Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Pembimbing
Oleh
Adrianus Kevin
11.2016.098
Keluhan utama
Mata kiri terasa nyeri dan kabur
STATUS OPHTHALMOLOGIS
OD OS
OD PEMERIKSAAN OS
0,8 F 1 Visus 0,5 F 2
Pin Hole tidak dilakukan Koreksi Pin Hole tidak dilakukan
Gerak bola mata normal Gerak bola mata normal
Kedudukan di tengah Kedudukan di tengah
Enopthalmus (-) Bulbus Oculi Enopthalmus (-)
Exopthalmus (-) Exopthalmus (-)
Strabismus (-) Strabismus (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Edema (-) Edema (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Blefarospasme (-) Palpebra Blefarospasme (-)
Lagopthalmus (-) Lagopthalmus (-)
Ektropion (-) Ektropin (-)
Entropion (-) Entropion (-)
Edema (-) Edema (-)
Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjungtiva (-)
Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (-)
Bangunan patologis (-) Konjungtiva Bangunan patologis (-)
Infiltrat (-) Infiltrat (-)
Kemosis (-) Kemosis (-)
Sekret (-) Sekret (-)
IV. RESUME
Subjektif
Pasien datang dengan keluhan mata kiri terasa nyeri dan kabur sejak 2 bulan lalu.
Rasa nyeri bersifat hilang timbul dan tidak diperberat oleh kegiatan tertentu.
Keluhan mata berair, merah, gatal, ada yang mengganjal di disangkal pasien.
Pasien memiliki riwayat operasi katarak pada kedua matanya. Pasien tidak
memiliki riwayat kencing manis.
Objektif
OD PEMERIKSAAN OS
0,8 F 1 Visus 0,5 F 2
IOL (+) IOL (+)
Terdapat opasitas pada Lensa Terdapat opasitas pada
perifer lensa bagian posterior lensa
Letak ditengah Letak di tengah
Papil batas tegas Papil sulit dinilai
Warna kuning kemerahan Warna sulit dinilai
Macula Lutea (+) Fundus Occuli Macula Lutea sulit dinilai
Retina normal Retina sulit dinilai
V. DIAGNOSIS KERJA
OS Posterior Capsular Opacity
Dasar Diagnosis
Anamnesis :
- Mata kiri terasa nyeri dan kabur
- Mata kiri post-operasi katarak
Pemeriksaan ophthalmology
- Visus OS : 0,5 F 2
- Terdapat opasitas pada bagian posterior lensa
- Pemeriksaan fundus occuli sulit dinilai
Pemeriksaan ophthalmology
- Visus OD : 0,8 F 1
- Terdapat opasitas pada bagian perifer lensa
VIII. TERAPI
Promotif
Edukasi pasien tentang PCO, faktor risiko dan komplikasi
Preventif
Segera berobat ke dokter mata jika ada keluhan mata
Untuk PCO post-op, penggunaan IOL yang non-adhesif seperti Acrylic dan
PMMA
Kuratif
Medikamentosa
Eye lubricant 4 dd gtt II ODS
Optalvit Plus (supplemen mata) 1 dd tab I
Natrium diklofenak 50 mg 2 dd tab I
Non Medikamentosa
Melakukan prosedur Nd:YAG laser capsulotomy
Rehabilitatif
Jaga kebersihan area sekitar mata
Kontrol kondisi mata sekitar 2 minggu
VII. PROGNOSIS
OD OS
Ad Vitam ad bonam ad bonam
Ad Functionam ad bonam ad bonam
Ad Sanationam ad bonam ad bonam
Ad kosmetikum ad bonam ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Lensa
Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah (avaskular),
tembus pandang, dengan diameter 9 mm dan tebal 5 mm yang memiliki fungsi untuk
mempertahankan kejernihan, refraksi cahaya, dan memberikan akomodasi.. Ke depan
berhubungan dengan cairan bilik mata, ke belakang berhubungan dengan badan kaca.
Digantung oleh Zunula zinii (Ligamentum suspensorium lentis), yang menghubungkannya
dengan korpus siliaris. Permukaan posterior lebih cembung daripada permukaan anterior.
Lensa diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran yang sempermiabel, yang
akan memperoleh air dan elektrolit untuk masuk.
Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras
daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus
diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus
dan korteks terbentuk dengan persambungan lamellae ini ujung ke ujung berbentuk ( Y ) bila
dilihat dengan slitlamp. Bentuk ( Y ) ini tegak di anterior dan terbalik di posterior. Lensa
ditahan ditempatnya oleh ligamen yang dikenal zonula zinii, yang tersusun dari banyak fibril
dari permukaan korpus siliaris dan menyisip ke dalam ekuator lensa.
Lensa terdiri atas 65% air dan 35% protein (kandungan tertinggi diantara jaringan-
jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa berada di dalam jaringan tubuh lainnya.
Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada dikebanyakan jaringan lain. Asam askorbat
dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri,
pembuluh darah atau saraf di lensa.
Serat Zonular
Lensa disokong oleh serat-serat zonular yang berasal dari lamina basalis dari
epitelium non-pigmentosa pars plana dan pars plikata korpus siliar. Serat-serat zonula ini
memasuki kapsula lensa pada regio ekuatorial secara kontinu. Seiring usia, serat-serat zonula
ekuatorial ini beregresi, meninggalkan lapis anterior dan posterior yang tampak sebagai
bentuk segitiga pada potongan melintang dari cincin zonula.
Epitel Lensa
Terletak tepat di belakang kapsula anterior lensa, lapisan ini merupakan lapisan
tunggal dari sel-sel epitelial. Sel-sel ini secara metabolik aktif dan melakukan semua aktivitas
sel normal termasuk biosintesis DNA, RNA, protein dan lipid. Sel-sel ini juga menghasilkan
ATP untuk memenuhi kebutuhan energi dari lensa. Sel-sel epitelial aktif melakukan mitosis
dengan aktifitas terbesar pada sintesis DNA pramitosis yang terjadi pada cincin di sekitar
anterior lensa yang disebut zona germinativum. Sel-sel yang baru terbentuk ini bermigrasi
menuju ekuator di mana sel-sel ini melakukan diferensiasi menjadi serat-serat. Dengan sel-sel
epitelial bermigrasi menuju bow region dari lensa, maka proses differensiasi menjadi serat
lensa dimulai.
Mungkin, bagian dari perubahan morfologis yang paling dramatis terjadi ketika sel-
sel epitelial memanjang membentuk sel serat lensa. Perubahan ini terkait dengan peningkatan
massa protein selular pada membran untuk setiap individu sel-sel serat. Pada waktu yang
sama, sel-sel kehilangan organel-organelnya, termasuk inti sel, mitokondria, dan ribosom.
Hilangnya organel-organel ini sangat menguntungkan, karena cahaya dapat melalui lensa
tanpa tersebar atau terserap oleh organel-organel ini. Bagaimana pun, karena serat-serat sel
lensa yang baru ini kehilangan fungsi metaboliknya yang sebelumnya dilakukan oleh
organel-organel ini, kini serat lensa terganting dari energi yang dihasilkan oleh proses
glikolisis.
Fisiologi Lensa
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula
zinii dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil, dalam
posisi ini daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya paralel akan terfokus ke
retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga
tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa
menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologis antar
zonula, korpus siliaris, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai
akomodasi.
Pada orang dewasa lensanya lebih padat dan bagaian posterior lebih konveks. Proses
sklerosis bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung
perlahan-perlahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat, dimana nukleus
menjadi besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa lebih besar, lebih gepeng,
warnanya kekuningan, kurang jernih dan tampak seperti gray reflek atau senil reflek,
yang sering disangka katarak. Karna proses sklerosis ini lensa menjadi kurang elastis dan
daya akomodasinya berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, dimana pada orang Indonesia
dimulai pada usia 40 tahun.
Biokimia Lensa
Lensa manusia mengandung protein, dengan konsentrasi 33% dari berat lensa.
Sebagian besar dari protein tersebut merupakan protein dari serabut lensa yang terdiri dari
dua kelompok yaitu larut dalam air (water soluble) dan tidak larut dalam air (water
insoluble). Kelompok yang water-soluble merupakan bagian terbesar kristalin. Fraksi protein
yang water insoluble meningkat bersamaan dengan bertambahnya usia walapun lensa tetap
jernih kedaan tersebut menunjukan bahwa konversi dari protein yang soluble menjadi
insoluble merupakan proses alami maturasi serabut lensa. Pada katarak dimana nukelus
berwarna coklat (brunescent cataract). Peningkatan protein yang insoluble sebanding dengan
derajad kekeruhan. Dengan bertambahnya usia, terdapat penurunan yang alami dari jumlah
absolud protein dalam lensa, penurunan ini lebih nyata pada lensa yang cataractous.
Presentasi protein yang soluble dalam lensa dewasa +-81% pada lensa yang transfaran dan
hanya 51,4% pada lensa cataractous. Hilangnya protein bersamaan dengan peningkatan usia
menunjukan keluarnya kristalin melalui kapsul lensa.
Fungsi Akomodasi
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. untuk
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan serat
zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil;
dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya parallel akan terfokus
ke retina. untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga
tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastic kemudian mempengaruhi lensa
menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologik antara
korpus siliaris, zonula dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai
akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan
berkurang.
Gangguan pada lensa adalah kekeruhan (katarak perkembangan/pertumbuhan
misalnya congenital atau juvenile, degenerative misalnya katarak senile, komplikata, trauma),
distorsi, dislokasi, dan anomaly geometric. Pasien yang mengalami gangguan-gangguan
tersebut mengalami kekaburan penglihatan tanpa nyeri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah
pemeriksaan ketajaman penglihatan dan dengan melihat lensa melalui slitlamp, oftalmologi,
senter tangan atau kaca pembesar, sebaiknya dengan pupil dilatasi.
Pemeriksaan Lensa
Pemeriksaan yang dilakukan pada penyakit lensa adalah pemeriksaan tajam
penglihatan dan dengan melihat lensa melalui slit lamp, oftalmoskop, penlight, loop,
sebaiknya dengan pupil dilatasi.
Katarak
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa. Penuaan merupakan penyebab katarak
yang terbanyak, tetapi juga banyak faktor lain yang mungkin terlibat, antara lain trauma,
toksin, penyakit sistemik (deperti DM), merokok dan herediter. Katarak merupakan keadaan
patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein
lensa.
Penyebab terjadinya kekeruhan lensa :
1. Primer, berdasarkan gangguan perkembangan dan degeneratif
2. Sekunder akibat tindakan pembedahan lensa
3. Komplikasi penyakit lokal ataupun umum
Berdasarkan usia pasien, dibagi dalam :
1. Katarak kongenital, katarak yang terlihat pada usia dibawah 1 tahun
2. Katarak juvenil, katarak yang terlihat pada usia diatas 1 tahun dan dibawah 40 tahun
3. Katarak presenil, yaitu katarak sesudah usia 30 40 tahun
4. Katarak senil, yaitu katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 40 tahun
Proses penuaan
1. Teori putaran biologik (A biologic clock)
2. Jaringan embrio manusia dapat membelah diri 50 kali mati
3. Imunologis: dengan bertambahnya usia akan bertambah cacat imunolohik yang
mngakibatkan kerusakan sel
4. Teori mutasi spontan
5. Teori free radical
a. Free radical terbentuk bila terjadi reaksi intermediate reaktif kuat
b. Free radical dengan molekul normal mengakibatkan degenerasi
c. Free radical dapat dinetralisasi oleh antioksidan dan vit E
6. Teori A Ceoss-link
Ahli biokimia mengatakan terjadi pengikatan bersilang asam nukleat dan molekul protein
sehingga menggangu fungsi perubahan lensa pada usia lanjut.
Perubahan lensa pada usia lanjut :
1. Kapsul
a. Menebal dan kurang elastis
b. Mulai presbiopi
c. Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
d. terlihat bahan granular
2. Epitel makin tipis
a. Sel epitel pada ekuator bertambah besar dan berat
b. Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa
a. Lebih ireguler
b. Pada korteks jelas kerusakan serat sel
c. Brown sclerotic nucleus
d. Korteks tidak berwarna, karena :
- Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi
- Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda
Gejala Klinis
Pasien katarak mengeluh penglihatan seperti berkabut dan tajam penglihatan menurun
secara progresif. Kekeruhan lensa ini mengakibatkan lensa tidak transparan, sehingga pupil
akan berwarna putih atau abu abu. Kadang kadang pasien merasa silau, hal ini diakibatkan
karena terjadinya pembiasan tidak teratur oleh lensa yang keruh. Pasien katarak akan merasa
kurang silau bila memakai kacamata berwarna sedikit gelap.
Katarak senil dibagi menjadi 4 stadium :1,2,4
1.
Stadium Insipiens, dimana mulai timbul katarak akibat proses degenerasi lensa.
Kekeruhan lensa berbentuk bercak bercak kekeruhan yang tidak teratur seperti gerigi.
Pasien akan mengeluh gangguan penglihatan seperti melihat ganda dengan satu matanya.
2.
Stadium Imatur, dimana pada stadium ini lensa degeneratif mulai menyerap cairan mata
kedalam lensa sehingga lensa menjadi cembung. Pada stadium ini terjadi miopisasi akibat
lensa menjadi cembung, sehingga pasien menyatakan tidak perlu kacamata sewaktu
membaca dekat. Penglihatan mulai berangsur angsur menjadi berkurang, hal ini
diakibatkan media penglihatan tertutup oleh kekeruhan lensa yang menebal.
3.
Stadium Matur, merupakan proses degenerasi lanjut lensa. Pada stadium ini terjadi
kekeruhan seluruh lensa. Tajam penglihatan menurun dan dapat hanya tinggal proyeksi
sinar positif.
4.
Stadium Hipermatur, dimana stadium ini terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks
lensa dapat mencair sehingga nukleus lensa tenggelam didalam korteks lensa.
3. Keuntungan
Pemeriksaan fundus setelah operasi tidak dihalangi oleh kekeruhan, kapsul
posterior, peralatan relatif tidak mahal.
4. Kerugian
Tidak aman untuk penderita dewasa muda (kurang dari 20 tahun) karena dapat
terjadi prolaps korpus viterum. Sering terjadi komplikasi karena vitreus (blok pupil,
vitreus touch dyndrome). Insiden edema makular kistoid dan ablatio retina lebih
tinggi pada EKEK.
2. Kontrainidikasi
EKEK memerlukan integritas zonular untuk pengangkatan nukelus dan kortek,
maka kontraindikasi untuk kasus-kasus dimana integritas zonular tidak kuat pada
penderita dengan uveitis anterior kronik yang aktif
3. Keuntungan
Implantasi IOL dapat dilakukan di COP, tidak terjadi komplikasi hernisi
korpus viterum ke COA jika teknik operasi dilakukan dengan benar, jarang terjadi
abblasio retina dan edema makular krisoid
4. Kerugian
Kerugian pada pemula , insiden terjadinya ruptur kapsul posterior, prolaps
korpus viterum dan kerusakan sel endotel tinggi, 10-50% penderita timbul kekeruahn
kapsul posterior beberapa waktu setelah operasi
c. Fakoemulsifikasi
Metode terbaru adalah fakoemulsifikasi. Nukleus dan korteks dihancurkan dan diisap
dengan probe, lalu dipasang IOL. Teknik ini pertama kali dilakukan pada manusia oleh
DR charles kelman dari new york pada tahun 1967, dimana memerlukan bebrapa tahun
untuk mebcoba mengembangkan metode pengangkatan lensa melalui luka insisi sebesar
3,2 mm
1. Keuntungan
Menurut teori, teknik ini menurunkan insiden komplikasi yang berkaitan dengan luka,
astigmatisme setelah operasi, inflamasi yang ringan, penyembuhan luka operasi dan
rehabilitasi lebih cepat.
2. Kerugian
Teknik relatif sulit dan insiden komplikasi kornea tinggi terutama bagi pemula. Bila
terjadi robekan pada kapsul posterio, matreial lensa bisa bercampur dengan vitreus.
Dapat terjadi kerusakan iris akibat getaran pada jarum.
Pseudofakia
Pseudofakia adalah lensa yang ditanam pada mata (lensa intra okuler) yang diletakkan
tepat ditempat lensa yang keruh dan sudah dikeluarkan. Lensa ini akan memberikan
penglihatan lebih baik. Lensa intraokular ditempatkan waktu operasi katarak dan akan tetap
disana untuk seumur hidup. Lensa ini tidak akan mengganggu dan tidak perlu perawatan
khusus dan tidak akan ditolak keluar oleh tubuh.
Letak lensa didalam bola mata dapat bermacam macam, seperti :
1. Pada bilik mata depan, yang ditempatkan didepan iris dengan kaki penyokongnya
bersandar pada sudut bilik mata
2. Pada daerah pupil, dimana bagian optik lensa pada pupil dengan fiksasi pupil.
3. Pada bilik mata belakang, yang diletakkan pada kedudukan lensa normal dibelakang iris.
Lensa dikeluarkan dengan ekstraksi lensa ekstra kapsular
4. Pada kapsul lensa.
Pada saat ini pemasangan lensa terutama diusahakan terletak didalam kapsul lensa.
Meletakkan lensa tanam didalam bilik mata memerlukan perhatian khusus.
1. Endotel kornea terlindung
2. Melindungi iris terutama pigmen iris
3. Melindungi kapsul posterior lensa
4. Mudah memasukkannya karena tidak memberikan cedera pada zonula lensa.
b. Iridodialisis
Calyman mengemnukakan bahwa iridodialisis yang kecil tidak menimbulkan
gangguan visus dan bisa berfungsi sebagai iridektomi perifer, tetapi iridodialisis yang
parah dapat emnimbulkan gangguan pada visus. Keadaan ini bisa terjadi pada waktu
memperlebar luka operasi, iridektomi atau ekstraksi lensa . perbaikan harus dilakukan
dengan menjahit iris perifer pada luka.
a. Edema kornea
Edema kornea merupakan komplikasi operasi katarak yang serisu bisa terjadi pada
epitel atau stroma yang diakibatkan trauma mekanik, inflamasi dan peningkatan TIO,
insidennya naik pada disfungsi endotel. Biasnya akan
b. Descement fold
Keadaan ini paling sering yang disebabkan oelh trauma operasi pada endotel kornea.
Pencegahannya adalah pengguna cairan viskolestik untuk melindungi kornea. Pada
umumnya akan hilang setelah operasi.
d. Resdiual lens
Pada umunya disebakan EKEK yang tidak adekuat. Bila material yang tertinggal sedikit
akan dreabsorbsi secara spontan. Sedangkan bila jumpalhnya banyak, perlu dilakukan
aspirasi karena bis amenimbulkan uveitis anterior kronik dan glaukoma sekunder. Apabila
yang tertinggal potongan nukleus yang besar dan keras, dapat merusak endotel kornea,
penangananya dengan ekspresi atau irigasi nukleus.
e. Prolaps iris
komplikasi ini paling sering terjadi sampai lima hari setelah operasi dan penyebab
tersering adalah jahitan yang longgar, dapat juga terjadi karena komplikasi prolaps vitreus
selama operasi. Keadaan ini memrlukan penanganan (jahitan ulang) untuk menghindari
timbulnya komplikasi seperti penyembuhan luka yang lama, konjungtivitis kronik,
endoftalmitis, edema makular kistoid.
f. Dekompensasi kornea
Penyebab tersering edema kornea menetap yang diakibatkan perlekatan vitreus atau
hialoid yang intak pada endotel kornea. Pemberian agent hiperosmotik sistemik akan
menimbulkan dehidrasi viterus, sehingga dalpat melepsaskan perlekatan.
g. Hifema
Bisa terjadi 1-3 hari setelah operasi, biasanya hilnag spontan dalam waktu 7-10 hari.
Perdarahan berasal dari pembuluh darah kecil pada luka. Bila perdarahan cukup bnayak
dapat menimbulkan glaukoma sekunder dan TIO harus diturunkan dengan pemberian
asetazolamid 250 mg 4 kali sehari serta parasintesis hifema dengan aspirasi-irigasi.
h. Glaukosa sekunder
Peningkatan TIO yang ringan bisa timbul 24-48 jam setelah operasi, mungkin
berkaitan dengan penggunaan zonulozys dan tidak memerlukan terapi spesifik.
Peningkatan TIO yang berlangsung lama, dapat disebabkan oleh hifema, blok pupil,
sinekia posterior, karena pendangkalan COA,. Glaukoma maligna atau blok siliar adalah
komplikasi pasca operasi yang jarang terjadi, disebabkan humor akuos menaglir ke
posterior dan mendorong vitreus anterior ke depan. Penanganannya secara mediakmentosa
dengan pemberian agent hiperosmotik sistemik, dilatasi pupil maksism dengan atropi 4%
dan fenilefrin 10% atau dengan melakukan aspirasi akuous humor/vitreus posterior.
i. Epithelial ingrowth
Komplikasi ini jarang terjadi , tetapi sangat mengganggu, disebbakn asuknya epitel
konjungtiva melalui defek luka. Sel sel epitel masuk segmen entrior dan trabekular
meshwork sehingga menimbulkan glaukoma. Faktor predisposisi bisa diakibatkan oleh
penyembuhan luka yang tidak abik dan prolap iris. Tanda tanda yang menyertai meliputi
uveitis anterior pasca operasi menetap, fistula (50% dari kasus), membran transfaran
dengan tepi berlipat pada bagian superior emdotrl kornea, pupil, distorsi dan membran
pupilar, penangannya adlah cryodestruktion sel epitel dan eksisi epitel yang terlihat pada
iris dan vitreus anterior.
j. Ablasi retina
Mekanisme pasti timbulnya ablasi retina masih belum diketahui. Faktor
predisposisinya meliputi prolaps vitreus, miopia tinggi, perlekatan vitreo-retinal dan
degenerasi latis. Ablasi retina pada mata afakia khas ditandai adanya tear kecil berbentuk
U yang pertama kali mengenai makula. Apabila ablasi retina terjadi pada mata afakia
7%, sedangkan insiden pada mata satunga yang sudah afakia adalah 25%.
k. Endophtalmitis
Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun jarang terjadi (< 0,3%), pasien
datang dengan mata merah yang terasa nyeri, penurunan tajam penglihatan, pengumpulan
sel darah putih di bilik mata depan (hipopion).
Etiologi
Katarak sekunder biasanya disebut juga dengan Posterior Capsular Opacity (PCO)5, atau juga
katarak ikutan (membran sekunder), yang menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat
katarak traumatik yang terserap sebagian atau setelah terjadinya EKEK6. Dokter mata
biasanya pada saat operasi katarak lebih senang untuk meletakkan lensa tanam intraokuler
pada tempat anatomi yang sama dengan tempat lensa asli, yakni di kapsul posterior lensa.
Bagian kapsul anterior dibuka untuk mengeluarkan katarak, dan kapsul posterior ditinggalkan
untuk menahan lensa yang akan ditanam, dan juga untuk mencegah vitreous humor masuk ke
segmen anterior mata.Setelah operasi, 20% pasien akan timbul gambaran berkabut pada
kapsul, yang dikenal dengan Posterior Capsule Opacity (PCO), yang menimbulkan gejala
penglihatan kabur. Hal ini karena pertumbuhan epitelial sel dari kapsul. Bila proses ini
berkembang secara signifikan, penglihatan mungkin dapat menjadi lebih buruk daripada
sebelum dilakukan operasi katarak.5
Patofisiologi
Epitel lensa subkapsuler yang tersisa mungkin mencoba melakukan regenerasi seratserat
lensa (epitel subkapsuler berproliferasi dan membesar), sehingga memberikan gambaran
Busa Sabun atau Telur Kodok pada kapsul posterior, disebut juga dengan Mutiara Elsching
atau Elsching Pearl. Lapisan epitel yang berproliferasi tersebut, mungkin menghasilkan
banyak lapisan, sehingga menimbulkan kekeruhan. Sel-sel ini mungkin juga mengalami
diferensiasi miofibroblastik. Kontraksi serat-serat ini menimbulkan banyak kerutan-kerutan
kecil di kapsul posterior, yang menimbulkan distorsi penglihatan.6 Cincin Soemmering juga
dapat timbul sebagai akibat kapsul anterior yang pecah dan traksi kearah pinggir-pinggir
melekat pada kapsul posterior, meninggalkan daerah yang jernih ditengah, dan membentuk
gambaran cincin. Pada cincin ini tertimbun serabut lensa epitel yang berproliferasi. Semua
faktor ini dapat menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan setelah EKEK.4
Gejala Klinis1
Penglihatan kabur (seperti berkabut atau berasap), mungkin dapat lebih buruk
daripada sebelum di operasi.
Fotofobia, yaitu rasa silau bila melihat cahaya.
Tajam penglihatan menurun
Pemeriksaan Klinis7
Pada awal gejala akan tampak gelembung-gelembung kecil dan debris pada kapsul
posterior.
Pada tahap selanjutnya akan ditemukan gambaran Mutiara Elsching pada kapsul
posterior lensa. Mutiara Elsching ini mungkin akan menghilang dalam beberapa tahun
oleh kerena dindingnya pecah.
Dapat juga ditemukan cincin Soemmering pada daerah tepi kapsul posterior lensa.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan pada pasien setelah menjalani operasi EKEK ataupun setelah
suatu trauma pada mata, yang mengakibatkan penglihatan menjadi semakin kabur, juga rasa
silau bila melihat cahaya. Dan jika dilakukan pemeriksaan, melalui pupil yang didilatasikan
dengan menggunakan oftalmoskop, kaca pembesar, atau slit lamp, akan tampak gelembung-
gelembung kecil pada daerah belakang lensa, ataupun dapat ditemukan gambaran mutiara
Elsching maupun cincin Soemmering pada kapsul posterior lensa. Pada tes tajam penglihatan
didapatkan visus yang menurun.7
Terapi
Pengobatan katarak sekunder adalah dengan pembedahan seperti disisio katarak sekunder,
kapsulotomi, membranektomi, atau mengeluarkan seluruh membran keruh. Sebelum laser
Neodymium yttrium (ndYAG) digunakan, katarak sekunder diobati dengan melakukan
kapsulotomi kecil dengan pisau jarum atau jarum nomor 27 gauge berkait, baik pada saat
operasi utamanya atau sebagai prosedur sekunder. Namun pada tahun-tahun terakhir ini, laser
Neodymium YAG telah populer sebagai metoda non-invasif untuk melakukan disisi kapsul
posterior. Denyut-denyut energi laser menyebabkan ledakan-ledakan kecil di jaringan
target, sehingga menimbulkan lubang kecil di kapsul posterior di sumbu pupil sebagai
prosedur klinis rawat jalan.4
Komplikasi teknik ini antara lain adalah :
1. Naiknya tekanan intraokuler sementara.
2. Kerusakan lensa intraokuler.
3. Ruptur muka hialoid anterior dengan penggeseran depan vitreous menuju kamera
anterior. Kenaikan tekanan intraokuler biasanya dapat diketahui dalam 3 jam setelah
dan menghilang dalam beberapa hari dengan terapi. Jarang, tekanan tidak turun ke
normal selama beberapa minggu, lubang atau retakan kecil dapat terjadipada lensa
intraokuler, tetapi biasanya tidak mengganggu tajam penglihatan.
4. Pada mata afakia, ruptur muka vitreous dengan pergeseran vitreous ke anterior
cenderung menimbulkan abrasi retina regmatogen atau edema makula sistoid.
Penelitian-penelitian baru menunjukkan bahwa tidak ada kerusakan yang nyata pada endotel
kornea pada pemakaian laser Neodymium yttrium (ndYAG). Penelitian yang ditujukan pada
pengurangan komplikasi ini, menunjukkan bahwa bahan yang digunakan untuk membuat
lensa, bentuk tepi lensa, dan tumpang tindih lensa intraokuler dengan sebagian kecil cincin
kapsul anterior penting dalam mencegah opasifikasi kapsul posterior.
Prognosis
Prognosis katarak adalah baik dengan lebih dari 95% pasien mengalami perbaikan visual
setelah dilakukan operasi. Prognosis visual pada pasien anak yang mengalami katarak dan
menjalani operasi tidak sebaik pada pasien dengan katarak yang berhubungan dengan umur.
Prognosis untuk perbaikan kemampuan visual paling buruk pada katarak kongenital unilateral
yang dioperasi dan paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang bersifat
progresif lambat. Prognosis pasien dengan katarak sekunder biasanya baik dengan laser
ndYAG.4
Daftar Pustaka
1. Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment:2010. BR J Ophthalmol.
2011.
2. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asburys General Ophthalmology. 17th ed. USA : Mc
Graw-Hill;2007.
3. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7th ed. China:
Elsevier :2011. (e-book)
4. Ilyas, H.S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2004. Hal : 200-10.
7. Voughan, D.G.Asbury, T. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Penerbit Widya Medika. Jakarta.
2000. Hal : 175-81.