Vous êtes sur la page 1sur 21

I.

PUSTAKA
Fessenden RJ, Fessenden JS. 1994. Organic Chemistry 5th edition. California:
Brooks/Cole Publishing Company Pasific Grove.
Furniss, B.S. 1978. Vogels Textbook of Practical Organic Chemistry 5th
Edition. London: Longman Scientific & Technical.
Mc Murry J. Organic Chemistry 5th edition. USA: Brooks/Cole Publishing
Company Pasific Grove.
Vishnoi N.K. 1979. Advanced Practical Organic Chemistry 1st Edition. New
Delhi: Vikas Publishing house PVT Ltd.
Wilbraham, Antony C. 1992. Pengantar Kimia Organik dan Hayati.
Bandung: ITB Bandung.

II. PROSEDUR
Place 10 g (0.725 mol) of dry salicylic acid and 15 g (14 ml 0.147 mol)
of acetic anhydride in a small conical flask, add 5 droops of concentrated
sulphuric acid and rotate the flask in order to secure thorough mixing. Warm
on a water bath to about 50-60oC, stirring with a thermometer, for about 15
minutes. Allow the mixture to cool and stir occasionally. Add 150 ml of water,
stir well and filter at the pump. Dissolve the solid in about 30 ml of hot
ethanol and pour the solution into about 75 ml of warm water if a solid
separates at this point, warm the mixture until solution is complete and then
allow the clear solution to cool slowly. Beautiful needle-like crystals will
separate. The yild is 11 g (85%). The air-dried crud product may also-be
recrystallised from ether-light petroleum (b.p. 40-60oC).
Acetylsalicylic acid decomposes when heated and doe not posses a true,
clearly detined m.p. decomposition points varying from 128 to 135oC have
been recorded a value of 129-133oC is obtained on an electric hot plate
(Fig.1.162). Some decomposition may occur if the compound is recrystallised
from a solvent of high boiling point or if the boiling period during
recrystallisation is unduly prolonged.

1
III. DASAR TEORI
Aspirin dikenal dengan nama Asam Asetil Salisilat (ASA), merupakan
suatu senyawa salisilat berkhasiat obat sebagai analgesic untuk meredakan
nyeri, antipiretik untuk menurunkan demam, dan pengobatan antiinflamasi.

Aspirin
Aspirin juga punya efek antiplatelet dengan menghambat produksi
tromboksan, yang mana pada normalnya mengikat molekul platelet untuk
memperbaiki pembuluh darah. Ini mengapa aspirin digunakan untuk jangka
waktu yang lama, dosis rendah untuk mencegah serangan jantung, strokes,
dan penggumpalan darah. Itu juga dikembangkan bahwa aspirin dosis rendah
mungkin diberikan dengan segera setelah serangan jantung untuk mengurangi
resiko serangan jantung yang lain atau kematian jaringan pada jantung.
Efek samping utama yang tidak menguntungkan adalah gangguan
gastroentistinal, pendarahan lambung, dan tinnitus, khususnya pada dosis
tinggi.
Pada anak-anak dan dewasa, aspirin tidak lagi digunakan untuk
mengatasi gejala seperti flu atau gejala cacar air atau penyakit lain yang
disebabkan oleh virus, memperlihatkan resiko sindrom Reye. Aspirin adalah
yang pertama kali ditemukan yang merupakan anggota dari golongan obat
yang dikenal sebagai non-steroid anti-inflamatory drugs (NSAIDs), tidak
semuanya merupakan salisilat, meskipun mereka mempunyai efek yang mirip
dan kebanyakan menghambat enzim siklooksegenase sebagai mekanisme
aksinya.
Sejarah
Sejarah penemuan aspirin sudah diawali ribuan tahun lalu sejak zaman
mesir kuno dimana pada saat itu orang Mesir Kuno dan Hipocrates
menggunakan kulit pohon Willow sebagai obat penghilang rasa sakit, demam
dan peradangan kemudian khasiat obat ini tersebar luas.

2
Reverend Edward Stone dari Chipping Norton, Inggris, merupakan orang
pertama yang mempublikasikan penggunaan medis dari aspirin. Pada tahun
1763, ia telah berhasil melakukan pengobatan terhadap berbagai jenis
penyakit dengan menggunakan senyawa tersebut. Pada tahun 1826,
peneliti berkebangsaan Italia, Brugnatelli dan Fontana, melakukan uji coba
terhadap penggunaan suatu senyawa dari daun willow sebagai agen medis.
Dua tahun berselang, pada tahun 1828, seorang ahli farmasi Jerman, Buchner,
berhasil mengisolasi senyawa tersebut dan diberi nama salicin yang berasal
dari bahasa latin willow, yaitu salix. Senyawa ini memiliki aktivitas
antipiretik yang mampu menyembuhkan demam. Penelitian mengenai
senyawa ini berlanjut hingga pada tahun 1830 ketika seorang ilmuwan
Perancis bernama Leroux berhasil mengkristalkan salicin. Penelitian ini
kemudian dilanjutkan oleh ahli farmasi Jerman bernama Merck pada tahun
1833. Sebagai hasil penelitiannya, ia berhasil mendapatkan kristal senyawa
salicin dalam kondisi yang sangat murni. Senyawa asam salisilat sendiri baru
ditemukan pada tahun 1839 oleh Raffaele Piria dengan rumus empiris
C7H6O3. Bayer meupakan perusahaan pertama yang berhasil menciptakan
senyawa aspirin (asam asetil salisilat). Ide untuk memodifikasi senyawa asam
salisilat dilatarbelakangi oleh banyaknya efek negatif dari senyawa ini. Pada
tahun 1845, Arthur Eichengrun dari perusahaan Bayer mengemukakan idenya
untuk menambahkan gugus asetil dari senyawa asam salisilat untuk
mengurangi efek negatif sekaligus meningkatkan efisiensi dan toleransinya.
Pada tahun 1897, Felix Hoffman berhasil melanjutkan gagasan tersebut dan
menciptakan senyawa asam asetil salisilat yang kemudian umum dikenal
dengan istilah aspirin. Aspirin merupakan akronim dari:
A : gugus asetil
Spir : nama bunga tersebut dalam bahasa Latin
Spiraea : suku kata tambahan yang sering kali digunakan
In : untuk zat pada masa tersebut

3
Aspirin adalah zat sintetik pertama di dunia dan penyebab utama
perkembangan industrifarmateutikal. Bayer mendaftarkan aspirin sebagai
merek dagang pada 6 Maret 1899. Felix Hoffmann bukanlah orang pertama
yang berusaha untuk menciptakan senyawa aspirin ini. Sebelumnya pada
tahun 1853, seorang ilmuwan Perancis bernama Frederick Gerhardt telah
mencoba untuk menciptakan suatu senyawa baru dari gabungan asetil klorida
dan sodium salisilat.

Karakteristik Aspirin
Formula : C9H8O4
BM : 180,2
Titik didih : 140C
Titik lebur : 138C-140C
Berat jenis : 1,40 g/cm3
Sinonim : 2-acetyloxybenzoic acid, 2-(actyloxy)benzoic acid,
acetylsalicylate, acetylsalicylic acid, o-acetylsalicylic
acid.
Kelarutan dalam air : 10 mg/ml (20C)
Pemerian : Hablur putih, umumnya seperti jarum atau lempengan
tersusun, atau serbuk hablur putih; tidak berbau atau
berbau lemah. Stabil di udara kering; di dalam udara
lembab secara bertahap terhidrolisa menjadi asam
salisilat dan asam asetat.
Kelarutan : Larut dalam air; mudah larut dalam etanol; larut dalam
kloroform, dan dalam eter; agak sukar larut dalam eter
mutlak.

Sifat kimia
Aspirin adalah turunan dari asam salisilat yang mana zat berwarna,
berbentuk kristal dan merupakan asam lemak, yang mana mempunyai titik
lebur 135oC. Asam asetil salisilat larut dengan cepat dalam larutan amonium

4
asetat atau dalam asetat, karbonat, sitrat atau logam alkali hidroksida. Asam
asetil salisilat stabil dalam udara kering, tapi akhirnya terhidrolisis ketika
kontank denagn udara lembab menjadi asam dan asam salisilat. Dalam larutan
alkali, hidrolisis berlangsung cepat dan larutan jernih berbentuk yang
mungkin seluruhnya mengandung asetat dan salisilat.

Polimorfisa
Polimorfisa adalah kemampuan zat untuk membentuk lebih dari satu
bentuk kristal, dimana penting pada pengembangan bahan obat. Selama ini,
hanya satu struktur kristal aspirin yang diketahui, meskipun telah ada
petunjuk bahwa aspirin mungkin punya dua bentuk kristal sejak tahun 1960.
Kristal polimorf yang kedua pertama kali ditemukan oleh Vishweshwar dan
teman sekerjanya pada tahun 2005. Sebuah tipe kristal baru ditemukan setelah
melakukan percobaan kristalisasi aspirin dan levetiracetam dan asetonitril
panas. Bentuk II hanya stabil pada suhu 100 K dan kembali pada bentuk I
pada suhu lingkungan. Pada bentuk I (tidak jelas), dua molekul salisilat dari
centrosymmetric dimmers melalui gugus setil dengan metil proton (asam)
menjadi ikatan hidrogen karbonil, dan bentuk II, tiap molekul membentuk
ikatan hidrogen yang sama dengan dua molekul tetangga melainkan satu.
Ikatan hirogen yang di bentuk oleh gugus asam karboksil kedua bentuk
polimorfisa mirip struktur dimer.
Selain itu kemurnian aspirin juga dapat di tentukan dengan uji titik leleh,
dimana seharusnya titik leleh aspirin murni adalah 136o C. Sedangkan untuk
kandungan analisis aspirin dapat digunakan titrasi asam basa menggunakan
NaOH setelah kristal aspirin dilarutkan dalam etanol (pelarut organik).

Rekristalisasi
Rekristalisasi adalah pemurnian zat padat dengan cara mengkristalkan
kembali dari cairan pelarut atau campuran pelarut, dimana dalam keadaan
panas larut tetapi dalam keadaan dingin atau pada suhu kamar akan terbentuk
ktistal yang murni.

5
Proses rekristalisasi terdiri dari:
Melarutkan zat yang belum murni kedalam pelarut yang cocok pada atau
dekat titik didihnya
Menyaring larutan panas dari partikel-partikel atau kotoran-kotoran atau
bahan yang tidak larut
Mendiamkan larutan panas menjadi dingin, sehingga terbentuk kristal
Pemisahan kristal dari larutan induk
Pengeringan
Metode rekristalisasi
Rekristalisasi langsung dari pelarut (tunggal atau campuran)
Rekristalisasi dengan cara penguapan
Rekristalisasi dengan cara presipitasi
Rekristalisasi atas dasar reaksi asam basa
Tujuan rekristalisasi
Menghilangkan kotoran yang dihasilkan selama reaksi baik mekanis
maupun fisis
Mendapatkan kristal yang bagus

Pembuatan Ester
Ester dapat dibuat dari asam dan alkohol, atau dari anhidrida asam dan
alkohol. Esterifikasi, atau pembuatan ester, terjadi jika asam karboksilat
dipanaskan bersama alkohol primer atau sekunder dengan sedikit asam
mineral sebagai katalis. Reaksinya esterifikasi ini berlangsung lambat dan
dapat balik (reversibel). Reaksinya adalah:
H+

As. Karboksilat Alkohol Ester Karboksilat Air

Mari kita ambil contoh yang khas. Jika asam salisilat dan metil alkohol
bereaksi, hasilnya ialah metil salisilat.

6
Reaksinya adalah:
OCH3
H+
OH

As. Salisilat Metil Alkohol Metil Salisilat Air

Produksi ester secara industri dilakukan dengan mereaksikan anhidrida


asam dengan alkohol. Ester penting yang dibuat dengan cara ini ialah asam
asetil salisilat, atau aspirin. Aspirin adalah turunan asam karboksilat yang
dapat disintesis dari asam salisilat dan anhidrida asetat.

anhidrida asetat asam salisilat aspirin asam asetat

Reaksi ini disebut esterifikasi fenol. Sebagai fenol adalah asam salisilat dan
sebagai turunan asam karboksilat adalah anhidrida asetat.
Esterifikasi fenol tidak melibatkan pemecahan ikatan C-O dari fenol,
tetapi tergantung pada pemecahan ikatan O-H. Meskipun asam karboksilat
dapat digunakan untuk esterifikasi fenol, tetapi hasilnya sedikit. Untuk
mendapatkan hasil yang lebih banyak, digunakan turunan asam karboksilat.
Misalnya anhidrida asetat yang bersifat lebih reaktif dibanding asam asetat.
Mengingat bahwa asam salisilat adalah asam nekafungsi, karena adanya
gugus karboksil dan hidroksil dalam satu molekul. Ini berarti bahwa senyawa
tersebut dapat bereaksi sebagai asam atau alkohol, bergantung pada peraksi
lainnya. Dalam pembentukan metil salisilat, asam salisilat beritindak sebagai
asam sehingga reaksi berlangsung pada gugus karboksil. Dalam pembuatan
aspirin, asam salisilat bertindak sebagai alkohol dan reaksinya dengan
anhidrida asetat berlangsung pada gugus hidroksil.

7
Uji Kemurnian Aspirin
Dalam pembuatan asprin, kita juga perlu menguji kemurniannya dengan
menggunakan FeCl3. FeCl3 bereaksi dengan gugus fenol membentuk
kompleks ungu. Asam salisilat (murni) akan berubah menjadi ungu jika FeCl3
ditambahkan, karena asam salisilat adalah fenol. Jika tidak ada gugus fenol
warna larutan tak berubah (kuning). Jadi, ketika aspirin (murni) diuji dengan
menggunakan FeCl3, tidak akan berubah warna karena tidak adanya gugus
fenol pada aspirin.

IV. TUJUAN
1. Untuk mengetahui dan mempelajari pemurnian aspririn dengan cara
rekristalisasi menggunakan 2 pelarut campuran.
2. Untuk membuat aspirin dari asam salisilat dan anhidrida salisilat dengan
katalis H2SO4 pekat.
3. Untuk mengenal reaksi substitusi nukleofilik pada reaksi asam salisilat
dan anhidrida asetat menjadi aspirin.

V. ALAT DAN BAHAN :


ALAT :
1. Anak timbangan dan pinset 11. Kertas saring
2. Beker glass 12. Labu hisap
3. Bunsen 13. Magnetic bar
4. Corong Buchner 14. Penangas air
5. Corong kaca 15. Pengaduk kaca
6. Erlenmeyer 250 ml 16. Pipet
7. Gelas ukur 17. Pompa hisap
8. Hot plate 18. Sumbat gabus
9. Kaca arloji 19. Thermometer
10. Kertas perkamen 20. Timbangan

8
BAHAN :
1. Asam salisilat 5 gram
2. Anhidrida asetat 7,5 gram (7ml)
3. H2SO4 pekat 2-3 tetes
4. Etanol 15 ml
5. Air dingin 75 ml
6. Air panas 37,5 ml

VI. MEKANISME REAKSI


O-

H+

Anhidrida asetat Asam salisilat

H+

Aspirin Asam asetat

REAKSI

anhidrida asetat asam salisilat aspirin asam asetat

9
VII. CARA KERJA (Furniss)
1. Masukkan 5 gram asam salisilat; 7 ml anhidrida asetat ke dalam
erlemeyer kering, lalu tambahkan 3 tetes H2SO4 pekat.
2. Putar erlenmeyer searah jarum jam, agar campuran zat tercampur
sempurna.
3. Siapkan kertas saring untuk corong Buchner.
4. Panaskan campuran zat (no.2) yang ada di erlenmeyer tadi di atas water
bath bersuhu 50-60 oC dan aduk selama 15 menit.
5. Setelah 15 menit, erlenmeyer di angkat dari water bath sambil terus
diaduk, biarkan dingin, kemudian lakukan test FeCl3, dengan cara:
Pipet sedikit larutan tersebut dan tetaskan ke papan tetes.
Reaksikan dengan ditambah FeCl3.
Jika larutan berwarna ungu, maka panaskan kembali larutan tadi di
atas water bath 5 menit kemudian test lagi dengan FeCl3.
Jika larutan tidak berwarna, berarti asam salisilat telah bereaksi semua
menjadi asam asetil salisilat.
6. Setelah menjadi padat, tambahkan 75 ml air dingin ke dalam larutan tadi,
lalu aduk dan segera lakukan penyaringan dengan corong buchner dan
labu hisap.
7. Pindahkan hasil penyaringan ke dalam erlenmeyer dan lakukan proses
rekristalisasi dengan cara :
Tambahkan etanol yang telah dipanaskan di hot plate (dengan bantuan
magnetic stirrer) sebanyak 15 ml ke dalam erlenmeyer tadi sampai
tepat larut.
Tambahkan air panas sebanyak 37,5 ml ke dalam erlenmeyer. Bila
timbul endapan panaskan erlenmeyer tersebut di atas hot plate dengan
bantuan magnetic stirrer pada waktu melakukan penambahan etanol
& air panas.
Pada saat air panas ditambahkan sedikit demi sedikit, larutan mungkin
menjadi keruh, maka panaskan sampai berubah jernih dan jika
terdapat kotoran maka segera lakukan penyaringan.

10
8. Larutan no.7c di dinginkan, akan terbentuk beautiful needle like crystal.
9. Saring dalam keadaan dingin dengan corong Buchner, kemudian
keringkan di dalam oven.
10. Timbang hasilnya dan tentukan rendemen/presentase hasil.

11
VIII. SKEMA KERJA
5 g as. salisilat + 7 ml anhidrida asetat ke dalam Erlenmeyer kering
goyang ad homogen
lalu + 3 tetes H2SO4 pekat

panaskan di water bath (suhu 50-60C) sambil diaduk 10 menit ad jernih

diaduk ad dingin dan padat

test dengan FeCl3, jika berwarna merah-ungu, panaskan lagi

jika tidak berubah warna, segera tambahkan 75 ml H2O

segera saring dengan corong buchner dan labu hisap

endapan yang tersaring dipindahkan ke erlenmeyer baru

siapkan 15 ml etanol yang telah dipanaskan di hot plate


dan 37,5 ml air panas

Letakkan erlenmeyer yang berisi kristal kasar aspirin di atas hot plate,
Kemudian tuang 15 ml etanol panas dan 37,5 ml air panas.

Dinginkan. Saring dengan corong buchner.

keringkan dalam oven

12
IX. GAMBAR PENGGUNAAN DAN PEMASANGAN ALAT

1 2
3
H2SO4 Pk Endapan
3 tts
Asam salisilat 5 g Dikocok ad homogen & panas
Erlenmeyer 250 ml Anh. asetat 7 ml
Termometer

FeCl3 Padatan
Tes Air

Diaduk ad dingin/padat
Jika warna merah-ungu
dipanaskan lagi

Segera

Kertas Sudip
saring
Segera Kertas
75 ml H2O saring

Penghisap

Erlenmeyer baru

Kapas

Magnetic bar
1
76 5 4 76 54 67 6
45 45 7
8
9
1
0
1
3
2
8
9 11 1
3
2 Hot plate 3
21 11
8
9
3
2
1 1
8
9

Air panas 35.5 ml Etanol panas 15 ml Dikocok


2

Bila perlu ditiup pelan Kaca arloji Kertas saring


tanpa kontak langsung
dengan mulut

Keringkan Dibalik, cepat

Penghisap
Dimasukkan botol hasil
Di oven ad kering

13
X. HASIL PERCOBAAN
a. Jumlah dalam gram
Hasil Teoritis = 5,5 gram
Hasil Praktis = 5,3 gram
b. Rendemen/Presentase Hasil
Persen Hasil : 96,4%

XI. KETETAPAN ALAM : -

XII.PEMBAHASAN/DISKUSI
Aspirin, nama dagang dari asam asetilsalisilat adalah molekul obat yang
memiliki efek analgesik (mengurangi rasa sakit), antipiretik (menurunkan
panas tubuh) dan antiinflamasi (mengobati peradangan). Selain itu, aspirin
memiliki efek antiplatelet yaitu bekerja menghambat pembentukan
tromboksan yang bersama platelet dapat menghambat peredaran darah
sehingga pada dosis rendah dan dalam jangka waktu yang lama, digunakan
untuk mencegah stroke dan serangan jantung.
Aspirin adalah senyawa turunan asam salisilat yang dapat disintesis
melalui reaksi esterifikasi. Asam salisilat dilarutkan pada anhidrida asetat
sehingga terjadi substitusi gugus hidroksida (-OH) pada asam salisilat dengan
gugus asetil (-OCOCH3) pada anhidrida asetat. Sebagai katalis, digunakan
H2SO4 sebagai zat penghidrasi. Reaksi ini akan menghasilkan aspirin sebagai
produk utama dan asam asetat sebagai produk sampingan. Reaksinya sebagai
berikut:

Asam salisilat Anhidrida asetat Aspirin Asam asetat

14
Pada percobaan yang dilakukan mula-mula dicampurkan 5 g asam
salisilat dengan anhidrida asam asetat 7 ml menggunakan katalis H2SO4 pekat
sebagai zat pendehidrasi. Reaksi ini juga dilakukan pada air yang dipanaskan
agar mempercepat tercapainya energi aktifasi. Reaksi baru akan berlangsung
baik pada suhu 50-60 oC dan bila suhu yang digunakan di bawah 50oC, maka
reaksi yang terjadi akan berlangsung lambat. Selanjutnya dilakukan
pendinginan yang dimaksudkan untuk membentuk kristal, karena pada suhu
dingin, molekul-molekul aspirin dalam larutan akan bergerak melambat dan
pada akhirnya terkumpul membentuk endapan melalui proses nukleasi
(induced nucleation) dan pertumbuhan partikel.
Mekanismenya adalah sebagai berikut:
Anhidrida asetat menyerang H+ anhidrida asam asetat mengalami
resonansi.
Anhidrida asam asetat menyerang gugus fenol dari asam salisilat H+
lepas dari -OH dan berikatan dengan atom O pada anhidrida asam asetat
Anhidrida asam asetat terputus menjadi asam asetat dan asam asetil
salisilat (aspirin)
H+ akan lepas dari aspirin
Selanjutnya dilakukan uji kemurnian aspirin yang dapat menggunakan
besi (III) klorida, dimana akan menghasilkan kompleks ungu apabila bereaksi
dengan gugus fenol. Asam salisilat (murni) akan berubah warna menjadi ungu
jika FeCl3 ditambahkan, karena asam salisilat adalah fenol. Namun jika tidak
ada gugus fenol warna larutan akan berubah (kuning). Secara teoritis, jumlah
aspirin yang dihasilkan adalah setara dengan jumlah asam salisilat yang
direaksikan. Anhidrida asetat ditambakan berlebihan agar asam salisilat habis
bereaksi. Selain itu dengan bergesernya kesetimbangan ke arah produk,
aspirin yang dihasilkan akan semakin banyak. Untuk mempercepat reaksi,
dilakukan pemanasan. Tidak ada penambahan air sebagai pelarut, hal ini
karena anhidrida asetat akan berikatan dengan air membentuk asam asetat.
Selain itu, baik asam salisilat maupun aspirin, keduanya sedikit larut pada air
dingin.

15
Setelah reaksi selesai, ditambakan air dingin agar anhidrida asetat
bereaksi membentuk asam asetat sehingga produk yang awalnya larut pada
anhidrida asetat akan mengendap dan membentuk padatan (kristal). Akan
tetapi, air tidak boleh ditambahkan terlalu banyak karena aspirin sedikit larut
dalam air. Digunakan air dingin karena dengan berkurangnya suhu, kelarutan
aspirin dalam air akan berkurang. Setelah itu, padatan yang terbentuk dapat
disaring menggunakan corong Buchner. Padatan yang didapatkan adalah
aspirin dan sisa asam salisilat yang tidak bereaksi.
Padatan yang telah disaring, selanjutnya direkristalisasi dengan
menggunakan etanol panas dan air hangat sebagai pelarut. Harus
direkristalisasi dengan dua pelarut (etanol dan air) supaya mendapatkan
kristal yang bagus dan hasil yang maksimum. Dua pelarut tersebut, yang satu
harus bisa melarutkan dan yang satunya lagi harus bisa mengkristalkan.
Dalam hal ini etanol berperan untuk melarutkan sedangkan air berperan untuk
mengkristalkan. Memanaskan etanol di hot plate menggunakan erlenmeyer
yang ditutup dengan corong dan kapas basah untuk mencegah penguapan dari
etanol tersebut. Dan juga etanol dipanaskan di hot plate (bukan di atas api
bebas) karena sifat etanol mudah terbakar. Setelah itu larutan tersebut
didinginkan, dan bila sudah dingin disaring dengan corong buchner dan
hasilnya dikeringkan dalam oven. Setelah kering, kemudian hasil kristal
tersebut ditimbang.
Dari hasil percobaan kami, diperoleh remenden sebesar 96,4%. Jumlah
ini menyatakan perbandingan antara jumlah produk yang diperoleh dari
percobaan dengan jumlah produk yang seharusnya diperoleh secara teoritis.
Ada dua penjelasan mengenai ketidaksesuaian antara jumlah produk yang
diperoleh dengan jumlah teoritis. Pertama secara teoritis, produk yang
dimaksud adalah padatan aspirin sedangkan produk yang diperoleh dari hasil
percobaan adalah padatan asprin dengan kemungkinan sisa asam salisilat
yang tidak bereaksi. Kedua, jika memang produk yang diperoleh dari
percobaan adalah 100% aspirin, maka kesalahan terdapat pada proses
pengerjaan. Kemungkinan, ada aspirin yang terlarut pada pelarut saat

16
penyaringan pertama (sebelum rekristalisasi) sehingga mengurangi jumlah
aspirin yang diperoleh. Seperti disebutkan sebelumnya, bahwa aspirin sedikit
larut pada air dingin.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil, yaitu :
Kebersihan alat-alat praktikum
Penimbangan bahan-bahan
Ketepatan suhu
Ketepatan penyaringan
Banyaknya kristal yang didapat pada kertas saring
Ketepatan jumlah pelarut rekristalisasi
Kesalahan yang biasanya terjadi pada percobaan ini, yaitu :
Waktu rekristalisasi penambahan pelarut untuk rekristalisasi terlalu
banyak, sehingga zat yang sudah mengkristal dapat terlarut kembali.
Pada waktu menyaring banyak yang tertinggal sehingga tidak
semuanya ter-rekristalisasi.
Pertanyaan
1. Hal-hal apa yang perlu diperhatikan sebelum mereaksikan bahan ?
Jawab :
Alat-alat yang akan digunakan harus kering dan bersih. Terutama
erlenmeyer yang harus kering, karena aspirin memiliki sifat jika terkena
air maka akan berubah kembali menjadi asam asetat atau anhidrida asetat
yang reaksinya bersifat reversibel sehingga tidak dapat digunakan
kembali. Selain itu pada pencampuran awal yaitu 5 gram asam salisilat +
7 ml anhidrida asetat + 3 tetes H2SO4 harus dilakukan juga dalam
erlenmeyer yang kering sebab apabila erlenmeyer yang digunakan basah
maka campuran tersebut akan berwarna hitam yang dapat menyebabkan
kegagalan.

17
2. Mengapa temperatur reaksi dilakukan pada suhu 50o-60o C ?
Jawab :
Suhu optimal dalam pembentukan aspirin yaitu 50-60C sehingga pada
suhu itulah reaksi pembentukan aspirin dilakukan. Jika pada
pembentukan aspirin reaksi yang dilakukan di atas dari suhu optimum
tersebut, maka ester yang terbentuk akan terurai. Sedangkan jika
pembentukan aspirin dilakukan di bawah suhu optimum maka reaksi
yang terjadi akan berjalan lambat.

3. Apa gunanya hasil reaksi diuji dengan larutan FeCl3 ? Bagaimana


reaksinya ?
Jawab :
Kegunaan dari hasil reaksi yang diuji dengan larutan FeCl3 yaitu
untuk mengetahui ada atau tidaknya asam salisilat yang tersisa dari hasil
reaksi tersebut. Apabila hasil reaksi tersebut diuji dengan larutan FeCl3
akan berwarna ungu maka hasil reaksi tersebut masih terdapat asam
salisilat dimana asam salisilat tersebut memiliki gugus OH yang terikat
pada aromatis. Kemudian hasil reaksi tersebut harus dilakukan
pemanasan ulang pada suhu 50-60C selama 15 menit agar bereaksi
semua dengan anhidrida asetat. Lalu dilakukan pengujian kembali
dengan menggunakan FeCl3 apabila memberikan hasil negatif (warna
larutan tidak berubah) menandakan bahwa semua asam salisilat telah
berubah menjadi kristal aspirin. Baru kemudian proses dapat dilanjutkan.

4. Setelah hasil reaksi menjadi padat, ditambahkan sejumlah air dan segera
disaring. Mengapa ?
Jawab :
Setelah reaksi tersebut terbentuk kristal kasar kemudian ditambahkan
dengan air dingin agar anhidrida asetat akan bereaksi, yang membentuk
asam asetat sehingga hasil reaksi yang pada awalnya larut pada anhidrida
asetat akan mengendap dan membentuk kristal. Tetapi air dingin yang

18
ditambahkan tidak boleh terlalu banyak karena aspirin sedikit larut dalam
air. Kemudian digunakan air dingin karena dengan berkurangnya suhu,
kelarutan aspirin dalam air juga akan berkurang. Setelah itu harus
disaring segera sebab reaksinya bersifat reversibel.

5. Mengapa harus direkristalisasi dengan 2 pelarut ?


Jawab :
Syarat sebagai pelarut rekristalisasi yaitu pelarut yang satu bersifat
melarutkan, sedangkan pelarut yang satunya lagi tidak melarutkan dan
dapat terbentuk kristal. Sehingga akan mendapatkan hasil kristal yang
bagus dan maksimum. Oleh karena itulah direkritalisasi dengan 2 pelarut.

6. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi hasil ?


Jawab :
Waktu penimbangan penimbahangan bahan tidak sesuai prosedur,
sehingga hasil tidak sesuai dengan hasil teoritis.
Pada saat rekristalisasi, penambahan pelarut jangan terlalu banyak,
sehingga zat yang sudah mengkristal dapat terlarut kembali.
Waktu pemanasan melebihi batas suhu yang telah ditetapkan
Pada proses penyaringan, jangan terlalu banyak tertinggal sehingga
dapat mempengaruhi jumlah yang didapatkan.

19
XIII. KESIMPULAN
1. Aspirin dapat dibuat dengan mereaksikan asam salisilat dengan
anhidrida asam asetat dengan adanya H2SO4.
2. Prinsip pembuatan aspirin adalah reaksi esterifikasi.
3. Suhu yang digunakan adala 50-60C, apabila di atas suhu tersebut
maka ester akan terurai dan bila di bawah suhu tersebut maka reaksi
akan berjalan lambat.
4. Aspirin murni bila ditambahkan FeCl3 tidak akan memberikan warna
ungu. Tapi FeCl3 akan positif berwarna ungu jika ada gugus OH yang
terikat pada aromatis.
5. Digunakan pelarut etanol panas dan air panas agar didapatkan kristal
yang baik.
6. Pembuatan aspirin harus direkristalisasi dengan 2 pelarut yaitu untuk
mendapatkan kristal yang bagus dan hasil yang terbaik.
7. Remenden Hasil : 96,4%

20
XIV. TANDA TANGAN PESERTA PRAKTIKUM

21

Vous aimerez peut-être aussi