Vous êtes sur la page 1sur 3

AUDIT KECURANGAN

NAMA : NIRA NOVI YANTI

NO. BP : 1210536026

Pelaku Fraud: EDDY TANSIL

Sekilas tentang Eddy Tansil


Dalam paspor milik Eddy Tansil tertulis sebagai Tan Eddy Tansil alias Tan Tju Fuan kelahiran
Ujung Pandang, Sulawesi Selatan pada tanggal 2 Februari 1934. Namun data yang beredar di
publik adalah nama Eddy Tansil dengan nama asli Tan Tjoe Hong kelahiran 2 Februari 1953.
Beberapa sumber mengatakan kalau Eddy sempat kuliah di sebuah universitas ternama di
Singapura. Namun, belum sampai kuliah tersebut dia selesaikan, Eddy sudah terlebih dulu
meninggalkannya dan terjun ke dunia bisnis.

Tindakan Fraud yang dilakukan Eddy Tansil


Eddy terbukti telah menggelapkan uang sebesar 565 juta dolar Amerika (sekitar 1,5 triliun rupiah
dengan kurs saat itu) yang didapatnya melalui kredit Bank Bapindo melalui grup perusahaan
Golden Key Group. Saat itu, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum Eddy Tansil 20 tahun
penjara, denda Rp 30 juta, membayar uang pengganti Rp 500 miliar, dan membayar kerugian
negara sebesar Rp 1,3 triliun.

Biografi
Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia nama Eddy Tansil sudah tidak asing lagi. Dia dikenal
sebagai koruptor kelas wahid yang berhasil kabur dari penjara Cipinang dan menghilang.
Sebelum dijatuhi vonis hukuman sebagai seorang koruptor, Eddy Tansil adalah seorang
pengusaha Indonesia keturunan Tionghoa yang sempat Berjaya di Indonesia. Kehidupan pribadi
Eddy Tansil sendiri sepertinya masih menjadi misteri hingga saat ini. Dalam paspor milik Eddy
Tansil tertulis sebagai Tan Eddy Tansil alias Tan Tju Fuan kelahiran Ujung Pandang, Sulawesi
Selatan pada tanggal 2 Februari 1934. Namun data yang beredar di public adalah nama Eddy
Tansil dengan nama asli Tan Tjoe Hong kelahiran 2 Februari 1953. Beberapa sumber
mengatakan kalau Eddy sempat kuliah di sebuah universitas ternama di Singapura. Namun,
belum sampai kuliah tersebut dia selesaikan, Eddy sudah terlebih dulu meninggalkannya dan
terjun ke dunia bisnis.
Di awal tahun 1970, bersama ayahnya Harri Tansil atau Tan Tek Hoat Eddy mulai merintis
usaha Tunas Bekasi Motor yang merupakan agen tunggal pemegang merek Bajaj. Dia
membangun industri perakitan kendaraan bermotor teknologi India itu di daerah Tambun,
Bekasi. Karena saat itu, popularitas Bajaj sedang berada di puncak maka tidak butuh waktu lama
bagi Eddy untuk mendulang sukses. Pada puncak masa jayanya itu, Eddy juga mengambil alih
perusahaan perakit sepeda motor Kawasaki. Tak lama setelah Eddy mengambil perusahaan
perakit motor Kawasaki, pemerintah melarang mobil roda tiga sebagai kendaraan umum.
Produksi Bajaj miliknya pun terpaksa dihentikan, sementara perusahaan perakit motor Kawasaki
tersendat di pasaran karena kalah bersaing dengan Suzuki dan Honda.

Di awal tahun 1980, usaha Tunas Bekasi milik Eddy akhirnya mengalami kebangkrutan. Utang
kreditnya pun tak terbayar. Untungnya walaupun mangalami kebangkrutan, usaha Eddy tak
sampai kolaps. Dia masih sempat menyelamatkan industri moulding dan diesnya, PT. Materindo
Supra Metal Works. Pabrik penghasil cetakan baja pres ini kelak menjadi salah satu tulang
punggung kerajaan bisnis Eddy Tansil. Tiga tahun kemudian, Eddy mencoba untuk membangun
bisnisnya kembali. Namun kali ini, usaha yang dia bangun dia pusatkan pada pembuatan bir
dengan merk dagang Becks Beer yang berasal dari Bremen, Jerman dan memboyongnya ke
Bogor, Jawa Barat. Bir cap kunci itu memang sedang popular di Eropa bahkan bir itu sendriri
dikatakan telah menguasai pasar bir di Amerika Serikat. Berdasarkan rekor itu, Eddy mengadu
peruntungan baru. Dengan modal awal Rp 2 miliar, dia mendirikan PT. Rimba Subur Sejahtera
(RSS). Untuk mendirikan perusahaan ini Eddy menggandeng Koesno Achzan Jein, seorang
pensiunan mayor jenderal Andakatan Darat menjadi mitranya. Untuk membangun bisnis ini,
Eddy mempertahankan segalanya. Dia mendatangkan mesin baru, tenaga penyelia, bahan baku
malt, bahkan ragi khusus langsung dari Jerman. Pabriknya semua terkomputerisasi dan bisa
dibilang tercanggih di Asia Tenggara. Eddy membangun pabrik Bir Kunci van Bogor benar-
benar seperti aslinya di Bremen. Tak hanya itu, untuk menerobos pagar persaingan yang ketat,
Eddy juga langsung mendrikan dua distributor yakni CV. Terang Meteor Cahaya dan CV. Sinar
Beck Birindo. Dengan persiapan yang demikian rapi, dia yakin bakal menuai kesuksesan.
Namun, karena lidah orang Indonesia yang tidak cocok dengan rasa bir Eddy membuat bisnisnya
kembali tersendat. Hanya dalam dua tahun, Eddy terpaksa menutup produksi bir kunci di
Indonesia.
Nama Eddy Tansil tiba-tiba semakin melejit ketika dia menjadi pemberitaan seluruh media
setelah pada tanggal 4 Mei 1996 Eddy berhasil melarikan diri dari penjara Cipinang, Jakarta, saat
tengah menjalani hukuman 20 tahun penjara. Eddy terbukti telah menggelapkan uang sebesar
565 juta dolar Amerika (sekitar 1,5 triliun rupiah dengan kurs saat itu) yang didapatnya melalui
kredit Bank Bapindo melalui grup perusahaan Golden Key Group. Saat itu, Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat menghukum Eddy Tansil 20 tahun penjara, denda Rp 30 juta, membayar uang
pengganti Rp 500 miliar, dan membayar kerugian negara sebesar Rp 1,3 triliun. Sekitar 20-an
petugas penjara Cipinang diperiksa atas dasar kecurigaan bahwa mereka membantu Eddy Tansil
untuk melarikan diri.

Sebuah LSM pengawas anti korupsi bernama Gempita memberitakan pada tahun 1999 bahwa
Eddy Tansil ternyata tengah menjalankan bisnis pabrik bir di bawah lisensi perusahaan bir
Jerman, Becks Beer Company, di kota Pu Tian, di propinsi Fujian, China. Pada tanggal 29
Oktober 2007, Tempo Interactive memberitakan bahwa Tim Pemburu Koruptor (TPK), sebuah
tim gabungan dari Kejaksaan Agung, Departemen Hukum dan Polri menyatakan bahwa mereka
akan segera memburu Eddy Tansil. Keputusan ini terutama didasari adanya bukti dari PPATK
(Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) bahwa buronan tersebut melakukan transfer
uang ke Indonesia satu tahun sebelumnya.

Namun hingga saat ini Pemerintah RI tak juga berhasil menangkap Eddy Tansil yang sejak tahun
1999 keberadaannya diketahui tengah di China. Eddy diketahui tetap sebagai pengusaha kaya
yang terus mengembangkan bisnis hingga ke mancanegara. Kejagung menyatakan sejauh ini
masih melacak keberadaan Eddy Tansil. Meski telah mengetahui keberadaan sang buron di
China, Kejagung beralasan Pemerintah RI tak memiliki perjanjian ekstradisi dengan China.

Upaya penangkapan pun dilakukan melalui cara recipropal. Karena belum ada perjanjian
ekstradisi (dengan China), kita coba mengupayakan recipropal ujar Kepala Pusat Penerangan
Hukum Setia Untung Arimuladi, Rabu, 26 Desember 2013.

Vous aimerez peut-être aussi