Vous êtes sur la page 1sur 20

BAB 2. KONSEP PENYAKIT2.

Definisi
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai olehsuatu kelemahan
abnormal dan progresif pada otot rangka yangdipergunakan secara terus-menerus dan disertai
dengan kelelahan saatberaktivitas. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari
synaptictransmission
atau pada
neuromuscular junction
. Gangguan tersebut akanmempengaruhi transmisi neuromuscular pada otot tubuh yang
kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunter). Karakteristik yang muncul
berupakelemahan yang berlebihan, dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-ototvolunter
dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial.(Dewabenny,2008)Miastenia gravis
merupakan sindroma klinis akibat kegagalantransmisi neuromuskuler yang disebabkan oleh
hambatan dan destruksireseptor asetilkolin oleh autoantibodi. Sehingga dalam hal ini,
miasteniagravis merupakan penyakit autoimun yang spesifik organ. Antibodi
reseptorasetilkolin terdapat didalam serum pada hampir semua pasien. Antibodi
inimerupakan antibodi IgG dan dapat melewati plasenta pada kehamilan.(Chandrasoma dan
Taylor, 2005)
2.2

Etiologi
Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengangangguan transmisi pada
neuromuscular junction, yaitu penghubung antaraunsur saraf dan unsur otot. Pada ujung
akson motor neuron terdapat partikel-partikel globuler yang merupakan penimbunan
asetilkolin (ACh). Jikarangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler pecah dan
AChdibebaskan yang dapat memindahkan gaya saraf yang kemudian bereaksidengan ACh
Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi inimembuka saluran ion pada membran
serat otot dan menyebabkan masuknyakation, terutama Na, sehingga dengan demikian
terjadilah kontraksi otot.
Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler pada Miasteniagravis tidak diketahui. Dulu
dikatakan, pada Miastenia gravis terdapatkekurangan ACh atau kelebihan kolinesterase,
tetapi menurut teori terakhir,faktor imunologiklah yang berperanan. (Qittun, 2008)
2.3

Epidemologi
Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui, dan dapatterjadi pada berbagai
usia. Biasanya penyakit ini lebih sering tampak padausia 20-50 tahun. Wanita lebih sering
menderita penyakit ini dibandingkanpria. Rasio perbandingan wanita dan pria yang menderita
miastenia gravisadalah 3 : 1. Pada wanita, penyakit ini tampak pada usia yang lebih
muda,yaitu sekitar 20 tahun, sedangkan pada pria, penyakit ini sering terjadi padausia 40
tahun. Pada bayi, sekitar 20% bayi yang dilahirkan oleh ibupenderita Miastenia gravis akan
memiliki miastenia tidak menetap/transient(kadang permanen). (Dewabenny, 2008)
2.4

Patogenesis / Patofisiologi
Sebelum tahun 1973, kelainan transmisi neuromuskuler padaMiastenia gravis dianggap
karena kekurangan ACh. Dengan ditemukanantibodi terhadap AChR (anti-AChR), baru
diketahui, gangguan tersebutadalah suatu proses imunologik yang menyebabkan jumlah
AChR padamembran postsinaptik berkurang. Anti-AChR ditemukan pada 80 - 90%penderita.
Adanya proses imunologik pada Miastenia gravis sudah didugaoleh Simpson dan Nastuk
pada tahun 1960. Selain itu, dalam serumpenderita Miastenia gravis juga dijumpai antibodi
terhadap jaringan ototserat lintang 30 - 40% dan antibodi antinuklear 25%.Kadar anti-AChR
pada Miastenia gravis bervariasi antara 2-1000nMol/L, dan kadar ini berbeda secara individu.
Anti-AChR ini akanmempercepat penghancuran AChR, tetapi tidak menghambat
pembentukanAChR baru. Sebagai akibat proses imunologik, membran
postsinaptikmengalami perubahan sehingga jarak antara ujung saraf dan membran post

Created by: Susilo Eko Putra (zoetha_05_kaylila@yahoo.co.id) Page 8


sinaptik bertambah lebar dengan demikian kolinesterase mendapatkesempatan lebih banyak
untuk menghancurkan Ach . Gejala klinikMiastenia gravis akan timbul bila 75% AChR tidak
berfungsi, atau jumlahnya berkurang 1/3 dari normal. (Endang Thamrin dan P. Nara, 1986)
2.5

Manifestasi Klinis (Tanda Dan Gejala)


Miastenia gravis diduga merupakan gangguan autoimun yangmerusak fungsi reseptor
asetilkolin dan mengurangi efisiensi hubunganneuromuscular. Keadaan ini sering
bermanisfestasi sebagai penyakit yangberkembang progresif lambat. Pada 90 % penderita,
gejala awal berupagangguan otot-otot okular yang menimbulkan ptosis dan diplopia.
Diagnosisdapat ditegakkan dengan memperhatikan otot-otot levator palpebrae kelopakmata.
Bila penyakit hanya terbatas pada otot-otot mata saja, maka perjalananpenyakitnya sangat
ringan dan tidak akan menyebabkan kematian.Miastenia gravis juga menyerang otot-otot,
wajah, dan laring.Keadaan ini dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika
pasienmencoba menelan (otot-otot palatum), menimbulkan suara yang abnormalatau suara
nasal, dan pasien tak mampu menutup mulut yang dinamakansebagai tanda rahang
menggantung.Pada sistem pernapasan, terserangnya otot-otot pernapasan terlihatdari adanya
batuk yang lemah, dan akhirnya dapat berupa serangan dispneadan pasien tidak lagi mampu
membersihkan lender dari trakea dan cabang-cabangnya. Pada kasus yang lebih lanjut, gelang
bahu dan panggul dapatterserang hingga terjadi kelemahan pada semua otot-otot
rangka.Biasanya gejala Miastenia gravis dapat diredakan dengan beristirahatdan dengan
memberikan obat antikolinesterase. Namun gejala-gejalatersebut dapat menjadi lebih atau
mengalami eksaserbasi oleh sebab (SilviaA. Price, Lorain M. Wilson. 1995.);1.

Perubahan keseimbangan hormonal, misalnya selama kehamilan,fluktuasi selama siklus haid


atau gangguan fungsi tiroid,
2.

Adanya penyakit penyerta terutama infeksi saluran pernapasan bagianatas, dan infeksi yang
disertai diare dan demam,3.

Gangguan emosi atau stres. Kebanyakan pasien mengalami kelemahanotot apabila mereka
berada dalam keadaan tegang,4.
Alkohol, terutama bila dicampur dengan air soda yang mengandungkuinin (suatu obat yang
mempermudah terjadinya kelemahan otot) danobat-obat lainnya.Pada pemeriksaan
neurologik tidak ditemukan kelainan. Gejalakelemahan otot dapat diprovokasi oleh aktivitas,
stres, nervositas, demamdan obat-obat tertentu seperti B-blocker, derivat kinine,
aminoglikosida danlain-lain. Dulu diduga Miastenia gravis tidak timbul sebelum pubertas,
akantetapi dengan uji prostigmin dapat dibuktikan pada anak umur 18 bulan - 10tahun.
Millichap dan Dodge membagi Miastenia gravis pada anak dalam 3tipe (Endang Thamrin dan
P. Nara, 1986) :1.

Neonatal

transient

Miastenia gravisTipe ini terdapat pada 10-20% bayi baru lahir dari ibu-ibuyang menderita
Miastenia gravis. Beratnya gejala tidak berkaitandengan beratnya penyakit pada ibu . Segera atau
beberapa jamsetelah lahir, bayi menjadi lemah, nabgis dan gerakan berkurang,tidak dapat
mengisap, sukar menelan, pernapasan melemah. Gejalaini berlangsung tidak lebih dari 1
Bulan dan bayi berangsur-angsurkembali normal karena masuknya anti-AChR dari ibu
secaratransplasenter ke dalam tubuh bayi.2.

Neonatal persistent Miastenia gravis (congenital

Miastenia gravis
)
Gejala timbul pada waktu lahir, tetapi ibunya tidak sakitMiastenia gravis. Gejala hampir
sama dengan tipe
neonataltransient

Miastenia gravis,
bersifat ringan, berlangsung lama,makin lama makin buruk . Relatif resisten terhadap
pengobatan danremisi komplit jarang.

Created by: Susilo Eko Putra (zoetha_05_kaylila@yahoo.co.id) Page 10


3.

Juvenile

Miastenia gravisTipe ini timbul pada umur 2 tahun sampai remaja. Keluhandan gejala sama
seperti pada orang dewasa dan gejala pertamabiasanya diplopia dan ptosis atau gejala THT
seperti gangguanmengunyah, menelan atau suara sengau.
2.6

Komplikasi
Krisis miasthenic merupakan suatu kasus kegawatdaruratan yangterjadi bila otot yang
mengendalikan pernapasan menjadi sangat lemah.Kondisi ini dapat menyebabkan gagal
pernapasan akut dan pasien seringkalimembutuhkan respirator untuk membantu pernapasan
selama krisisberlangsung. Komplikasi lain yang dapat timbul termasuk tersedak,
aspirasimakanan, dan pneumonia.Faktor-faktor yang dapat memicu komplikasi pada pasien
termasukriwayat penyakit sebelumnya (misal, infeksi virus pada pernapasan), pascaoperasi,
pemakaian kortikosteroid yang ditappering secara cepat, aktivitasberlebih (terutama pada
cuaca yang panas), kehamilan, dan stressemosional.
2.7

Pencegahan Primer, Sekunder, Dan Tersier


1.

Pencegahan PrimerPencegahan primer merupakan suatu bentuk pencegahan yangdilakukan


pada saat individu belum menderita sakit. Bentuk upaya yangdilakukan yaitu dengan cara
promosi kesehatan atau penyuluhan degancara memberikan pengetahuan bagaimana
penanggulangan daripenyakit Miastenia gravis yang dapat dilakukan dengan;a.

Memberi pengetahuan untuk tidak mengkonsumsi minum-minuman beralkohol, khususnya


apabila minuman keras tersebutdicampur dengan air soda yang mengandung kuinin. Kuinin
inimerupakan suatu obat yang memudahkan terjadinya kelemahanotot.
b.

Menjaga kondisi untuk tidak kelelahan dalam melakukan pekerjaandan menjaga kondisi
untuk tidak stres. Karena kebanyakan pasien-pasien Miastenia gravis ini terjadi pada saat
mereka dalam kondisiyang lelah dan tegang.2.

Pencegahan SekunderPencegahan ini ditujukan pada individu yang sudah mulai sakitdan
menunjukkan adanya tanda dan gejala. Pada tahap ini yang dapatdilakukan adalah dengan
cara pengobatan antara lain denganmempengaruhi proses imunologik pada tubuh individu,
yang bisadilaksanakan dengan; Timektomi, Kortikosteroid, Imunosupresif yangbiasanya
menggunakan Azathioprine.3.

Pencegahan TersierPencegahan tersier (rehabilitasi), pada bentuk pencegahan


inimengusahakan agar penyakit yang di derita tidak menjadi hambatanbagi individu serta
tidak terjadi komplikasi pada individu. Yang dapatdilakukan dengan;a.

Mencegah untuk tidak terjadinya penyakit infeksi pada pernafasan.Karena hal ini dapat
memperburuk kelemahan otot yang dideritaoleh individu.b.

Istirahat yang cukupc.

Pada Miastenia gravis dengan ptosis, yaitu dapat diberikankacamata khusus yang dilengkapi
dengan pengait kelopak mata.d.

Mengontrol pasien Miastenia gravis untuk tidak minum obat-obatantikolinesterase secara


berlebihan.
2.8
Penatalaksanaan
Pada pasien dengan Miastenia gravis harus belajar dalam batasanyang ditetapkan oleh
penyakit yang mereka derita ini. Mereka memerlukantidur selam 10 jam agar dapat bangun
dalam keadaan segar, dan perlumenyelingi kerja dengan istirahat. Selain itu mereka juga
harus menghindari

Created by: Susilo Eko Putra (zoetha_05_kaylila@yahoo.co.id) Page 12


factor-faktor pencetus dan harus minum obat tepat pada waktunya. (SilviaA. Price, Lorain M.
Wilson. 1995.)Walaupun belum ada penelitian tentang strategi pengobatan yangpasti, tetapi
Miastenia gravis merupakan kelainan neurologik yang palingdapat diobati. Antikolinesterase
(asetilkolinesterase inhibitor) dan terapiimunomudulasi merupakan penatalaksanaan utama
pada miastenia gravis.Antikolinesterase biasanya digunakan pada miastenia gravis yang
ringan.Sedangkan pada pasien dengn miastenia gravis generalisata, perlu dilakukanterapi
imunomudulasi yang rutin.Terapi imunosupresif dan imunomodulasi yang
dikombinasikandengan pemberian antibiotik dan penunjang ventilasi, mampu
menghambatterjadinya mortalitas dan menurunkan morbiditas pada penderita
miasteniagravis. Pengobatan ini dapat digolongkan menjadi terapi yang dapatmemulihkan
kekuatan otot secara cepat dan terbukti memiliki onset lebihlambat tetapi memiliki efek yang
lebih lama sehingga dapat mencegahterjadinya kekambuhan. (Endang Thamrin dan P. Nara,
1986)Secara garis besar, pengobatan Miastenia gravis berdasarkan 3prinsip, yaitu1.

Mempengaruhi transmisi neuromuskuler:a.

IstirahatDengan istirahat, banyaknya ACh dengan rangsangan saraf akanbertambah sehingga


serat-serat otot yang kekurangan AChR di bawahambang rangsang dapat berkontraksi.b.

Memblokir pemecahan AchDengan anti kolinesterase, seperti prostigmin,


piridostigmin,edroponium atau ambenonium diberikan sesuai toleransi penderita,biasanya
dimulai dosis kecil sampai dicapai dosis optimal. Pada bayidapat dimulai dengan dosis 10 mg
piridostigmin per os dan pada anakbesar 30 mg , kelebihan dosis dapat menyebabkan krisis
kolinergik.
2.

Mempengaruhi proses imunologika.

TimektomiTujuan neurologi utama dari Thymectomi ini adalah tercapainyaperbaikan


signifikan dari kelemahan pasien, mengurangi dosis obatyang harus dikonsumsi pasien, serta
idealnya adalah kesembuhanyang permanen dari pasien. Timektomi dianjurkan pada MG
tanpatimoma yang telah berlangsung 3-5 tahun. Dengan timektomi,setelah 3 tahun 25%
penderita akan mengalami remisi klinik dan40-50% mengalami perbaikan.b.

KortikosteroidDiberikan prednison dosis tunggal atau alternating untuk mencegahefek


samping. Dimulai dengan dosis kecil, dinaikkan perlahan-lahansampai dicapai dosis yang
diinginkan. Kerja kortikosteroid untukmencegah kerusakan jaringan oleh pengaruh
imunologik ataubekerja langsung pada transmisi neromuskuler.c.
Imunosupresif Yaitu dengan menggunakan Azathioprine, Cyclosporine,Cyclophosphamide
(CPM). Namun biasanya digunakan azathioprin(imuran) dengan dosis 2 mg/kg BB.
Azathioprine merupakan obatyang secara relatif dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh
dansecara umum memiliki efek samping yang lebih sedikitdibandingkan dengan obat
imunosupresif lainnya. Perbaikan lambatsesudah 3-12bulan. Kombinasi azathioprine dan
kortikosteroid lebihefektif yang dianjurkan terutama pada kasus-kasus berat.d.

Plasma exchangeBerguna untuk mengurangi kadar anti-AChR; bila kadar dapatditurunkan


sampai 50% akan terjadi perbaikan klinik.3.

Penyesuaian penderita terhadap kelemahan ototTujuannya agar penderita dapat


menyesuaikan kelemahan otot dengan:a.

Memberikan penjelasan mengenai penyakitnya untuk mencegahproblem psikis.

Created by: Susilo Eko Putra (zoetha_05_kaylila@yahoo.co.id) Page 14


b.

Alat bantuan non medikamentosaPada Miastenia gravis dengan ptosis diberikan kaca mata
khususyang dilengkapi dengan pengkait kelopak mata. Bila otot-otot leheryang kena,
diberikan penegak leher. Juga dianjurkan untukmenghindari panas matahari, mandi sauna,
makanan yangmerangsang, menekan emosi dan jangan minum obat-obatan yangmengganggu
transmisi neuromuskuler seperti B-blocker, derivatkinine, phenintoin, benzodiazepin,
antibiotika sepertiaminoglikosida, tetrasiklin dan d-penisilamin.
2.9

Prognosis
Pada anak, prognosis sangat bervariasi tetapi relatif lebih baik daripada orang dewasa. Dalam
perjalanan penyakit, semua otot serat lintangdapat diserang, terutama otot-otot tubuh bagian
atas, 10% Miastenia gravistetap terbatas pada otot-otot mata, 20% mengalami insufisiensi
pernapasanyang dapat fatal, 10%,cepat atau lambat akan mengalami atrofi otot.Progresi
penyakit lambat, mencapai puncak sesudah 3-5 tahun, kemudianberangsur-angsur baik dalam
15-20 tahun dan 20% antaranya mengalamiremisi. Remisi spontan pada awal penyakit
terjadi pada 10% Miasteniagravis. (Endang Thamrin dan P. Nara, 1986)
BAB 3. PATHWAY3.1

Patofisiologi Gambaran Penyakit Secara Menyeluruh


Saraf besar bermielin yang berasal dari sel kornu anterior medullaspinalis dan batang otak
mempersarafi otot rangka atau otot lurik. Saraf-saraf ini mengirimkan aksonnya dalam bentuk
saraf-saraf spinal dan kranialmenuju ke perifer. Masing-masing saraf bercabang banyak
sekali danmampu merangsang sekitar 2000 serabut otot rangka. Gabungan antara
saraf motorik dan serabut-serabut otot yang dipersarafi dinamakan unit mototrik.Meskipun
setiap neuron mototrik mempersarafi banyak serabut otot, tetapisetiap serabut otot dipersarafi
oleh hanya satu neuron motorik.Daerah khusus yang merupakan tempat pertemuan antara
saraf motorik dan serabut otot disebut sinaps neuromuskular atau hubunganneuromuscular.
Hubungan neuromuskular merupakan suatu sinaps kimiaantara saraf dan otot yang terdiri dari
tiga komponen dasar: unsur presinaps,elemen postsinaps, dan celah sinaps yang mempunyai
lebar sekitar 200.Unsur presinaps terdiri dari akson terminal dengan vesikel sinaps
yangberisi asetilkolin yang merupakan neurotransmitter. Asetilkolin disintesisdan disimpan
dalam akson terminal (bouton). Membran plasma aksonterminal disebut membran presinaps.
Unsur postsinaps terdiri dari membranpostsinaps atau lempeng akhir motorik serabut otot.
Membran postsinapsdibentuk oleh invaginasi selaput otot atau sarkolema yang dinamakan
aluratau palung sinaps dimana akson terminal menonjol masuk ke dalamnya.Bagian ini
mempunyai banyak lipatan (celah-celah subneural) yang sangatmenambah luas permukaan.
Membran postsinaps memiliki reseptor-reseptorasetilkolin dan mampu menghasilkan
potensial lempeng akhir yangselanjutnya dapat mencetuskan potensial aksi otot. Pada
membranpostsinaps juga terdapat suatu enzim yang dapat menghancurkan asetilkolinyaitu
asetilkolinesterase. Celah sinaps adalah ruang yang terdapat antaramembran presinaps dan
postsinaps. Ruang tersebut terisi semacam zatgelatin, dan melalui gelatin ini cairan ekstrasel
dapat berdifusi.
Bila impuls saraf mencapai hubungan neuromukular, maka membranakson terminal presinaps
mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin akandilepaskan dalam celah sinaps. Asetilkolin
berdifusi melalui celah sinapsdan bergabung dengan reseptor asetilkolin pada membran
postsinaps.Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas terhadap
natriummaupun kalium pada membran postsinaps. Influks ion natrium danpengeluaran ion
kalium secara tiba-tiba menyababkan depolarisasi lempengakhir dikenal sebagai potensial
lempeng akhir (EPP). Jika EPP ini mencapaiambang akan terbentuk potensial aksi dalam
membrane otot yang tidakberhubungan dengan saraf, yang akan disalurkan sepanjang
sarkolema.Potensial ini memicu serangkaian reaksi yang mengakibatkan kontraksiserabut otot.
Sesudah transmisi melewati hubungan neuromuskular terjadi,asetilkolin akan dihancurkan
oleh enzim asetilkolinesterase. Pada orangnormal jumlah asetilkolin yang dilepaskan sudah
lebih dari cukup untukmenghasilkan potensial aksi. Pada Miastenia gravis,
konduksineuromuskular terganggu. Jumlah reseptor asetilkolin berkurang yangmungkin
dikarenakan cedera autoimun.Pada klien dengan Miastenia gravis, secara makroskopis otot-
ototnyatampak normal. Jika ada atrofi, maka itu disebabkan karena otot tidakdigunakan.
Secara mikroskopis beberapa kasus dapat ditemukan infiltrasilimfosit dalam otot dan organ-
organ lain, tetapi pada otot rangka tidak dapatditemukan kelainan yang konsisten.

Gambaran patofisiologi Miastenia gravis dapat dilihat dari skema yang adadibawah ini :
Gangguan Autoimun yangmerusak reseptor asetilkolinJumlah reseptor asetilkolinberkurang
pada membraneKerusakan pada transisi impuls saraf menuju sel-sel ototkarena kehilangan
kemampuan atau hilangnya reseptor normalmembrane postsinaps pada sambungan
neuromuskularPenurunan hubungan neuromuscularKelemahan otot-ototOtot ototokularOtot
wajah, laring,farinOtot volunter Otot pernapasanGangguanotot levatorpalpebra
4. Gangguancitra diri
Ptosis &Diplopia
Regurgitasimakanan ke hidungpada saat menelanSuara abnormalketidakmampuanm e n u t u
r a h a n Krisis miestania
3. Kerusakankomunikasiverbal
Kelemahanotot-ototrangkaKetidakmampuan batukefektif Kelemahanotot-ototpernafasan
1. Ketidakefektifanpola2. Hambatanmobilitas fisik
kematian
BAB 4. IMPLIKASI DALAM BIDANG KEPERAWATAN4.1

Implikasi Patofisiologi Miastenia gravis Dalam Bidang Keperawatan


Seperti telah disebutkan sebelumnya, Miastenia gravis didugamerupakan gangguan autoimun
yang merusak fungsi reseptor asetilkolindan mengurangi efisiensi hubungan neuromuskular.
Berikut dibawah iniadalah asuhan keperawatan mengenai Miastenia gravis:A.

Pengkajian, meliputi:a.

B1 (Breating)Inspeksi apakah klien mengalami kemampuan ataupenurunan batuk efektif,


produksi sputum, sesak nafas, penggunaanotot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi
pernafasan seringdidapatkan pada klien yang disertai adanya kelemahan otot-ototpernafasan.
Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronchi ataustridor pada klien menandakan adanya
akumulasi sekret pada jalannafas dan penurunan kemampuan otot-otot pernapasan.b.

B2 (Blood)Pengkajian pada sistem kardiovaskular terutama dilakukanuntuk memantau


perkembangan status kardiovaskular, terutamadenyut nadi dan tekanan darah yang secara
progresif akan berubahsesuai dengan kondisi tidak membaiknya status pernafasan.c.

B3 (Brain)Kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi ocular, jatuhnya kelopak


mata atau dislopia intermien, bicara klienmungkin disatrik.d.

B4 (Bladder)Pengkajian terutama ditujukan pada sistem perkemihan.Biasanya terjadi kondisi


dimana fungsi kandung kemih menurun,retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih.e.

B5 (Bowel)

Created by: Susilo Eko Putra (zoetha_05_kaylila@yahoo.co.id) Page 19


Ditunjukkan dengan kesulitan menelan-mengunyah, disfagia,kelemahan otot diafragma dan
peristaltic usus turun.f.

B6 (Bone)Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui adanya gangguanaktifitas atau mobilitas


fisik, kelemahan otot yang berlebihan.B.

Diagnosa KeperawatanBerdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan meliputi


halberikut :1.

Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan ototpernapasan.2.

Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahanfisik umum, keletihan.3.

Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,gangguan pengucapan kata,


gangguan neuromuskular, kehilangankontrol tonus otot fasial atau oral.4.

Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuankomunikasi verbal.C.


Intervensi Keperawatan
DiagnosaKeperawatan No. 1
Ketidakefektifan pola nafas berhubungandengan kelemahan otot pernapasan.
Tujuan
: Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan intervensi polapernapasan klien kembali efektif
Kriteria Hasil
: Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalambatas normal, bunyi nafas terdengar jelas,
respiratorterpasang dengan optimal
Intervensi Rasional
Kaji kemampuanventilasiUntuk klien dengan penurunan kapasitasventilasi, perawat mengkaji
frekuensipernapasan, kedalaman, dna bunyi nafas,pantau hasil tes fungsi paru-paru (volume
tidal, kapasitas vital, kekuatan inspirasi),dengan interval yang sering dalammendeteksi
masalah pau-paru, sebelumperubahan kadar gas darah arteri dansebelum tampak gejala
klinik.Kaji kualitas, frekuensi,dan kedalamanpernapasan, laporkansetiap perubahan
yangterjadi.Dengan mengkaji kualitas, frekuensi, dankedalaman pernapasan, kita
dapatmengetahui sejauh mana perubahan kondisiklien.Baringkan klien dalamposisi yang
nyamandalam posisi dudukPenurunan diafragma memperluas daerahdada sehingga ekspansi
paru bisa maksimal.Observasi tanda-tandavital (nadi,RR).Peningkatan RR dan takikardi
merupakanindikasi adanya penurunan fungsi paru.
DiagnosaKeperawatan No. 2
Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungandengan kelemahan fisik umum, keletihan.
Tujuan
: Infeksi bronkhopulmonal dapat dikendalikan untukmenghilangkan edema inflamasi dan
memungkinkanpenyembuhan aksi siliaris normal. Infeksi pernapasan minoryang tidak
memberikan dampak pada individu yang memilikiparu-paru normal, dapat berbahaya bagi
klien dengan PPOM.
Kriteria Hasil
: Frekuensi nafas 16-20 x/menit, frekuensi nadi 70-90x/menit, dan kemampuan batuk efektif
dapat optimal,tidak ada tanda peningkatan suhu tubuh.
Intervensi Rasional
Kaji kemampuan kliendalam melakukanaktivitasMenjadi data dasar dalam
melakukanintervensi selanjutnya.

Atur cara beraktivitasklien sesuai kemampuan.Sasaran klien adalah memperbaiki


kekuatandan daya tahan. Menjadi partisipan dalampengobatan, klien harus belajar
tentangfakta-faakta dasar mengenai agen-agenantikolinesterase-kerja, waktu,
penyesuaiandosis, gejala-gejala kelebihan dosis, danefek toksik. Dan yang penting
padapengguaan medikasi dengan tepat waktuadalah ketegasan.Evaluasi kemampuanaktivitas
motorikMenilai singkat keberhasilan dari terapiyang boleh diberikan.
DiagnosaKeperawatan No. 3
Gangguan komunikasi verbal berhubungandengan disfonia, gangguan pengucapan
kata,gangguan neuromuskular, kehilangan kontroltonus otot fasial atau oral.
Tujuan
: Klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalahkomunikasi, mampu
mengekspresikan perasaannya, mampumenggunakan bahasa isyarat.
Kriteria Hasil
: Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhanklien dapat dipenuhi, klien mampu
merespons setiapberkomunikasi secara verbal maupun isyarat.
Intervensi Rasional
Kaji komunikasi verbalklien.Kelemahan otot-otot bicara klien krisismiastenia gravis dapat
berakibat padakomunikasi.Lakukan metodekomunikasi yang idealsesuai dengan
kondisiklien.Teknik untuk meningkatkan komunikasimeliputi mendengarkan klien,
mengulangiapa yang mereka coba komunikasikandengan jelas dan membuktikan yang
diinformasikan, berbicara dengan klienterhadap kedipan mata mereka dan ataugoyangkan
jari-jari tangan atau kaki untukmenjawab ya/tidak. Setelah periode krisisklien selalu mampu
mengenal kebutuhanmereka.Beri peringatan bahwaklien di ruang inimengalami
gangguanberbicara, sediakan belkhusus bila perlu.Untuk kenyamanan yang berhubungandengan
ketidakmampuan komunikasi.Antisipasi dan bantukebutuhan klien.Membantu menurunkan
frustasi oleh karenaketergantungan atau ketidakmampuanberkomunikasi.Ucapkan
langsungkepada klien denganberbicara pelan dantenang, gunakanpertanyaan dengan jawaban ya
atautidak dan perhatikanrespon klienMengurangi kebingungan atau kecemasanterhadap
banyaknya informasi. Memajukanstimulasi komunikasi ingatan dan kata-kata.Kolaborasi:
konsultasi keahli terapi bicara.Mengkaji kemampuan verbal individual,sensorik, dan motorik,
serta fungsi kognitif untuk mengidentifikasi defisit dankebutuhan terapi.
DiagnosaKeperawatan No. 4
Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis,ketidakmampuan komunikasi verbal.
Tujuan
: Citra diri klien meningkat.
Kriteria Hasil
: Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan denganorang terdekat tentang situasi dan
perubahan yangsedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diriterhadap situasi,
mengakui dan menggabungkanperubahan ke dalam kosep diri dengan cara yangakurat tanpa
harga diri yang negatif.
Intervensi Rasional
Kaji perubahan darigangguan persepsi danhubungan dengan
derajatketidakmampuan.Menentukan bantuan individual dalammenyusun rencana perawatan
ataupemilihan intervensi.Identifikasi arti darikehilangan ataudisfungsi pada klien.Beberapa klien
dapat menerima danmengatur beberapa fungsi secara efektif dengan sedikit penyesuaian diri,
sedangkanyang lain mempunyai kesulitanmembandingkan mengenal dan
mengaturkekurangan.Bantu dan anjurkanperawatan yang baik danmemperbaiki
kebiasaan.Membantu meningkatkan perasaan hargadiri dan mengontrol lebih dari satu
areakehidupan.Anjurkan orang yangterdekat untukmengizinkan klienmelakukan hal
untukdirinya sebanyak-banyaknya.Menghidupkan kembali perasaankemandirian dan
membantu perkembanganharga diri serta mempengaruhi prosesrehabilitasi.Kolaborasi: rujuk
padaahli neuropsikologi dankonseling bila adaindikasi.Dapat memfasilitasi perubahan peran
yangpenting untuk perkembangan perasaan.

Created by: Susilo Eko Putra (zoetha_05_kaylila@yahoo.co.id) Page 24


D.

Implementasi KeperawatanTahap ini merupakan pengelolaan, perwujudan, serta


bentuktindakan nyata dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahapintervensi.E.
Evaluasi KeperawatanTahap evaluasi merupakan suatu penilaian terhadap proseskeperawatan
yang telah dilakukan. Dengan kata lain, evaluasimerupakan suatu bentuk perbandingan antara
hasil-hasil yang diperolehdengan kriteria hasil yang telah dibuat sebelumnya pada
tahapintervensi. Berikut adalah evaluasi dari diagnosa proses keperawatan diatas:1.

Keefektifan fungsi pernapasan.2.

Batuk secara optimal bisa dilakukan.3.

Fungsi komunikasi sudah adekuat ditunjukkan denganpenggunaan baik dengan bahasa isyarat
maupun verbal secaraoptimal.
4.2

Peranan Keperawatan
Dalam proses pencegahan ataupun penyembuhan Miastenia gravissangat penting dilakukan
oleh perawat. Adapun peran perawat pada individudengan Miastenia gravis antara lain:1.

Care giver (pemberi perawatan),Dimana perawat memberikan perawatan secara langsung


padaklien Miastenia gravis dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhandasar klien seperti
pada saat pasien menunjukkan gejala sesak nafas,maka perawat harus meninggikan bagian
kepala tempat tidur 30-40derajat, karena dengan posisi ini akan memudakan upaya
untukbernafas.2.

PendidikPerawat harus mengajarkan atau memberi pendidikan baik padaklien ataupun pada
keluarga mengenai penatalaksaan jangka panjang

dalam penanganan pemyakit Miastenia gravis ini. Sehinggadiharapkan klien dan keluarga
dapat memahami dengan baik tentangproses penyakit kronis yang memungkinkan dapat
mengenali gejalayang bisa menimbulkan komplikasi yang lebih lanjut.3.

Pengawas kesehatanPerawat perlu mengawasi klien dengan cara melakukankunjungan rumah


(home visit) secara periodik yang bertujuan untukmengetahui sebagaimana jauh
perkembangan setelah menjalanipengobatan dan perawatan.

4.

KonsultanPerawat sebagai narasumber baik pada klien maupun keluargadalam mengatasi


masalah yang timbul, seperti bila tidak mengetahuiatau lupa dalam memberikan obat-obatan
baik kapan maupun jumlahdosis, maka perawat perlu memberikan nasehat kepada
mereka.Waktu yang tepat dalam pemberian obat sesuai dosis yang akuratberkaitan dengan
peningkatan kebutuhan energy. Dengan memberikanobat sebelum makan akan memberikan
kekuatan otot untukmengunyah makanan.5.
KolaborasiPerawat harus mampu berkolaborasi atau bekerja sama dengantenaga kesehatan lain
yang sesuai dengan penanganan pada masalahklien. Dengan adanya kerjasama ini, maka pemberian
asuhankeperawatan bisa sesuai dengan pengobatan yang seharusnyadiberikan.

BAB 5 PENUTUP5.1

Kesimpulan
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai olehsuatu kelemahan
abnormal dan progresif pada otot rangka yangdipergunakan secara terus-menerus dan disertai
dengan kelelahan saatberaktivitas. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari
synaptictransmission
atau pada
neuromuscular junction
. Gangguan tersebut akanmempengaruhi transmisi neuromuscular pada otot tubuh yang
kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunter).Wanita lebih sering menderita penyakit ini
dibandingkan pria. Rasioperbandingan wanita dan pria yang menderita miastenia gravis
adalah 3 : 1.Pada wanita, penyakit ini tampak pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar20
tahun, sedangkan pada pria, penyakit ini sering terjadi pada usia 40tahun. Pada anak,
prognosis sangat bervariasi tetapi relatif lebih baik daripada orang dewasaSecara garis besar,
pengobatan Miastenia gravis berdasarkan 3prinsip, yaitu; (1) Mempengaruhi transmisi
neuromuskuler, (2)Mempengaruhi proses imunologik, (3) Penyesuaian penderita
terhadapkelemahan otot.
5.2

Saran
Dengan adanya makalah ini, semoga dapat digunakan sebagaipedoman bagi pembaca baik tenaga
kesehatan khususnya perawat dalampemberian asuhan keperawatan secara professional.
Selain itu pembacadiharapkan dapat mengaplikasikan tindakan pencegahan
danpenanggulangan untuk menghindari penyakit Miastenia gravis ini. Mungkindalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu penulismengharapkan saran
dan kritik demi kesempurnaan penyusunan makalahini
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 1995.
Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan: Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif
. Edisi 2. Jakarta: PenerbitBuku Kedokteran EGC, hal: 293-297Chandrasoma, Parakrama,
Clive R.Taylor. 2005.
Ringkasan Patologi Anatomi
.Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal: 869-871Dewabenny. 2008. Miastenia
Gravis. http://dewabenny.com/ 2008/ 07/12/ miastenia-gravis. (3 September 2009)Endang
Thamrin dan P. Nara. 1986.
Cermin Dunia Kedokteran
. No. 41, 1986.Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma, hal: 40-
42Mubarak, Husnul. 2008. Miastenia gravis.
http://cetrione.blogspot.com/ 2008/06/miastenia-gravis.html. (3 September 2009)Silvia A.
Price, Lorain M. Wilson. 1995.
Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- proses Penyakit
. Edisi 4. Buku 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,hal: 998 1003Qittun. 2008.
Asuhan keperawatan dengan Miastenia Gravis.http://qittun.blogspot.com/2008/05/asuhan-
keperawatan-dengan-miastenia.html. (3 September 2009)

Vous aimerez peut-être aussi