Vous êtes sur la page 1sur 21

TUTORIAL

ANEMIA ET CAUSA CA BULI BULI

Mark Belfis Wicaksono Harsono


42150049
Pembimbing Klinik
dr. R. T. Edhy, Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN UDARA HARDJOLUKITO
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2016

1
A. Identitas Pasien
a. Nama : Ny.M
b. Usia : 81 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Alamat : Gedongkuning RT 14 RW 05 Kotagede
e. Tanggal masuk : 06 September 2016
f. No RM : 079919
g. Pemeriksaan (refkas) : 06 September 2016

B. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Badan terasa lemas
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSPAU dr. S Hardjolukito, dengan keluhan lemas.
Lemas dirasakan 2 hari sebelum masuk rumah sakit, lemas dirasakan terus
menerus, lemas tidak membaik setelah istirahat, karena lemas tersebut pasien
menjadi sulit untuk berjalan. Untuk menangani lemas ini pasien belum
meminum obat apapun.
c. Keluhan penyerta
Pasien juga mengeluhkan gatal-gatal pada seluruh badan, rasa gatal sering
dirasakan sejak operasi Ca Buli Buli 1 setengah tahun lalu, rasa gatal
bertambah parah saat berkeringat, saat terasa gatal pasien biasanya mandi
menggunakan air panas atau menggaruk. Pasien juga mengeluhkan nyeri saat
berkemih, nyeri saat berkemih dirasakan ssejak 1 setangah tahun lalu, namun
sekarang bertambah parah. Pasien mengatakan terkadang kencingnya
berwarna merah.
d. Riwayat penyakit dahulu
Hipertensi (+)
DM (-)
Asam (-)
Pasien memiliki riwayat operasi ca buli buli, pasien tidak melanjutkan
pengobatan radio terapi dan kemo terapinya karena alasan takut dan
menunggu giliran terlalu lama.
e. Riwayat pengobatan

2
Selama kurang lebih 1 tahun lebih pasien beberapa kali ke puskesmas karena
keluhan gatal dan nyeri berkemihnya. Pasien mendapatkan obat anti nyeri dan
anti gatal. Pasien tidak mengingat nama obat-obatnya
f. Lifestyle
Alkohol (-)
Rokok (-)
Aktivitas fisik . sehari-harinya melakukan aktifitas biasa tidak banyak
melakukan olah raga
Riwayat alergi
Pasien tidak memiliki alergi makanan
i. Riwayat keluarga
Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit keluarga

C. Pemeriksaan Fisik
a. Status generalis
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : E4 V5 M6
Vital Sign
Tensi : 160/90 mmHg
Nadi : 60x / min
Respirasi : 18x / min
Suhu : 36C

b. Status lokalis
Mata : konjungtiva anemis (+) ikterik (-)
Hidung : discharge (-)
Mulut : mukosa oral basah, ulkus (-)
Telinga : DBN
Leher : JVP (-)
Thorax :
Jantung : Inspeksi : iktus cordis terlihat (-)
Palpasi : iktus cordis teraba (-)
Perkusi : batas jantung melebar
Auskultasi : Suara jantung S1, S2 tunggal, M(-), G(-)

3
Paru : Inspeksi : simetris , ketiggalan gerak (-)
Palpasi : fremitus vokal (+/+)
Perkusi : Sonor kedua lapang paru
Auskultasi : Ronchi basah (-/-)
Abdomen : Inspeksi : Supel
Auskultasi : Bising usus (+) tidak ada peningkatan
Perkusi : Timpani (9 regio abdomen, nyeri ketok ginjal
(-)
Palpasi : NT (-), hepar, lien, limpa dan ginjal tidak
teraba
Extremitas : Edema (-) CRT< 2 detik
KGB : tidak teraba, NT (-)

DD : Anemia defisiensi besi, anemia akibat penyakit kronik.

D. Perencanaan Awal
a. Pemeriksaan darah lengkap
b. Kimia darah
c. Elektrolit
d. Urine

Hasil pemeriksaan : Pemeriksaan darah Lengkap dan Kimia darah


Nama Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

Hematologi

Darah lengkap

- Hemoglobine 7,4 g/dl 2,0-16,8


- Leukosit 5.660 /mm3 500-10.000
- Hematokrit 24,75 % 40-54
- Eritrosit 3,32 jt/mm3 3,9-5,9
- Trombosit 181.000 /mm3 50.000-400.000
- MCV 74 fL 82,0-95,0
- MCH 22,7 pg 27,0-31,0

4
- MCHC 29,9 g/dl 32,0-36,0
- LED 25 mm/jam < 10

Hitung jenis leukosit


- Basofil 0 % 0-1
- Eosinofil 6 % 2-4
- Batang 0 % 3-5
- Segmen 61 % 50-70
- Limfosit 23 % 25-40
- Monosit 10 % 2-6
Kimia darah

SGOT 22 U/L L < 37


SGPT 22 U/L L < 41
Ureum 45 mg/dl 15-45
Creatinin 0,90 mg/dl L : 0,6 1,2

Elektrolit

Natrium 149,54 mmo/L 135,37-145.0

Kalium 3,8 mmo/L 3,48-5,5

Clorida 113,54 mmo/L 96,0-106,0

Ureni

Makroskopis Urine Lengkap

Warna Kuning Kuning muda-tua

Kejernihan Keruh Jernih

Bau Khas Normal/khas

Protein +2 Negatif

5
Reduksi Negatif Negatif

Ph 7,0 4,6-8.6

Berat jenis 1.010 1.003-1.030

Bilirubin Negatif Negatif

Mikroskopis Urine Lengkap

Eritrosit >200 0-1

Leukosit Tidak 0-2


terbaca .
Epitel
+1 +1
Silinder
Negatif Negatif
Kristal
Negatif Negatif
Bakteri
Negatif Negatif
Lain-lain

E. Diagnosis
- Anemia mikrositik hipokromik et causa ca buli buli
- Ca Buli Buli

F. Tatalaksana
Bangsal Merak:
Tx cairan : RL 20 tpm
- PRC 1 kolf
- Inj. Astranex
- Inj. Deksketoprofen
- Inj. Dexametason
- Inj. Vitamin C
- Ciprofloxacin flash

G. Prognosis

6
- Quo ad Vitam : Dubia ad malam
- Quo ad Sanam : dubia ad malam
- Quo ad Fungsionam : dubia ad malam

TINAJUN PUSTAKA
ANEMIA
Definisi Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit
(red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam
jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Secara praktis
anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit (red
cell count).

ETIOLOGI
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena:
1.Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
2.Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)
3.Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis)

KRITERIA ANEMIA
Kriteria Anemia menurut WHO
Laki-laki dewasa Hb < 13 gr/dL
Wanita dewasa tidak hamil Hb < 12 gr/dL
Wanita hamil Hb < 11 gr/dL

KLASIFIKASI ANEMIA
Klasifikasi Anemia menurut etiopatogenesis :
A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
a. Anemia defisiensi besi
b. Anemia defisiensi asam folat
c. Anemia defisiensi vitamin B12

7
2. Gangguan penggunaan besi
a. Anemia akibat penyakit kronik
b. Anemia sideroblastik
3. Kerusakan sumsum tulang
a. Anemia aplastik
b.Anemia mieloptisik
c. Anemia pada keganasan hematologi
d. Anemia diseritropoietik
e. Anemia pada sindrom mielodisplastik
B. Anemia akibat perdarahan
1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia akibat perdarahan kronik
C. Anemia hemolitik
1. Anemia hemolitik intrakorpuskular
a. Gangguan membran eritrosit (membranopati)
b. Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat defisiensi G6PD
c. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
- Thalasemia
- Hemoglobinopati struktural : HbS, HbE, dll
2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler
a. Anemia hemolitik autoimun
b. Anemia hemolitik mikroangiopatik
c. Lain-lain
D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks

KLASIFIKASI ANEMIA BERDASARKAN MORFOLOGI DAN ETIOLOGI:


I. Anemia hipokromik mikrositer
a. Anemia defisiensi besi
b. Thalasemia major
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemia sideroblastik

II. Anemia normokromik normositer


a. Anemia pasca perdarahan akut

8
b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada sindrom mielodisplastik
g. Anemia pada keganasan hematologik

III. Anemia makrositer


a. Bentuk megaloblastik
1. Anemia defisiensi asam folat
2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
b. Bentuk non-megaloblastik
1. Anemia pada penyakit hati kronik
2. Anemia pada hipotiroidisme
3. Anemia pada sindrom mielodisplastik

ANEMIA DEFISIENSI BESI

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia akibat kekurangan zat besi untuk
sintesis hemoglobin, dan merupakan defisiensi nutrisi yang paling banyak pada anak dan
menyebabkan masalah kesehatan yang paling besar di seluruh dunia terutama di negara
sedang berkembang termasuk Indonesia. Padahal besi merupakan suatu unsur terbanyak pada
lapisan kulit bumi, akan tetapi defisiensi besi merupakan penyebab anemia yang tersering.
Hal ini disebabkan tubuh manusia mempunyai kemampuan terbatas untuk menyerap besi dan
seringkali tubuh mengalami kehilangan besi yang berlebihan yang diakibatkan perdarahan.
Besi merupakan bagian dari molekul Hemoglobin, dengan berkurangnya besi maka sintesa
hemoglobin akan berkurang dan mengakibatkan kadar hemoglobin akan turun.
Hemoglobin merupakan unsur yang sangat vital bagi tubuh manusia, karena kadar
hemoglobin yang rendah mempengaruhi kemampuan menghantarkan O2 yang sangat
dibutuhkan oleh seluruh jaringan tubuh. Anemia defisiensi besi ini dapat diderita oleh bayi,
anak-anak, bahkan orang dewasa baik pria maupun wanita, dimana banyak hal yang dapat
mendasari terjadinya anemia defisiensi besi. Dampak dari anemia defisiensi besi ini sangat
luas, antara lain terjadi perubahan epitel, gangguan pertumbuhan jika terjadi pada anak- anak,
kurangnya konsentrasi pada anak yang mengakibatkan prestasi disekolahnya menurun,

9
penurunan kemampuan kerja bagi para pekerja sehingga produktivitasnya menurun.
Kebutuhan besi yang dibutuhkan setiap harinya untuk menggantikan zat besi yang
hilang dari tubuh dan untuk pertumbuhan ini bervariasi, tergantung dari umur, jenis kelamin.
Kebutuhan meningkat pada bayi, remaja, wanita hamil, menyusui serta wanita menstruasi.
Oleh karena itu kelompok tersebut sangat mungkin menderita defisiensi besi jika terdapat
kehilangan besi yang disebabkan hal lain maupun kurangnya intake besi dalam jangka
panjang.

METABOLISME BESI
Senyawa-senyawa esensial yang mengandung besi dapat ditemukan dalam plasma
dan di dalam semua sel. Karena zat besi yang terionisasi bersifat toksik terhadap tubuh, maka
zat besi selalu hadir dalam bentuk ikatan dengan hem yang berupa hemoprotein (seperti
hemoglobin, mioglobin dan sitokrom) atau berikatan dengan sebuah protein (seperti
transferin, ferritin dan hemosiderin. Jumlah besi di dalam tubuh seorang normal berkisar
antara 3-5 g tergantung dari jenis kelamin, berat badan dan hemoglobin. Besi dalam tubuh
terdapat dalam hemoglobin sebanyak 1,5 3g dan sisa lainnya terdapat dalam plasma dan
jaringan. Kebanyakan besi tubuh adalah dalam hemoglobin dengan 1 ml sel darah merah
mengandung 1 mg besi (2000 ml darah dengan hematokrit normal mengandung sekitar 2000
mg zat besi)
Pertukaran zat besi dalam tubuh merupakan lingkaran yang tertutup. Besi yang
diserap usus setiap hari kira-kira 1-2 mg, ekskresi besi melalui eksfoliasi sama dengan jumlah
besi yang diserap usus yaitu 1-2 mg. Besi yang diserap oleh usus dalam bentuk transferin
bersama dengan besi yang dibawa oleh makrofag sebesar 22 mg dengan jumlah total yang
dibawa tranferin yaitu 24mg untuk dibawa ke sumsum tulang untuk eritropoesis. Eritrosit
yang terbentuk memerlukan besi sebesar 17 mg yang merupakan eritrosit yang beredar
keseluruh tubuh, sedangkan yang 7 mg akan dikembalikan ke makrofag karena berupa
eritropoesis inefektif. Secara umum, metabolisme besi ini menyeimbangkan antara absorbsi
1-2 mg/ hari
dan kehilangan 1-2 mg/ hari. Kehamilan dapat meningkatkan keseimbangan besi, dimana
dibutuhkan 2-5 mg besi perhari selama kehamilan dan laktasi. Diet besi normal tidak dapat
memenuhi kebutuhan tersebut sehingga diperlukan suplemen besi.

PENYEBAB
1. Kehilangan darah yang bersifat kronis dan patologis:

10
a. Yang paling sering adalah perdarahan uterus ( menorrhagi, metrorrhagia) pada
wanita, perdarahan gastrointestinal diantaranya adalah ulcus pepticum, varices esophagus,
gastritis, hernia hiatus , diverikulitis, karsinoma lambung, karsinoma sekum, karsinoma
kolon, maupun karsinoma rectum, infestasi cacing tambang, angiodisplasia. Konsumsi
alkohol atau aspirin yang berlebihan dapat menyebabkan gastritis, hal ini tanpa disadari
terjadi kehilangan darah sedikit-sedikit tapi berlangsung terus menerus.
b. Yang jarang adalah perdarahan saluran kemih, yang disebabkan tumor, batu ataupun
infeksi kandung kemih. Perdarahan saluran nafas (hemoptoe).
2. Kebutuhan yang meningkat pada prematuritas, pada masa pertumbuhan [remaja],
kehamilan, wanita menyusui, wanita menstruasi. Pertumbuhan yang sangat cepat disertai
dengan penambahan volume darah yang banyak, tentu akan meningkatkan kebutuhan besi
3. Malabsorbsi : sering terjadi akibat dari penyakit coeliac, gastritis atropi dan pada pasien
setelah dilakukan gastrektomi.
4. Diet yang buruk/ diet rendah besi Merupakan faktor yang banyak terjadi di negara yang
sedang berkembang dimana faktor ekonomi yang kurang dan latar belakang pendidikan yang
rendah sehingga pengetahuan mereka sangat terbatas mengenai diet/ asupan yang banyak
mengandung zat besi. Beberapa makanan yang mengandung besi tinggi adalah daging, telur,
ikan, hati, kacang kedelai, kerang, tahu, gandum. Yang dapat membantu penyerapan besi
adalah vitamin C, cuka, kecap. Dan yang dapat menghambat adalah mengkonsumsi banyak
serat sayuran, penyerapan besi teh, kopi.
Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama.
Penyebab paling sering pada laki-laki adalah perdarahan gastrointestinal, dimana dinegara
tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Pada wanita paling sering karena
menormettorhagia

PATOGENESIS
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi yang
berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan
menyebabkan cadangan besi terus berkurang. 3 tahap defisiensi besi, yaitu:

1.Deplesi besi (Iron depleted state).: keadaan dimana cadangan besinya menurun, tetapi
penyediaan besi untuk eritropoesis belum terganggu.

2. Eritropoesis Defisiensi Besi (Iron Deficient Erytropoesis) : keadaan dimana cadangan

11
besinya kosong dan penyediaan besi untuk eritropoesis sudah terganggu. Dari hasil
pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin
menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat dan free erythrocyte
porphyrin (FEP) meningkat.

3. Anemia defisiensi besi : keadaan dimana cadangan besinya kosong dan sudah tampak
gejala anemia defisiensi besi.Tahap ketiga Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency
anemia. Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup
sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi dihaparkan
mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel
terutama pada ADB yang lebih lanjut.

GEJALA
Pada anemia defisiensi besi biasanya penurunan hemoglobinnya terjadi perlahan-lahan
dengan demikian memungkinkan terjadinya proses kompensasi dari tubuh, sehingga gejala
aneminya tidak terlalu tampak atau dirasa oleh penderita. Gejala klinis dari anemia defisiensi
besi ini dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu
1]. Gejala umum dari anemia itu sendiri, yang sering disebut sebagai sindroma anemia yaitu
merupakan kumpulan gejala dari anemia, dimana hal ini akan tampak jelas jika hemoglobin
dibawah 7 8 g/dl dengan tanda-tanda adanya kelemahan tubuh, lesu, mudah lelah, pucat,
pusing, palpitasi, penurunan daya konsentrasi, sulit nafas (khususnya saat latihan fisik), mata
berkunang-kunang, telinga mendenging, letargi, menurunnya daya tahan tubuh, dan keringat
dingin.
2] Gejala dari anemia defisiensi besi: gejala ini merupakan khas pada anemia defisiensi besi
dan tidak dijumpai pada anemia jenis lainnya, yaitu:
1. koilonychia/ spoon nail/ kuku sendok dimana kuku
berubah jadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan jadi
cekung sehingga mirip sendok.

2. Atropi papil lidah. Permukaan lidah tampak licin


dan mengkilap disebabkan karena hilangnya papil lidah.
3. Stomatitis angularis/ inflamasi sekitar sudut mulut.
4. Glositis
5. Pica/ keinginan makan yang tidak biasa

12
6. Disfagia merupakan nyeri telan yang disebabkan `pharyngeal web`
7. Atrofi mukosa gaster.
8. Sindroma Plummer Vinson/ Paterson kelly ini merupakan kumpulan gejala
dari anemia hipokromik mikrositik, atrofi papil lidah dan disfagia.

Anemia defisiensi besi yang terjadi pada anak sangat bermakna, karena dapat
menimbulkan irritabilitas, fungsi cognitif yang buruk dan perkembangan psikomotornya akan
menurun. Prestasi belajar menurun pada anak usia sekolah yang disebabkan kurangnya
konsentrasi, mudah lelah, rasa mengantuk. Selain itu pada pria atau wanita dewasa
menyebabkan penurunan produktivitas kerja yang disebabkan oleh kelemahan tubuh, mudah
lelah dalam melakukan pekerjaan fisik/ bekerja.

3]. Gejala yang ditimbulkan dari penyakit yang mendasari terjadinya anemia defisiensi besi
tersebut, misalkan yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang maka akan dijumpai gejala
dispepsia, kelenjar parotis membengkak, kulit telapak tangan warna kuning seperti jerami.
Jika disebabkan oleh perdarahan kronis akibat dari suatu karsinoma maka gejala yang
ditimbulkan
tergantung pada lokasi dari karsinoma tersebut beserta metastasenya.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Parameter awal dari hitung darah lengkap biasanya menunjukkan klinisi arah dari
anemia defisiensi besi. MCV, MCH dan MCHC yang rendah dan film darah hipokromik
sangat mengarahkan terutama jika pasien diketahui mempunyai hitung darah yang normal
dimasa lalu. Saturasi transferin biasanya dibawah 5%, serum ferritin kadarnya kurang dari
10ng/ ml, protoporfirin eritrosit bebas sangat meningkat yaitu 200 g/dl, terjadi peningkatan
TIBC [normal orang dewasa 240-360g/dl], kadar besi serum kurang dari 40g/dl. Hapusan
darah menunjukkan anemia hipokromik mikrositik, anisositosis (banyak variasi ukuran
eritrosit), poikilositosis (banyak kelainan bentuk eritrosit), sel pensil, kadang- kadang adanya
sel target.
Pada pemeriksaan hapusan darah, sel darah merah mikrositik hipokromik apabila Hb <
12 g/dl (laki-laki), Hb < 10 g/dl (perempuan), mungkin leukopeni, trombosit tinggi pada
perdarahan aktif, retikulosit rendah. Pada pemeriksaan sumsum tulang : hiperplasi eritroid,
besi yang terwarnai sangat rendah atau tidak ada

13
DIAGNOSIS
Prinsip penatalaksnaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya
serta rnemberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 80-85% penyebab ADB
dapat diketahui sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan tepat. Pemberian preparat
Fe dapat secara peroral atau parenteral. Pemberian peroral lebih aman, murah dan sama
efektiinya dengan pemberian secara parenteral. Pemberian secara parenteral dilakukan pada
penderita yang tidak dapat memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak dapat
terpenuhi secara peroral karena ada gangguan pencernaan.

TERAPI
Pemberian terapi haruslah tepat setelah diagnosis ditegakkan supaya terapi pada anemia ini
berhasil. Dalam hal ini kausa yang mendasari terjadinya anemia defisiensi besi ini harus juga
diterapi.
Pemberian terapi ini dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

1]. Terapi kausal: terapi ini diberikan berdasarkan penyebab yang mendasari terjadinya
anemia defisiensi besi. Terapi kausal ini harus dilakukan segera kalau tidak, anemia ini
dengan mudah akan kambuh lagi atau bahkan pemberian preparat besi tidak akan
memberikan hasil yang diinginkan.

2]. Terapi dengan preparat besi: pemberiannya dapat secara:


1. Oral : preparat besi yang diberikan peroral merupakan terapi yang banyak disukai oleh
kebanyakan pasien, hal ini karena lebih efektif, lebih aman, dan dari segi ekonomi preparat
ini lebih murah. Preparat yang ter sedia berupa:
- Ferro Sulfat : merupakan preparat yang terbaik, dengan dosis 3 x 200 mg, diberikan saat
perut kosong [sebelum makan]. Jika hal ini memberikan efek samping misalkan terjadi mual,
nyeri perut, konstipasi maupun diare maka sebaiknya diberikan setelah makan/ bersamaan
dengan makan atau menggantikannya dengan preparat besi lain.
- Ferro Glukonat: merupakan preparat dengan kandungan besi lebih rendah daripada ferro
sulfat. Harga lebih mahal tetapi efektifitasnya hampir sama.
- Ferro Fumarat, Ferro Laktat.
Waktu pemberian besi peroral ini harus cukup lama yaitu untuk memulihkan
cadangan besi tubuh kalau tidak, maka anemia sering kambuh lagi. Berhasilnya terapi besi
peroral ini menyebabkan retikulositosis yang cepat dalam waktu kira-kira satu minggu dan

14
perbaikan kadar hemoglobin yang berarti dalam waktu 2-4 minggu, dimana akan terjadi
perbaikan anemia yang sempurna dalam waktu 1-3 bulan. Hal ini bukan berarti terapi
dihentikan tetapi terapi harus dilanjutkan sampai 6 bulan untuk mengisi cadangan besi tubuh.
Jika pemberian terapi besi peroral ini responnya kurang baik, perlu dipikirkan kemungkinan
kemungkinannya sebelum diganti dengan preparat besi parenteral. Beberapa hal yang
menyebabkan kegagalan respon terhadap pemberian preparat besi peroral antara lain
perdarahan yang masih berkelanjutan (kausanya belum teratasi), ketidak patuhan pasien
dalam minum obat (tidak teratur) dosis yang kurang, malabsorbsi, salah diagnosis atau
anemia multifaktorial.

2. Parenteral
Pemberian preparat besi secara parenteral yaitu pada pasien dengan malabsorbsi berat,
penderita Crohn aktif, penderita yang tidak member respon yang baik dengan terapi besi
peroral, penderita yang tidak patuh dalam minum preparat besi atau memang dianggap untuk
memulihkan besi tubuh secara cepat yaitu pada kehamilan tua, pasien hemodialisis.
Ada beberapa contoh preparat besi parenteral:
- Besi Sorbitol Sitrat (Jectofer) Pemberian dilakukan secara intramuscular dalam dan
dilakukan berulang.
- Ferri hidroksida-sucrosa (Venofer) Pemberian secara intravena lambat atau infus.

Harga preparat besi parenteral ini jelas lebih mahal dibandingkan dengan preparat
besi yang peroral. Selain itu efek samping preparat besi parental lebih berbahaya. Beberapa
efek samping yang dapat ditimbulkan dari pemberian besi parenteral meliputi nyeri setempat
dan warna coklat pada tempat suntikan, flebitis, sakit kepala, demam, artralgia, nausea,
vomitus, nyeri punggung, flushing, urtikaria, bronkospasme, dan jarang terjadi anafilaksis
dan kematian. Mengingat banyaknya efek samping maka pemberian parenteral perlu
dipertimbangkan benar benar. Pemberian secara infus harus diberikan secara hati-hati.
Terlebih dulu dilakukan tes hipersensitivitas, dan pasien hendaknya diobservasi selama
pemberian secara infus agar kemungkinan terjadinya anafilaksis dapat lebih diantisipasi.
Dosis besi parenteral harus diperhitungkan dengan tepat supaya tidak kurang atau
berlebihan, karena jika kelebihan dosis akan membahayakan si pasien. Perhitungan memakai
rumus sebagai berikut: Kebutuhan besi [ng]= (15-Hb sekarang) x BB x 3

3.Terapi lainnya berupa:

15
1. Diet: perbaikan diet sehari-hari yaitu diberikan makanan yang bergizi dengan tinggi
protein dalam hal ini diutamakan protein hewani.
2. Vitamin C: pemberian vitamin C ini sangat diperlukan mengingat vitamin C ini akan
membantu penyerapan besi. Diberikan dengan dosis 3 x 100mg.
3. Transfusi darah: pada anemia defisiensi besi ini jarang memerlukan transfusi kecuali
dengan indikasi tertentu.

ANEMIA PADA PENYAKIT KRONIS


Anemia ini sering dijumpai pada pasien dengan infeksi atau inflamasi kronis maupun
keganasan. Anemia ini umumnya ringan atau sedang, disertai oleh rasa lemah dan penurunan
berat badan. Pada umumnya anemia pada penyakit kronis ditandai oleh kadae Hb berkisar 7-
11 g/dL, kadar Fe serum menurun disertai TIBC yang rendah, cadangan Fe yang tinggi di
jaringan serta produksi sel darah merah berkurang

ETIOLOGI
Laporan /data penyakit tuberkulosis, abses paru, endokarditis bakteri subakut,
oesteomelitis dan infeksi jamur kronis dan HIV membukikan bahwa hampir semua infeksi
supuratif kronis berkaitan dengan anemia. Derajat anemia sebanding dengan berat ringannya
gejala, seperti demam, penurunan berat badan dan debilitas umum. untuk terjadinya anemia
memerlukan waktu 1-2 bulan setelah infeksi terjadi dan menetap, setelah terjadi
keseimbangan antara produksi dan penghancuran eritrosit dan Hb menjadi stabil.
Anemia pada inflamasi kronis secara fungsional sama seperti pada infeksi kronis,
tetapi ebih sulit karena terapi yang efektif lebih sedikit. Penyakit kolagen dan artritis
reumatoid merupakan penyebab terbanyak.enteritis regional, kolitis ulseratif serta sindrom
inflamasi lainnya juga dapat disertai anemia pada penyakit kronis.
Penyakit lain yang sering disertai anemia adalah kanker, walaupun masih dalam
stadium dini dan asimtomatik, seperti pada sarkoma dan limfoma. Anemia ini biasanya
disebut dengan anemia pada kanker (cancer-related anemia)

PATOGENESIS ANEMIA PENYAKIT KRONIK

16
Mekanisme bagaimana terjadinya anemia pada penyakit kronik sampai dengan
sekarang masih banyak yang belum bisa dijelaskan walaupun telah dilakukan banyak
penelitian.Ada pendapat yang mengatakan bahwa sitokinsitokin proses inflamasi seperti
tumor nekrosis faktor alfa (TNF a), interleukin 1 dan interferon gama yang diproduksi oleh
sumsum tulang penderita anemia penyakit kronik akan menghambat terjadinya proses
eritropoesis. Pada pasien artritis reumatoid interleukin 6 juga meningkat tetapi sitokin ini
bukan menghambat proses eritropoesis melainkan meningkatkan volume plasma

Beberapa faktor yang mempengaruhi anemia penyakit kronik, antara lain :

1. Menurunnya umur hidup sel darah merah (eritrosit) sekitar 2030% atau menjadi sekitar
80 hari. Hal ini dibuktikan oleh Karl tahun 1969 pada percobaan binatang yang menemukan
pemendekan masa hidup eritrosit segera setelah timbul panas. Juga pada pasien artritis
reumatoid dijumpai hal yang sama.

2. Tidak adanya reaksi sumsum tulang terhadap adanya anemia pada penyakit kronik. Reaksi
ini merupakan penyebab utama terjadinya anemia pada penyakit kronik. Kejadian ini telah
dibuktikan pada binatang percobaan yang menderita infeksi kronik, dimana proses
eritropoesisnya dapat ditingkatkan dengan merangsang binatang tersebut dengan pemberian
eritropoetin.

3. Sering ditemukannya sideroblast berkurang dalam sumsum tulang disertai deposit besi
bertambah dalam retikuloendotelial sistem, yang mana ini menunjukkan terjadinya gangguan
pembebasan besi dari sel retikuloendotelial yang mengakibatkan berkurangnya penyedian
untuk eritroblast.

4. Terjadinya metabolisme besi yang abnormal. Gambaran ini terlihat dari adanya
hipoferemia yang disebabkan oleh iron binding protein lactoferin yang berasal dari makrofag
dan mediator leukosit endogen yang berasal dari leukosit dan makrofag. Hipoferemia dapat
menyebabkan kegagalan sumsum tulang berespons terhadap pemendekan masa hidup
eritrosit dan juga menyebabkan berkurangnya produksi eritropoetin yang aktif secara
biologis.

17
5. Adanya hambatan terhadap proliferasi sel progenitor eritroid yang dilakukan oleh suatu
faktor dalam serum atau suatu hasil dari makrofag sumsum tulang.

6. Kegagalan produksi transferin.

GAMBARAN KLINIS

Anemia pada penyakit kronik biasanya ringan sampai dengan sedang dan munculnya
setelah 12 bulan menderita sakit. Biasanya anemianya tidak bertambah progresif atau stabil
dan mengenai berat ringannya anemia pada seorang penderita tergantung kepada berat dan
lamanya menderita penyakit tersebut. Gambaran klinis dari anemianya sering tertutupi oleh
gejala klinis dari penyakit yang mendasari (asimptomatik).Tetapi pada pasienpasien dengan
gangguan paru yang berat, demam, atau fisik dalam keadaan lemah akan menimbulkan
berkurangnya kapasitas daya angkut oksigen dalam jumlah sedang, yang mana ini nantinya
akan mencetuskan gejala. Pada pasienpasien lansia, oleh karena adanya penyakit vaskular
degeneratif kemungkinan akan ditemukan gejalagejala kelelahan, lemah, klaudikasio
intermiten, muka pucat dan pada jantung keluhannya dapat berupa palpitasi dan angina
pektoris serta dapat terjadi gangguan serebral. Tanda fisik yang mungkin dapat dijumpai
antara lain muka pucat, konjungtiva pucat dan takikardi.

Diagnosa anemia penyakit kronik

Diagnosis anemia penyakit kronik dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan, antara
lain dari:

1. Tanda dan gejala klinis anemia yang mungkin dapat dijumpai, misalnya muka pucat,
konjungtiva pucat, cepat lelah, lemah, dan lainlain.

2. Pemeriksaan laboratorium, antara lain:

a. Anemianya ringan sampai dengan sedang, dimana hemoglobinnya sekitar 711


gr/dL.
b. Gambaran morfologi darah tepi: biasanya normositik-normokromik atau mikrositik

18
ringan. Gambaran mikrositik ringan dapat dijumpai pada sepertiga pasien anemia
penyakit kronik.
c. Volume korpuskuler ratarata (MCV: Mean Corpuscular Volume): normal atau
menurun sedikit (= 80 fl).
d. Besi serum (Serum Iron): menurun (< 60 mug / dL).
e. Mampu ikat besi (MIB = TIBC: Total Iron Binding Capacity): menurun (< 250 mug /
dL).
f. Jenuh transferin (Saturasi transferin): menurun (< 20%).
g. Feritin serum: normal atau meninggi (> 100 ng/mL).

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan sumsum tulang dan
konsentrasi protoporfirin eritrosit bebas (FEP: Free Erytrocyte Protophorphyrin), namun
pemeriksaannya jarang dilakukan. Menginterpretasi hasil pemeriksaan sumsum tulang
kemungkinannya sulit, oleh karena bentuk dan struktur selsel sumsum tulang dipengaruhi
oleh penyakit dasarnya. Sedangkan konsentrasi protoporfirin eritrosit bebas memang
cenderung meninggi pada pasien anemia penyakit kronik tetapi peninggiannya berjalan
lambat dan tidak setinggi pada pasien anemia defisiensi besi. Peninggiannya juga sejalan
dengan bertambah beratnya anemia. Oleh karena itu pemeriksaan konsentrasi protoporfirin
eritrosit bebas lebih sering dilakukan pada pasien pasien anemia defisiensi besi.

PENATALAKSANAAN

Tidak ada terapi spesifik yang dapat kita berikan untuk anemia penyakit kronik,
kecuali pemberian terapi untuk penyakit yang mendasarinya. Biasanya apabila penyakit yang
mendasarinya telah diberikan pengobatan dengan baik, maka anemianya juga akan membaik.
Pemberian obatobat hematinik seperti besi, asam folat, atau vitamin B12 pada pasien anemia
penyakit kronik, tidak ada manfaatnya.

1. Rekombinan eritropoetin (Epo), dapat diberikan pada pasienpasien anemia penyakit


kronik yang penyakit dasarnya artritis reumatoid, Acquired Immuno Deficiency Syndrome
(AIDS), dan inflamatory bowel disease. Dosisnya dapat dimulai dari 50100 Unit/Kg, 3x
seminggu, pemberiannya secara intra venous (IV) atau subcutan (SC). Bila dalam 23
minggu konsentrasi hemoglobin meningkat dan/atau feritin serum menurun, maka kita boleh

19
menduga bahwa eritroit respons. Bila dengan dosis rendah responsnya belum adekuat, maka
dosisnya dapat ditingkatkan sampai 150 Unit/Kg, 3x seminggu. Bila juga tidak ada respons,
maka pemberian eritropoetin dihentikan dan dicari kemungkinan penyebab yang lain, seperti
anemia defisiensi besi. Namun ada pula yang menganjurkan dosis eritropoetin dapat
diberikan hingga 10.00020.000 Unit, 3x seminggu.32

2. Transfusi darah berupa packed red cell (PRC) dapat diberikan, bila anemianya telah
memberikan keluhan atau gejala. Tetapi ini jarang diberikan oleh karena anemianya jarang
sampai berat.

3. Prednisolon dosis rendah yang diberikan dalam jangka panjang. Diberikan pada pasien
anemia penyakit kronik dengan penyakit dasarnya artritis temporal, reumatik dan polimialgia.
Hemoglobin akan segera kembali normal demikian juga dengan gejalagejala polimialgia
akan segera hilang dengan cepat. Tetapi bila dalam beberapa hari tidak ada perbaikan, maka
pemberian kortikosteroid tersebut segera dihentikan.

4. Kobalt klorida, juga bermanfaat untuk memperbaiki anemia pada penyakit kronik dengan
cara kerjanya yaitu menstimulasi pelepasan eritropoetin, tetapi oleh karena efek toksiknya
obat ini tidak dianjurkan untuk diberikan.

20
Daftar Pustaka

Bakta, IM. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.

Hoffbrand, AV. et all. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC.

Sudoyo A, et all. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta:
Interna Publishing

Alsaggaf Hood, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru
FK Unair. Surabaya.

Aditama Tjandra Yoga. 2005. Patofisiologi Batuk. Bagian Pulmonologi Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia, Unit Paru RS Persahabatan. Jakarta.

Sat Sharma. 2006. Obstructive Lung Disease. Division of Pulmonary Medicine,


Department of Internal Medicine, University of Manitoba. www.emedicine.com

Garisson Susan J. 2001. Dasar-Dasar Terapi dan Rehabilitasi Fisik. Departement of


Physical Medicine and Rehabilitation. Texas

21

Vous aimerez peut-être aussi