Vous êtes sur la page 1sur 22

Proses Lumpur Aktif (Activated Sludge

Process)
Kata Kunci: mikroorganisme, Proses Lumpur Aktif, return sludge
Ditulis oleh Suparni Setyowati Rahayu pada 24-06-2009

Sesudah dikembangkan pada 1910 an di Eropa dan Amerika Serikat, karena efisien dan
ekonomis, proses Lumpur aktif mulai banyak digunakan dan menjadi proses aerobik yang
paling popular.Istilah lumpur aktif sering diartikan sebagai nama proses itu sendiri dan juga
sering diartikan sebagai padatan biologik yang merupakan motor di dalam proses pengolahan.

Seperti pada gambar diatas, sesudah equalization tank di mana fluktuasi kwalitas/ kwantitas
influen diratakan, limbah cair dimasukkan ke dalam tangki aerasi di mana terjadi
pencampuran dengan mikroorganisme yang aktif (lumpur aktif). Mikroorganisme inilah yang
melakukan penguraian dan menghilangkan kandungan organik dari limbah secara aerobik.

Oksigen yang dibutuhkan untuk reaksi mikroorganisme tersebut diberikan dengan cara
memasukkan udara ke dalam tangki aerasi dengan blower.Aerasi ini juga berfungsi untuk
mencampur limbah cair dengan lumpur aktif, hingga terjadi kontak yang intensif.Sesudah
tangki aerasi, campuran limbah cair yang sudah diolah dan lumpur aktif dimasukkan ke
tangki sedimentasi di mana lumpur aktif diendapkan, sedangkan supernatant dikeluarkan
sebagai effluen dari proses.
Sebagian besar lumpur aktif yang diendapkan di tangki sedimentasi tersebut dikembalikan ke
tangki aerasi sebagai return sludge supaya konsentrasi mikroorganisme dalam tangki
aerasinya tetap sama dan sisanya dikeluarkan sebagai excess sludge.

MEKANISME PENGOLAHAN LIMBAH DENGAN LUMPUR AKTIF (ACTIVATED SLUDGE)


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri
maupun domestik (rumah tangga) yang kehadirannya pada saat dan tempat tertentu tidak
dikehendaki karena tidak memiliki nilai ekonomis. Kehadiran limbah dapat berdampak
negatif bagi lingkungan terutama kesehatan manusia sehingga perlu dilakukan penanganan
limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung jenis dan
karakteristik limbah (Sulaeman, 2009). Karakteristik limbah meliputi:

- Berukuran mikro

- Dinamis

- Berdampak luas (penyebarannya)

- Berdampak jangka panjang (antar generasi)

Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri digolongkan menjadi:


1. Limbah cair

2. Limbah padat

3. Limbah gas dan partikel

4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

Pengelolaan limbah adalah kegiatan terpadu yang meliputi kegiatan pengurangan


(minimization), segregasi (segregation), penanganan (handling), pemanfaatan dan
pengolahan limbah. Kegiatan pendahuluan pada pengelolaan limbah (pengurangan,
segregasi dan penanganan limbah) dapat membantu mengurangi beban pengolahan limbah
di IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Saat ini, tren pengelolaan limbah di industri
adalah menjalankan secara terintergrasi kegiatan pengurangan, segregasi dan handling
llimbah sehingga menekan biaya dan menghasilkan output limbah yang lebih sedikit serta
minim tingkat pencemarnya. Integrasi dalam pengelolaan limbah tersebut kemudian
dibuat menjadi berbagai konsep seperti: produksi bersih (cleaner production), atau
minimasi limbah (waste minimization) (Badjoeri et al., 2002).

Pengolahan limbah adalah upaya terakhir dalam sistem pengelolaan limbah setelah
sebelumnya dilakukan optimasi proses produksi dan pengurangan serta pemanfaatan
limbah. Pengolahan limbah dimaksudkan untuk menurunkan tingkat cemaran yang
terdapat dalam limbah sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan. Limbah yang
dikeluarkan dari setiap kegiatan akan memiliki karakteristik yang berlainan. Hal ini karena
bahan baku, teknologi proses, dan peralatan yang digunakan juga berbeda. Namun akan
tetap ada kemiripan karakteristik diantara limbah yang dihasilkan dari proses untuk
menghasilkan produk yang sama (Badjoeri et al., 2002).

Karakteristik utama limbah didasarkan pada jumlah atau volume limbah dan
kandungan bahan pencemarnya yang terdiri dari unsur fisik, biologi, kimia dan radioaktif.
Karakteristik ini akan menjadi dasar untuk menentukan proses dan alat yang digunakan
untuk mengolah air limbah. Adapun tahapan dan jenis proses serta alat yang digunakan
untuk mengolah air limbah adalah sebagai berikut:

a. Tahapan proses

Pengolahan air limbah biasanya menerapkan 3 tahapan proses yaitu pengolahan


pendahuluan (pre-treatment), pengolahan utama (primary treatment), dan pengolahan
akhir (post treatment). Pengolahan pendahuluan ditujukan untuk mengkondisikan alitan,
beban limbah dan karakter lainnya agar sesuai untuk masuk ke pengolahan utama.
Pengolahan utama adalah proses yang dipilih untuk menurunkan pencemar utama dalam
air limbah. Selanjutnya pada pengolahan akhir dilakukan proses lanjutan untuk mengolah
limbah agar sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan.

b. Jenis proses dan alat pengolahan

Ada tiga jenis proses yang dapat dilakukan untuk mengolah air limbah yaitu: 1.
Proses secara fisik

Proses fisik dilakukan dengan cara memberikan perlakuan fisik pada air limbah
seperti menyaring, mengendapkan, atau mengatur suhu proses dengan menggunakan alat
screening, grit chamber, dan settling tank (settling pond).

2. Proses secara biologi

Proses biologi dilakukan dengan cara memberikan perlakuan atau proses biologi
terhadap air limbah seperti penguraian atau penggabungan substansi biologi dengan
lumpur aktif (activated sludge), attached growth filtration, aerobic process dan an-aerobic
process.

3. Proses kimia

Proses kimia dilakukan dengan cara membubuhkan bahan kimia atau larutan kimia
pada air limbah agar dihasilkan reaksi tertentu.

Untuk suatu jenis air limbah tertentu, ketiga jenis proses dan alat pengolahan
tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau dikombinasikan dengan
mempertimbangkan aspek teknis, ekonomi dan pengelolaannya. Sebagian besar limbah
cair industri pangan dapat ditangani dengan mudah dengan sistem biologis, karena polutan
utamanya berupa bahan organik, seperti karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin.
Polutan tersebut umumnya dalam bentuk tersuspensi atau terlarut.

Tujuan dasar pengolahan limbah cair adalah untuk menghilangkan sebagian besar
padatan tersuspensi dan bahan terlarut, kadang-kadang juga untuk pemisahan unsur hara
(nutrien) berupa nitrogen dan fosfor. Secara umum, pengolahan limbah cair dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Pengolahan Primer

Pengolahan primer merupakan pengolahan secara fisik untuk menyisihkan benda-


benda terapung atau padatan tersuspensi terendapkan (seltleable solids). Pengolahan
primer ini berupa penyaringan kasar, dan pengendapan primer untuk memisahkan bahan
inert seperti butiran pasir (tanah). Saringan kasar digunakan untuk melewatkan benda
berukuran relatif besar. Karena butiran pasir (tanah) merupakan bahan non-biodegradable
dan dapat terakumulasi di dasar instalasi pengolahan limbah cair, maka bahan tersebut
harus dipisahkan dari limbah cair yang akan diolah. Pemisahan butiran pasir (tanah) dapat
dilakukan dengan bak pengendapan primer. Pengendapan primer ini umumnya dirancang
untuk waktu tinggal sekitar 2 jam.

Pengolahan primer hanya dapat mengurangi kandungan bahan yang mengambang


atau bahan yang dapat terendapkan oleh gaya gravitasi. Sebagian polutan limbah cair
industri pangan terdapat dalam bentuk tersuspensi dan terlarut yang relatif tidak
terpengaruh oleh pengolahan primer tersebut. Untuk menghilangkan atau mengurangi
kandungan polutan tersuspensi atau terlarut diperlukan pengolahan sekunder dengan
proses biologis (aerobik maupun anaerobik).

2. Pengolahan Sekunder

Pengolahan sekunder (secara biologis) pada prinsipnya adalah pemanfaatan


aktivitas mikroorganisme seperti bakteri dan protozoa. Mikroba tersebut mengkonsumsi
polutan organik biodegradable dan mengkonversi polutan organik tersebut menjadi
karbondioksida, air dan energi untuk pertumbuhan dan reproduksinya. Oleh karena itu,
sistem pengolahan limbah cair secara biologis harus mampu memberikan kondisi yang
optimum bagi mikroorganisme, sehingga mikroorganisme tersebut dapat menstabilkan
polutan organik biodegradable secara optimum.

Upaya yang dilakukan untuk mempertahankan agar mikroorganisme tetap aktif dan
produktif, mikroorganisme tersebut harus dipasok dengan oksigen yang cukup, cukup
waktu untuk kontak dengan polutan organik, temperatur dan komposisi medium yang
sesuai. Perbandingan BOD5 : N : P juga harus seimbang. BOD5 : N : P juga = 100 : 5 : I
dianggap optimum untuk proses pengolahan limbah cair secara aerobik. Sistem pengolahan
limbah cair yang dapat diterapkan untuk pengolahan sekunder limbah cair industri pangan
skala antara lain adalah sistem lumpur aktif (activated sludge), trickling filter, Biodisc
atau Rotating Biological Contactor (RBC), dan Kolam Oksidasi.

Mikroorganisme anaerobik telah dapat juga diterapkan untuk pengolahan limbah


cair dengan kandungan padatan organik tersuspensi tinggi. Pengolahan limbah cair dengan
sistem ini memiliki berbagai keuntungan seperti rendahnya produksi lumpur (Sludge),
rendahnya konsumsi energi, dan dihasilkannya gas metana (gas bio) sebagai produk
samping yang bermanfaat. Sistem anaerobik untuk pengolahan limbah cair industri pangan
skala kecil, antara lain sistem septik dan UASB (Up-flow Anaerobic Sludge Blanket).
Pengolahan limbah secara sekunder dapat mengurangi BOD dan TSS secara
signifikan, tetapi efluen masih mengandung amonium atau nitrat, dan fosfor dalam bentuk
terlarut. Kedua bahan ini merupakan unsur hara (nutrien) bagi tanaman akuatik. Jika
unsur nutrien ini dibuang ke perairan (sungai atau danau), akan menyebabkan
pertumbuhan biota air dan pertumbuhan yang berlebih dapat mengakibatkan eutrofikasi
dan pendangkalan badan air tersebut. Oleh karena itu, unsur hara tersebut perlu
dieliminasi dari efluen.

Nitrogen dalam efluen instalasi pengolahan sekunder kebanyakan dalam bentuk


senyawa amonia atau ammonium, tergantung pada nilai pH. Senyawa amonia ini bersifat
toksik jika konsentrasinva cukup tinggi. Permasalahan lain yang berkaitan dengan amonia
adalah penggunaan oksigen terlarut selama proses konversi dari amonia menjadi nitrat
oleh mikroorganisme (nitfifikasi). Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas efluen
dibutuhkan pengolahan tambahan atau pengolahan tersier (advanced waste waten
treatment) untuk mengurangi atau menghilangkan konsentrasi BOD, TSS dan nutrien (N,P).

3. Proses Tersier

Proses pengolahan tersier yang dapat diterapkan antara lain adalah filtrasi pasir,
eliminasi nitrogen (nitrifikasi dan denitrifikasi), dan eliminasi fosfor (secara kimia maupun
biologis).

Sistem Lumpur Aktif

Sistem lumpur aktif adalah salah satu proses pengolahan air limbah secara biologi,
dimana air limbah dan lumpur aktif dicampur dalam suatu reaktor atau tangki aerasi.
Padatan biologis aktif akan mengoksidasi kandungan zat di dalam air limbah secara
biologis, yang di akhir proses akan dipisahkan dengan sistem pengendapan. Proses lumpur
aktif mulai dikembangkan di Inggris pada tahun 1914 oleh Ardern dan Lockett (Metcalf dan
Eddy, 1991), dan dinamakan lumpur aktif karena prosesnya melibatkan massa
mikroorganisme yang aktif, dan mampu menstabilkan limbah secara aerobik.

Prinsip dasar sistem lumpur aktif yaitu terdiri atas dua unit proses utama, yaitu
bioreaktor (tangki aerasi) dan tangki sedimentasi. Dalam sistem lumpur aktif, limbah cair
dan biomassa dicampur secara sempurna dalam suatu reaktor dan diaerasi. Pada
umumnya, aerasi ini juga berfungsi sebagai sarana pengadukan suspensi tersebut. Suspensi
biomassa dalam limbah cair kemudian dialirkan ke tangki sedimentasi (tangki dimana
biomassa dipisahkan dari air yang telah diolah). Sebagian biomassa yang terendapkan
dikembalikan ke bioreaktor, dan air yang telah terolah dibuang ke lingkungan (Badjoeri et
al., 2002). Agar konsentrasi biomassa di dalam reaktor konstan (MLSS = 3 - 5 gfL), sebagian
biomassa dikeluarkan dari sistem tersebut sebagai excess sludge. Skema proses dasar
sistem lumpur aktif dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema proses lumpur aktif

Dalam sistem tersebut, mikroorganisme dalam biomassa (bakteri dan protozoa)


mengkonversi bahan organik terlarut sebagian menjadi produk akhir (air, karbon dioksida),
dan sebagian lagi menjadi sel (biomassa). Oleh karena itu, agar proses perombakan bahan
organik berlangsung secara optimum syarat berikut harus terpenuhi bahwa:

1. polutan dalam limbah cair harus kontak dengan mikroorganisme,

2. suplai oksigen cukup,

3. kecukupan nutnien,

4. kecukupan waktu tinggal (waktu kontak),

5. kecukupan biomasa (jumlah dan jenis).

Tujuan pengolahan limbah cair dengan sistem. lumpur aktif dapat dibedakan
menjadi 4 (empat) yaitu:

1. pemisahan senyawa karbon (oksidasi karbon)

2. pemisahan senyawa nitrogen

3. pemisahan fosfor
4. stabilisasi lumpur secara aerobik simultan

Mekanisme Pengolahan Limbah dengan Sistem Lumpur Aktif

Aliran umpan air limbah atau subtrat, bercampur dengan aliran lumpur aktif yang
dikembalikan sebelum masuk rektor. Campuran lumpur aktif dan air limbah membentuk
suatu campuran yang disebut cairan tercampur (mixed liquor). Memasuki aerator, lumpur
aktif dengan cepat memanfaatkan zat organik dalam limbah untuk didegradasi. Kondisi
lingkungan aerobik diperoleh dengan memberikan

oksigen ke tangki aerasi. Pemberian oksigen dapat dilakukan dengan penyebaran udara
tekan, aerasi permukaan secara mekanik, atau injeksi oksigen murni. Aerasi dengan difusi
udara tekan atau aerasi mekanik mempunyai dua fungsi, yaitu pemberi udara dan
pencampur agar terjadi kontak yang sempurna antara lumpur aktif dan senyawa organik di
dalam limbah (Badjoeri et al., 2002).

Pada tangki pengendapan (clarifier ), padatan lumpur aktif mengendap dan


terpisah dengan cairan sebagai effluent. Sebagian lumpur aktif dari dasar tangki
pengendap dipompakan kembali ke reaktor dan dicampur dengan umpan (subtrat) yang
masuk, sebagian lagi dibuang. Dalam reaktor mikroorganisme mendegradasi bahan-bahan
organik dengan persamaan stoikiometri pada reaksi di bawah ini (Metcalf dan Eddy,1991):

Proses Oksidasi dan Sintesis :

bakteri

CHONS + O2 + Nutrien CO2 + NH3 + C5H7NO2 + Produksi


lainnya

sel bakteri baru

Proses Respirasi Endogenus :

C5H7NO2 + 5 O2 5CO2 + 2H2O + NH3 + Energi

sel

Pada pemisahan senyawa karbon (bahan organik), polutan berupa bahan organik
dioksidasi secara enzimatik oleh oksigen yang berada dalam limbah cair. Jadi, senyawa
karbon dikonversi menjadi karbon dioksida. Eliminasi nutrien (nitrogen dan fosfor)
dilakukan terutama untuk mencegah terjadinya eutrofikasi pada perairan (Badjoeri et al.,
2002).

Bidang Aplikasi

Hampir semua jenis limbah cair industri pangan dapat diolah dengan sistem lumpur
aktif seperti limbah cair industri tapioka, industri nata de coco, industri kecap, dan
industri tahu. Sistem lumpur aktif dapat digunakan untuk mengeliminasi bahan organik dan
nutrien (nitrogen dan fosfor) dari limbah cair terlarut (Anonim, 2007).

Desain dan Operasi

Parameter desain penting untuk sistem lumpur aktif adalah tingkat pembebanan,
konsentrasi biomassa, konsentrasi oksigen terlarut, lama waktu aerasi, umur lumpur, dan
suplai oksigen. Konsentrasi mikroorganisme (biomassa) diukur dari konsentrasi padatan
tersuspensi (Mixed Liquor Suspended Solids/MLSS). Untuk pengolahan limbah cair dalam
jumlah kecil, sistem lumpur aktif didesain dan dioperasikan pada beban rendah (< 0,05 kg
BOD5/kgMLSS.hari) atau umur lumpur sangat tinggi (< 25 hari), sehingga tidak diperlukan
pembuangan sludge (stabilisasi sludge), karena laju pertumbuhan sama dengan laju
perombakan mikroorganisme (Anonim, 2007).

Selain tangki aerasi, unit operasi lain yang penting dalam sistem lumpur aktif
adalah unit sedimentasi untuk memisahkan biomassa dari limbah cair yang telah diolah.
Tangki sedimentasi untuk sistem lumpur aktif biasanya didesain untuk waktu tinggal
hidrolik 2 sampai 3,5 jam dengan laju pembebanan sekitar 1 sampai dengan 2 m/jam
(Anonim, 2007).

Kelebihan dan Kekurangan

Sistem lumpur aktif dapat diterapkan untuk hampir semua jenis limbah cair industri
pangan, baik untuk oksidasi karbon, nitrifikasi, denitrifikasi, maupun eliminasi fosfor
secara biologis. Kendala yang mungkin dihadapi oleh dalam pengolahan limbah cair
industri pangan dengan sistem ini kemungkinan adalah besarnya biaya investasi maupun
biaya operasi, karena sistem ini memerlukan peralatan mekanis seperti pompa dan blower.
Biaya operasi umumnya berkaitan dengan pemakaian energi listrik (Anonim, 2007).
Referensi:

Anonim. 2007. Pengelolaan Limbah Industri Pangan. Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah
Departemen Perindustrian. Jakarta.

Badjoeri, M., dan Suryono, T. 2002. Pengaruh Peningkatan Limbah Cair Organik Karbon terhadap
Suksesi Bakteri Pembentuk Bioflok dan Kinerja Lumpur Aktif Beraliran Kontinyu. Jurnal
LIMNOTEK, Vol IX no.1 (hal.13-22).

Sulaeman, Dede. 2009. Pengelolaan Limbah Agroindustri. Makalah disampaikan pada acara
penyusunan Pedoman Desain Teknik IPAL Agroindustri di Bogor, Mei 2009.

Mekanisme Kerja Lumpur Aktif, Proses,


Sistem, Manfaat, Kandungan, Sistem
Teknologi, Aplikasi Reaksi Redoks
4:52 PM

Mekanisme Kerja Lumpur Aktif, Proses, Sistem, Manfaat, Kandungan, Sistem Teknologi, Aplikasi
Reaksi Redoks - Kemajuan industri tekstil, pulp, kertas, bahan kimia, obat-obatan, dan industri
pangan di samping membawa dampak positif juga berdampak negatif. Dampak negatif yang
ditimbulkan antara lain menghasilkan air limbah yang membahayakan lingkungan, karena
mengandung bahan-bahan kimia dan mikroorganisme yang merugikan.

Cara mengatasi air limbah industri adalah dengan melakukan pengolahan air limbah tersebut
sebelum dibuang ke lingkungan. Pengolahan air limbah pada umumnya dilakukan dengan metode
biologi. Metode ini merupakan metode paling efektif dibandingkan metode kimia dan fisika. Salah
satu metode biologi yang sekarang banyak berkembang adalah metode lumpur aktif.
Skema mekanisme kerja Lumpur aktif. [1]

Metode lumpur aktif memanfaatkan mikroorganisme (terdiri 95% bakteri dan sisanya protozoa,
rotifer, dan jamur) sebagai katalis untuk menguraikan material yang terkandung di dalam air limbah.
Proses lumpur aktif merupakan proses aerasi (membutuhkan oksigen). Pada proses ini mikroba
tumbuh dalam flok (lumpur) yang terdispersi sehingga terjadi proses degradasi. Proses ini
berlangsung dalam reaktor yang dilengkapi recycle/umpan balik lumpur dan cairannya. Lumpur
secara aktif mereduksi substrat yang terkandung di dalam air limbah. Reaksi:

Organik + O2 CO2 + H2O + Energi

Tahapan-tahapan pengolahan air limbah dengan metode lumpur aktif secara garis besar adalah
sebagai berikut:

1. Tahap awal

Pada tahap ini dilakukan pemisahan benda-benda asing seperti kayu, bangkai binatang, pasir, dan
kerikil. Sisa-sisa partikel digiling agar tidak merusak alat dalam sistem dan limbah dicampur agar laju
aliran dan konsentrasi partikel konsisten.

2. Tahap primer
Tahap ini disebut juga tahap pengendapan. Partikel-partikel berukuran suspensi dan partikel-partikel
ringan dipisahkan, partikel-partikel berukuran koloid digumpalkan dengan penambahan elektrolit
seperti FeCl3, FeCl2, Al2(SO4)3, dan CaO.

3. Tahap sekunder

Tahap sekunder meliputi 2 tahap yaitu tahap aerasi (metode lumpur aktif) dan pengendapan. Pada
tahap aerasi oksigen ditambahkan ke dalam air limbah yang sudah dicampur lumpur aktif untuk
pertumbuhan dan berkembang biak mikroorganisme dalam lumpur. Dengan agitasi yang baik,
mikroorganisme dapat melakukan kontak dengan materi organik dan anorganik kemudian diuraikan
menjadi senyawa yang mudah menguap seperti H2S dan NH3 sehingga mengurangi bau air limbah.

Tahap selanjutnya dilakukan pengendapan. Lumpur aktif akan mengendap kemudian dimasukkan ke
tangki aerasi, sisanya dibuang. Lumpur yang mengendap inilah yang disebut lumpur bulki.

4. Tahap tersier

Tahap ini disebut tahap pilihan. Tahap ini biasanya untuk memisahkan kandungan zat-zat yang tidak
ramah lingkungan seperti senyawa nitrat, fosfat, materi organik yang sukar terurai, dan padatan
anorganik. Contoh-contoh perlakuan pada tahap ini sebagai berikut:

a. Nitrifikasi/denitrifikasi

Nitrifikasi adalah pengubahan amonia (NH 3 dalam air atau NH4+) menjadi nitrat (NO3) dengan
bantuan bakteri aerobik. Reaksi :

2 NH4+(aq) + 3 O2(g) 2 NO2(aq) + 2 H2O(l) + 4 H+(aq)

2 NO2(aq) + O2(g) 2 NO3(aq)

Denitrifikasi adalah reduksi nitrat menjadi gas nitrogen bebas seperti N2, NO, dan NO2.
Senyawa NO3 gas nitrogen bebas

b. Pemisahan fosfor

Fosfor dapat dipisahkan dengan cara koagulasi/penggumpalan dengan garam Al dan Ca, kemudian
disaring.

Al2(SO4)3.14H2O(s) + 2 PO43(aq) 2 AIPO4(s) +3 SO42(aq) + 14 H2O(l)

5 Ca(OH)2(s) + 3 HPO42(aq) Ca5OH(PO4)3(s) +6 OH(aq) + 3 H2O(l)

c. Adsorbsi oleh karbon aktif untuk menyerap zat pencemar,pewarna, dan bau tak sedap.

d. Penyaringan mikro untuk memisahkan partikel kecilseperti bakteri dan virus.

e. Rawa buatan untuk mengurai materi organik dan anorganik yang masih tersisa dalam air limbah.

5. Desinfektan

Desinfektan ditambahkan pada tahap ini untuk menghilangkan mikroorganisme seperti virus dan
materi organik penyebab bau dan warna. Air yang keluar dari tahap ini dapat digunakan untuk irigasi
atau keperluan industri, contoh Cl2.

Reaksi :

Cl2(g) + H2O(l) HClO(aq) + H+(aq) + Cl(aq)

6. Pengolahan padatan lumpur


Padatan lumpur dari pengolahan ini dapat diuraikan bakteri aerobik atau anaerobik menghasilkan
gas CH4 untuk bahan bakar dan biosolid untuk pupuk. Akan tetapi dalam pelaksanaannya metode
lumpur aktif menemui kendala-kendala seperti:

1. Diperlukan areal instalasi pengolahan limbah yang luas, karena prosesnya berlangsung lama.

2. Menimbulkan limbah baru yakni lumpur bulki akibat pertumbuhan mikroba berfilamen yang
berlebihan.

3. Proses operasinya rumit karena membutuhkan pengawasan yang cukup ketat.

Berdasarkan berbagai penelitian, kelemahan metode lumpur aktif tersebut dapat diatasi dengan
cara:

1. Menambahkan biosida, yaitu H2O2 atau klorin ke dalam unit aerasi. Penambahan 15 mg/g dapat
menghilangkan sifat bulki lumpur hingga dihasilkan air limbah olahan cukup baik. Klorin dapat
menurunkan aktivitas mikroba yang berpotensi dalam proses lumpur aktif. Metode ini hasil
penelitian Sri Purwati, dkk. dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Selulosa,
Bandung.

2. Memasukkan karbon aktif ke tangki aerasi lumpur aktif (mekanisme bioregenerasi). Cara ini efisien
untuk mengurangi kandungan warna maupun organik dengan biaya yang lebih ekonomis. Metode ini
diperkenalkan oleh Rudy Laksmono Widajatno dalam disertasinya di Department of Environmental
Engineering pada bulan Juni 2006.

3. Emulsi zero

Metode ini digunakan untuk mereduksi endapan lumpur bulki dengan teknologi ozon (ozonisasi).
Proses ozonisasi mampu membunuh bakteri (sterilization), menghilangkan warna (decoloration),
menghilangkan bau (deodoration), dan dapat menguraikan senyawa organik (degradation).

Proses ini lebih menguntungkan dibanding menggunakan klorin yang hanya mampu membunuh
bakteri saja. Metode ini diperkenalkan oleh Hidenari Yasui dari Kurita Co, Jepang dalam Jurnal
International Water Science Technology tahun 1994.

Anda sekarang sudah mengetahui Lumpur Aktif. Terima kasih anda sudah berkunjung ke
Perpustakaan Cyber.
Referensi :

Harnanto, A. dan Ruminten. 2009. Kimia 1 : untuk SMA/MA Kelas X. Pusat Perbukuan, Departemen
Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 194.

Referensi Lainnya :

[1] http://en.wikipedia.org/wiki/Activated_sludge

Share ke:

Facebook Google+ Twitter

Artikel Terkait Mekanisme Kerja Lumpur Aktif, Proses, Sistem, Manfaat,


Kandungan, Sistem Teknologi, Aplikasi Reaksi Redoks :

Bunyi Hukum Faraday 1 dan 2 tentang Elektrolisis Kimia, Rumus, Contoh Soal,

Pembahasan Bunyi Hukum Faraday 1 dan 2 tentang Elektrolisis Kimia, Rumus, Contoh Soal,
Pembahasan - Seorang ahli kimia Inggris bernama Mich ...

Contoh Metode Setengah Reaksi Redoks, Penyetaraan Biloks, Bilangan Oksidasi,

Soal, Kimia Contoh Metode Setengah Reaksi Redoks, Penyetaraan Biloks, Bilangan Oksidasi,
Soal, Kimia - Dasar dari metode ini adalah jumlah e ...

Reaksi Redoks, Sel Elektrokimia, Elektrolisis, Volta, Korosi, Bilangan Oksidasi Reaksi

Redoks, Sel Elektrokimia, Elektrolisis, Volta, Korosi, Bilangan Oksidasi - Pada bab ini, Anda
akan diajak untuk dapat men ...

Prinsip, Cara Kerja Sel Elektrolisis, Larutan, Percobaan, Praktikum, Stoikiometri,

Persamaan Reaksi Kimia Prinsip, Cara Kerja Sel Elektrolisis, Larutan, Percobaan, Praktikum,
Stoikiometri, Persamaan Reaksi Kimia - Sel volta menghasilk ...

Pengertian dan Contoh Reaksi Autoredoks Reaksi Disproporsionasi, Soal, Kunci

Jawaban Pengertian dan Contoh Reaksi Autoredoks Reaksi Disproporsionasi, Soal, Kunci
Jawaban - Mungkinkah dalam satu reaksi, suatu unsur ...
0 komentar:

Post a Comment

Berkomentarlah secara bijak. Komentar yang tidak sesuai materi akan dianggap sebagai
SPAM dan akan dihapus.
Aturan Berkomentar :
1. Gunakan nama anda (jangan anonymous), jika ingin berinteraksi dengan pengelola blog
ini.
2. Jangan meninggalkan link yang tidak ada kaitannya dengan materi artikel.
Terima kasih.

Newer Post Older Post Home

Search

Cari disini..

Follow by Email

Teknik Pengolahan Limbah Cair (Pengolahan Sekunder)


Pengolahan sekunder disebut juga pengolahan biologis karena melibatkan aksi beberapa mikroba
yang ada pada limbah ataupun penambahan beberapa mikroba ke dalam sistem tersebut.
Adapun reactor yang digunakan adalah sebagai berikut :

A. Lumpur Aktif (Activated Sludge Process)


Pengolahan limbah dengan sistem lumpur aktif mulai dikembangkan di Inggris pada tahun 1914 oleh
Ardern dan Lockett, dan dinamakan lumpur aktif karena prosesnya melibatkan massa
mikroorganisme yang aktif, dan mampu menstabilkan limbah secara aerobik. Istilah lumpur aktif
diterapkan baik pada proses maupun padatan biologis di dalam unit pengolahan.
Gambar 1. Proses Lumpur Aktif
Cara kerja :

1. Setelah dilakukan penyaringan dan equalisasi, air limbah dimasukkan kedalam bak
pengendap awal untuk menurunkan suspended solid.

2. Limbah cair dimasukkan ke dalam tangki aerasi di mana terjadi pencampuran dengan
mikroorganisme yang aktif (lumpur aktif). Mikroorganisme inilah yang melakukan penguraian
dan menghilangkan kandungan organik dari limbah secara aerobik. Oksigen yang dibutuhkan
untuk reaksi mikroorganisme tersebut diberikan dengan cara memasukkan udara ke dalam
tangki aerasi dengan blower.Aerasi ini juga berfungsi untuk mencampur limbah cair dengan
lumpur aktif, hingga terjadi kontak yang intensif.

3. Campuran limbah cair yang sudah diolah dan lumpur aktif dimasukkan ke tangki sedimentasi
di mana lumpur aktif diendapkan, sedangkan supernatant dikeluarkan sebagai effluen dari
proses.

4. Sebagian besar lumpur aktif yang diendapkan di tangki sedimentasi tersebut dikembalikan ke
tangki aerasi sebagai return sludge supaya konsentrasi mikroorganisme dalam tangki
aerasinya tetap sama dan sisanya dikeluarkan sebagai excess sludge.

Kelebihan :

daya larut oksigen dalam air limbah lebih besar

efisiensi proses lebih tinggi

cocok untuk pengolahan air limbah dengan debit kecil untuk polutan organik yang susah
terdegradasi

Kekurangan :

Areal instalasi luas, sehingga membutuhkan dana investasi cukup besar, akibatnya
pemanfaatan teknologi lumpur aktif menjadi tidak efisien di Indonesia.

Proses operasional yang rumit mengingat proses lumpur aktif memerlukan pengawasan yang
cukup ketat seperti kondisi suhu dan bulking control proses endapan.
Membutuhkan energi yang besar

Membutuhkan operator yang terampil dan disiplin dalam mengatur jumlah massa mikroba
dalam reactor

Membutuhkan penanganan lumpur lebih lanjut.

B. Lagun Aerasi

Lagun Aerasi merupakan unit penanganan biologic dimana kebutuhan oksigen dipenuhi dengan
peralatan aerasi mekanik. Suplai oksigen secara kontinyu mendukung lagun aerasi untuk menangani
air limbah per unit volume per hari.
Lagun adalah sebuah kolam yang dilengkapai dengan aerator, sistem lagun mirip dengan kolam
oksidasi. Lagoon adalah sejenis kolam tertentu dengan ukuran yang luas dan mampu menampung
limbah cair dalam volume besar juga karena terjadinya proses oksidasi alamiah dan fotosintesa algae.

Gambar 2. Lagun Aerasi

Cara Kerja :
Lagun aerasi mempunyai proses kera yang hampir sama dengan proses kerja lumpur aktif, bedanya
adalah dalam hal pengembalian lumpur. Pada Lagun aerasi lumpur tidak dikembalikan. Aerator
langsung beroprasi di atas permukaan Lagun dan menggoncang seluruh permukaan limbah agar
dapat tercampur merata antara udara dan limbah. Mikroorganisme memanfaatkan limbah sebagai
sumber energi. Yang penting disini adalah berapa kilogram oksigen dapat ditransfer untuk kebutuhan
kolam.
Kelebihan :

Biaya pemeliharaan rendah

Effluent yang dihasilkan baik


Biaya instalasi awal rendah

Tidak menimbulkan bau

Kekurangan :

Masih membutuhkan lahan yang luas, walaupun lebih kecil jika dibandingkan dengan kolam
oksidasi

Membutuhkan energi yang besar, karena disamping untuk suplai oksigen juga untuk
pengadukan secara sempurna, khususnya yang aerobic penuh.

C. Oxidation Ditch (Parit Oksidasi)

Oxidation ditch adalah bak berbentuk parit yang digunakan untuk mengolah air limbah dengan
memanfaatkan oksigen (kondisi aerob).
Kolam oksidasi ini biasanya digunakan untuk proses pemurnian air limbah setelah mengalami proses
pendahuluan. Fungsi utamanya adalah untuk penurunan kandungan bakteri yang ada dalam air
limbah setelah pengolahan.

Gambar 3. Proses Oxidation Ditch

Cara Kerja

1. Air limbah diskrin dulu dengan coarse screen dan dikominusi dengan comminutor agar
ranting dan sampah menjadi berukuran kecil dan dapat disisihkan.

2. Setelah itu air limbah dialirkan ke dalam grit chamber untuk menyisihkan pasirnya.

3. Tahap selanjutnya adalah primary settling tank yang berfungsi mengendapkan partikel yang
lolos dari grit chamber. Efluen settling tank ini selanjutnya masuk ke parit oksidasi. Pada
setiap unitnya, air limbah selalu mengalami pengenceran (dilusi) otomatis ketika kembali
mengalir melewati bagian inlet. Faktor dilusi ini bisa mencapai nilai 20 s.d 30 sehingga nyaris
teraduk sempurna meskipun bentuk baknya mendukung aliran plug flow, yakni hanya
teraduk pada arah radial saja dengan aliran yang searah (unidirectional). Influennya serta
merta bercampur dengan air limbah yang sudah dioksigenasi dan mengalami fase
kekurangan oksigen. Pengulangan ini berlangsung terus-menerus selama pengoperasian parit
oksidasi.
Kelebihan :

Biaya rendah

Kekurangan :

Membutuhkan lahan yang luas

Efisiensi penurunan zat organik sangat terbatas, (influen + 200 mg/lt BOD, efluen + 50 mg/l
BOD) dan masih mengandung zat padat tersuspensi yang tinggi dari adanya algae (100 200
mg/l).

Efisiensi tidak stabil (menurun pada malam hari) karena proses photosyntesa terhenti.

D. Rotating Biological Contactors (RBC)

Rotating Biological Contactor (RBC) adalah suatu proses perngolahan air limbah secara biologis yang
terdiri atas didsc melingkar yang diputar oleh poros dengan kecepatan tertentu. Unit pengolahan ini
berotasi dengan pusat pada sumbu atau as yang digerakkan oleh motor drive system dari diffuser
yang dibenam dalam air limbah, dibawah media.

Gambar 4. Rotating Biological Contactor


Cara Kerja :
Mekanisme aerasi terjadi ketika mikroba terpapar oksigen di luar air limbah sehingga terjadi
pelarutan oksigen akibat difusi. Sesaat kemudian, mikroba ini tercelup lagi ke dalam air limbah
sekaligus memberikan oksigen kepada mikroba yang tersuspensi di dalam bak. Bersamaan dengan itu
terjadi juga reintake material organik dan anorganik yang merekat didalam biofilm. Tetesan air
berbutir-butir yang jatuh dari media plastik dan bagian biofilm yang merekat dipermukaan plastik
juga memberikan peluang reaerasi. Begitu seterusnya secara kontinyu 24jam sehari, ada yang bagian
terendam, ada bagian yang terpapar oksigen.
Kelebihan :
Mudah dioperasikan,

Mudah dalam perawatan

Tidak membutuhkan banyak lahan

Beberapa variasi parameter dapat di kontrol seperti kecepatan putaran disc, resirkulasi, dan
waktu detensi.

Kekurangan :

Kerusakan pada materialnya seoerti as, coupling, bearing, rantai, gear box, motor listrik, dll.

Biaya kapital dan pemasangan mahal

Biaya investasi mahal jika debit airnya besar.

E. Trickling Filter (Saringan Menetes)

Trickling Filter merupakan salah satu aplikasi pengolahan air limbah dengan memanfaatkan teknologi
Biofilm. Trickling filter ini terdiri dari suatu bak dengan media fermiabel untuk pertumbuhan
organisme yang tersusun oleh materi lapisan yang kasar, keras, tajam dan kedap air.
Kegunaannya adalah untuk mengolah air limbah dengan dengan mekanisme air yang jatuh mengalir
perlahan-lahan melalui melalui lapisan batu untuk kemudian tersaring.

Gambar 5. Metode Trickling Filter


Cara Kerja :

1. Air limbah dialirkan ke bak pengendapan awal untuk mengendapakan padatan tersuspensi
2. Selanjutnya Air limbah dialirkan ke bak Trickling Filter melalui pipa berlubang yang berputar,
kemudian keluar melalui pipa under-drain yang ada didasar bak dan keluar melalui saluran
efluen.

3. Air limbah dialirkan ke bak pengendapan akhir dan limpasan dari bak pengendapan akhir
merupakan air olahan.

4. Lumpur yang mengendap selanjutnya disirkulasikan ke inlet bak pengendapan awal

Kelebihan :

Tidak membutuhkan lahan yang luas

Operator tidak perlu terampil

Kekurangan :

Sering timbul lalat dan bau yang timbul dari reaktor, karena suplai oksigen tidak merata

Sering terjadi pengelupasan biofilm

Timbul sumbatan

Hanya untuk mengolah limbah encer dengan beban BOD rendah

Vous aimerez peut-être aussi