Vous êtes sur la page 1sur 10

ARSITEKTUR TRADISIONAL

RUMAH ADAT ACEH, RUMOH ACEH

Latar belakang
Rumoh Aceh bukan sekadar tempat hunian, tetapi merupakan ekspresi keyakinan terhadap
Tuhan dan adaptasi terhadap alam. Oleh karena itu, melalui Rumoh Aceh. Adaptasi
masyarakat Aceh terhadap lingkungannya dapat dilihat dari bentuk Rumoh Aceh yang
berbentuk panggung, tiang penyangganya ang terbuat dari kayu pilihan, dindingnya dari
papan, dan atapnya dari rumbia. Pemanfaatan alam juga dapat dilihat ketika mereka hendak
menggabungkan bagian-bagian rumah, mereka tidak menggunakan paku tetapi
menggunakan pasak atau tali pengikat dari rotan. Walaupun hanya terbuat dari kayu, beratap
daun rumbia, dan tidak menggunakan paku, Rumoh Aceh bisa bertahan hingga 200 tahun.
Pengaruh keyakinan masyarakat Aceh terhadap arsitektur bangunan rumahnya dapat dilihat
pada orientasi rumah yang selalu berbentuk memanjang dari timur ke barat, yaitu bagian
depan menghadap ke timur dan sisi dalam atau belakang yang sakral berada di barat. Arah
Barat mencermmencerminkan upaya masyarakat Aceh untuk membangun garis imajiner
dengan Kabah yang berada di Mekkah. Selain itu, pengaruh keyakinan dapat juga dilihat
pada penggunaan tiang-tiang penyangganya yang selalu berjumlah genap, jumlah
ruangannya yang selalu ganjil, dan anak tangganya yang berjumlah ganjil. keberadaan
Rumoh Aceh juga untuk menunjukan status sosial penghuninya. Semakin banyak hiasan
pada Rumoh Aceh, maka pastilah penghuninya semakin kaya.

Wujud dari arsitektur Rumoh Aceh merupakan pengejawantahan dari kearifan dalam
menyikapi alam dan keyakinan (religiusitas) masyarakat Aceh. Arsitektur rumah berbentuk
panggung dengan menggunakan kayu sebagai bahan dasarnya merupakan bentuk adaptasi
masyarakat Aceh terhadap kondisi lingkungannya. Secara kolektif pula, struktur rumah tradisi
yang berbentuk panggung memberikan kenyamanan tersendiri kepada penghuninya. Selain
itu, struktur rumah seperti itu memberikan nilai positif terhadap sistem kawalan sosial untuk
menjamin keamanan, ketertiban, dan keselamatan warga gampong (kampung). Sebagai
contoh, struktur rumah berbentuk panggung membuat pandangan tidak terhalang dan
memudahkan sesama warga saling menjaga rumah serta ketertiban gampong. Kecerdasan
masyarakat dalam menyikapi kondisi alam juga pada rumah adat Aceh dapat dilihat dari
bentuk Rumoh yang menghadap ke utara dan selatan sehingga rumah membujur dari timur
ke barat. Walaupun dalam perkembangannya dianggap sebagai upaya masyarakat Aceh
membuat garis imajiner antara rumah dan Kabah (motif keagamaan), tetapi sebelum Islam
masuk ke Aceh, arah rumah tradisional Aceh memang sudah demikian. Kecenderungan ini
nampaknya merupakan bentuk penyikapan masyarakat Aceh terhadap arah angin yang
bertiup di daerah Aceh, yaitu dari arah timur ke barat atau sebaliknya. Di samping itu, arah
rumah menghadap ke utara-selatan juga dimaksudkan agar sinar matahari lebih mudah
masuk ke kamar-kamar, baik yang berada di sisi timur ataupun di sisi barat. Setelah Islam
masuk ke Aceh, arah Rumoh Aceh mendapatkan justifikasi keagamaan. Nilai religiusitas juga
dapat dilihat pada jumlah ruang yang selalu ganjil, jumlah anak tangga yang selalu ganjil, dan
keberadaan gentong air untuk membasuh kaki setiap kali hendak masuk Rumoh Aceh.

Keberadaan tangga untuk memasuki Rumoh Aceh bukan hanya berfungsi sebagai alat untuk
naik ke bangunan rumah, tetapi juga berfungsi sebagai titik batas yang hanya boleh didatangi
oleh tamu yang bukan anggota keluarga atau saudara dekat. jumlah tiang
dan anak tangga yang selalu berjumlah ganjil, adalah merupakan suatu kepercayaan
yangdianut oleh masyarakat Aceh, dimana angka-angka ganjil merupakan sebuah angka
yang membawa keberuntungan bagi penghuninya. Pintu utama rumah yang tingginya selalu
lebih rendah dari ketinggian orang dewasa, sekitar 120-150 cm, sehingga setiap orang yang
masuk ke Rumoh Aceh harus menunduk,mengandung pesan bahwa setiap orang yang
masuk ke Rumoh Aceh, tidak peduli betapa tinggi derajat atau kedudukannya, harus
menunduk sebagai tanda hormat kepada yang punya rumah.

Bentuk denah & penataan ruang


Rumoh Aceh melintang dari Timur ke Barat atau sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh faktor
geografis dimana angin di daerah Aceh biasanya bertiup dari Timur ke Barat atau sebaliknya.
Adapun hal lain yaitu untuk mempermudah menentukan arah kiblat.
Rumoh Aceh terdiri dari 3 bagian utama yaitu,:
1. Seuramoe Keue (Serambi Depan)
2. Seuramoe Teungoh (Serambi Tengah)
3. Seuramoe Likot (Serambi Belakang)
Sedangkan bagian tambahan lain yaitu
1. Seulasa (Teras) terletak di bagian depan rumah
2. Rumoh Dapu (Dapur) letaknya berdekatan atau tersambung dengan serambi
belakang dengan lantai yang lebih rendah dari serambi belakang.
3. Kroong Pade (Lumbung Padi) bangunannya terpisah dari rumah. Letaknya bisa di
depan, samping atau belakang rumah.
4. yubmo, letaknya di bagian bawah rumah (kolong) yang dapat dipergunakan untuk
menyimpan berbagai macam benda, seperti Jeungki (alat penumbuk padi) berandang
(tempat menyimpan padi) dan juga difungsikan sebagai tempat bermain anak-anak
dan juga sering digunakan tempat ayunan anak-anak bayi.
Ruang depan atau Seuramoe Keue / Seuramoe Reunyeun
Ruang depan atau Seuramoe Keue / Seuramoe Reunyeun adalah sebuah ruangan luas
memanjang tanpa sekat-sekat yang berfungsi sebagai ruang tamu. Ruang tamu ini
terbuka bagi siapa saja baik pria maupun wanita. Selain untuk menerima tamu, ruang ini
juga dimanfaatkan sebagai area mengaji dan istirahat anak laki-laki, area pertemuan
keluarga, area makan-makan saat ada upacara pernikahan atau upacara adat lainnya.
Pada area barat diletakkan tikar besar di lantai serta tikar duduk anyaman kecil yang
berbentuk segi empat sebagai tempat duduk para tamu. Di dalam ruangan ini pun terdapat
tangga yang menghubungkan ruangan depan dengan ruangan tengah. Jumlah anak
tangganya biasanya bilangan ganjil sekitar 7 atau 9 anak tangga.

Ruang Tengah atau Tungai (Rumoh Inong dan Rumoh Anjoeng)


Ruang Tengah atau tungai merupakan ruang bersekat yang berada di antara ruang depan
dan belakang dan memiliki posisi lebih tinggi setengah meter dari kedua ruang tersebut.
Ruang ini terbagi menjadi dua kamar yang berhadapan yaitu rumah inong atau rumah
induk dan rumah anjoeng. Rumoh inong merupakan kamar tidur yang dipakai oleh kepala
keluarga, sedangkan rumoh anjoeng merupakan kamar tidur yang dipakai anak
perempuan. Bila memiliki lebih dari satu anak perempuan, maka kepala keluarga akan
tidur di ruang belakang selama sbelum dapat membangun ruangan baru yang terpisah.
Keunikan ruang inong yaitu ruang dapat digunakan sebagai tempat pelaminan di acara
pernikahan selain itu bagian lantainya yang terbuat dari papan dapat dibongkar pasang
untuk memandikan mayat anggota keluarga.
Pada ruang tengah ini juga terdapat sebuah gang yang disebut rambat. Rambat ini diapit
oleh rumoh inong dan rumoh anjoeng dan berfungsi sebagai ruang yang menghubungkan
ruang depan dan ruang belakang. Namun akses rambat ini pun terbatas apalagi bila lelaki
ingin melewatinya. Akses hanya diberikan kepada kerabat keluarga yang dekat. Hal ini
dilakukan karena rambat merupakan akses jalan menuju ruang belakang yaitu area
khusus wanita.
Adakalanya, pada bagian ini diberi (loteng) yang berfungsi untuk menyimpan barang-
barang keluarga. Atap Rumoh Aceh biasanya terbuat dari daun rumbia yang diikat dengan
rotan yang telah dibelah kecil-kecil.
Ruang Belakang atau Seuramoe Likot
Ruang Belakang atau Seuramoe likot merupakan ruangan yang terletak di belakang
dengan ketinggian lantai yang sama dengan ruang depan dan juga tidak ada sekat sekat.
Ruangan ini digunakan sebagai tempat berkumpulnya penghuni rumah, ruang makan,
tempat para wanita berkegiatan seperti menjahit dan menganyam serta merangkap
sebagai dapur. Namun ada pula yang memisahkan dapurnya di belakang seuramoe likot

atau disebut rumoh dapur dengan posisi lantai yang sedikit lebih rendah. Selain itu di
bagian umumnya terdapat loteng yang dibangun khusus sebagai tempat penyimpanan
barang berharga keluarga.

umumnya rumoh aceh dilengkapi oleh Kroeng Pade atau lumbung padi untuk menyimpan
padi dan juga bale atau balai yang dimanfaatkan sebagai tempat melepas lelah sejenak.
Bangunan ini terpisah dari rumah utama dan biasanya diletakkan di sekitar rumah.
Struktur konstruksi
Rumah Aceh atau Rumoh Aceh terdiri atas tiang-tiang penopang lantai, tangga, lantai,
dinding, jendela dan atap yang keseluruhannya dibangun tanpa menggunakan paku.
Material yang digunakan yaitu tali pengikat yang berbahan tali ijuk, pasak, rotan dan kulit
pohon waru, papan, enau, kayu dan bamboo.
Kolom (Tamee):
Banyak tiang Rumoh Aceh rata-rata bcrjumlah 16. 20. 24 dan ada yang sampai 28 buah
tiang dan lebih. tergantung pada besar dan kecilnya rumah itu dibuat. Di antara sekian
banyak jurnlah tiang itu, terdapat 20 buah tiang utama yang dinamakan Tiang Raja atau
Tameh Raja dan Tiang Putri atau Tameh Putroe.
Jumlah tiang 16 biasanya untuk rumah yang mempunyai tiga ruangan, sedangkan jumlah
tiang 24 untuk rumah yang mempunyai 5 ruangan. Material yang digunakan untuk
membuat tiang ini biasanya dari bahan kayu dan bentuknya bulat dengan diameter kurang
lebihnya 20-35 cm.
Tangga:
Untuk memasuki Rumoh Aceh, pertama-tama harus melewati reunyeun (tangga).
Tangga yang terdapat pada setiap Rumoh Aceh memiliki jumlah anak tangga ganjil yaitu
antara 7 sampai 9 buah anak tangga. Makna dari jumlah anak tangga tersebut
berdasarkan kepercayaan orang Aceh bahwa setiap jumlah hitungan selalu ada hubungan
dan pengaruhnya dengan ketentuan langkah, rezeki, pertemuan dan maut.

Pintu:
Tinggu pintu masuk Rumoh Aceh sekitar 120-150 cm. Dengan ketinggian yang tidak
melebihi dahi manusia ini membuat siapapun yang hendak masuk ke dalam Rumoh harus
merunduk. Hal ini merupakan aturan turun menurun yang berarti sebuah penghormatan
kepada tuan rumah saat memasuki rumahnya.

Jendela:

Jendela Rumoh Aceh umumnya dibuat pada dinding sebelah Barat dan Timur. Jendela ini
merupakan jendela utama yang menyambut udara bersih dan sinar mataharai pagi ke
dalam rumah. Sedangkan jendela yang dibuat pada dinding bagian Utara dan Selatan
hanya berfungsi untuk menerangi bagian dalam rumah.

Dinding:
Dinding Rumoh Aceh berbahan dasar kayu enau. Hanya berfungsi sebagai pembatas
ruang luar dengan ruang dalam.
Lantai:
Lantai Rumoh Aceh terbuat dari papan. Jarak celah antara papan sekitar 1 cm. Hal ini
berfungsi untuk mempermudah pembuangan kotoran dari dalam rumah saat sedang
menyapu.
Atap:
Penutup atap Rumoh Aceh menggunakan daun rumbia yang diikat dan disusun dari pojok
kiri bawah sampai ke pojok kanan atas dengan jarak antara tulang daun berikatannya rata-
rata 1,5 2 cm sehingga terlihat sangat tebal. Hal ini bertujuan apabila terjadi kebakaran
maka cukup hanya dengan menurunkan ikatan di atas secara keseluruhan dan atap akan
terseret jatuh ke bawah.

Ornamen
Rumah adat identik dengan motif motif ukiran yang khas yang tersebar di seluruh
bagian rumah. Begitu pula dengan rumoh aceh. Bentuk ukirannya berupa pola
simetris, belah ketupat, garis silang dan kaligrafi pada bagian tulak angen.
Umumnya ukirannya berupa ayat suci Al Quran, Flora berupa semua bagian bunga
dan lainnya, fauna, dan alam.

Dalam Rumoh Aceh, ada beberapa motif hiasan yang dipakai, yaitu:

Motif keagamaan. Hiasan Rumoh Aceh yang bercorak keagamaan merupakan


ukiran-ukiran yang diambil dari ayat-ayat al-Quran;
Motif flora. Motif flora yang digunakan adalah stelirisasi tumbuh-tumbuhan baik
berbentuk daun, akar, batang, ataupun bunga-bungaan. Ukiran berbentuk
stilirisasi tumbuh-tumbuhan ini tidak diberi warna, jikapun ada, warna yang
digunakan adalah Merah dan Hitam. Ragam hias ini biasanya terdapat pada
rinyeuen (tangga), dinding, tulak angen, kindang, balok pada bagian kap, dan
jendela rumah;
Motif fauna. Motif binatang yang biasanya digunakan adalah binatang-binatang
yang sering dilihat dan disukai;
Motif alam. Motif alam yang digunakan oleh masyarakat Aceh di antaranya adalah:
langit dan awannya, langit dan bulan, dan bintang dan laut; dan
Motif lainnya, seperti rantee, lidah, dan lain sebagainya.

Ciri khas
Ada beberapa ciri khas yang membedakan rumah Krong Bade dengan rumah adat Indonesia
lainnya. Ciri khas rumah adat Aceh tersebut antara lain:

Memiliki gentong air di bagian depan untuk tempat membersihkan kaki mereka yang
akan masuk rumah. Ciri ini memiliki filosofi bahwa setiap tamu yang datang harus
memiliki niat baik.
Strukturnya rumah panggung memiliki fungsi sebagai perlindungan anggota keluarga
dari serangan binatang buas.
Memiliki tangga yang anak tangganya berjumlah ganjil, merupakan simbol tentang
sifat religius dari masyarakat suku Aceh.
Terbuat dari bahan-bahan alam; merupakan simbol bahwa masyarakat suku Aceh
memiliki kedekatan dengan alam.
Memiliki banyak ukiran dan lukisan di dinding rumah; menandakan masyarakat Aceh
adalah masyarakat yang sangat mencintai keindahan.
Berbentuk persegi panjang dan membujur dari arah barat ke timur; menandakan
masyarakat Aceh adalah masyarakat yang religius.

Vous aimerez peut-être aussi