Vous êtes sur la page 1sur 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu penyakit kulit yang paling sering dialami oleh para remaja dan dewasa muda

adalah jerawat atau dalam bahasa medis disebut dengan acne. Penyakit ini biasa terjadi

pada usia remaja ketika terjadi perubahan hormone sehingga menghasilkan lebih banyak

minyak. Keadaan ini cenderung diturunkan dalam keluarga dan sama sekali tidak

berbahaya. Tetapi beberapa orang yang mengalami kasus yang berat mungkin merasa

sangat tertekan dan kehilangan kepercayaan diri sendiri.

Acne merupakan inflamasi dari pilosebaseus yang menyebabkan munculnya komedo,

papulopustul, dan nodul (Jain 2012). Acne vulgaris merupakan masalah yang paling sering

terjadi pada kulit dan kejadiannya 85% pada orang muda. Onset umur terjadinya Acne

sering kali terjadi pada saat pubertas, berkisar antara 10 sampai 17 tahun pada perempuan

dan 14-19 tahun pada laki-laki (Wolff & Johnson 2009).

Acne vulgaris atau yang biasa disebut jerawat merupakan gangguan kulit yang paling

umum di Amerika Serikat yang terjadi pada 40 sampai 50 juta penduduk dan 85% dari

penduduk usia 12-24 tahun menderita akne vulgaris.Dan data yang hampir serupa didapati

pada sebahagian besar dunia barat. Di Afrika, didapati prevalensi akne vulgaris sebesar

29.21%. Untuk Asia, beberapa data yang bisa diperoleh menunjukkan terdapat 40-80%

kasus akne vulgaris. Contohnya sebuah epidemiologi di singapura oleh The National Skin
Center in Singapore (NSCS) pada tahun 2002 memperoleh prevalensi sebesar 10.9%

penduduk (Susan C. Taylor, 2009).

Di Indonesia, catatan kelompok studi dermatologi kosmetika Indonesia, menunjukan

terdapat 60% penderita akne vulgaris pada tahun 2006 dan 80% pada tahun 2007. Dari

kasus di tahun 2007, kebanyakan penderitanya adalah remaja dan dewasa yang berusia

antara 11-30 tahun sehingga beberapa tahun belakangan ini para ahli dermatologi di

Indonesia mempelajari patogenesis terjadinya penyakit tersebut. Meskipun demekian

jerawat dapat pula terjadi pada usia yang lebih muda dan lebih tua daripada usia tersebut

(Efendi, 2003).

Patofisiologi Acne vulgaris dapat diakibatkan oleh beberapa faktor yang bekerja

sinergis ataupun mendominasi. Peningkatan produksi sebum oleh kelenjar sebasea dan

deskuamasi abnormal dari folikel rambut terjadi sebagai respon peningkatan level

androgen pada masa pubertas (Mancini 2008). Kelebihan produksi sebum menyebabkan

hiperplasia kelenjar sebasea yang kemudian memicu hiperkeratinisasi folikel rambut. Jika

berkelanjutan maka akan terjadi akumulasi debris dan lipid yang menyebabkan kolonisasi

Propionibacterium Acnes. Hal ini kemudian dapat memprovokasi respon imun dan juga

inflamasi(Feldman et al. 2004, p. 2123).

Meskipun Acne bukanlah penyakit gawat darurat, tetapi Acne bisa menjadi

pertimbangan psikologis. Gejala depresi yang sering muncul pada Acne(Behnam 2013).

Ada 18% remaja merasa malu dan depresi berat akibat Acne. Hal ini bisa disebabkan

karena kejadian Acne seringkali berlangsung lama dan meninggalkan skar (Jankovic et al.

2012).
Banyak obat yang dapat digunakan untuk mengobati acne vulgaris baik obat medis

maupun tradisional, untuk obat medis sendiri memiliki berbagai macam mekanisme

dengan cara berbeda yang dapat mengobati acne vulgaris, misal saja dengan cara

mengadakan pengelupasan (peeling) dan mengeringkan jerawat serta menghambat

populasi dari lipase Propionibacterium Acnes.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis ingin menulis lebih lanjut mengenai

pengobatan acne vulgaris dengan cara menghambat populasi dari lipase Propionibacterium

Acnes menggunakan golongan antibiotik khususnya klindamisin.

B. Rumusan Masalah

Adakah pengaruh efektifitas penggunaan obat klindamisin dalam pengobatan acne

vulgaris?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai acne vulgaris.

2. Mengetahui lebih jelas mengenai obat klindamisin.

3. Untuk mengetahui bagaimana penggunaan obat klindamisin dalam pengobatan acne

vulgaris.

D. Manfaat

Dapat lebih mengerti dan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai

manfaat penggunaan obat klindamisin dalam pengobatan acne vulgaris.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Acne Vulgaris

1. Definisi

Akne adalah raksi peradangan dalam folikel sebasea yang pada umumnya dan

biasanya disertai dengan pembentukan papula, pustula dan abses terutama di daerah

yang banyak mengandung kelenjar sebasea, seperti muka, dada dan punggung bagian

atas.

Acne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang

umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri (Wasitaatmadja, 2007).

Definisi lain akne vulgaris atau disebut juga common acne adalah penyakit radang

menahun dari apparatus pilosebasea, lesi paling sering di jumpai pada wajah, dada dan

punggung. Kelenjar yang meradang dapat membentuk papul kecil berwarna merah

muda, yang kadang kala mengelilingi komedo sehingga tampak hitam pada bagian

tengahnya, atau membentuk pustul atau kista; penyebab tak diketahui, tetapi telah

dikemukakan banyak faktor, termasuk stress, faktor herediter, hormon, obat dan

bakteri, khususnya Propionibacterium acnes, Staphylococcus albus, dan Malassezia

furfur, berperan dalam etiologi (Dorland, 2002).


2. Etiologi

Penyebab pasti timbulnya akne belum diketahui dengan jelas. Faktorfaktor yang

mempengaruhi terjadinya akne vulgaris antara lain :

1. Bakteria

Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne adalah Corynebakterium acnes,

Staphylococcus epidermidis dan Pityrosporum ovale.

2. Genetik

Akne vulgaris mungkin merupakan penyakit genetik akibat adanya peningkatan

kepekaan unit pilosebasea terhadap kadar androgen yang normal.

3. Ras

Kemungkinan ras berperan dalam timbulnya akne vulgaris diajukan karena adanya

ras-ras tertentu seperti oriental (Jepang, Cina, Korea) yang lebih jarang

dibandingkan dengan ras caucasian (Eropa, Amerika) dan orang kulit hitam pun

lebih jarang terkena daripada orang kulit putih.

4. Hormon

Peningkatan kadar hormon androgen, anabolik, kortikosteroid, gonadotropin serta

ACTH mungkin menjadi faktor penting pada kegiatan kelenjar sebasea.4,5

Kelenjar sebasea sangat sensitif terhadap hormon androgen yang menyebabkan

kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi sebum meningkat.14Hormon

estrogen dapat mencegah terjadinya akne karena bekerja berlawanan dengan

hormon androgen.16Hormon progesteron dalam jumlah fisiologik tidak

mempunyai efektivitas terhadap aktivitas kelenjar sebasea, akan tetapi terkadang

progesteron dapat menyebabkan akne sebelum menstruasi.1 Pada wanita, 60-70%


menjadi lebih parah beberapa hari sebelum menstruasi dan menetap sampai

seminggu menstruasi.

5. Diet

Jenis makanan yang sering dihubungkan dengan timbulnya akne adalah makanan

yang tinggi lemak (kacang, daging berlemak, susu, es krim), makanan tinggi

karbohidrat (sirup manis), makanan yang beryodida tinggi (makanan asal laut) dan

pedas. 13 Pola makanan yang tinggi lemak jenuh dan tinggi glukosa susu dapat

meningkatkan konsentrasi insulin-like growth factor (IGF-I) yang dapat

merangsang produksi hormon androgen yang meningkatkan produksi jerawat.

6. Psikis

Stres psikis dapat menyebabkan sekresi ACTH yang akan meningkatkan produksi

androgen. Naiknya hormon androgen inilah yang menyebabkan kelenjar sebasea

bertambah besar dan produksi sebum bertambah.

7. Iklim

Pada daerah yang mempunyai empat musim biasanya akne akan bertambah hebat

pada musim dingin dan sebaliknya membaik pada musim panas. Hal ini disebabkan

karena sinar ultraviolet (UV) yang mempunyai efek membunuh bakteri dapat

menembus epidermis bagian bawah dan dermis bagian atas yang berpengaruh pada

bakteri yang berada dibagian dalam kelenjar sebasea.

8. Kosmetika

Pemakaian bahan-bahan kosmetika tertentu, secara terus menerus dalam waktu

yang lama dapat menyebabkan suatu bentuk akne ringan yang terutama terdiri dari

komedo tertutup dan beberapa lesi papulopustula pada pipi dan dagu. Bahan yang
sering menyebabkan akne bisa terdapat pada berbagai krem wajah seperti bedak

dasar (foundation), pelembab (moisturiser), tabir surya (suncreen) dan cream

malam.

9. Trauma kulit berulang

Menggosok dengan cairan pembersih wajah, scrub atau penggunaan pakaian ketat

misalnya tali bra, helm, kerah ketat dapat memperburuk jerawat.

10. Merokok

Rokok dapat mempengaruhi kondisi kulit seseorang sehingga menimbulkan acne

yang dikenal dengan smoking acne. Berdasarkan penelitian sekitar 42% perokok

menderita akne vulgaris. Partisipasi nonperokok yang memiliki akne vulgaris tidak

meradang sebagian besar dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti sering terkena

uap atau terus menerus terpapar asap rokok.

3. Patogenesis

Meskipun etiologi akne vulgaris belum diketahui, namun ada beberapa faktor yang

berhubungan dengan patogenesis penyakit, antara lain :

1. Kenaikan ekskresi sebum

Penderita akne vulgaris memiliki produksi sebum yang lebih dari rata-rata

dan biasanya keparahan akne sebanding dengan jumlah produksi sebum.

Peningkatan produksi sebum menyebabkan peningkatan unsur komedogenik

dan inflamatogenik penyebab terjadinya lesi akne. Aktifitas kelenjar sebasea

diatur oleh androgen yang terdapat di dalam sirkulasi maupun didalam jaringan.

Androgen yang dikeluarkan oleh kelenjar adrenal terutama


dehydroepiandrosterone sulphate (DHEA-S) merangsang aktifitas kelenjar

sebasea, menstimulasi pembentukan komedo.

Pada saat pubertas androgen yang dihasilkan oleh gonad terutama testoteron

ikut berperan merangsang kelenjar sebasea. Pada penderita akne terdapat

peningkatan konversi hormon androgen yang normal beredar dalam darah

(testoteron) ke bentuk metabolit yang lebih aktif (5-alfa dihidrotestosteron)

mengikat reseptor androgen di sitoplasma dan akhirnya menyebabkan

proliferasi sel penghasil sebum. Meningkatnya produksi sebum pada penderita

akne disebabkan respon organ akhir yang berlebihan pada kelenjar sebasea

terhadap kadar normal androgen dalam darah .

2. Adanya keratinisasi folikel

Keratinisasi dalam folikel yang biasanya berlangsung longgar dan tipis

berubah menjadi padat dan melekat sehingga sukar lepas dari saluran folikel

tersebut.

3. Peningkatan jumlah flora folikel

Corynebacterium acnes (Proprionibacterium acnes), Staphylococcus

epidermidis dan Pityrosporum ovale (Malassezia furfur) berperan pada proses

kemotaktik inflamasi serta pembentukan enzim lipolitik pengubah fraksi lipid

sebum.4 Bakteri yang dominan sebagai flora di folikel pilosebasea adalah

Corynebacterium acnes (Proprionibacterium acnes).


4. Peradangan (Inflamasi)

Kemungkinan proses inflamasi diakibatkan oleh mediator aktif yang

dihasilkan oleh P.acnes yang terdapat pada didalam folikel.

Proprionibacterium acnes dapat memicu reaksi radang imun dan non imun.

a. P.acnes memproduksi lipase yang dapat menghidrolisis trigliserid dari

sebum menjadi asam bebas yang bersifat iritasi dan komedogenik.

b. Pelepasan faktor kemotaktik pada P.acnes akan menarik lekosit atau sel

darah putih kedaerah lesi. Enzim hidrolisis yang dihasilkan oleh lekosit

dapat merusak dinding folikel kemudian isi folikel seperti sebum, epitel

yang mengalami kerattinisasi, rambut dan P.acnes masuk ke dermis

sehingga timbul inflamasi.

c. Aktifitas komplemen dari pejamu

Proliferasi Proprionibacterium acnes kemungkinan terjadi produksi

sebum yang meningkat.

4. Patofisiologi

Akne terjadi ketika lubang kecil dipermukaan kulit yang disebut poripori

tersumbat.Secara normal, kelenjar minyak membantu melumasi kulit dan

menyingkirkan sel kulit mati. Namun, ketika kelenjar tersebut menghasilkan minyak

yang berlebihan, pori-pori menjadi tersumbat oleh penumpukan kotoran dan bakteri.

Penyumbatan ini disebut sebagai komedo.

Pembentukan komedo dimulai dari bagian tengah folikel akibat masuknya bahan

keratin sehingga dinding folikel menjadi tipis dan menggelembung, secara bertahap

akan terjadi penumpukan keratin sehingga dinding folikel menjadi bertambah tipis dan
dilatasi. Pada waktu yang bersamaan kelenjar sebasea menjadi atropi dan diganti

dengan sel epitel yang tidak berdiferensiasi. Komedo yang telah terbentuk sempurna

mempunyai dinding yang tipis. Komedo terbuka (blackheads) mempunyai keratin yang

tersusun dalam bentuk lamelar yang konsentris dengan rambut pusatnya dan jarang

mengalami inflamasi kecuali bila terkena trauma. Komedo tertutup (whiteheads)

mempunyai keratin yang tidak padat, lubang folikelnya sempit dan sumber timbulnya

lesi yang inflamasi.

Pada awalnya lemak keluar melalui dinding komedo yang udem dan kemudian

timbul reaksi seluler pada dermis, ketika pecah seluruh isi komedo masuk ke dalam

dermis yang menimbulkan reaksi lebih hebat da terdapat sel raksasa sebagai akibat

keluarnya bahan keratin. Pada infiltrat ditemukan bakteri difteroid garm positif dengan

bentukan khas Proprionibacterium acnes diluar dan didalam lekosit. Lesi yang nampak

sebagai pustul, nodul, dengan nodul diatasnya, tergantung letak dan luasnya inflamasi.

Selanjutnya kontraksi jaringan fibrus yang terbentuk dapat menimbulkan jaringan

parut.

5. Gejala Klinis

Manifestasi klinis akne dapat berupa lesi non inflamasi (komedo terbuka dan

komedo tertutup), lesi inflamasi (papul dan pustul) dan lesi inflamasi dalam (nodul).

1. Komedo

Komedo adalah tanda awal dari akne. Sering muncul 1-2 tahun sebelum

pubertas.9 Komedogenic adalah proses deskuamasi korneosit folikel dalam

duktus folikel sebasea mengakibatkan terbentuknya mikrokomedo


(mikroskopik komedo) yang merupakan inti dari patogenesis akne.

Mikrokomedo berkembang menjadi lesi non inflamasi yaitu komedo terbuka

dan komedo tertutup atau dapat juga berkembang menjadi lesi inflamasi.

a. Komedo terbuka

Disebut juga blackhead secara klinis dijumpai lesi berwarna hitam

berdiameter 0,1-3mm, biasanya berkembang waktu beberapa

minggu. Puncak komedo berwarna hitam disebabkan permukaan

lemaknya mengalami oksidasi dan akibat pengaruh melamin.

b. Komedo tertutup

Disebut juga whitehead secara klinis dijumpai lesinya kecil dan jelas

berdiameter 0,1-3mm, komedo jenis inidisebabkan oleh sel-sel kulit

mati dan kelenjar minyak yang berlebihan pada kulit. Secara berkala

pada kulit terjadi penumpukan sel-sel kulit mati, minyak

dipermukaan kulit kemudian menutup sel-sel kulit dan terjadilah

sumbatan.

2. Jerawat biasa

Jerawat jenis ini mudah dikenal, tonjolan kecil berwarna pink atau kemerahan.

Terjadi karena terinfeksi dengan bakteri. Bakteri ini terdapat dipermukaan kulit,

dapat juga dari waslap, kuas make up, jari tangan juga telepon. Stres, hormon

dan udara lembab dapat memperbesar kemungkinan infeksi jerawat karena kulit

memproduksi minyak yang merupakan perkembangbiakannya bakteri

berkumpul pada salah satu bagian muka.

a. Papula
Penonjolan padat diatas permukaan kulit akibat reaksi radang,

berbatas tegas dan berukuran diameter <5mm. Papul superfisial

sembuh dalam 5 sampai 10 hari dengan sedikit jaringan parut tetapi

dapat terjadi hiperpigmentasi pasca inflamasi terutama remaja

dengan kulit yang berwarna gelap. Papul yang lebih dalam

penyembuhannya memerlukan waktu yang lebih lama dan dapat

meninggalkan jaringan parut.

b. Pustula

Pustul akne vulgaris merupakan papul dengan puncak berupa pus.

Letak pustula bisa dalam ataupun superfisial. Pustula lebih jarang

dijumpai dibandingkan papula dan pustula yang dalam sering

dijumpai pada akne vulgaris yang parah.

c. Nodul

Nodul pada akne vulgaris merupakan lesi radang dengan diameter 1

cm atau lebih, disertai dengan nyeri.

3. Cystic Acne/jerawat Kista (jerawat batu)

Acne yang besar dengan tonjolan-tonjolan yang meradang hebat, berkumpul

diseluruh muka. Penonjolan diatas permukaan kulit berupa kantong yang berisi

cairan serosa atau setengah padat atau padat. Kista jarang terjadi, bila terbentuk

berdiameter bisa mencapai beberapa sentimeter. Jika diaspirasi dengan jarum

besar akan didapati material kental berupa krem berwarna kuning. Lesi dapa

menyatu menyebabkan terbentuknya sinus, terjadi nekrosis dan peradangan


granulomatous. Keadaan ini sering disebut akne konglobata. Penderita ini

biasanya juga memiliki keluarga dekat yang juga menderita akne yang serupa.

4. Parut

Jaringan ikat yang menggantikan epidermis dan dermis yang sudah hilang.

Sering disebabkan lesi nodulokistik yang mengalami peradangan yang besar.

Ada beberapa bentuk jaringan parut, antara lain :

a. Ice-pick scar merupakan jaringan parut depresi dengan bentuk

ireguler terutama pada wajah.

b. Fibrosis peri-folikuler ditandai dengan cincin kuning disekitar

folikel.

c. Jaringan parut hipertrofik atau keloid, sering terdapat didada,

punggung, garis rahang (jaw line) dan telinga, lebih sering

ditemukan pada orang berkulit gelap.

6. Gradasi

Klasifikasi diperlukan untuk menjelaskan morfologi, distribusi lesi, komplikasi, respon

terhadap terapi, dan dampak penyakit secara individu. Gradasi menunjukkan berat ringannya

penyakit yang diperlukan bagi pilihan pengobatan, antara lain :

a. Ringan, bila : Beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi; Sedikit lesi tak beradang

pada beberapa tempat predileksi; atau Sedikit lesi beradang pada 1 predileksi.

b. Sedang, bila : Banyak lesi tak beradang pada 1 predileksi; Beberapa lesi tak beradang

pada lebih dari 1 predileksi; Beberapa lesi beradang pada 1 predileksi; atau Sedikit

lesi beradang pada lebih dari 1 predileksi.


c. Berat , bila : Banyak lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi; atau banyak lebih

beradang pada 1 atau lebih predileksi.

Catatan :

a) Sedikit : <5 , beberapa 5 10. banyak > 10

b) tak beradang : komedo putih, komedo hitam , papul

c) beradang : pustul, nodul, kista

7. Diagnosis

Diagnosis akne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan pemeriksaan ekskohleasi

sebum. Diagnosis klinis dimana pada pemeriksaan kulit didapatkan erupsi kulit pada

tempat predileksi yang bersifat polimorfi yang terdiri dari komedo (tanda patognominik

akne vulgaris), papul, pustul dan nodul. Pemeriksaan ekskohleasi sebum adalah

pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo ekstraktor (sendok Unna).

Pada pemeriksaan histopatologi komedo sel keratin, sebum dan beberapa

mikroorganisme, memperlihatkan gambaran yang tidak spesifik berupa serbukan sel

radang kronis disekitar folikel pilosebasea dengan masa sebum didalam folike tetapi

yang sering ditemukan hanyalah sel keratin.

Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit (skin surface lipida). Pada

akne vulgaris kadar asam lemak bebas meningkat, oleh karena itu pada pencegahan dan

pengobatan digunakan cara untuk menurunkannya.

8. Diagnosis Banding

Diagnosis banding untuk akne vulgaris antara lain :

1. Erupsi akneiformis
Lesi ini disebabkan oleh obat-obatan. Klinis berupa erupsi papulopustul mendadak

tanpa adanya komedo hampir diseluruh bagian tubuh, dapat disertai demam dan

dapat terjadi pada semua usia.

2. Rosacea

Merupakan penyakit peradangan kronis pada kulit muka. Penyakit ini ditandai

dengan eritema yang persisten, disertai telangiektasis, papul dan pustul, kadang-

kadang diserta hipertrofi kelenjar sebasea tetapi tidak ditemukan komedo.

3. Akne venenata dan akne akibat rangsangan fisis. Umumnya lesi monomorfi, tidak

gatal, bisa berupa komedo atau papul dengan tempat predileksi ditempat kontak zat

kimia atau rangsangan fisisnya.

4. Dermatitis perioral

Gejala klinis berupa papul eritema atau papulo pustul dengan ukuran 1- 3 mm

terletak didagu, cekungan nasolabial dan sekitar mulut disertai skuama dan rasa

gatal.

5. Adenoma sebaseum

Sering merupakan manifestasi kulit dari penyakit tuberous sclerosis. Nampak

sebagai papul merah muda sampai merah diwajah yang timbul sejak usai anak-anak

atau pubertas.Lesi ini merupakan angiofibroma.


9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan akne vulgaris meliputi usaha untuk mencegah terjadinya erupsi

(preventif) dan usaha untuk menghilangkan akne yang terjadi (kuratif).

B. Pencegahan

1. Menghindari peningkatan jumlah sebum dan perubahan isi sebum :

a. Diet rendah lemak dan karbohidrat.

b. Minum air putih minimal 8 gelas sehari, dengan air putih yang cukup

kulit akan lebih elastis dan metabolisme tubuh menjadi lancar dan

normal dan detokfikasi tubuh dari dalam keluar.

c. Melakukan perawatan kulit.

d. Mandi sesegera mungkin setelah aktifitas berkeringat.

e. Cuci muka dengan sabun dan air hangat 2 kali sehari. Jangan mencuci

muka berlebihan dengan sabun (6-8 kali sehari) karena dapat

menyebabkan akne detergen.

f. Dapat juga menggunakan cairan cleanser, tetapi hindari menggunakan

scrub yang malah dapat mengiritasi kulit dan dapat memperparah akne.

g. Hindari pemakaian anti septik atau medicated soap yang sering

mengakibatkan kulit menjadi iritasi.

2. Menghindari faktor pemicu terjadinya akne :

a. Hidup teratur dan sehat, cukup istirahat, olahraga sesuai kondisi tubuh.

b. Penggunaan kosmetika secukupnya.

c. Bersihkan kuas kosmetika secara teratur dengan air sabun dan

membuang alat make up yang sudah lama dan sudah tidak layak pakai.
d. Hindari bahan kosmetika yang berminyak, tabir surya, produk

pembentuk rambut atau penutup jerawat.

3. Menjauhi terpacunya kelenjar minyak, misalkan minuman keras,

rokok,polusi debu,lingkungan yang tidak sehat dan sebagainya.

4. Hindari penusukan,pemencetan lesi, mencongkel dan sebagainya karena

dapat menyebabkan infeksi, menimbulkan bekas, memperparah akne dan

bahkan membuat kesembuhan lebih lama.

B. Pengobatan

Pengobatan dilakukan dengan cara memberikan obat-obat topikal, obat

sistemik, bedah kulit ataupun kombinasi cara-cara tersebut.

1. Pengobatan topikal

Dilakukan untuk mencegah pembentukan komedo, menekan

peradangan dan mempercepat penyembuhan lesi, obat topikal terdiri

atas :

a. Bahan iritan yang dapat melupas kulit (peeling), misalnya sulfur (4-

8%), resorsinol (1-5%), asam salisilat (2-5%), peroksida benzoil

(2,5-10%), asam vitamin A (0,025-0,1%) dan asam azeleat (15-

20%).Efek samping obat iritan dapat dikurangi dengan cara

pemakaian berhati-hati dimulai dengan konsentrasi yang paling

rendah.
b. Antibiotika topikal yang dapat mengurangi jumlah mikroba dalam

folikel, misalnya oksi tetrasiklin (1%), eritromisin (1%),

klindamisin fosfat (1%).

c. Anti peradangan topikal, salep atau krim kortikosteroid kekuatan

ringan atau sedang (hidrokortison 1-2,5%) atau suntikan intralesi

kortikosteroid kuat (triamsolon asetonid 10 mg/cc) pada lesi

nodulokistik.

d. Lainnya, misalnya etil laktat 10% untuk menghambat pertumbuhan

jasad renik.

2. Pengobatan Sistemik

Pengobatan sistemik ditujukan terutama untuk menekan aktivitas jasad

renik, dapat juga mengurangi reaksi radang, menekan produksi sebum

dan mempengaruhi keseimbangan hormonal. Golongan ini terdiri atas :

a. Anti bakteri sistemik : tetrasiklin (250mg-1 g/hari), eritromisin

(4x250 mg/ hari), doksisiklin(50mg/hari), trimetoprim (3x100

mg/hari).

b. Obat hormonal untuk menekan produksi androgen dan secara

kompetitif menduduki reseptor organ target dikelenjar sebasea

misalnya estrogen (50mg/hari selama 21 hari dalam sebulan) atau

antiandrogen siproteron asetat (2mg/hari). 16 - Vitamin A dan

retinoid oral.

c. Obat lainnya, misalnya antiinflamasi non steroid ibuprofen

(600mg/hari),dapson (2 x100mg/hari),seng sulfat (2x200 mg/hari).


3. Bedah kulit

Tindakan bedah kulit kadang-kadang diperlukan terutama untuk

memperbaiki jaringan parut akibat akne vulgaris meradang yang berat

yang sering menimbulkan jaringan parut, baik yang hipertrofik maupun

hipotrofik. Jenis bedah kulit dipilih disesuaikan dengan macam dan

kondisi jaringan parut yang terjadi.Tindakan dilakukan setelah akne

vulgaris sembuh.

10. Prognosis

Umumnya prognosis penyakit baik. Akne vulgaris umumnya sembuh sebelum

mencapai 30 sampai 40an. Jarang terjadi akne vulgaris yang menetap sampai tua atau

mencapai gradasi sangat berat sehingga perlu dirawat inap dirumah sakit.

B. Klindamisin

Klindamisin merupakan antibiotik makrolide yang termasuk ke dalam kelas

lincosamide, dan Klindamisin seringkali digunakan untuk infeksi bakteri anaerob.

Klindamisin bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri dengan menghambat

translokasi ribosomal, Klindamisin akan berikatan dengan ribosom RNA 50S dari subunit

ribosom bakteri. Klindamisin diabsorbsi dengan cepat oleh saluran pencernaan.

Mekanisme Kerja : Klindamisin sebagai antibakterial bekerja menghambat

pertumbuhan atau reproduksi dari bakteri yaitu dengan menghambat sintesa protein.

Mekanisme kerja klindamisin meliputi memotong elongasi rantai peptida, memblok site A
pada ribosom, kesalahan membaca pada kode genetik atau mencegah penempelan rantai

oligosakarida pada glikoprotein.

Sifat Fisikokimia : Diperdagangan klindamisin berada dalam bentuk klindamisin

hydrochloride, klindamisin palmitate hydrochloride, klindamisin phosphate. Perbedaan

struktur dengan lincomycin adalah terdapatnya substitusi atom chlorin pada 7-hydroxil dan

inversi (pembalikan) 7-carbon. Klindamisin Hydrokloride, palmitate hydrokloride, fosfate

berturut-turut merupakan serbuk kristal berwarna putih, serbuk amorphous warna putih

atau keputih-putihan, serbuk kristal hygroskopis warna putih atau keputih-putihan dengan

masing-masing mempunyai bau yang khas dan larut dalam air. Kelarutan klindamisin

phosphate dalam air : 400 mg/ml pada suhu 25 0C. pKa klindamisin adalah 7,45.

Struktur kimia klindamisin memiliki rumus molekul C18H33ClN2O5S dan berat

molekul 424.98302 ini merupakan jenis antibakteri semisintetik yang analog dengan

linkomisin. (kurang gambar)

Farmakodinamik : Klindamisin dapat bekerja sebagai bakteriostatik maupun

bakterisida tergantung konsentrasi obat pada tempat infeksi dan organisme penyebab

infeksi. Klindamisin menghambat sintesa protein organisme dengan mengikat subunit

ribosom 50 S yang mengakibatkan terhambatnya pembentukan ikatan peptida.

Farmakokinetik : Klindamisin, 0.15-0.3 gram oral tiap 6 jam, menghasilkan kadar

serum 2-5 g/ml. Klindamisin diabsorpsi baik melalui oral hingga 90%. Obat

didistribusikan ke sebagian besar jaringan tubuh secara luas dan diekskresi melalui empedu

dan urin.

Indikasi : Klindamisin dapat digunakan pada infeksi anaerob

seperti abses, bisul/furuncle, infeksi pada gigi (pulpitis, abses periapikalis, gingivitis, dan
paska operasi / pencabutan gigi), infeksi saluran nafas, infeksi jaringan lunak dan

peritonitis. selain itu Clindamycin juga dapat digunakan dan efektif dalam mengatasi

infeksi protozoal seperti malaria, pemberian Klindamisin pada infeksi malaria

terutama Plasmodium falciparum dalam keadaan pasien resisten chloroquine atau pada

wanita hamil yang terinfeksi di daerah endemik. Klindamisin juga dapat digunakan pada

infeksi methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Selain infeksi sistemik

Klindamisin juga dapat digunakan secara topical untuk pengobatan jerawat, dan dapat

dikombinasikan dengan tretinoin, maupun benzoil peroksida.

Kontra Indikasi : Klindamisin sebaiknnya tidak diberikan kepada pasien yang

memiliki gangguan lambung kronis, karena dapat memperberat kondisi pasien.

Penggunaan Klindamisin bersamaan dengan pelemas otot seperti obat golongan

Vecuronium harus dalam pengawasan karena dapat menyebabkan resitensi silang (cross-

resistance).

Efek Samping : Pada pasien yang mengkonsumsi Klindamisin seringkali ditemui

gejala efek samping pada saluran pencernaan, seperti mual, muntah, dan nyeri pada

lambung dapat muncul. Efek samping Klindamisin yang termasuk ke dalam kategori berat

adalah diare berkaitan dengan Clostridium difficile, kejadian diare ini berkaitan dengan

beberapa penggunaan antibiotik terutama golongan beta-laktam, tetapi secara klasik

berkaitan dengan penggunaan Klindamisin. Pada penggunaan topikal, Klindamisin dapat

menyebabkan kulit kering, kemerahan, tampak iritasi, kulit mengelupas, berminyak, perih

dan gatal.

Interaksi Obat : Klindamisin dapat berinteraksi dengan senyawa penghambat

neuromuskular, seperti aminoglikosida dan eritromisin serta dapat berinteraksi dengan


antidiare, adsorbens tetapi tidak dianjurkan penggunaan bersama -sama dengan kaolin atau

attapulgite yang dikandung dalam obat antidiare.

Dosis : Klindamisin tersedia dalam bentuk kapsul untuk konsumsi oral, dalam

bentuk gel dan cream untuk penggunaan topikal, dalam pengobatan untuk jerawat

Klindamisin dilarutkan dengan ethanol. Penggunaan Klindamisin untuk infeksi ringan

dapat diberikan sebanyak 2 x 100mg selama kurang lebih 5 hari, untuk infeksi berat dapat

menggunakan Klindamisin sebanyak 2 x 200mg selama 1 minggu dengan pengawasan

kembali (follow up), pada penggunaan topikal Klindamisin dapat digunakan sebanyak dua

kali sehari, dan pada pengobatan jerawat kronis dan diperlukan antibiotik sistemik dapat

diberikan Klindamisin sebanyak 2 x 100mg selama dua minggu (14 hari).

BAB III

ANALISA DAN PEMBAHASAN KASUS


I. Laporan Kasus

Laporan kasus yang di susun oleh dr. Komang Arya Wibawa pada tahun 2013

mengenai gastritis akan menjadi bahan diskusi kita kali ini.

Laporan Kasus :

A. Identitas Pasien

Nama : Ariyanto

Jenis Kelamin : Laki- laki

Umur : 20 tahun

Pekerjaan : Kondektur truck

Tanggal Periksa : 23 April 2013

Alamat : Wono agung

B. Anamnesa

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesi kepada kakak

kandung pasien tanggal 22 April 2013 di Poli Kulit.

1. Keluhan Utama : Jerawat

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Sejak 3 tahun pasien mengkau pertama kali timbul jerawat, kemudian

karena dirasa jerawat semakin banyak banyak 2 minggu yang lalu pasien

berinisiatif untuk membeli salep obat jerawat di apotek, dan mengobati

sendiri dicampur dengan ramuan jamu (daun-daunan yang ditumbuk halus)

dan diusapkan di muka pasien. Setelah beberapa hari diobati sendiri


bukannya sembuh malah jerawat semakin parah,pasien mengeuh jerawat

pada muka terasa nyeri, gatal dan bernanah, serta keluar darah. Karena

dirasa jerawatnya semakin parah dan merusak penampilan, lalu pasien

berobat ke dokter spesialis kulit di RSUD Kalijaga Demak.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

Pernah memiliki penyakut seperti ini sebelumnya dan tidak memiliki

riwayat alergi.

4. Riwayat Penyakit Keluarga :

Kakak pasien pernah mengalami penyakit serupa waktu masih muda.

5. Riwayat Sosial Ekonomi :

Pasien bekerja sebagai kondektur truck, pengobatan menggunakan

jamkesmas, kesan ekonomi kurang.

C. Pemeriksaan Fisik

Status dermatologis :

1. Lokasi : Dahi, pipi kanan dan pipi kiri.

2. UKK : Makula eritem, papula eritem, pustule, krusta, erosi, komedo.

D. Diagnosa

Acne Vulgaris Papulopustulosa

E. Diagnosa Banding

1. Erupsi Akneiformis
2. Dermatitis Kontak Alergi

F. Penatalaksanaan

1. Pengobatan Sistemik :

a. Doksisiklin : 2 x 100mg, selama 2 minggu, obat habis

kontrol.

b. Methylprednisolon : 3 x 4mg, selama 2 minggu, obat habis

kontrol.

2. Pengobatan Topikal

a. Asam fusidat cream : sue 2 x 1 (pagi dan sore)

b. Clindamicin + benzoil peroksida gel : sue 2 x 1 (pagi dan sore)

c. Tabir surya : sue 1 x 1 (pagi)

3. Edukasi :

a. Menghindari peningkatan jumlah sebum dengan cara :

- Diet rendah lemak dan karbohidrat.

- Membersihkan muka dari kotoran dan jasat renik.

b. Menghindari faktor pemicu :

- Hidup teratur dan sehat, cukup istirahat, olahraga sesuai kondisi

tubuh, hindari stress, kosmetik secukupnya.

- Menjauhi terpacunya kelenjar minyak, misalnya minuman

beralkohol, rokok, dan makanan pedas.

- Menghindari polusi debu dan memencet lesi karena dapat

memperberat peradangan.
c. Memberikan informasi mengenai penyebab penyakit, pencegahan dan

cara maupun lama pengobatannya serta prognosisnya.

d. Pada orang orang yang mempunyai prediposisi akne stress dan emosi

dapat menyebabkan eksaserbasi atau aknenya bertambah hebat.

e. Perlu pula dianjurkan untuk tidak memegang, memijit dan menggosok

akne, sebab dapat menyebabkan keadaan yang disebut akne

mekanika.

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-dewipurnam-

7052-3-babii.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25848/4/Chapter%20I

I.pdf

http://eprints.undip.ac.id/44827/3/MAZIDAH_ZULFA_22010110130

146_BAB_2_KTI.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40262/5/Chapter%20I.

pdf

II. Diskusi dan Pembahasan Kasus

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang dilakukan maka penyakit Tn.

Ariyanto lebih mengarah ke Acne Vulgaris . Diagnosa pasti acne vulgaris dapat ditegakkan

dengan ditemukannya penyekit pleomorfik dengan campuran dari komedo terbuka

(blackheads), komedo tertutup (whiteheads), papula. pustula, nodul, dan luka bekas

(scar); sebagian besar penyakit kulit acne vulgaris ini menyerang remaja dan dalam kasus
ini pasien berumur 20 tahun dapat dikategorikan sebagai remaja; umumnya lesi paling

sering dan paling banyak ditemukan di daerah muka, dan dapat juga ditemukan di

punggung dan dada.

Penatalaksanaan acne vulgaris dapat dilakukan dengan cara meliputi usaha untuk

mencegah terjadinya erupsi (preventif) dan usaha untuk menghilangkan jerawat yang

terjadi (kuratif). Kedua usaha tersebut harus dilakukan bersamaan, mengingat bahwa

kelainan ini terjadi akibat pengaruh berbagai faktor (multifactorial), baik faktor dari dalam

tubuh sendiri (ras, familial, hormonal) maupun faktor eksternal (makanan, musim, stress)

yang kadang-kadang tidak dapat dihindari oleh penderita.

Tujuan pengobatan akne yaitu untuk dapat mencegah timbulnya sikatrik serta

mengurangi frekuensi dan kerasnya eksaserbasi akne, untuk itu,selain diperlukan obat-

obatan juga diperlukan kerjasama yang baik antar si penderita dengan dokter yang

merawatnya.

Bentuk-bentuk cara pengobatan yang dapat diberikan oleh dokter yang utama yaitu

berupa obat-obatan baik dalam pengobatan oral maupun topikal, selain obat dokter perlu

juga untuk dapat menyampaikan nasehat umum (edukasi) yang berisi penerangan

mengenai penyakit serta usulan-usulan cara perawatan wajah agar terhindar dari penyakit

acne vulgaris.

Pada laporan kasus yang telah tercantum diatas diketahui penatalaksanaan obat

yang digunakan yaitu pengobatan sistemik dan pengobatan topical. Pengobatan sistemik

yang diberikan ialah doksisiklin (2 x 100mg, selama 2 minggu) dan methylprednisolone (3

x 4mg, selama 2 minggu). Dan pengobatan topical yang diberikan ialah asam fusidat cream

( ), clindamisin (sue, 2 x 1) + benzoil peroksida gel (sue, 2 x 1) dan tabir surya (sue, 1 x 1).
Doksisiklin dipilih sebagai pengobatan sistemik pada pengobatan akne vulgaris

karena doksisiklin berfungsi sebagai antibakteri sistemik dan lebih efektif dibandingkan

antibiotik lainnya karena dapat bekerja langsung di seluruh tubuh (di kelenjar sebasea),

membantu menghentikan atau memperlambat pertumbuhan bakteri serta dapat

memperbaiki metabolisme asam lemak dan mengurangi inflamasi. Methylprednisolone

yang merupakan golongan kortikosteroid yang dipilih untuk dapat cepat mengurangi

peradangan dan mencegaah timbulnya sikatrik.

Asam fusidat cream dipilih sebagai obat antibiotik topikal yang memiliki

mekanisme kerja menghambat sintesa protein bakteri yang akan berfungsi unuk

menghentikan pertumbuhan bakteri penyebab infeksi. Antibiotik topikal lain yang

digunakan adalah klindamisin. Penggunaan topikal klindamisin dapat membantu dalam

mengontrol akne. Klindamisin dapat menghambat lipase Propionibacterium acnes dan

memiliki aktivitas komedolitik dan anti inflamasi. Sifat Antimikroba Klindamisin yaitu

aktif terhadap beberapa bakteri anaerob, kokus gram positif dan beberapa protozoa.

Enterokokus pada umumnya lebih resisten. Beberapa organisme gram negatif aerob

adalah resisten. Bakteri anaerob yang termasuk adalah Propionibacterium acnes.

Klindamisin dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan obat lain baik oral

maupun topikal untuk akne. Pada kasus ini klindamisin dikombinasikan dengan benzoil

peroksida yang dapat digunakan untuk mengobati peradangan jerawat yang ringan. Benzoil

peroksida merupakan antibakteri non antibiotik yang bersifat bakteriostatik terhadap P.

acnes. Benzoil peroksida akan terurai pada kulit dengan sistein dan membebaskan oksigen

radikal bebas yang mengoksidasi protein bakteri. Hal tersebut akan meningkatkan laju

peluruhan sel epitel dan mengendur struktur steker folikular, sehingga dapat menghasilkan

aktivitas komedolitik.
Pada kasus diatas juga disebutkan menggunakan tabir surya sebagai pengobatan

topikal yang diberikan kepada pasien. Tabir surya digunakan untuk dapat mencegah

pengaruh negatif sinar matahari yang dapat mengakibatkan berbagai kelainan kulit seperti

terbakar, penuaan dini dan yang paling berpengaruh dalam pengobatan ini adalah untuk

mengurangi pigmentasi pada kulit wajah, terutama pada daerah lesi. Pemilihan tabir surya

pada pasien akne ini bersifat bebas minyak dan non komedogenik.

Vous aimerez peut-être aussi