Vous êtes sur la page 1sur 16

KEPERAWATAN KRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA


NEUROVASKULER : POST-CRANIOTOMY
Dosen pengampu : Farida Aini, S.Kep.,Ns.,M.Kep., Sp.KMB

Disusun oleh :
1. Aisah Bibi (010114A003)
2. Alfian Arif Mahmudi (010114A007)
3. Dhinartika Dwi Lestari (010114A024)
4. Kadek Ria Gangga D. (010114A051)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
UNGARAN
2016
BAB I
TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak maupun
ganas yang tumbuh di otak, meningen dan tengkorak. Craniopharyngioma
adalah Tumor otak yang terletak di area hipotalamus di atas sella tursica.
Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung
kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak.
Kraniotomi mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan untuk
meningkatkan akses pada struktur intrakranial (Brunner & Suddarth, 2002).

B. ETIOLOGI
Kongenital : Beberapa tumor otak tertentu seperti kraniofaringioma,
teratoma, berasal dari sisa-sisa embrional yang kemudian mengalami
pertumbuhan neoplastik

C. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari CSF) :
1. Sakit kepala
2. Nausea atau muntah proyektil
3. Pusing
4. Perubahan mental
5. Kejang
Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang spesifik
dari otak)
1. Perubahan penglihatan, misalnya: hemianopsia, nystagmus, diplopia,
kebutaan, tanda-tanda papil edema.
2. Perubahan bicara, msalnya: aphasia
3. Perubahan sensorik, misalnya: hilangnya sensasi nyeri, halusinasi
sensorik.
4. Perubahan motorik, misalnya: ataksia, jatuh, kelemahan, dan paralisis.
5. Perubahan bowel atau bladder, misalnya: inkontinensia, retensia urin,
dan konstipasi.
6. Perubahan dalam pendengaran, misalnya : tinnitus, deafness.
7. Perubahan dalam seksual

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk membantu menentukan lokasi tumor yang tepat, sebuah deretan
pengujian dilakukan.
1. CT-Scan memberikan info spesifik menyangkut jumlah, ukuran,
dan kepadatan jejas tumor, serta meluasnya edema serebral
sekunder.
2. MRI membantu mendiagnosis tumor potak. Ini dilakukan untuk
mendeteksi jejas tumor yang kecil, alat ini juga membantu
mendeteksi jejas yang kecil dan tumor-tumor didalam batang otak
dan daerah hipofisis.
3. Biopsy stereotaktik bantuan computer (3 dimensi) dapat digunakan
untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis.
4. Angiografi serebral memberikan gambaran tentang pembuluh darah
serebral dan letak tumor serebral.
5. EKG dapat mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang
ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi
lobus temporal pada waktu kejang.

E. KOMPLIKASI POST OPERASI


1. Edema cerebral
2. Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral
3. Hypovolemik syok
4. Hydrocephalus
5. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes
Insipidus)
6. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah
operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut
lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah
sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan
tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini.
7. Infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi.
Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah
stapilokokus aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus
mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang
paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan
aseptik dan antiseptik.

8. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau


eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka
adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor
penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan
menutup waktu pembedahan

F. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
2. Mempercepat penyembuhan.
3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum
operasi.
4. Mempertahankan konsep diri pasien.
5. Mempersiapkan pasien pulang.

G. PERAWATAN PASCA PEMBEDAHAN


1. Tindakan keperawatan post operasi
a. Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output
b. Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.
c. Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati,
jangan sampai drain tercabut.
d. Perawatan luka operasi secara steril.
2. Makanan
Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan
menelan makanan sesudah pembedahan. makanan yang dianjurkan pada
pasien post operasi adalah makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein
sangat diperlukan pada proses penyembuhan luka, sedangkan vitamin C
yang mengandung antioksidan membantu meningkatkan daya tahan tubuh
untuk pencegahan infeksi.
pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral)
Biasanya makanan baru diberikan jika:
Perut tidak kembung
Peristaltik usus normal
Flatus positif
Bowel movement positif
3. Mobilisasi
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar
keadaanya stabil. Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus
tetap dilakukan perubahan posisi agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang
menjalani pembedahan abdomen dianjurkan untuk melakukan ambulasi
dini.
4. Pemenuhan kebutuhan eliminasi
Sistem Perkemihan.
Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 8 jam post
anesthesia inhalasi, IV, spinal.
Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi retensio urine.
Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusi abdomen bawah
(distensi buli-buli).
Dower catheter kaji warna, jumlah urine, out put urine < 30 ml /
jam komplikasi ginjal.
Sistem Gastrointestinal.
Mual muntah 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama
dapat menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat
meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher serta TIO
meningkat.
Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus.
Kaji paralitic ileus suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus.
jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 8 jam.
Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif
dengan decompresi dan drainase lambung.
1) Meningkatkan istirahat.
2) Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.
3) Memonitor perdarahan.
4) Mencegah obstruksi usus.
5) Irigasi atau pemberian obat.

Proses penyembuhan luka


Fase pertama
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak /
rapuh. Sel-sel darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana
serabut-serabut bening digunakan sebagai kerangka.
Fase kedua
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh
pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru
tumbuh dengan kuat dan kemerahan.
Fase ketiga
Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul
jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
Fase keempat
Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.
Upaya untuk mempercepat penyembuhan luka
1. Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin C.
2. Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.
3. Pencegahan infeksi.
4. Pengembalian Fungsi fisik.
Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan
latihan napas dan batuk efektif, latihan mobilisasi dini.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Primary Survey
a. Airway
1) Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing
(padat, cair) setelah dilakukan pembedahan akibat
pemberian anestesi.
2) Potency jalan nafas, meletakan tangan di atas
mulut atau hidung.
3) Auscultasi paru keadekwatan expansi paru,
kesimetrisan.
b. Breathing
1) Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan
gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan
pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia
breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi,
wheezing ( kemungkinana karena aspirasi),
cenderung terjadi peningkatan produksi sputum
pada jalan napas.
2) Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan
kedalaman). RR < 10 X / menit depresi narcotic,
respirasi cepat, dangkal gangguan
cardiovasculair atau rata-rata metabolisme yang
meningkat.
3) Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot
bantu pernafasan diafragma, retraksi sternal efek
anathesi yang berlebihan, obstruksi.
c. Circulating:
1) Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap
tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat
vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan
denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang
diselingi dengan bradikardia, disritmia).
2) Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban,
turgor kulit, balutan.
d. Disability : berfokus pada status neurologi
1) Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon
mata, respon motorik dan tanda-tanda vital.
2) Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara,
kesulitan menelan, kelemahan atau paralisis
ekstremitas, perubahan visual dan gelisah.
e. Exposure
1) Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya
perdarahan

2. Secondary Survey : Pemeriksaan fisik


Meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik.
a. Abdomen.
Inspeksi adanya asites, palpasi hati ,dan limpa , perkusi
bunyi,dan hitung bising usus.
Distensi abdominal dan peristaltic usus adalah pengkajian
yang harus dilakukan pada gastrointestinal.
b. Ekstremitas
Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot
ekstremitas atas dan ekstremitas bawah, akral dingin dan
pucat.
c. Integumen.
Kulit keriput, pucat. Turgor sedang
d. Pemeriksaan neurologis
Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan
terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
1) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan,
perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah,
pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
2) Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya,
diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto
fobia.
3) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri),
deviasi pada mata.
4) Terjadi penurunan daya pendengaran,
keseimbangan tubuh.
5) Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi
pada nervus vagus menyebabkan kompresi
spasmodik diafragma.
6) Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang
tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia,
disatria, sehingga kesulitan menelan.

3. Tersiery Survey
a. Kardiovaskuler
Klien nampak lemah, kulit dan konjungtiva pucat dan akral
hangat. Tekanan darah 120/70 mmhg, nadi 120x/menit, kapiler
refill 2 detik.
1) Brain
Klien dalam keadaan sadar, GCS: 4-5-6 (total = 15), klien
nampak lemah, refleks dalam batas normal.
2) Blader
Klien terpasang doewer chateter urine tertampung 200 cc,
warna kuning kecoklatan.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan higiene luka yang buruk.

C. RENCANA TINDAKAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi.
Domain 12, Kelas 1, 00132.
NOC :
Pain Level
Pain Control
Comfort Level
Pain : Disruptive Effects

Kriteria Hasil :
Menggunakan skala nyeri untuk mengidentifikasi tingkat nyeri
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri.
Melaporkan kebutuhan tidur dan istirahat tercukupi
Mampu menggunakan metode non farmakologi untuk
mengurangi nyeri

NIC
Manajemen Nyeri/ Paint management
Kaji secara komphrehensif tentang nyeri, meliputi: lokasi,
karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi
observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan,
khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara
efektif
Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
Gunakan komunikiasi terapeutik agar pasien dapat
mengekspresikan nyeri

Pemberian Analgetik/Analgesic Administration

Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas,dan keparahan


sebelum pengobatan
Berikan obat dengan prinsip 5 benar
Cek riwayat alergi obat
Libatkan pasien dalam pemilhan analgetik yang akan
digunakan
Pilih analgetik secara tepat /kombinasi lebih dari satu analgetik
jika telah diresepkan
Tentukan pilihan analgetik (narkotik, non narkotik, NSAID)
berdasarkan tipe dan keparahan nyeri
Monitor tanda-tanda vital, sebelum dan sesuadah pemberian
analgetik
Monitor reaksi obat dan efeksamping obat

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.


Domain 11, kelas 2, 00046.
NOC :
Tissue Integrity : Skin and Mucous Membran
Integritas kulit yang baik dapat dipertahankan
Melaporkan adanya gangguan sensasi atau nyeri pada
daerah kulit yang mengalami gangguan
Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit
dan mencegah terjadinya cedera berulang
Mampu untuk melindungi kulit dan mempertahankan
kelembaban kulit dan perawatan kulit
NIC :
Pressure Management ( Manajemen daerah penekanan)
Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
longgar
Hindari kerutan padaa tempat tidur
Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
sekali
Monitor kulit akan adanya kemerahan
Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang
tertekan
Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
Monitor status nutrisi pasien
Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

3. Resiko infeksi berhubungan dengan higiene luka yang buruk.


Domain 11, kelas 1, 00004.
NOC:
Pengetahuan:Kontrol infeksi
Menerangkan cara-cara penyebaran infeksi.
Menerangkan factor-faktor yang berkontribusi dengan
penyebaran
Menjelaskan tanda-tanda dan gejala
Menjelaskan aktivitas yang dapat meningkatkan
resistensi terhadap infeksi
Risk Control
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya
infeksi
Jumlah sel darah putih dalam batas normal
Menunjukkan perilaku hidup sehat (menjaga
kebersihan) seperti mencuci tangan,
perawatan mulut, dan lain-lain
NIC:
Infection Control (Kontrol Infeksi)
Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lai
Pertahankan teknik isolasi
Batasi pengunjung bila perlu
Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan
saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan
pasien
Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (Proteksi terhadap Infeksi)
Monitor tanda dan gejala infeksi sistenikmdan lokal
Monitor hitung granulosit, WBC, Monitor kerentanan
terhadap infeksi
Batasi pengunjung, Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
Pertahankan teknik isolasi k/p, Berikan perawatan
kuliat pada area epidema
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
Inspeksi kondisi luka / insisi bedah, Ambil kultur
Dorong masukkan nutrisi yang cukup
Dorong masukan cairan, Dorong istirahat
D. Kriteria Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah perawatan pasien post operasi, meliputi;
1. Tidak timbul nyeri luka selama penyembuhan.
2. Luka insisi normal tanpa infeksi.
3. Tidak timbul komplikasi.
4. Pola eliminasi lancar.
5. Pasien tetap dalam tingkat optimal tanpa cacat.
6. Kehilangan berat badan minimal atau tetap normal.
7. Sebelum pulang, pasien mengetahui tentang :
Pengobatan lanjutan.
Jenis obat yang diberikan.
Diet.
Batas kegiatan dan rencana kegiatan di rumah.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth
Edition. J.B. Lippincott Campany, Philadelpia.
Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC, Jakarta.
Bulechek, Gloria M, dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC)
sixth edition. St. Louis : Elsevier.
Herdman, T. Heather. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi
2015-2017 Edisi 10. Jakarta : EGC.
Moorhead, Sue, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) fifth
edition. St. Louis : Elsevier.

Vous aimerez peut-être aussi