diketahui M adalah gen merah dan m adalah gen putih, tentukan
perbandingan genotip dan fenotip keturunan kedua (F2) dari persilangan tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fry, H., Ketteridge, S. & Marshall, S. 2009. A Handbook for Teaching and
Learning in Higher Education: Enhancing Academic Practice. New York:
Routledge.
Widodo, Tri Dkk. 2013. Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah
untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter
Siswa. Jurnal Cakrawala Pendidikan Th. Xxxii, No. 1 : Fmipa Universitas
Negeri Semarang (diakses tanggal 24 oktober 2015)