Vous êtes sur la page 1sur 32

Aang Khoirul Anam LBM 1

SUMBATAN JALAN NAFAS

Step 1
1. Snoring :
Suara mengorok, karena adanya sumbatan jalur napas (setinggi faring) oleh benda padat
2. Gurgling :
Suara seperti berkumur, karena sumbatan jalan napas karena cairan (cairan di plica
vocalis) penanganannya dengan cara definitive airway (crycothyroitomi)
3. Pulse oxymetri
Alat untuk menilai saturasi oksigen dalam darah
4. AVPU
Pemeriksaan kesadaran Alert, Verbal, Pain, Unresponsive
5. Definitive airway
Tindakan dengan cara memasukkan pipa ke dalam trachea dengan balon yang
dikembangkan, kemudian pipa dihubungkan dengan alat yang kaya oksigen (indikasi
dilakukan bila GCS <8)
Jenis:
Pipa orotracheal
Pipa nasotracheal
Airway surgical/trakeostomi
6. Primary survey
Tujuan untuk mengidentifikasi dan memperbaiki masalah yang mengancam jiwa
ABCDE
7. Non- rebreathing mask
Masker yang memiliki 2 katup, udara masuk jalannya berbeda dengan udara yang keluar,
dengan kecepatan 10-12 liter/menit dengan konsentrasi 80-100 % oksigen
8. Triple airway maneuver
Tindakan untuk perbaikan pernapasan, ada 3 cara: head tilt, jaws thrust, chin lift

Step 2
1. Apa saja jenis-jenis dari sumbatan jalan napas?
2. Apa saja derajat-derajat pada sumbatan jalan napas?
3. Jenis-jenis suara tambahan pada sumbatan jalan napas?
4. Bagaimana langkah-langkah penanganan pada pasien kegawatdaruratan sumbatan
jalan napas? (ALGORITMA)
5. Apa saja komplikasi lanjut akibat sumbatan jalan napas?
Aang Khoirul Anam LBM 1

6. Bagaimana cara melakukan triple airway maneuver serta oropharyngeal airway


serta kontraindikasinya? Hal-hal yang perlu diperhatikan saat melakukan
tindakan?
7. Mengapa pasien tampak sianosis dan rongga mulut tampak banyak darah?
8. Bagaimana interpretasi dan patofisiologi dari keadaan SPO2 90%, RR 32X/menit,
dan GCS 7?
9. Mengapa penderita mengeluarkan suara seperti mengorok dan suara seperti
berkumur?
10. Apa indikasi dan kontraindikasi pemasangan oksigen non-rebreathing mask?
11. Mengapa kondisi pasien memburuk dan saturasi menjadi 87%?
12. Apa saja tanda-tanda pernapasan dari pasien yang tidak adekuat sehingga pasien
perlu dilakukan tindakan?
13. Bagaimana langkah-langkah primary survey?
14. Bagimana langkah pemeriksaan AVPU dan GCS?
15. Bagaimana manajemen oksigenasi (indikasi, kontraindikasi)?
16. Apa saja derajat hipoksi? Bagaimana prinsip terapi oksigen?
17. Bagaimana terapi farmakologi dari kasus tersebut?
18. Apa saja macam-macam definitive airway?
19. Bagaimana cara pemasangan definitive airway dan apa indikasi serta
kontraindikasinya?

Step 3
1. Apa saja jenis-jenis dari sumbatan jalan napas?
a. Sumbatan jalan napas total harus dikoreksi selama 5-10 menit, bila tidak dikoreksi
menyebabkan asfiksi, henti napas, henti jantung.
b. Sumbatan jalan napas parsial bila tidak dikoreksi bisa menyebabkan kerusakan
otak, edem otak, edem paru. Suara yang ditimbulkan berbeda, bisa dari :
cairan, darah, secret suaranya gurgling
pangkal lidah ke belakang snoring
penyempitan di laring/trakea krn desakan neoplasma crowing (perbaikan
dengan trakeotomi)
Berdasar penyebab:
Trauma disebabkan kecelakaan, gantung diri atau proses pembunuhan
lokasi obstruksi di tulang
Benda asing obstruksi pada laring, tanda: stridor, apneu, dispneu, sianosis
Saluran napas : pada trakea karena ada benda asing yang menyebabkan asfiksia
Fenomena cek valve udara masuk, tapi tidak keluar bisa menyebabkan hipoksemia
2. Apa saja derajat-derajat pada sumbatan jalan napas?
Aang Khoirul Anam LBM 1

Menurut Jackson:
a. Jackson 1 : sesak, stridor inspirasi ringan, retraksi suprasternal, tidak ada sianosis
b. Jackson 2 : Jackson 1 + retraksi supra dan infra clavicula, serta sianosis ringan
c. Jackson 3 : Jackson 2 + retraksi intercosta epigastrium, sianosis lebih jelas
d. Jackson 4 : Jackson 3 +gagal napas
3. Jenis-jenis suara tambahan pada sumbatan jalan napas?
c. Suara yang ditimbulkan berbeda, bisa dari :
cairan, darah, secret suaranya gurgling (bisa dicek dengan cross finger)
pangkal lidah ke belakang snoring, bisa dicek dengan memasukkan ibu jari
(mengangkat rahang atas)dan telunjuk (menahan rahang bawah)
penyempitan di laring/trakea krn desakan neoplasma crowing (perbaikan
dengan trakeotomi), bila tidak ada napas terdengar, bisa dilakukan back blow
selama 5x, haimlick maneuver dan chest thrust
afoni pada pasien sadar (paling berbahaya)

4. Apa saja komplikasi lanjut akibat sumbatan jalan napas?


Obstruksi napas total kerusakan sel-sel otak
CO2 tubuh tinggi merangsang medulla oblongata henti napas O2 tubuh tidak
ada, padahal otot2 polos tubuh butuh O2 seperti pada jantung yang ada otot polos
cardiac arrest
AVPU menurun muntah terjadi aspirasi paru2 terisi cairan
Gangguan O2 gangguan metabolism di otak timbunan asam laktat
5. Bagaimana cara melakukan triple airway maneuver serta oropharyngeal airway
serta kontraindikasinya? Hal-hal yang perlu diperhatikan saat melakukan
tindakan?
Tindakan untuk perbaikan pernapasan, ada 3 cara: head tilt, jaws thrust, chin lift
Jangan mengekstensi dan merotasikan leher, dan lakukan immobilisasi dari leher.

6. Mengapa pasien tampak sianosis dan rongga mulut tampak banyak darah?
7. Bagaimana interpretasi dan patofisiologi dari keadaan SPO2 90%, RR 32X/menit,
dan GCS 7?
8. Mengapa penderita mengeluarkan suara seperti mengorok dan suara seperti
berkumur?
9. Apa indikasi dan kontraindikasi pemasangan oksigen non-rebreathing mask?
10. Mengapa kondisi pasien memburuk dan saturasi menjadi 87%?
11. Apa saja tanda-tanda pernapasan dari pasien yang tidak adekuat sehingga pasien
perlu dilakukan tindakan?
12. Bagaimana langkah-langkah primary survey?
13. Bagimana langkah pemeriksaan AVPU dan GCS?
14. Bagaimana manajemen oksigenasi (indikasi, kontraindikasi)?
15. Apa saja derajat hipoksi? Bagaimana prinsip terapi oksigen?
16. Bagaimana terapi farmakologi dari kasus tersebut?
17. Apa saja macam-macam definitive airway?
Aang Khoirul Anam LBM 1

18. Bagaimana cara pemasangan definitive airway dan apa indikasi serta
kontraindikasinya?
19. Bagaimana langkah-langkah penanganan pada pasien kegawatdaruratan sumbatan
jalan napas? (ALGORITMA)

Step 4

Step 5

Step 6
Aang Khoirul Anam LBM 1

Step 7
1. Apa saja jenis-jenis dari sumbatan jalan napas?
a. Obstruksi Total
a. Bisa ditemukan dalam keadaan sadar atau dalam keadaan tidak sadar
b.Pada obstruksi total akut, biasanya disebabkan oleh tertelannya benda asing yang
kemudian menyangkut dan menyumbat pangkat larinks.
c. Bila obstruksi total timbul perlahan maka berawal dari obstruksi parsial yang
kemudaian menjadi total

b. Obstruksi Parsial
Biasanya penderita masih dapat bernafas sehingga timbul beraneka ragam suara,
tergantung penyebabnya:
1. Cairan (darah, secret, aspirasi lambung, dsb)
Timbul suara gurgling suara bernafas bercampur suara cairan. Dalam keadaan
ini harus dilakukan penghisapan (suction)
2. Pangkal lidah yang jatuh ke belakang
Keadaan ini dapat timbul pada pasien yang tidak sadar (coma) atau pada penderita
yang tulang rahan bilateralnya patah. Sehingga timbul suara mengorok (snoring)
yang harus segera diatasi dengan perbaikan airway secara manual atau dengan
alat.
3. Penyempitan di larinks atau trachea
Dapat disebabkan edema karena berbagai hal ataupun desakan neoplasma. Timbul
suara crowing atau stridor respiratoir. Keadaan ini hanya dapat diatasi dengan
perbaikan airway pada bagian distal dari sumbatan, misalnya trakhetostomi
Basic Trauma Life Support & Basic Cardiac Life Support

2. Apa saja derajat-derajat pada sumbatan jalan napas?


Pembagian Stadium :
Stadium 1 : Tampak retraksi suprasternal, stridor saat inspirasi dan pasien tenang.
Stadium 2 : Retraksi suprasternal makin dalam, timbul retraksi epigastrik, pasien mulai
gelisah, stridor terdengar saat inspirasi.
Stadium 3 : Tampak retraksi suprasternal, epigastrik, infra klavikula dan intercostalis,
pasien sangat gelisah dan dispnea, stridor terdengar saat inspirasi dan ekspirasi.
Stadium 4 : Retraksi bertambah jelas, pasien sangat gelisah, tampak ketakutan dan
sianosis. Jika berlangsung terus menerus pasien kehabisan tenaga, pusat pernapasan
paralitik akibat hiperkapnea pasien melemah dan tertidur asfiksia meninggal.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL, FK UI

3. Jenis-jenis suara tambahan pada sumbatan jalan napas?


Snoring ; Akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring.
Gurgling ; (Suara berkumur) menunjukkan adanya cairan/ benda asing.
Stridor ; Dapat terjadi akibat sumbatan sebagian jalan napas jalan napas setinggi laring
(Stridor inspirasi) atau setinggi trakea (stridor ekspirasi).
Hoarnes ; Akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring.
Aang Khoirul Anam LBM 1

Afoni ; Pada pasien sadar merupakan pertanda buruk, pasien yang membutuhkan napas
pendek untuk bicara menandakan telah terjadi gagal napas.
Advanced Trauma Life Support for Doctors, American College of Surgeons
Committee on Trauma, 8th edition

4. Apa saja komplikasi lanjut akibat sumbatan jalan napas?


Komplikasi yang sering dijumpai dan berbahaya menurut (Markam, 1999) pada
cedera kepala meliputi
a. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma. Pada situasi ini secara
khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah masa ini penderita akan
terbangun, sedangkan beberapa kasus lainnya memasuki vegetatife state. Walaupun
demikian penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya.
Penderita pada vegetatife state lebih dari satu tahun jarang sembuh.
b. Kejang/Seizure
Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurangkurangnya sekali
kejang pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian, keadaan ini
berkembang menjadi epilepsy
c. Infeksi
Fraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekkan membran (meningen)
sehingga kuman dapat masuk infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena
keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke system saraf yang lain.
d. Hilangnya kemampuan kognitif.
Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori merupakan
kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala mengalami masalah
kesadaran.
e. Penyakit Alzheimer dan Parkinson.
Pada khasus cedera kepala resiko perkembangan terjadinya penyakit Alzheimer
tinggi dan sedikit terjadi Parkinson. Resiko akan semakin tinggi tergantung frekuensi dan
keparahan cedera .

5. Bagaimana cara melakukan triple airway maneuver serta oropharyngeal airway


serta kontraindikasinya? Hal-hal yang perlu diperhatikan saat melakukan
tindakan?
PEMBUKAAN DAN PEMELIHARAAN JALAN NAPAS ATAS
Pada pasien yang tidak sadar, penyebab tersering sumbatan jalan napas yang terjadi adalah akibat
hilangnya tonus otot-otot tenggorokan. Dalam kasus ini lidah jatuh ke belakang dan menyumbat
jalan napas ada bagian faring
Aang Khoirul Anam LBM 1

1. Pembukaan jalan nafas secara manual

Teknik dasar pembukaan jalan napas atas adalah dengan megangkat kepala-angkat dagu (Head
Tilt-Chin Lift). Teknik dasar ini akan efektif bila obstruksi napas disebabkan lidah atau relaksasi
otot pada jalan napas atas.

Bila pasien yang menderita trauma diduga mengalami cedera leher, lakukan penarikan rahang
tanpa mendorong kepala. Karena mengelola jalan napas yang terbuka dan memberikan ventilasi
merupakan prioritas, maka gunakan dorong kepala tarik dagu bila penarikan rahang saja tidak
membuka jalan napas.

2. Pemeliharaan jalan napas atas


Agar pasien dapat bernapas secara spontan, maka jalan napas atas harus dijaga agar tetap
terbuka. Oleh karena itu, pada pasien yang dalam keadaan tidak sadar tanpa adanya
refleks batuk atau muntah, pasanglah OPA atau NPA untuk mengelola patensi jalan
napas.
Bila anda menemukan seorang pasien tersedak yang tidak sadar dan henti napas, bukalah
mulutnya lebar-lebar dan carilah benda asing di dalamnya. Bila anda menemukannya,
keluarkan dengan menggunakan jari anda. Bila anda tidak melihat adanya benda asing,
mulai lakukan RJP. Tiap kali anda membuka jalan napas untuk memberikan napas,
bukalah mulutnya lebar-lebar dan carilah benda asing di dalamnya. Bila ada keluarkan
dengan menggunakan jari anda. Bila tidak ada benda asing, lanjutkan RJP

Dalam melakukan teknik membebaskan jalan nafas agar selalu diingat untuk melakukan
proteksi Cervical-spine terutama pada pasien trauma/multipel trauma. jalan napas pasien
tidak sadar sering tersumbat oleh lidah, epiglotis, dan juga cairan, agar jalan napas tetap
terbuka perlu dilakukan manuver head tilt,chin lift dan juga jaw thrust. Bisa sebagian atau
kombinasi ketiganya (tripple airway manouver). Head tilt dan chin lift adalah teknik yang
sederhana dan efektif untuk membuka jalan napas tetapi harus dihindari pada kasus
cedera tulang leher/servikal.

Triple Airway Manuever

Chin Lift

Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan

Caranya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien
kemudian angkat.

Head Tilt

Dilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, Ingat! Tidak boleh dilakukan
pada pasien dugaan fraktur servikal.
Aang Khoirul Anam LBM 1

Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah
sehingga kepala menjadi tengadah dan penyangga leher tegang dan lidahpun
terangkat ke depan.

Tangan kanan melakukan Chin lift ( dagu diangkat) dan tangan kiri
melakukan head tilt. Pangkal lidah tidak lagi menutupi jalan nafas.

Jaw thrust

Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga barisan gigi
bawah berada di depan barisan gigi atas
Aang Khoirul Anam LBM 1
Aang Khoirul Anam LBM 1

Oropharyngeal Airway

Oropharyngeal tube adalah sebuah tabung / pipa yang dipasang antara mulut dan pharynx
pada orang yang tidak sadar yang berfungsi untuk membebaskan jalan nafas. (Medical
Dictionary)
Pembebasan jalan nafas dengan oropharyngeal tube adalah cara yang ideal untuk
mengembalikan sebuah kepatenan jalan nafas yang menjadi terhambat oleh lidah pasien
yang tidak sadar atau untuk membantu ventilasi (Sally Betty,2005)
Oropharyngeal tube adalah alat yang terbuat dari karet bengkok atau plastik yang
dimasukkan pada mulut ke pharynx posterior untuk menetapkan atau memelihara
kepatenan jalan nafas. (William dan Wilkins).
Pada pasien tidak sadar, lidah biasanya jatuh ke bagian pharynx posterior sehingga
menghalangi jalan nafas, sehingga pemasangan oropharyngeal tube yang bentuknya telah
disesuaikan dengan palatum / langit-langit mulut mampu membebaskan dan
mengedarkan jalan nafas melalui tabung / lubang pipa. Dapat juga berfungsi untuk
memfasilitasi pelaksanaan suction. Pembebasan jalan nafas dengan oropharingeal tube
digunakan dalam jangka waktu pendek pada post anastesi atau langkah postictal.
Penggunaan jangka panjang dimungkinkan pada pasien yang terpasang endotracheal tube
untuk menghindari gigitan pada selang endotraceal.

Indikasi
Adapun indikasi pemasangan oropharyngeal tube adalah sebagai berikut :
a. Pemeliharaan jalan nafas pasien dalam ketidaksadaran,
b. Melindungi endotracheal tube dari gigitan,
c. Memfasilitasi suction pada jalan nafas
Aang Khoirul Anam LBM 1

d. Nafas spontan
e. Tidak ada reflek muntah
f. Pasien tidak sadar , tidak mampu maneuver manual

Kontra indikasi
a. Tidak boleh diberikan pada pasien dengan keadaan sadar ataupun semi sadar karena
dapat merangsang muntah, spasme laring.
b. Harus berhati-hati bila terdapat trauma oral.
c. Pasien dengan adanya reflek batuk dan muntah masih ada.
Repository.usu.ac.id

6. Mengapa pasien tampak sianosis dan rongga mulut tampak banyak darah?
i. Riwayat kecelakaan Benturan di kepala cedera kepala TIK (hukum
Monroe Kellie) Terjepitnya batang otak pada foramen magnum penurunan
kesadaran lidah jatuh ke belakang (snoring) menutupi airway menghalangi
masuknya Oksigen sianosis.
ii. Riwayat kecelakaan cedera daerah kepala Timbul perdarahan darah di
rongga mulut (pasien terlentang) darah terakumulasi di orofaring (gargling)
menyumbat jalan nafas menghalangi masuknya Oksigen sianosis.
iii. Apabila ada trauma thoraks curiga fraktur iga pneumothoraks / hemothoraks
mengganggu fungsi pengembangan paru kekurangan oksigen sianosis.
iv. Apabila ada perdarahan hebat di daerah lain (perdarahan eksterna : fraktur terbuka,
perdarahan interna : hemothoraks, fraktur pelvis) volume darah (hipovolemik)
oksigen yang dibawa ke jaringan oleh hemoglobin dalam eritrosit sianosis
Advanced Trauma Life Support for Doctors, American College of Surgeons Committee
on Trauma, 7th edition
Neurologi Klinis Dasar, Mahar Mardjono, Priguna Sidharta.

7. Bagaimana interpretasi dan patofisiologi dari keadaan SPO2 90%, RR 32X/menit,


dan GCS 7?

8. Mengapa penderita mengeluarkan suara seperti mengorok dan suara seperti


berkumur?
Mengorok
Pangkal lidah yang jatuh ke belakang;
Keadaan ini dapat timbul pada pasien yang tidak sadar (coma) atau pada penderita yang
tulang rahang bilateralnya patah. Sehingga timbul suara mengorok (snoring) yang harus
segera diatasi dengan perbaikan airway secara manual atau dengan alat.

Berkumur
Cairan (darah, secret, aspirasi lambung, dsb);
Aang Khoirul Anam LBM 1

Timbul suara gurgling suara bernafas bercampur suara cairan. Dalam keadaan ini harus
dilakukan penghisapan (suction).
Basic Trauma Life Support & Basic Cardiac Life Support

9. Apa indikasi dan kontraindikasi pemasangan oksigen non-rebreathing mask?


Macam Bentuk Masker :

a. Simple face mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen 40-60% dengan kecepatan
aliran 5-8 liter/menit.

b. Rebreathing mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen 60-80% dengan kecepatan


aliran 8-12 liter/menit. Memiliki kantong yang terus mengembang baik, saat inspirasi
maupun ekspirasi. Pada saat inspirasi, oksigen masuk dari sungkup melalui lubang antara
sungkup dan kantung reservoir, ditambah oksigen dari kamar yang masuk dalam lubang
ekspirasi pada kantong. Udara inspirasi sebagian tercampur dengan udara ekspirasi
sehingga konsentrasi CO2 lebih tinggi daripada simple face mask. (Tarwoto&Wartonah,
2010:37)
Indikasi : klien dengan kadar tekanan CO2 yang rendah. (Asmadi, 2009:33)
Aang Khoirul Anam LBM 1

c. Non rebreathing mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen sampai 80-100% dengan
kecepatan aliran 10-12 liter/menit. Pada prinsipnya, udara inspirasi tidak bercampur
dengan udara ekspirasi karena mempunyai 2 katup, 1 katup terbuka pada saat inspirasi
dan tertutup saat pada saat ekspirasi, dan 1 katup yang fungsinya mencegah udara kamar
masuk pada saat inspirasi dan akan membuka pada saat ekspirasi. (Tarwoto&Wartonah,
2010:37)

Indikasi : klien dengan kadar tekanan CO2 yang tinggi. (Asmadi, 2009:34)

Tujuan
Memberikan tambahan oksigen dengan kadar sedang dengan konsentrasi dan
kelembaban yang lebih tinggi dibandingkan dengan kanul. (Suparmi, 2008:68)

Prinsip
Mengalirkan oksigen tingkat sedang dari hidung ke mulut, dengan aliran 5-6 liter/menit
dengan konsentrasi 40 - 60%. (Suparmi, 2008:68)
Kontraindikasi
Aang Khoirul Anam LBM 1

Tidak ada konsentrasi pada pemberian terapi oksigen dengan syarat pemberian jenis dan jumlah
aliran yang tepat. Namun demikan, perhatikan pada khusus berikut ini

1. Pada klien dengan PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun) yang mulai bernafas
spontan maka pemasangan masker partial rebreathing dan non rebreathing dapat
menimbulkan tanda dan gejala keracunan oksigen. Hal ini dikarenakan jenis masker
rebreathing dan non-rebreathing dapat mengalirkan oksigen dengan konsentrasi yang
tinggi yaitu sekitar 90-95%

2. Face mask tidak dianjurkan pada klien yang mengalami muntah-muntah

3. Jika klien terdapat obstruksi nasal maka hindari pemakaian nasal kanul.

(Aryani, 2009:53)

Hal - hal yang perlu diperhatikan

Perhatikan jumlah air steril dalam humidifier, jangan berlebih atau kurang dari batas. Hal
ini penting untuk mencegah kekeringan membran mukosa dan membantu untuk
mengencerkan sekret di saluran pernafasan klien

Pada beberapa kasus seperti bayi premature, klien dengan penyakit akut, klien dengan
keadaan yang tidak stabil atau klien post operasi, perawat harus mengobservasi lebih
sering terhadap respon klien selama pemberian terapi oksigen

Pada beberapa klien, pemasangan masker akan memberikan tidak nyaman karena merasa
terperangkat. Rasa tersebut dapat di minimalisir jika perawat dapat meyakinkan klien
akan pentingnya pemakaian masker tersebut.

Pada klien dengan masalah febris dan diaforesis, maka perawat perlu melakukan
perawatan kulit dan mulut secara extra karena pemasangan masker tersebut dapat
menyebabkan efek kekeringan di sekitar area tersebut.

Jika terdapat luka lecet pada bagian telinga klien karena pemasangan ikatan tali nasal
kanul dan masker. Maka perawat dapat memakaikan kassa berukuran 4x4cm di area
tempat penekanan tersebut.

Akan lebih baik jika perawat menyediakan alat suction di samping klien dengan terapi
oksigen

Pada klien dengan usia anak-anak, biarkan anak bermain-main terlebih dahulu dengan
contoh masker.
Aang Khoirul Anam LBM 1

Jika terapi oksigen tidak dipakai lagi, posisikan flow meter dalam posisi OFF

Pasanglah tanda : dilarang merokok : ada pemakaian oksigen di pintu kamar klien, di
bagian kaki atau kepala tempat tidur, dan di dekat tabung oksigen. Instrusikan kepada
klien dan pengunjung akan bahaya merokok di area pemasangan oksigen yang dapat
menyebabkan kebakaran.

10. Mengapa kondisi pasien memburuk dan saturasi menjadi 87%?


Kegagalan mengetahui kebutuhan airway
Ketidakmampuan membuka airway
Kegagalan mengetahui pemasangan airway yang keliru
Perubahan letak airway yang sebelumnya sudah terpasang
Aspirasi isi lambung
Aang Khoirul Anam LBM 1

Pada pasien masih terdengar suara berkumur suara berkumur adalah tanda bahwa ada
cairan/ darah yang menyumbat saluran napas bagian atas artinya kemungkinan besar
adalah pada pasein ini, obstruksi oleh lidah sudah tertangani oleh tripe airway manuver
karena ngorok nya hilang, namun sumbatan karena cairan/ darah belum dapat tertangani
sepenuhnya karena masih ada suara gurgling pembersihan jalan napas bisa
menggunakan sweeping finger atau bisa menggunakan suction kemungkinan pada
pasien ini 1) belum dilakukan pembersihan jalan napas 2)sudah dilakukan sweeping
finger, namun belum digunakan suction sehingga jalan napas masih belum clear dari
cairan/darah 3) sudah dilakukan pembersihan jalan napas dengan keduanya tapi belum
sempurna dalam pelaksanaan memang telah disebutkan pemasangan OPA, namun
belum disebutkan di skenario apakah suction telah dilakukan atau belum bila memang
masih ada cairan/darah masih ada sumbatan airway oksigenisasi dan ventilasi
berkurang prosentase oksigen yang berikatan dgn hb di darah arteri berkuran = saturasi
semakin turun mempengaruhi otak penurunan kesadaran

Suara berkumur terkait dg blm dilakukan pembersihan jalan nafas. Cross finger , Finger
sweep dg suction. Dilakukan dg keduanya. Dilakukkannya krg benar
Msh ada cairan, darah. Menyebab ventilasi o2 berkurang.

Faktor teknis: stlh primary survei harus ABCD diamati berulang. Petugas blm bs
memasang alatnya krg benar. Atau bs pasien yg merubah posisi miring atau salah
memasang alat. Hrs sering dicek secara rutin.

Kerusakan otakpeningkatan rangsangan simpatisgangguan otoregulasialiran otak


O2 menurunasam laktat meningkatpeningkatan tahanan seluluer sistemik jg
tinggipenurunan TD pulmonalpeningkatan tek.hidrostatik paruudem paru
Diberi oksigen 10-15 L menit.

11. Apa saja tanda-tanda pernapasan dari pasien yang tidak adekuat sehingga pasien
perlu dilakukan tindakan?

12. Bagaimana langkah-langkah primary survey?


Aang Khoirul Anam LBM 1

Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan manajemen


segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari
Primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah
yang mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey antara lain
(Fulde, 2009) :
Airway maintenance dengan cervical spine protection
Breathing dan oxygenation
Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
Disability-pemeriksaan neurologis singkat
Exposure dengan kontrol lingkungan
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary survey bahwa setiap
langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan langkah berikutnya hanya
dilakukan jika langkah sebelumnya telah sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota
tim dapat melaksanakan tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota yang telah
dialokasikan peran tertentu seperti airway, circulation, dll, sehingga akan sepenuhnya
menyadari mengenai pembagian waktu dalam keterlibatan mereka (American College of
Surgeons, 1997). Primary survey perlu terus dilakukan berulang-ulang pada seluruh
tahapan awal manajemen. Kunci untuk perawatan trauma yang baik adalah penilaian
yang terarah, kemudian diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat dan sesuai serta
pengkajian ulang melalui pendekatan AIR (assessment, intervention, reassessment).
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain (Gilbert., DSouza., &
Pletz, 2009) :

a) General Impressions
Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)

b) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien dengan
mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas.
Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka
(Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan
ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai
terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan
oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2000).

Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
Aang Khoirul Anam LBM 1

Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas dengan
bebas?
Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
Adanya snoring atau gurgling
Stridor atau suara napas tidak normal
Agitasi (hipoksia)
Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
Sianosis
Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan potensial
penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko untuk
mengalami cedera tulang belakang.
Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi :
Chin lift/jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
Lakukan intubasi

c) Pengkajian Breathing (Pernafasan)


Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan
keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka
langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension
pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson &
Skinner, 2000).

Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.
Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda sebagai
berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds, dan
penggunaan otot bantu pernafasan.
Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous
emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks.
Aang Khoirul Anam LBM 1

Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.


Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut mengenai karakter
dan kualitas pernafasan pasien.
Penilaian kembali status mental pasien.
Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau oksigenasi:
Pemberian terapi oksigen
Bag-Valve Masker
Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang benar), jika
diindikasikan
Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures
Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan terapi sesuai
kebutuhan.

d) Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis shock didasarkan
pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin,
penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin. Oleh karena itu, dengan adanya
tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup aman untuk mengasumsikan
telah terjadi perdarahan dan langsung mengarahkan tim untuk melakukan upaya
menghentikan pendarahan. Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian segera
adalah: tension pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac, spinal shock dan anaphylaxis.
Semua perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui paparan pada pasien
secara memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson & Skinner, 2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian penekanan
secara langsung.
Palpasi nadi radial jika diperlukan:
Menentukan ada atau tidaknya
Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
Regularity
Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary refill).
Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
Aang Khoirul Anam LBM 1

e) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities


Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang
diberikan
V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa
dimengerti
P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas
awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.

f) Expose, Examine dan Evaluate


Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien diduga
memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan.
Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu
diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya
selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup
pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan
ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam jiwa, maka
Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien luka dan
mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau
kritis.(Gilbert., DSouza., & Pletz, 2009)
Fulde, Gordian. (2009). Emergency medicine 5th edition. Australia : Elsevier.
Wilkinson, Douglas. A., Skinner, Marcus. W. (2000). Primary trauma care standard edition.
Oxford : Primary Trauma Care Foundation. ISBN 0-95-39411-0-8.

Primary Survey
Merupakan penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi berdasarkan jenis
perlukaan, tanda-tanda vital, dan mekanisme trauma. Pada penderita yang terluka parah,
terapi diberikan berdasarkan prioritas. Tanda vital penderita harus diperiksa dengan cepat
dan efisien.
Aang Khoirul Anam LBM 1

Proses ini merupakan ABC nya trauma, dan berusaha untuk mengenali keadaan
yang mengancam nyawa terlebih dahulu, dengan berpatokan pada urutan berikut :

A. Airway dan proteksi cervical


1. Penilaian
a. Mengenal patensi airway
b. Penilaian cepat akan adanya obstruksi
2. Pengelolaan dan mengusahakan airway
a. Melakukan head tilt dan chin lift atau jaw thrust
b. Membersihkan airway dari benda asing
c. Memasang NPA atau OPA
d. Memasang airway definitive
e. Melakukan insuflattion dari airway dan mengetahui bahwa
tindakan ini bersifat sementara.
3. Menjaga leher dalam posisi netral, bila perlu secara manual.
4. Fiksasi leher dengan berbagai cara.

B. Breathing : Ventilasi dan oksigenasi


1. Penilaian
A. Buka leher dan dada sambil menjaga imobilisasi leher dan kepala.
B. Tentukan laju dan dalamnya pernafasan
C. Inspeksi dan palpasi leher dan toraks untuk menilai adanya deviasi
trakea, ekspansi toraks simetris, pemakaian otot tambahan, dan
tanda cidera lainnya.
D. Perkusi toraks untuk menetukan redup atau hipersonor
E. Auskultasi toraks bilateral
2. Pengelolaan
A. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi
B. Ventilasi dengan alat Bag-Valve-Mask
C. Menghilangkan tension pneumothoraks
Aang Khoirul Anam LBM 1

D. Memasang sensor Karbondioksida dari kapnograf pada ETT


E. Memasang pulse oxymetri

C. Circulation Dengan Kontrol Perdarahan


1. Penilaian
A. Dapat mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
B. Mengetahui sumber perdarahan internal
C. Nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoxus
D. Warna kulit
E. Tekanan darah
2. Pengelolaan
A. Tekanan langsung pada perdarahan eksternal
B. Mengenal adanya perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi
bedah, serta konsultasi bedah
C. Memasang 2 kateter IV ukuran besar
D. Mengambil sampel darah untuk pemeriksaan darah rutin, analisis
kimia, tes kehamilanPAKAI URIN, golongan darah dan cross
match, dan analisa gas darah.
E. Meberikan cairan RL yang dihangankan dengan pemberian darah
F. Memasang pneumatic anti shock garment atau bidai pneumatic
untuk control perdarahan
G. Cegah hipotermia.

D. Disability ( Pemeriksaan Neurologi Singkat )


1. Tentukan tingkat kesadaran dengan GCS
2. Nilai pupil untuk besarnya, isokor dan reaksi

E. Exposure/ environment
1. Buka pakaian penderita dan cegah hipotermi
Aang Khoirul Anam LBM 1

F. Tambahan pada Primary Survey


1. Tentukan analisis gas darah dan laju pernafasan
2. Monitor udara ekspirasi dengan monitoring co2
3. Pasang monitor EKG
4. Pasang kateter uretra dan NGT kecuali jika ada kontraindikasi dan
monitor setiap jam
5. Pertimbangkan kebutuhan untuk mendapat foto thoraks AP, Pelvis AP,
dan servikal lateral
6. Pertimbangkan kebutuhan DPL dan mekanisme cedera.

Sumber : Advaance Trauma Life Support, Student Course Manual,


7 th edition

13. Bagimana langkah pemeriksaan AVPU dan GCS?


Scor E (Buka Mata) V (Respons Verbal M (Respons Motorik
Terbaik) Terbaik)

1 Tdk ada reaksi Tdk ada suara Tdk ada gerakan

2 Dengan rangsang Mengerang Ekstensi abnormal


nyeri
3 Dengan perintah Bicara kacau Fleksi abnormal

4 Spontan Disorientasi tempat dan Menghindar nyeri


waktu
5 Orientasi baik dan sesuai Melokalisisr nyeri

6 Mengikuti perintah

Interpretasi Score :
Cedera Kepala Ringan : Skor 15
Cedera Kepala Sedang : Skor 9-14
Cedera Kepala Berat : Skor 3-8
Neurologi Klinis Dasar, Mahar Mardjono, Priguna Sidharta.
Aang Khoirul Anam LBM 1

AVPU is a simpler and quicker alternative to the GCS where the patient scores A, V, P or
U according to their response to stimulation. The benefit of this system is that it is clearly
descriptive, giving an immediate understanding of the patients conscious level.
A = Alert
V = responds to Voice
P = responds to Pain
U = Unresponsive

14. Bagaimana manajemen oksigenasi (indikasi, kontraindikasi) ?


Terapi Oksigen ;
Memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui saluran pernafasan dengan
menggunakan alat sesuai kebutuhan.

Tujuan ;
a. Umum mencegah dan memperbaiki hipoksia jaringan.
b. Khusus mendapatkan PaO2 > 90 mmHg atau SaO2 > 90%

Indikasi :
Peningkatan kebutuhan okdigen : luka bakar dan infeksi berat.
Pasca bedah
Keracunan karbon monoksida
Gagal nafas akut
Gagal jantung
IMA
Syok

Kontra Indikasi

Infeksi saluran nafas atas


Riwayat operasi paru
Cedera paru

Teknik pemberian oksigen


1. Low Flow Sistem
a. Nasal kanul
- Konsentrasi < 40%
- 1-5 l/menit
- Mudah dipasang, ringan, ekonomis, disposable, mobilitas tidak terganggu.
Aang Khoirul Anam LBM 1

- Mudah lepas
- Aliran tinggi pasien merasa tidaknyaman

b. Masker oksigen ( Masker sederhana, Masker Re-breathing, Masker Non Re-


breathing)
Keuntungan
Konsentrasi bervariasi
Kerugian :
- panas dan kurang nyaman
- nekrosis kulit bila terlalu ketat
Aang Khoirul Anam LBM 1

2. High Flow Sistem


a. Masker Venturi
b.Head box
Aang Khoirul Anam LBM 1

15. Apa saja derajat hipoksi? Bagaimana prinsip terapi oksigen ?

Hipoksemia : Suatu keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi oksigen dalam darah
arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) dibawah nilai normal.

*Kadar dan nilai konsentrasi oksigen dalam arteri (PaO2) & saturasi O2 arteri (SaO2) ;

Kriteria PaO2 SaO2

Normal 97 97

Kisaran Normal 80 95

Hipoksemia < 80 < 95

Ringan 60-79 90-94

Sedang 40-59 75-89

Berat < 40 < 75

Nilai Pulse Arti Klinis Pilihan suplementasi O2


Oxymetri
95-100% Dalam batas normal Kanul nasal

90-95% Hipoksia ringan sampai sedang Sungkup muka sederhana

85-90% Hipoksia sedang sampai berat Sungkup muka dengan


reservoir O2 atau ventilasi
dibantu

<85% Hipoksia berat yang mengancam Ventilasi dibantu


jiwa

95-100: batas normal. 02 dg kanus binasal 4 L


90-95: hipoksia ringan sampai sedang. Sungkup muka sederhana
85-90: hipoksia sedang sampai berat. Sungkup muka reservoir atau ventilasi dibantu
<85: hipoksia berat sampai mengancam jiwa. Dg ventilasi yg dibantu.
Aang Khoirul Anam LBM 1

Advanced Trauma Life Support for Doctors, American College of Surgeons


Committee on Trauma, 7th edition

16. Bagaimana terapi farmakologi dari kasus tersebut?


17. Apa saja macam-macam definitive airway?
18. Bagaimana cara pemasangan definitive airway dan apa indikasi serta
kontraindikasinya?
a. Non Surgical
i. Intubasi Endotrachea

Proses memasukkan pipa ET ke dalam trachea pasien. Bila pipa


dimasukkan melalui mulut, disebut intubasi orotrachea, sedangkan jika
pipa dimasukkan melalui hidung disebut intubasi nasotrachea.
o Kegunaan :
Membuka jalan nafas atas
Membantu pemeliharaan oksigen konsentrasi tinggi
Mencegah jalan nafasa dari aspirasi isi lambung / benda asing
Mempermudah suction dalam trachea
Alternative untuk memasukkan obat
o Indikasi :
Cardiac arrest bila ventilasi kantung nafas tidak memungkinkan /
tidak efektif
Pasien sadar dengan gangguan pernafasan dan pemberian oksigen
yang tidak adekuat dengan lat-alat ventilasi yang non invasive
Aang Khoirul Anam LBM 1

Pasien yang tidak bisa mempertahankan jalan nafas (koma)


b. Surgical
i. Tracheostomi

ii. Cricotiroidotomi
o Indikasi :
Ketidakmampuan melakukan intubasi trachea
Edema glottis
Fraktur laryng
Aang Khoirul Anam LBM 1

Perdarahan Orofaring berat yang membuntu airway dan pipa ET


tidak dapat dimasukkan ke dalam plica

Advanced Trauma Life Support for Doctors, American College of Surgeons Committee on
Trauma, 7th edition
Indikasi OPA
Napas spontan
Tdk ada reflex muntah
Pasien tdk sadr, tdk mampu maneuver manual
Aang Khoirul Anam LBM 1

Kontraindikasi OPA

Indikasi NPA
Pasien setengah sadar dengan nafas spontan.
Lebih dapat ditoleransi pasien daripada OPA, kecil kemungkinan rangsang
muntah.

Kontraindikasi NPA
Fraktur basis cranii
Kerusakan mukosa nasal
Laryngospasme

Sumber : Buku Penanganan Penderita Gawat Darurat, Prof. DR.dr. I. Riwanto, Sp.BD,
FK UNDIP

OPA
Aang Khoirul Anam LBM 1

Indikasi Kontraindikasi komplikasi

Napas spontan Pasien sadar/setengah Obstruksi jalan napas


Tidak ada reflek sadar Laringiospasme-
muntah Pasien dgn reflek batuk ukuran OPA
Pasien tidak sadar, dan muntah masih ada Muntah
tidak mampu aspirasi
manuver manual

NPA

Indikasi kontraindikasi komplikasi

pasien sadar/tidak fraktur wajah iritasi mukosa dan


sadar fraktur basis cranii trauma jaringan
napas spontan adenoid
masih ada reflek laringiospasme
muntah muntah
kesulitan dgn OPA aspirasi
(trauma skitar mulut & insersi intrakranial
trismus)
Advanced Trauma Life Support for Doctors, American College of Surgeons Committee on
Trauma, 7th edition
Buku Panduan Advanced Cardiac Life Support, PERKI 2010

19. Bagaimana langkah-langkah penanganan pada pasien kegawatdaruratan sumbatan


jalan napas? (ALGORITMA)

Vous aimerez peut-être aussi