Vous êtes sur la page 1sur 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit
ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa, dan pada
orang usia lanjut. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli). Terjadinya Pneumonia pada anak sering kali bersamaan dengan proses infeksi akut
pada bronkus (biasa disebut broncho Pneumonia) (Dinkes RI, 2009).
Batuk pilek merupakan penyakit yang umumnya terjadi pada anak-anak terutama
pada balita. Batuk pilek yang menjadi masalah ialah batuk pilek yang disertai dengan nafas
yang cepat atau sesak, karena menunjukkan adanya gejala peradangan pada paru. Jika sudah
menyerang bagian paru berarti sudah masuk ke tahap serius dan harus benar-benar diobati
karena dapat menimbulkan kematian. Keadaan seperti inilah yang disebut sebagai Pneumonia
(Machmud, 2006).
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi pada anak yang serius dan
merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang paling banyak
meyebabkan kematian pada balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak
balita di dunia dan 30% dari seluruh kematian yang terjadi (Machmud, 2006).
Pneumonia adalah radang paru yang disebabkan oleh bakteri dengan gejala panas
tinggi disertai batuk berdahak, napas cepat (frekuensi nafas >50 kali/menit), sesak, dan gejala
lainnya (sakit kepala, gelisah dan nafsu makan berkurang) (Riskesdas, 2013).
Pneumonia masih merupakan pembunuh utama balita di seluruh dunia. Berdasarkan
perkiraan World Health Organization (WHO) setiap tahun Pneumonia membunuh balita
sebanyak satu juta sebelum ulang tahun pertama mereka, lebih banyak dibandingkan dengan
jumlah kematian akibat penyakit AIDS, Malaria dan Tuberkulosis. Hal ini sangat tragis
karena Pneumonia merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati. Di negara
berkembang Pneumonia disebut sebagai the forgotten disease atau penyakit yang
terlupakan karena begitu banyak korban yang meninggal karena Pneumonia namun sangat
sedikit perhatian yang diberikan kepada masalah ini (Misnadiarly, 2008).
Setiap tahun lebih dari 95% kasus baru Pneumonia terjadi di negara berkembang,
lebih dari 50% kasus Pneumonia berada di Asia Tenggara dan Sub- Sahara Afrika.
Dilaporkan pula bahwa kasus Pneumonia pada balita di seluruh dunia berada di 15 negara.
Berdasarkan data WHO, pada tahun 2008 terdapat 8,8 juta kematian anak di dunia, dari
jumlah kematian anak tersebut 1,6 juta kematian anak disebabkan oleh Pneumonia. Kasus
pneumonia di Indonesia mencapai 6 juta jiwa sehingga Indonesia berada di peringkat ke-6
dunia untuk kasus pneumonia (WHO, 2008).
Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan
bahwa Pneumonia merupakan penyebab utama kematian bayi (0 - 11 bulan) sebesar 23,80%
dan sebagai penyebab kedua kematian balita (1 4 tahun) yaitu 15,50% menempati urutan
kedua setelah diare dari 10 besar kematian. Rata-rata setiap 83 balita meninggal setiap hari

1
akibat Pneumonia. Hal ini menunjukkan bahwa Pneumonia merupakan penyakit yang
menjadi masalah kesehatan masyarakat utama yang berkontribusi terhadap tingginya angka
kematian balita di Indonesia (Riskesdas RI, 2013).
Survei Demokrasi Kesehatan Indonesia (SDKI) melaporkan bahwa prevalensi
Pneumonia balita Indonesia meningkat dari 7,6% pada tahun 2002 menjadi 11,2% pada tahun
2007. Namun mengalami penurunan sebesar 4,5% pada tahun 2013 (Said, 2010).

1.2 Tujuan Penulisan


1. Tujuan Utama
Mampu menjelaskan gambaran asuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia.
2. Tujuan khusus
a. Mampu menjelaskan konsep keperawatan bronkopneumonia pada anak.
b. Mampu menjelaskan aplikasi asuhan keperawatan bronkopneumonia pada anak.
c. Mampu menganalisa kesenjangan data dan aplikasi asuhan keperawatan dengan
konsep teori bronkopneumonia pada anak.

2
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Tinjauan Teoritis Medis

2.1.1 Definisi
Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru-paru yang biasanya
berasal dari suatu infeksi. (Price, 1995)
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan gangguan
pertukaran gas setempat. (Zul, 2001)
Bronkopneumonia digunakan unutk menggambarkan pneumonia yang
mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi
didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada
bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak. (Smeltzer,2001)
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola
penyebaran bercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi
dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya (Smeltzer & Suzanne
C,2002:57).
Bronkopneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi jamur dan seperti bakteri, virus, dan benda asing
( Ngastiyah,2005)
Bronkopneumonia adalah bronkolius terminal yang tersumbat oleh eksudat,
kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan di dekat
lobules, disebut juga pneumonia lobaris (Whaley&Wong,2000)
Bronkopneumonia berasal dari kata bronchus dan pneumonia berarti
peradangan pada jaringan paru-paru dan juga cabang tenggorokan (broncus). (Arief
Mansjoer)
Bronkopneumonia suatu cadangan pada parenkim paru yang meluas sampai
bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru melalui
cara penyebaran langsung melalui saluran pernafasan atau melalui hematogen sampai
ke bronkus. (Riyadi sujono&Sukarmin,2009)
Kesimpulannya bronkopneumonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan
oleh agen infeksius seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengenai
daerah bronkus dan sekitar alveoli.

3
21.2 Klasifikasi
Klasifikasi menurut Zul Dahlan (2001) :
a. Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas :
Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris dengan opasitas
lobus atau lobularis.
Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat lambat
dengan gambaran infiltrat paru bilateral yang difus.
b. Berdasarkan faktor lingkungan
Pneumonia komunitas
Pneumonia nosokomial
Pneumonia rekurens
Pneumonia aspirasi
Pneumonia pada gangguan imun
Pneumonia hipostatik
c. Berdasarkan sindrom klinis
Pneumonia bakterial berupa : pneumonia bakterial tipe tipikal yang terutama
mengenai parenkim paru dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia
lobar serta pneumonia bakterial tipe campuran atipikal yaitu perjalanan
penyakit ringan dan jarang disertai konsolidasi paru.
Pneumonia non bakterial, dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan
Mycoplasma, Chlamydia pneumoniae atau Legionella.

Klasifikasi berdasarkan Reeves (2001) :


a. Community Acquired Pneunomia dimulai sebagai penyakit pernafasan umum dan
bisa berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia Streptococal merupakan
organisme penyebab umum. Tipe pneumonia ini biasanya menimpa kalangan
anak-anak atau kalangan orang tua.
b. Hospital Acquired Pneumonia dikenal sebagai pneumonia nosokomial Organisme
seperti ini aeruginisa pseudomonas. Klibseilla atau aureus stapilococcus,
merupakan bakteri umum penyebab hospital acquired pneumonia.
c. Lobar dan Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi.
Sekarang ini pneumonia diklasifikasikan menurut organisme, bukan hanya
menurut lokasi anatominya saja.
d. Pneumonia viral, bakterial dan fungi dikategorikan berdasarkan pada agen
penyebabnya, kultur sensifitas dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme
perusak.

2.1.3 Etiologi
Secara umum individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh
adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme
pathogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh
terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glottis dan batuk, adanya lapisan
mucus, gerakan silia yang menggerakan kuman keluar dari organ, dan sekresi
humoral setempat.

4
Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur,protozoa,
mikrobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M.Nettina, 2001:628) antara lain:
1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococus,H. Influenza, Klebsiella.
2. Virus : Legionella pneumonia
3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
4. Aspirasi makanan, sekresi orofariengal atau isi lambung kedalam paru
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien
yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat dalam
mulut dank karena adanya pneumocystis crania, Mycoplasma. (Smeltzer & Suzanne
C, 2002: 572 dan Sandra M.Nettina, 2001:628).

2.1.4 Patofisiologi
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophilus influenza atau karena
aspirasi makanan dan minuman. Dari saluran pernafasan dengan gambaran sebagai
berikut:
1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh
darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli.
2. Ekspansi kuman melaui pembuluh darah kemudian masuk kedalam saluran
pencernaan dam menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal
dalam usus, peristaltic meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan kemudian
terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

5
2.1.5 Phatways

Virus, Bakteri, Jamur

Infasi saluran napas atas

Kuman berlebih dibronkus Infeksi saluran napas bawah Kuman terbawa kesaluran
Pencernaan
Proses peradangan
Menyerang parenkim paru Peradangan Infeksi saluran pencernaan
Akumulasi secret
Dibronkus Proses inflamasi Peningkatan suhu tubuh Peningkatan flora
dalam usus
Produksi cairan eksudat
Dialveoli MK : Hipertermi Peristaltik usus
MK : Jalan Nafas
Tidak Efektif
Proses difusi O2 CO2 Malabsorbsi
terganggu
Diare / BAB > 3
Sianosis / akral dingin Suplai O2 dalam darah kali sehari
Dasar kuku kebiruan
CRT > 3 Detik Hipoksia MK : Gangguan
Keseimbangan
Mukus di bronkus MK : Gangguan Fatique Cairan Dan
Pertukaran Gas Elektrolit
Respon batuk-batuk MK : Intoleransi
Aktivitas
Anoreksia

Intake nutrisi

Penurunan BB

MK : Nutrisi
Kurang Dari
Kebutuhan
Tubuh

6
2.1.6 Manifestasi Klinis
a. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
Nyeri pleuritik
Nafas dangkal dan mendengkur
Takipnea
b. Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi
Mengecil, kemudian menjadi hilang
Krekels, ronki, egofoni
c. Gerakan dada tidak simetris
d. Menggigil dan demam 38,8 C sampai 41,1 C, delirium
e. Diafoesis
f. Anoreksia
g. Malaise
h. Batuk kental, produktif
Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi kemerahan atau berkarat
i. Gelisah
j. Sianosis, CRT > 3 detik
Area sirkumoral
Dasar kuku kebiruan
k. Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang


a. Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses
luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi
(bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia
mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.
b. GDA : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan
penyakit paru yang ada.
c. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum,
aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk
mengatasi organisme penyebab.
d. JDL : leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada infeksi
virus, kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.
e. Pemeriksaan serologi : titer virus atu legionella, aglutinin dingin.
f. LED : meningkat
g. Pemeriksaan fungsi paru : volume ungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar);
tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun, hipoksemia.
h. Elektrolit : natrium dan klorida mungkin rendah
i. Bilirubin : mungkin meningkat
j. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka :menyatakan
intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik(CMV) (Doenges, 1999)

7
2.1.8 Penatalaksanaan Medis
a. Terapi oksigen jika pasien mengalami pertukaran gas yang tidak adekuat.
Ventilasi mekanik mungkin diperlukan jika nilai normal GDA tidak dapat
dipertahankan
b. Blok saraf interkostal untuk mengurangi nyeri
c. Pada pneumonia aspirasi bersihkan jalan nafas yang tersumbat
d. Perbaiki hipotensi pada pneumonia aspirasi dengan penggantian volume cairan
e. Terapi antimikrobial berdasarkan kultur dan sensitivitas
f. Supresan batuk jika batuk bersifat nonproduktif
g. Analgesik untuk mengurangi nyeri pleuritik (Arief Mansjoer,2000)

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang


Untuk dapat menegakkan diagnose keperawatan dapat digunakan cara:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis(
meningkatnya jumlah neutrofil) ( Sandra M,Nettina 2001: 684).
b. Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam. Digunakan
untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensifitas untuk
mendeteksi agen infeksius (Barbara C, Long, 1996 : 435)
c. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa
(Sandra M, Nettina, 2001 : 684)
d. Kultur darah untuk mendeteksi bakterimia
e. Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi
antigen mikroba (Sandra M, Nettina 2001 : 684)
2. Pemeriksaan radiologi
a. Rontgenogram thoraks
Menunujukan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi
pneumokokal atau klebsiella. Infilrate multiple seringkali dijumpai pada
infeksi stafilokokus dan haemofilus (Barbara C, Long, 1996 : 435).
Laringoskopi / bronkoskopi untuk menentukan apkah jalan nafas
tersumbat oleh benda padat (Sandra M, Nettina, 2001).

2.2.0 Komplikasi
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
1. Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
yang merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau reflek batuk hilang
2. Empyema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalm rongga pleura
yang terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dala jaringan paru yang meradang
4. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial
5. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak. (WhaleyWong, 2006)

8
2.2.1 Pengkajian
1. Pengkajian fokus
a. Demografi meliputi;nama, umur, jenis kelamin, dan pekerjaan.
b. Keluhan utama
Saat dikaji biasanya penderita bronchopneumonia akan mengeluh sesak nafas,
disertai batuk ada secret tidak bisa keluar.
c. Riwayat penyakit sekarang
Penyakit bronchitis mulai dirasakan saat penderita mengalami batuk menetap
dengan produksi sputum setiap hari terutama pada saat bangun pagi selama
minimum 3 bulan berturutturut tiap tahun sedikitnya 2 tahun produksi sputum
(hijau, putih/kuning) dan banyak sekali.Penderita biasanya menggunakan otot
bantu pernfasan, dada terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP,
bunyi nafas krekels, warna kulit pucat dengan sianosis bibir, dasar kuku.
d. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya penderita bronchopneumonia sebelumnya belum pernah menderita
kasus yang sama tetapi mereka mempunyai riwayat penyakit yang dapat
memicu terjadinya bronchopneumonia yaitu riwayat merokok, terpaan polusi
kima dalam jangka panjang misalnya debu/ asap.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya penyakit bronchopneumonia dalam keluarga bukan merupakan
faktor keturunan tetapi kebiasaan atau pola hidup yang tidak sehat seperti
merokok.
f. Pola pengkajian
1. Pernafasan
Gejala : Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan batuk menetap
dengan produksi sputum setiap hari ( terutama pada saat bangun)
selama minimum 3 bulan berturut- turut) tiap tahun sedikitnya 2 tahun.
Produksi sputum (Hijau, putih/ kuning) dan banyak sekali. Riwayat
pneumonia berulang, biasanya terpajan pada polusi kimia/ iritan
pernafasan dalam jangka panjang (misalnya rokok sigaret), debu/ asap
(misalnya : asbes debu, batubara, room katun, serbuk gergaji)
Pengunaaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.
Tanda : Lebih memilih posisi tiga titik ( tripot) untuk bernafas,
penggunaan otot bantu pernafasan (misalnya : meninggikan bahu,
retraksi supra klatikula, melebarkan hidung)
Dada : Dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP (
bentuk barel), gerakan difragma minimal.
Bunyi nafas : Krekels lembab, kasar
Warna : Pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku abu- abu
keseluruhan.

9
2. Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan ekstremitas bawah
Tanda : Peningkatan tekanan darah Peningkatan frekuensi jantung /
takikardi berat, disritmia Distensi vena leher (penyakit berat) edema
dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung. Bunyi jantung
redup ( yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada).
Warna kulit / membrane mukosa : normal atau abu-abu/ sianosis
perifer. Pucat dapat menunjukan anemia.

3. Makanan / cairan
Gejala : Mual / muntah Nafsu makan buruk / anoreksia ( emfisema)
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan
Tanda : Turgor kulit buruk
Berkeringat
Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali.

4. Aktifitas / istirahat
Gejala : Keletihan, keletihan, malaise
Ketidakmampuan melakukan aktifitas sehari- hari karena sulit bernafas
Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi .
Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktifitas atau istirahat
Tanda : Keletihan
Gelisah/ insomnia
Kelemahan umum / kehilangan masa otot

5. Integritas ego
Gejala : Peningkatan faktor resiko
Tanda : Perubahan pola hidup
Ansietas, ketakutan, peka rangsang

6. Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan melakukan
aktifitas sehari- hari
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.

7. Keamanan
Gejala : riwayat alergi atau sensitive terhadap zat / faktor lingkungan.
Adanya infeksi berulang.

10
2.2.2 Dagnosa Keperawtan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan proses peradangan
ditandai dengan akumulasi sekret dibronkus.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan proses difusi O2 CO2
terganggu ditandai dengan sianosis / akral dingin, dasar kuku kebiruan,
CRT > 3 Detik
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi
menurun ditandai dengan penurunan berat badan
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
peningkatan peristaltik usus, malabsorbsi ditandai dengan diare, BAB > 3
kali sehari
5. Hipertermi berhubungan dengan proses pearadangan ditandai dengan suhu
tubuh meningkat
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan suplay O2 menurun, hipoksia
ditandai dengan fatique

2.2.3 Intervensi dan Rasionalnya


1. Diagnosa keperawatan : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan proses peradangan ditandai dengan akumulasi sekret dibronkus.
Tujuan : Mengidentifikasi / menunjukan perilaku mencapai bersihan jalan
nafas
Kriteria hasil : Menunjukan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih,
tidak ada dispenia.
Intervensi
a. Kaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada
Rasional : Takipneau, pernafasan dangkal, dan pergerakan dada tidak
simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada
dan cairan paru.
b. Auskultasi area paru, catat area penurunan atau / tak ada aliran udara
dan bunyi nafas adventius. Misalnya : krekels atau mengi.
Rasional : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan
cairan. Bunyi nafas bronchial ( normal pada bronkus) dapat juga terjadi
pada area konsolidasi.
Krekels, ronki, mengi terdengar inspirasi dan / ekspirasi pada respon
terhadap pengumpulan cairan, secret kental, dan spasme jalan nafas/
obstruksi.
c. Bantu pasien latihan nafas sering. Bantu pasien mempelajari
melakukan batuk, misalnya dengan menekan dada dan batukl efektif
sementara posisi duduk tinggi.
Rasional : Nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru- paru /
jalan nafas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan
nafas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan nafas pasien.

11
Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk
memungkinkan upaya nafas lebih dalam dan lebih kuat.
d. Berikan cairan sedikitnya 1000 ml/ hari (kecuali kontraindikasi).
Tawarkan air hangat daripada dingin.
Rasional : Cairan (khususnya hangat) memobilisasi dan mengeluarkan
sekret.
e. Lakukan penghisapan sesuai indikasi.
Rasional : Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara
mekanik pada pasien yang tidak mampu melakukan, karena batuk tidak
efektif atau perubahan tingkat kesadaran.
f. Berikan sesuai indikasi : mukolitik, ekspektoran, bronkodilator,
analgesic.
Rasional : Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi
secret. Analgesik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan
menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati- hati,
karena dapat menurukan upaya batuk / menekan pernafasan.

2. Diagnosa keperawatan : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan


proses difusi O2 CO2 terganggu ditandai dengan sianosis / akral dingin,
dasar kuku kebiruan, CRT > 3 Detik
Tujuan : Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan dengan
GDA dalam rentang normal dan tidak ada gejala distress pernafasan
Kriteria Hasil : Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan
oksigenasi
Intervensi
a. Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernafas.
Rasional : Manifestasi distress pernafasan tergantung pada indikasi
derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
b. Observasi warna kulit, membrane mukosa, dan kuku. Catat adanya
sianosis perifer atau sirkulasi sentral
Rasional : Sianosis kuku menunjukan vasokonstriksi atau respon
tubuh terhadap demam / menggigil. Namun, sianosis daun telinga,
membrane mukosa, dan kulit sekitar mulut menunjukan hipoksemia
sistemik.
c. Awasi frekuensi jantung / irama.
Rasional : Takikardia biasanya ada karena demam/ dehidrasi. Tetapi
juga dapat merupakan respon terhadap hipoksemia.
d. Pertahankan istirahat tidur. Dorong menggunakan teknik relaksasi dan
aktifitas senggang.
Rasional : Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/
konsumsi oksigen untuk memudahkan perbaikan infeksi.
e. Tinggikan kepala dan dorong untuk sering mengubah posisi, nafas
dalam dan batuk efektif.

12
Rasional : tindakan ini mengingatkan inspirasi maksimal,
meningkatkan pengeluaran secret untuk perbaikan ventilasi.
f. Kaji tingkat ansietas. Dorong menyatakan masalah / perasaan. Jawab
pertanyaan dengan jujur, kunjungi dengan sering sesuai indikasi.
Rasional : Ansietas adalah manifestasi masalah psikologi sesuai
dengan respon fisiologi terhadap hipoksia.
g. Berikan terapi oksigen dengan benar.
Rasional : Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 diatas
60 mmHg. Oksigen diberikan dengan metode yang memberikan
pengiriman dengan tepat dalam toleransi pasien.

3. Diagnosa keperawatan : Hipertermi berhubungan dengan proses


pearadangan ditandai dengan suhu tubuh meningkat
Tujuan : Suhu tubuh normal, tanda vital stabil
Kriteria Hasil : Tidak memperlihatkan tanda peningkatan suhu tubuh
Intervensi :
a. Obeservasi suhu tubuh (4 jam)
Rasional : Untuk mengetahui vital sign klien
b. Pantau warna kulit
Rasional : Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada kulit
c. Beri kompres hangat
Rasional : agar suhu tubuh menjadi normal
d. Berikan obat penurun panas sesuai indikasi
Rasional : Untuk menurunkan panas

4. Diagnosa keperawatan : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit


berhubungan dengan peningkatan peristaltik usus, malabsorbsi ditandai
dengan diare, BAB > 3 kali sehari
Tujuan : Menunjukan keseimbangan cairan
Kriteria Hasil : Membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian
kapiler cepat, tanda vital stabil
Intervensi
a. Kaji perubahan tanda vital, peningkatan suhu tubuh
Rasional : Peningkatan suhu meningkatkan laju metabolic dan kehilangan
cairan melalui evaporasi.
b. Kaji turgor kulit, kelembaban membrane mukosa.
Rasional : Indikator langsung keadekuatan volume
cairan, meskipun membrane mukosa mulut mungkin kering karena nafas
mulut dan oksigen tambahan.
c. Tekankan cairan setidaknya 1000ml/ hari atau sesuai kondisi
individual.
Rasional : Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan resiko
dehidrasi
d. Beri obat sesuai indikasi, misalnya antipiretik, antiemetic.

13
Rasional : Berguna menurunkan kehilangan cairan.
e. Berikan cairan tambahan IV sesuai kebutuhan.
Rasional : Pada dasarnya penurunan masukan / banyak kehilangan.
Penggunaan parenteral dapat memperbaiki / mencegah kekurangan.

3. Diagnosa keperawatan : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan intake nutrisi menurun ditandai dengan penurunan
berat badan
Tujuan : Pemenuhan nutrisi mencukupi kebutuhan
Kriteria Hasil : Menunjukan peningkatan nafsu makan, mempertahankan
/ meningkatkan berat badan
Intervensi
a. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual / muntah, misalnya:
Sputum banyak, pengobatan, atau nyeri.
Rasional : Pilihan intervensi tergantung penyebab masalah.
b. Berikan / bantu kebersihan mulut setelah muntah, drainase postural dan
sebelum makan.
Rasional : Menghilangkan tanda bahaya, rasa, bau dari lingkungan
pasien yang dapat menurunkan mual.
c. Berikan makan porsi kecil dan sering, termasuk makanan kering dan
makanan yang menarik untuk pasien.
Rasional : Meningkatkan masukan walaupun nafsu makan mungkin
lambat untuk kembali
d. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan.
Rasional :Adanya kondisi kronis (seperti PPOM atau alkoholisme)
atau keterbatasan keuangan dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya
tahanan terhadap infeksi, dan atau lambatnya respon terhadap terapi.

6. Diagnosa keperawatan : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan suplay


O2 menurun, hipoksia ditandai dengan fatique
Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktivitas
Kriteria Hasil : tidak ada dispneau, kelemahan berlebihan, dan tanda vital
dalam rentang normal
Intervensi
a. Evaluasi respon pasien terhadap aktifitas. Catat laporan dispneu,
peningkatan kelemahan, dan perubahan tanda vital selama dan setelah
aktifitas.
Rasional : Menetapkan kebutuhan / kemampuan pasien dan
memudahkan dalam pemilihan intervensi.
b. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut
sesuai indikasi. Dorong penggunaaan manajemen stress dan pengalihan
yang tepat.
Rasional : Menurunkan stress dan rangsangan berlebih.

14
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan
pentingnya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk
menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energy untuk
penyembuhan. Pembatasan aktivitas dengan respon individual pasien
terhadap aktifitas dan perbaikan kegagalan pernafasan.
d. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat / tidur.
Rasional : Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau tidur di
kursi.
e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional : Menurunkan keletihan dan membantu keseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen.

15
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola
penyebaran bercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan
meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya (Smeltzer & Suzanne C,2002:57).
Bronkopneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi jamur dan seperti bakteri, virus, dan benda asing
( Ngastiyah,2005)
Bronkopneumonia adalah bronkolius terminal yang tersumbat oleh eksudat, kemudian
menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan di dekat lobules, disebut juga
pneumonia lobaris (Whaley&Wong,2000)

Saran
Kami selaku penulis asuhan keperawatan dengan gangguan sistem pernafasan
bronkhopneumonia, mengharapkan ada koreksi dalam hal pembuatan asuhan keperawatan
dengan gangguan sistem pernafasan ini dan semoga dengan adanya tugas ini penulis bisa
lebih mengerti tentang penyakit Bronkhopneumonia dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Doenges, Marilynn.(2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakata : EGC.

2. Smeltzer, Suzanne C.(2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume I, Jakarta :
EGC

3. Zul Dahlan.(2000). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

4. Reevers, Charlene J, et all (2000). Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Salemba


Medica.

5. Lackmans (1996). Care Principle and Practise Of Medical Surgical


Nursing, Philadelpia : WB Saunders Company.

6. Nettina, Sandra M.(2001).Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC

7. Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih


Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994

8. Pasiyan Rahmatullah.(1999), Geriatri : Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Editor : R. Boedhi


Darmoso dan Hadi Martono, Jakarta, Balai Penerbit FKUI

17

Vous aimerez peut-être aussi