Vous êtes sur la page 1sur 8

ABG Mesum

ABG Mesum - Mendung masih menggayut di luar sana, saat kualihkan pandangan dari
mikroskop keluar menembus jendela kaca besar yang tertutup dengan rapat dan gedung-
gedung tinggi di kejauhan tampak samar-samar. Mungkin sudah turun hujan di daerah
sana. Masih terasa dingin juga, walaupun di luar belum turun hujan. Jam dinding di
depan sana baru menunjukkan pukul 13:45, berarti masih ada sekitar 15 menit lagi
sebelum jam praktikum ini selesai. Seluruh slide preparat sudah kupelajari dan rasanya
tidak ada masalah. Seluruh jenis kuman yang ada sudah kukenal. Hanya memang ada 1
preparat yang mungkin sudah tua sehingga agak sulit untuk dilihat, namun akhirnya
dapat juga, walaupun membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk mencarinya.

Tiba-tiba timbul rasa isengku untuk minta bantuan Caroline melihat preparat itu, soalnya
pikiranku juga lagi suntuk, sekalian ingin memantapkan keyakinanku.
Carol, bantu gue dong. Ini preparat apaan sih? Gue susah nih ngeliatnya, begitu pintaku
pada doi.
Caroline nama lengkapnya. Biasanya kupanggil Carol saja. Doi ini anak Surabaya asli.
Tubuhnya lumayan besar tetapi cukup proporsional menurutku. Tinggi badannya sekitar
170 cm. Sangat tinggi untuk cewek Indonesia dan yang pasti doi ini punya buah dada yang
sangat besar menurutku, seperti buah kelapa mendekati pepaya. Nah, bingung kan anda
membayangkannya? Otak doi cukup lumayan berdasarkan pengamatan 2 tahun ini
terhadapnya, soalnya dari angka-angka yang diumumkan pada tiap kali kami ujian, doi
berada di ranking atas kalau tidak A, ya B.

Oh ya, sistem ujian kami adalah kenaikan tingkat, jadi tidak ada yang namanya SKS.
Pokoknya pegang saja mata kuliah pokok dan lulus, maka kami dapat naik tingkat. Asal
yang minornya tidak jeblok banget. Terus ada enaknya lagi kalau sudah lulus tingkat 2
pasti jadi, maksudnya jadi dokter. Tidak ada lagi DO (drop out). Mau kuliah 10 tahun,
lima belas tahun atau sampai bosan. Tetapi sekarang sudah diganti kurikulumnya
menjadi sistem SKS yang membuat semakin susah kali ya?

Apaan sich sini! pinta doi menanggapi permintaanku.


Terus doi putar mikroskopku ke arahnya, soalnya doi duduknya di depanku, jadi kalau
doi mau membantuku tinggal putar badan terus berhadapan. Hanya terhalang oleh ujung
meja yang sedikit dibuat tinggi untuk meletakkan stop kontak dan reagen pewarnaan
saja. Jadi doi membantuku memperlihatkan mikroskop itu sambil nungging.

Busyet, tuch toket sekarang pas sekali bisa kulihat dari atas bajunya, soalnya doi
memakai baju yang agak longgar terus nungging, jadi bisa terlihat dari ketinggian dengan
leluasa. Tetapi kuperhatikan tidak ada bra-nya, terus turun ke bawah tetap tidak
kelihatan ada bra-nya. Tetapi pentil susunya juga tidak keliatan. Membuat penasaran
saja. Kalau bisa kuremas mau aku melakukannya, apalagi kalau diberikan gratis, betul
tidak? Jadi semakin penasaran. Doi ini memakai bra, apa tidak ya? Tetapi kulihat
samping kanan dan kirinya juga tidak terlihat ada tali bra-nya. Anehnya, kalau doi tidak
pakai, masa doi berani? pikirku. Otak memang mikir tetapi adikku yang di bawah tidak
mikir lagi kali ya? Soalnya langsung kencang saja minta perhatian yang lebih. Eh, lama-
lama sakit juga. Salah setel kali ya? Jadi ya gitu, dengan gaya seadanya tetapi tanpa
menarik perhatian publik tentunya, kukemudikan dulu ke jalur yang benar sehingga tidak
mengganggu konsentrasi.

Kira-kira 7-8 menit, akhirnya, Fran, ini kayanya BTA? Tapi gue ngga yakin betul, eloe
liat deh nih, gue udah passin, begitu lapor doi.
Dalam hati aku, Memang betul BTA, jadi ternyata benar keyakinanku. Apalagi dari 32
preparat yang ada memang kuman itu yang tidak ada di sediaan lainnya. Tetapi untuk
menghormati doi, sekaligus menutup rasa dosaku, sudah melihat pemandangan indah
dengan gratis, kemudian aku bangun dan memutari meja untuk melihat hasil
pemeriksaan yang ditunjukkan oleh doi. Benar, seperti dugaanku. Ya sudah. Tidak lama
terus bel bunyi. Kemudian, aku dan teman-teman lainnya mulai membereskan
peralatannya dan memasukkannya ke lemari masing-masing, sebab baru
dipertanggungjawabkan nanti di akhir semester untuk serah terima ke dosen pengajar
labnya. Tidak lama kemudian kami keluar ruangan lab praktikum.

Eh, ketika aku sudah di dalam lift untuk turun ke bawah. Sandro, temanku menegurku.
Fran, jadi ngga? tanya Sandro. Bertanya apa memaksa, aku jadi bingung.
Jadi Dro, seruku setelah sempat termenung sejenak.
Tolong bilangin ke temen-temen, lanjutku kemudian sebelum pintu lift itu tertutup dan
masih sempat kulihat Sandro mengacungkan ibu jarinya ke atas yang berarti dia mengerti
dan menangkap pesanku.

Sampai di bawah, wuiiih ramai sekali. Semua anak-anak berkumpul. Biasa, jam-jam
seperti ini anak FE, FIA dan FH baru saja mau masuk kuliah. Biasanya anak FKIP,
khususnya yang Psikologi lebih sore lagi. Gedung FK ini tepat di tengah-tengah, jadi
anak-anak dari Fakultas lain suka berkumpul di bawah, mereka sedang duduk-duduk.
Setelah memesan makanan kesukaanku, yaitu satekambing untuk mengisi perut yang
hanya sempat diisi pagi tadi dengan semangkok soto Madura, kucari tempat duduk dan
kulihat ada Sandra sedang makan sendirian.

San, kosong nich? tanyaku padanya seraya duduk persis di depannya.


Sebenarnya meja ini cukup untuk berempat, tetapi doi hanya sendirian.
He eh, jawabnya singkat dan cukup judes menurut ukuranku.
Anak itu boleh dibilang cantik. Tidak terlalu tinggi, sekitar 165 cm dengan tubuh sedang
ideal. Kulitnya putih dengan rambut yang selalu dipotong sebahu. Sifatnya cukup
pendiam, kalau bicara tenang, seakan memberikan kesan sabar, tetapi yang sering
dibicarakan teman-teman adalah judesnya itu yang membuatku juga kadang-kadang
tidak betah. Untungnya, aku tipe orang yang easy going, jadi jarang dimasukkan ke hati.
Percuma buat kepala pusing. Tetapi yang aku harus angkat topi sama doi, otaknya, sangat
encer. Sebetulnya doi masih muda, tetapi katanya waktu SD sempat loncat kelas, jadi saat
ini doi masih berusia 17 tahun. Bayangkan, umur 17 tahun sudah tingkat II FK. Aje gileee!

Kok manyun San? tanyaku basa-basi sedikit sebelum mulai makan, sebab kulihat juga
raut wajah doi agak sepet.
Ngapain tadi eloe tanya-tanya ke Carol, apa eloe sendiri ngga bisa liat? tanyanya ketus
sekali.
Kaget juga aku, aku di ketusin seperti ini. Tetapi memang benar feelingku, anak ini
rasanya agak menaruh hati padaku. Tetapi bagaimana ya? Masalahnya aku belum ingin,
paling tidak untuk saat ini. Masalahnya konsentrasiku saat ini adalah ingin jadi dokter
dulu. Apalagi aku masih ingin happy-happy saja dulu. Jadi aku tidak tanggapin serius
pertanyaan doi.
Tetapi kujawab, Oh. bener San, soalnya tuh preparat udah lama kali yah, jadi kaga
bagus lagi dan susah bener ngeliatnya. Tapi udah gue tandain kok. Pokoknya ada
bunderan kecil di kanan bawah pake tinta hitam, itu adalah BTA (Basil Tahan Asam,
biangnya penyakit TBC). Ingat lho di kanan bawah ada bunderan kecilnya. Terus
Belum sempat kujelaskan semua, tiba-tiba ada yang menepuk pundakku dan bilang,
Jam berapa?

Eh eloe Ky, bentar yah, abis gue makan nih, jawabku dengan penuh rasa syukur
karena jadi sekarang kami tidak berdua saja dengan Sandra. Minimal ada pihak ketiga.
Ngga ngga ngga.., tiba-tiba Sandra nyeletuk dengan nada tinggi dan cukup keras
mengatasi kebisingan yang ada di kantin ini, saat Ricky hendak duduk di sampingku.
San, sebentar, pinta Ricky sejurus kemudian, karena doi juga terkejut dengan ucapan
Sandra yang demikian tajam dengan nada tinggi.
Ngga ngga eloe ngerokok, sahutnya ketus.
Ricky memandangku meminta persetujuan, tetapi aku sedang malas berdebat, jadi aku
hanya angkat bahu dan melanjutkan makan siangku secepatnya, biar tidak terlalu lama.

Selesai makan, aku cepat-cepat pergi. Peduli amat, walaupun Sandra sepertinya masih
sangat kesal, doi pikir aku tolol sekali ya. Tetapi tidak peduli, yang penting aku selamat.
Betul, tidak? Di lapangan basket tempat biasa geng aku berkumpul, sudah kulihat cukup
lengkap juga anggotanya. Siang hari yang mendung ini masih sempat kulihat si Paul
melakukan lay-up terakhirnya sebelum kuberteriak untuk berangkat.
Kami berenam, Sandro, Ricky, Paul, Hengky, Mardi yang sudah punya kerja sambilan.
Saat ini kami menuju tempat kostnya Mardi dan terus ke kostku sendiri. Kami berjalan
menyusuri gang-gang sempit di sekitar kampus ini. Kemudian, tidak lama kami sampai
dan langsung naik ke atas, kamarnya Mardi ada di lantai dua. Di atas sini, seluruhnya ada
12 kamar. Maksudnya, 6-6 saling berhadapan. Umumnya satu kamar untuk berdua,
tetapi Mardi mengambil 1 kamar untuk dia sendiri. Katanya dia tidak bisa belajar serius
kalau ada teman sekamar, apalagi kalau dari lain jurusan, begitu alasannya. Bener apa
tidak, silakan perkirakan sendiri. Sebelum masuk ke kamar Mardi, aku masih sempat
memperhatikan kamar di sebelah Mardi. Masih gelap dan sepi, barangkali mereka belum
pada pulang.

Di kamar Mardi, wuuuiiiih hampir seluruh dinding kamarnya penuh dengan poster dari
ukuran yang kecil sampai sebesar meja belajar. Gambarnya memang tidak terlalu seru,
seadanya. Kesanku sih begitu, berantakan tidak karuan. Yang penting menempel. Di situ
ada gambar Madonna, Prince, Michael Jackson, terus artis-artis dari yang tidak terkenal
dari Hong Kong dan juga Indonesia seperti: Yatti Octavia dan beberapa gambar pemain
sepakbola yang aku tidak ketahui namanya. Maklum, aku bukan penggemar bola. Setelah
kamar dikunci, Mardi memberikan contoh dengan mengupas perlahan gambar poster
tadi di dinding yang terbuat dari kayu itu, dan segera menempelkan matanya pada lubang
yang ada di balik poster itu. Ya sudah, kami berebutan mencari poster yang tentunya
sesuai dengan ukuran tinggi tubuh kami. Dan, Ya ampun. Hampir di balik seluruh poster
yang tertempel di dinding itu kebanyakan ada lubang untuk mengintip ke kamar sebelah.
Aku sendiri memilih-milih lubang, satu cukup tinggi dan satunya lagi di bawah, yang
kalau kami lihat harus berjongkok atau setengah tiduran.

Yang lain juga sudah mendapatkan posisinya masing-masing. Dari balik lubang tempatku
melihat tampak kamar di sebelah tertata dengan apik. Di seberang sana menempel ke
dinding kanan ada ranjang, kemudian di sampingnya ada meja komputer, sedangkan
yang di sebelah kiri ada pintu lagi, kamar mandi. Dari lubang di bawah, aku tidak dapat
melihat banyak. Mungkin tepat di kolong meja. Meja belajar maksudnya.
Mar, jam berapa? tanyaku, ngga sabar nich. sambil tiduran di lantai, sementara lampu
di kamar tetap padam dan suasananya hening sekali.
Sebentar lagi, biasanya sich jam-jam segini, sahutnya bingung.
Eh, benar. Tidak lama terdengar pintu kamar ruang sebelah di buka dan setelah kami
menunggu agak lama sedikit, perlahan-lahan kami mulai beraksi dengan membuka
poster-poster sesuai pilihan kami masing-masing. Di kamar sebelah, kulihat ada cewek
yang lagi minum langsung dari botolnya, dan tampak lehernya yang putih mulus dengan
gerakan halus dari jakun yang sedang bekerja melancarkan air tersebut masuk ke
tenggorokannya.

Pemandangan ini membuat penisku mulai sedikit memberikan reaksi. Gila,


pemandangan yang indah sekali. Cewek itu belum dapat kulihat dengan jelas. Yang pasti,
rambutnya hitam, panjang sedikit melewati punggungnya dengan perawakan langsing
dan tinggi sekitar 160 cm. Mengenakan kaos berwarna pink, tidak terlalu ketat dan rok
mini yang juga berwarna pink. Pintu kamar mandi masih terbuka dan terdengar
seseorang sedang menumpahkan air di sana dan ketika dia keluar. Ya ampun, aku kenal
dengan anak ini. Si Andre, anak tehnik seangkatan dengan aku, dan kukenal doi karena
sama-sama satu grup saat P4 dulu.
Anaknya cukup supel dan aktif. Ketika
kulihat lagi yang cewek, ternyata aku juga
mengenalnya. Dia Irene, anak FE juga
seangkatan denganku dan kami semua
satu grup, Andre, Irene dan aku. Irene
sendiri sempat dekat benar dengan aku,
soalnya doi juga aktif dan sering
berdiskusi dengan aku. Lebih tepatnya
berdebat dalam session di P4 itu.
Pokoknya seru kalau sudah berdebat
dengan dia. Tetapi orangnya juga sportif.
kalau aku benar dalam mempertahankan
pendapat tentunya dengan jalan pikiran
yang logis, pasti dia mengakuinya.

Selama acara P4 yang 2 minggu lebih itu,


Irene nempel terus ke aku. Dari aku
sendiri suka-suka saja, soalnya aku juga
belum punya banyak teman saat itu,
demikian juga dia. Apalagi memang tidak
ada ruginya dekat-dekat dengan cewek
cantik. Dia dari Pontianak dan tidak
banyak anak Pontianak yang masuk
Jakarta untuk kuliah. Kalau si Andre sudah dari dulu dia mendekati Irene, jadi kami
berdua sering jalan bersama. Andre adalah anak Surabaya, sama dengan Sandra, hanya
saat itu aku lain group dengan Sandra, sehingga waktu itu belum dekat benar. Hanya
sekedar tahu saja. Memang sudah berulang kali aku bertemu Iren sedang ngobrol
bersama Andre. Akhirnya dapat juga Andre mendekati Irene dan geli juga aku
mengingatnya, sebab dari dulu Andre juga pernah bertanya kepadaku, lebih tepat
mancing-mancing perasaanku ke Irene. Tetapi kubilang ambil saja kalau dia mau. Bubar
P4 masih seminggu lebih lagi, aku dekat dengan Irene, sebab kami sama-sama diminta
menjadi anggota tim perumus akhir P4. Sesudah itu kami bubaran karena kuliahku
teratur dari pagi jam 7 sampai jam 2 siang, sedangkan doi tidak tentu. Sesudih itu aku
juga tidak terlalu memperhatikannya. Jadi semakin lama semakin jarang bertemu,
sampai hari ini baru aku lihat lagi.

ABG Cabul - Andre sempat mengecup pipi Irene sebelum doi duduk dan sibuk di depan
komputer, sedangkan Irene kemudian berjalan menuju ke arahku. Semakin dekat
dekat dekat Wah gawat, aku menjadi deg deg degkan tidak menentu. Saat itu Irene
begitu dekat hingga bisa kulihat dengan hanya dibatasi dinding kayu. Kalau ketahuan aku
sedang mengintip kan tengsin juga aku. Walaupun hati ini kebat-kebit, untung aku masih
ingat benar ilmunya si Mardi. Jangan sekali-kali bergerak kalau posisinya begitu, apalagi
sampai mengangkat mata dari lubang, karena akan ada sinar yang masuk melalui celah
dan itu bahaya besar, bisa membangkitkan perhatian. Kalau mungkin malah jangan
berkedip. Jadi kutahan mataku untuk menutup lubang itu, sambil berdoa semoga tidak
ketahuan, he he he Sudah salah masih minta slamat, dasar manusia, jadi
manusiawi.

Setelah agak lama Irene tenggelam dalam kesibukannya dan aku merasa aman, perlahan
kuangkat mata dari lubang itu dan kututup kembali dengan poster. Kemudian aku pindah
ke lubang yang ada di bawah meja. Sekarang yang tampak adalah sepasang kaki yang
sangat indah hingga ke pangkal paha putih mulus dengan posisi kaki disilangkan, yang
kanan menindih yang kiri. Cukup lama aku mengagumi hal ini dan kemudian tiba-tiba
kaki tersebut bergerak. Sekarang ganti kaki kiri yang menumpang di kaki kanan. Saat
perpindahan itu sempat terlihat CD doi. Kayanya warna pink juga tetapi sayangnya
singkat sekali sehingga tidak sempat kunikmati. Dengan sabar aku menanti kembali
gerakan-gerakan yang tentunya kuharapkan memberikan pandangan hidup yang lebih
baik lagi. Tetapi kok tidak kunjung tiba, sampai akhirnya penantianku membuahkan
hasil. Kakinya sedikit terbuka mengangkang dengan tubuh yang mungkin di condongkan
ke meja. Sekarang dapat ku lihat belahan paha bagian dalam terus menyusur ke dalam
dengan cahaya seadanya (karena di kolong meja), terus ke dalam memberikan gairah
tersendiri yang tanpa sadar penisku juga sudah mulai menegang. Rasanya ingin segera
mencari lubang itu dan menyelami dasarnya. Doi memakai celana berwarna pink dari
bahan yang tidak terlalu tebal sehingga masih berbayang rumput hitamnya yang cukup
tebal di tengah.

Uh, indah sekali. Lima belas menit sudah berlalu rasanya dan belum ada aktifitas lebih
lanjut. Lama-lama pegel juga mata dan bosan juga. Itu lagi itu lagi. Dan penisku juga
sudah mulai surut, sementara yang diintip diam saja. Lama-lama kakiku yang kesemutan
sendiri. Jadi kututup lagi lubang itu. Sekarang aku tiduran di lantai disusul oleh yang lain.
Bosan juga rupanya mereka. Orang tidak ngapa-ngapain kok diintip. Samar-samar masih
sempat kudengar hujan mulai turun di luar dan rasanya belum terlalu lama aku tidur
ketika kakiku di sepak-sepak Paul. Sialan. Dalam hati, baru juga mau tidur sebentar saja
ada yang ganggu. Dan eh, langsung aku segera bangun, karena teman-temanku sudah
sedang asyik di posisi masing-masing. Hanya aku yang ketinggalan. Rasanya aku tertidur
tidak terlalu lama. Apa aku pules benar ya?

Cepat-cepat saja kubuka lagi lubang yang punyaku dan segera kuintip.
Hhhggg hggg desah Irene sambil mengacak rambut Andre. Kulihat Irene duduk di
tepi ranjang, sedangkan Andre berlutut di hadapannya sedang sibuk menjilat belahan
paha bagian dalam. Tubuh mulus bagian atas Irene sendiri sudah terbuka, demikian juga
dengan branya yang tidak terlihat lagi ada dimana. Buah dadanya kencang sekali, cukup
besar dan menantang. Gila, tubuhnya putih mulus benar. Nyesel juga, kenapa dulu tidak
kuhajar saja. Saat itu penisku juga tidak tanggung-tanggung langsung bangun, tegang
sekali. Sialan juga temen-temen yang lain, terlambat membangunkanku. Seperti apa
permulaannya kan aku tidak lihat.

Aaaccchhh desah nikmat Irene seraya mendongakkan kepalanya ke belakang, dan


leher jenjangnya benar-benar mempesona.
Kemudian tangannya menyibakkan rambutnya ke belakang. Sungguh suatu paduan
gerakan alami nan menawan. Sejurus kemudian dia membungkuk dan menarik kaos yang
dikenakan Andre dan meletakkannya di lantai. Andre sendiri kemudian bangkit dan
melepaskan celana yang dikenakannya termasuk celana dalamnya. Segera tampak
senjata ampuh miliknya yang tentunya di sayang benar dan segera di lahap ujungnya
perlahan oleh Irene, dan perlahan mulai mengocoknya berirama hingga pada akhirnya
seluruh batang kemaluan itu tertelan oleh mulut Irene yang dihiasi bibir mungilnya. Milik
Andre rasanya tidak sebesar punyaku, tapi yang di sana rupanya lebih beruntung dari
yang punyaku, he he he.

Ren ach ach rintih Andre yang memuncak nafsunya.


Kemudian dikeluarkannya batang itu dan segera Andre mengangkat kaki Irene dan
menarik celana dalam serta rok mininya dan terlepas seluruhnya. Tetapi tidak sempat
kulihat dengan jelas, karena Irene segera tertidur di ranjang dan tertutup oleh bayangan
pantat Andre yang segera merebahkan tubuhnya di atas tubuh Irene dan mereka mulai
bergelut. Sesaat kemudian, Andre turun dari tubuh Irene dan perlahan membelai
tubuhnya mulai dari telinga kanan, leher, menyusuri bahu berputar-putar di sana sejenak
dan terus turun mendekat bukit nan menjulang sebelah kanan dan mendaki namun tidak
sampai menyentuh putting. Justru puting itu diam-bil dari puncaknya dengan lidah
Andre yang sekarang mulai aktif memainkan peranannya.

Ssshhh achhh rintih Irene nikmat.


Sekarang tangan kanan Andre sudah semakin menurun dan mencapai perut, terus turun
tepat di jalur tengah menuju pusat, mulai menyibakkan rumput hitam lebat.
Dre hhhggg.. hhhggg..
Tangan kanan Andre sekarang sibuk tepat di pusat itu dan nampak Irene sangat
menikmatinya. Perlahan kaki Irene sudah semakin terbuka lebar dan Andre pun sudah
kembali mengambil posisi siap di atas. Perlahan Andre mulai menurunkan kaki ketiganya
dan menembus, membuka liang nikmat itu perlahan tetapi pasti, seiring dengan kaki
Irene yang panjang menekuk menyambut tamunya yang memberikan kenikmatan
duniawi. Memang di sana adalah surga dunia. Andre bergerak perlahan memompa, yang
tidak lama kemudian sudah seirama dengan gerakan Irene yang diiringi nafas memburu
dari Andre dan desah lirih tiada henti dari Irene. Gerakan bergelombang itu
membangkitkan minat para pengintip termasuk aku. Dan kuyakin di dalam sana
burungku juga pasti sudah mulai kebasahan.

Pada satu kesempatan, Andre melepaskan penisnya dari genggaman liang vagina Irene,
dan berbaring di samping tubuh Irene, yang disusul oleh Irene menaiki tubuh Andre.
Setelah Irene menyibakkan rambutnya yang kusut ke belakang dia pun mulai mencari
dan memberikan pengarahan kepada burung Andre untuk mencapai sarangnya. Sesaat
kemudian gerakan mereka kembali berirama dan kulihat rambut Irene sekarang mulai
menempel di tubuhnya yang berkeringat. Hal itu memberikan pemandangan indah
tersendiri, terlebih ketika Irene mendongakkan kepalanya meresapi kenikmatan yang
datang. Sejurus kemudian Irene membungkukkan tubuhnya ke depan dan bertumpu
pada kedua lengannya sementara pinggulnya terus memainkan gerakan indah berirama
turun-naik turun-naik berulang-ulang. Irene menarik rambutnya ke depan dan menutupi
buah dadanya yang sebelah kiri, tidak terurai oleh karena sudah basah oleh keringat.

Diterangi cahaya lampu yang minim itu, sekarang aku dapat melihat pundak dan
punggung Irene yang putih mulus itu mulai berminyak dan timbul bintik-bintik keringat
licin yang semakin mengoyak kesetiaan iman. Gerakan semakin binal dan menuju puncak
hingga pada suatu titik.
Ren, nyam pe pekik Andre tertahan.
Saat itu pula segera Irene melepaskannya dan menyambut semburan kental dari pipa
milik Andre ke dalam mulutnya. Masih sempat terlihat semburan yang pertama
mengenai muka dan sedikit rambut Irene sebelum seluruhnya tenggelam dalam
kegelapan kerongkongan Irene. Setelah terdiam beberapa saat, Andre bangkit dan
mengangkat kaki Irene ke atas dan segera lidah Andre terjulur memainkan klitoris milik
Irene, mulai dari gerakan perlahan namun segera menjadi cepat seiring dengan bahasa
tubuh Irene menggeliat kian kemari hingga akhirnya.
Ach ccchhh, desis Irene yang disertai dengan gerakan kakinya yang mengejang keras
lurus mirip kaki ayam disembelih nikmat yang tiada tara.

Dan, Brukkk derit ranjang itu berbunyi pada saat Andre rubuh menjatuhkan
tubuhnya untuk saling berimpit bersentuhan dan menikmati sisa nikmat yang ada
bersamanya. Kami semua terdiam karena demikian terpesona menikmati live show yang
baru saja diperagakan lebih nikmat dibandingkan nonton BF yang seringkali kami lihat
bersama seusai kuliah ini.

cerita sex abg, cerita, cerita hot, cerita bokep, cerita mesum, cerita ml, cerita ngesex, cerita
sange, cerita sec, cersex terbaru, cerita hot terbaru, cerita terbaru, cerita bokep terbaru,
kisah hot, cerita mesum terbaru, cerita bokep hot, ceritasek, cerita ml hot, cerita hot 2016,
kumpulan cerita hot, cerita sx, cerita sez, cerita ml terbaru, cerita mesum hot, hot cerita

Vous aimerez peut-être aussi