Vous êtes sur la page 1sur 15

STUDI FASIES FORMASI TANJUNG, SUB.

CEKUNGAN BARITO UTARA,


DAERAH BENANGIN, BINTANG NINGGI DAN SEKITARNYA,
KABUPATEN MUARA TEWEH, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Gesang Panggrahito Pati *


Hadi Nugroho *
Yoga Aribowo *

ABSTRAK lain. Metode analisis yang dilakukan adalah


Objek penelitian merupakan Formasi analisis petrografi dan analisi biostratigrafi.
Tanjung yang termasuk bagian dari Secara umum Formasi Tanjung
Cekungan Barito. Cekungan Barito Utara daerah penelitian dibagi menjadi 2 yaitu
adalah salah satu cekungan yang sudah Formasi Tanjung bagian bawah (Lower
terbukti menghasilkan hidrokarbon di daerah Tanjung Formation) merupakan lingkungan
Kalimantan Tengah. Salah satu yang pengendapan fluvial yang dipengaruhi oleh
menjadi target eksplorasi pada Sub- proses fluviatil di daerah Bintang Ninggi dan
Cekungan Barito Utara adalah Formasi Formasi Tanjung bagian atas (Upper Tanjung
Tanjung yang berumur Eosen. Sedikitnya Formation) lingkungan pengendapan delta
informasi dan penelitian mengenai karakter yang dipengaruhi oleh proses fluvial dan tide
sedimentologi dari Formasi Tanjung secara dominan di daerah Benangin. Di
menjadikan salah satu problem eksplorasi daerah penelitian, Formasi Tanjung bagian
hidrokarbon di daerah ini. Lokasi penelitian bawah (Lower Tanjung Formation) terdiri
terletak di daerah Benangin dan sekitarnya, dari beberapa Fasies yaitu : Fasies Sungai
Kabupaten Muara Teweh, Provinsi Teranyam (Braided River), Fasies Sungai
Kalimantan Tengah. Luas lokasi penelitian Berkelok (Meandering River). Dan Formasi
adalah 300 km2. Tanjung bagian atas (Upper Tanjung
Tujuan dari penelitian ini adalah Formation) terdiri dari 2 Fasies yaitu: Fasies
untuk mengetahui jenis-jenis dan karakter Delta Plain yang tersusun dari Fasies Tidal
fasies dari Formasi Tanjung, mengetahui Flat, Channel Fills, Distributary Channel,
umur, bathimetri dan lingkungan Flood Plain Deposite, Mouth Bar dan Fasies
pengendapan batuan, dan mengetahui arah Delta Front yang tersusun dari Fasies Tidal
tegasan utama yang mempengaruhi sedimen Bar dan Distributary Mouth Bar. Maka
di Cekungan Barito bagian Utara. lingkungan pengendapan Formasi Tanjung
Metode Penelitian dilakukan dengan daerah penelitian adalah Lower Delta Plain -
metode survei dan metode analisis. Metode Delta Front yang didominasi oleh proses
chaining merupakan pemetaan batuan Fluvial & Tidal (Tide dominated delta front).
menerus, yaitu dengan melakukan stratigrafi PENDAHULUAN
terukur pada lintasan yang sudah ditentukan, Cekungan Barito merupakan salah
dari masing-masing lintasan akan diikat satu dari penghasil migas di Indonesia, akan
(chain) dan dikorelasikan satu dengan yang tetapi selama ini eksploitasi hanya ditujukan

1
* Teknik Geologi Universitas Diponegoro
pada Cekungan Barito bawah, karena bagian dari Lempeng Mikro Sunda yang
Cekungan Barito bagian utara dan atas mempunyai karakteristik dan tatanan
dianggap kurang prospektif. struktur yang cukup berbeda dengan pulau-
Cekungan Barito Utara adalah salah pulau lainnya di Indonesia. Berdasarkan
satu cekungan yang sudah terbukti teori-teori yang telah berkembang saat ini,
menghasilkan hidrokarbon di daerah unsur-unsur tektonik yang berkembang di
Kalimantan Tengah. Salah satu yang Pulau Kalimantan dapat dikelompokkan
menjadi target eksplorasi pada Sub- menjadi beberapa satuan tektonik, yaitu
Cekungan ini adalah Formasi Tanjung yang Blok Schwaner, Blok Paternoster, Graben
berumur Eosen. Meratus, dan Tinggian Kuching.
Pemetaan geologi permukaan dengan Beberapa peneliti memasukkan
metode chaining sangat tepat dilakukan Zona Meratus sebagai batas hasil tumbukan
pada daerah yang membutuhkan data antara mikro-kontinen Paternoster ke arah
permukaan rinci, karena pemetaan ini timur, dan sub-kontinen Sunda ke arah barat.
dilakukan secara menerus dan setiap lintasan Kehadiran ofiolit yang berumur Jura dan
saling terikat satu sama lain, sehingga akan intrusi gabro pada Rangkaian Meratus
diperoleh stratigrafi daerah penelitian dari seperti pada Pulau Laut, mengindikasikan
batuan tertua hingga termuda secara vertikal bahwa bagian timur sub-kontinen Sunda
maupun penyebarannya secara lateral. mengalami rifting dan berkembang ke arah
daerah pemekaran, dan membuka ke utara
GEOLOGI REGIONAL dengan asumsi Cekungan Kutai merupakan
Cekungan Barito terletak bagian Cekungan Oseanik.
tenggara Kalimantan. Cekungan Barito
disebelah barat dibatasi oleh Dataran Sunda, METODOLOGI
sebelah timur Pegunungan Meratus, sebelah Metode penelitian yang digunakan
utara dibatasi oleh Cekungan Kutai.
pada penelitian tugas akhir ini ada dua, yaitu
Stratigrafi Kalimantan berkembang
metode observasi dan metode analisis.
diatas batuan dasar Pre-Tersier. Batuan
Metode observasi diterapkan saat
dasar merupakan sedimen Palezoik dan
pengambilan data langsung melalui survei
Mesozoik yang terubah dan terlipat selama
geologi lapangan di Kabupaten Muara
orogenesa Pra-Tersier, sementara Batuan
Teweh, Kalimantan Tengah. Metode
Sedimen Tersier berada tidak selaras
Observasi yang dilakukan adalah Metode
diatasnya dengan lingkungan pengendapan
Chaining. Metode Chaining merupakan
kontinen, transisi, dan laut terbuka. Sejarah
pemetaan batuan menerus, yaitu dengan
pengendapan Batuan Sedimen Tersier pada
melakukan stratigrafi terukur pada lintasan
cekungan-cekungan tersebut diawali saat
yang sudah ditentukan, kemudian dari
Eosen dengan terjadinya Extensional Rifting
masing-masing lintasan tadi diikat (chain)
akibat tumbukan Benua India dengan Benua
dan dikorelasikan antara satu dengan yang
Eurasia.
lain.
Pulau Kalimantan merupakan daerah
Metode Analisis yang dilakukan
tektonik yang stabil dimana merupakan
adalah analisis petrografi dan paleontologi.
2
* Teknik Geologi Universitas Diponegoro
analisis paleontologi, untuk menentukan 3. Satuan Batuan Oligosen Awal Oligosen
umur, fasies dan lingkungan pengendapan, Akhir, terdiri dari Fasies Komplek Reef.
sedangkan analisis petrografi, untuk 4. Satuan Batuan Oligosen Akhir Miosen
menentukan provenance dan fasies. Awal, yang terdiri dari Fasies Shoreface.
5. Satuan Endapan Kuarter
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Geomorfologi C. Struktur Geologi
Geomorfologi daerah penelitian Analisis struktur geologi yang terdapat
secara morfogenesa dan morfometri didaerah penelitian didasarkan pada data
berdasarkan hasil analisis data geomorfologi data pengukuran bidang kekar, jurus dan
menurut Van Zuidam (1983) dapat kemiringan perlapisan batuan serta
dibedakan menjadi dua satuan bentuklahan kenampakan offset dari perlapisan batuan.
yaitu Satuan Bentuklahan Dataran Fluvial Macam struktur geologi yang terdapat pada
yang terdiri dari unit bentuklahan yaitu daerah penelitian adalah struktur kekar,
Dataran Banjir dan Satuan Bentuklahan struktur lipatan longsoran (slump structure),
Struktural-Denudasi yang terdiri dari dua dan struktur sesar naik.
unit bentuklahan yaitu Perbukitan Terjal dan 1. Analisis Kekar
Perbukitan Landai. Analisis kekar terdiri dari 2 jenis
Dari kenampakan peta topografi analisis batuan yaitu Analisis kekar
daerah penelitian memperlihatkan adanya batupasir berumur Eosen Tengah Eosen
kelurusan-kelurusan punggungan yang Akhir dengan nilai Maksima 1 N 244E/ 8,
berarah baratdaya-timulaut, kenampakan ini Maksima 2 N 163E/ 15 dan Sigma 2 N 3
memperlihatkan adanya suatu keterkaitan E/ 74 dan Analisis kekar batugamping
dan hubungan antara kelurusan punggungan, berumur Oligosen Awal Oligosen Akhir
perbukitan maupun lembah dengan jurus dengan nilai Maksima 1 N 244E/ 29,
dan kemiringan perlapisan batuan serta Maksima 2 N 83E/ 41 dan Sigma 2 N
litologi penyusunnya yang mengindikasikan 341 E/ 14, yang menunjukkan bahwa arah
adanya gejala serta kontrol struktur geologi. tegasan utama yang berpengaruh berarah
baratlaut tenggara.
B. Stratigrafi 2. Analisis Sesar
Urutan stratigrafi daerah telitian dari Struktur sesar di lapangan dikenali
tua ke muda meliputi : dari kenampakan morfologi berupa
1. Satuan Batuan Eosen Tengah Eosen kelurusan gawir, punggungan, dan
Akhir, terdiri dari Fasies Delta Plain perbukitan, adanya pergeseran perbukitan.
yang tersusun oleh Fasies Distributaries Sesar normal di daerah penelitian memiliki
channel, Tidal Flat dan Flood Plain. orientasi Barat-Timur. Nilai dari bidang
2. Satuan Batuan Eosen Akhir Oligosen sesar normal ini adalah (N105oE/74o) yang
Awal, terdiri dari Fasies Delta Front diinterpretasikan mengarah dari arah
yang tersusun oleh Fasies Mouth Bar. tenggara barat laut.

3
* Teknik Geologi Universitas Diponegoro
Sesar ini terbentuk olah adanya pada saat Pliosen, pembentukan struktur dan
akibat gaya kompresi normal dari arah sedimentasi pada rezim ini masih terus
Baratlaut-Tenggara. Sesar ini terbentuk pada berlangsung sampai saat ini.
Kala Eosen bersamaan dengan adanya
aktifitas tektonik regional pada saat itu yang E. Studi Fasies Endapan Delta dan
menunjukkan pola meratus. Fluvial Formasi Tanjung
Berdasarkan pengamatan lapangan,
D. Sejarah Geologi Formasi Tanjung di daerah penelitian dibagi
Sejarah Geologi pada daerah menjadi 2 yaitu Formasi Tanjung bagian
penelitian yang berkembang di zona bawah (Lower Tanjung Formation)
Cekungan Barito bagian Utara. Rezim merupakan lingkungan pengendapan fluvial
rifting berlangsung pada saat Tersier Awal yang dipengaruhi oleh proses fluviatil di
yang disebabkan oleh gaya extensional daerah Bintang Ninggi dan Formasi Tanjung
sebagai akibat dari oblique convergence bagian atas (Upper Tanjung Formation)
yang menghasilkan rifting dengan pola lingkungan pengendapan delta yang
kelurusan struktur relatif baratlaut dipengaruhi oleh proses fluvial dan tide
tenggara. Rifting tersebut diisi oleh sedimen secara dominan di daerah Benangin.
fluviodeltaic (Satyana, dkk 1994). Kehadiran batubara pada satuan batupasir
Di Awal Eosen Tengah sampai dengan konglomeratan memperjelas bahwa Formasi
Eosen Akhir, rifting mulai melemah dan Tanjung tidak jauh dari pengaruh material
diikuti oleh fase transgresi laut. Sedimen asal darat (fluvial).
fluviodeltaic masih terus terbentuk diawal Formasi Tanjung bagian bawah
Eosen tengah, yang pada daerah penelitian (Lower Tanjung Formation)
dicirikan oleh pengendapan Fasies Delta Berdasarkan penelitian di lapangan,
Plain, Fasies Delta Front. Selama kala Formasi Tanjung bagian bawah memiliki
Oligosen Awal Oligosen Akhir di bagian karakteristik dari lingkungan pengendapan
utara dan barat daerah penelitian Fluvial yang yang terdiri dari 2 macam
diendapkan sedimen laut dalam dengan Fasies yaitu Fasies Sungai Teranyam
Fasies Komplek Reef. Pada kala Oligosen (Braided River) dan Fasies Sungai Berkelok
Akhir fase genang laut (transgressive) mulai (Meandering River).
terjadi. Pada saat itu, di bagian barat dan Fasies Braided River dijumpai di
selatan daerah penelitian mulai terbentuk bagian barat daerah penelitian, tersingkap
komplek Reef . Pada kala Miosen Awal baik pada lintasan Bintang Ninggi. Fasies ini
dicirikan dengan pengendapan Fasies disusun oleh Fasies Mid Channel Bars dan
Shoreface dengan batas erosi terhadap Flood Plain.
sedimen di bawahnya. Uplift dari Fasies Meandering River dijumpai di
Pegunungan Meratus terus berlangsung bagian barat daerah penelitian, tersingkap
dengan menghasilkan sedimen molassic baik pada Lintasan Bintang Ninggi. Fasies
deltaic yang mempunyai kesebandingan ini disusun oleh Channel-Fill, Overbank
dengan Formasi Dahor yang diendapkan Deposits dan Flood Plain.

4
* Teknik Geologi Universitas Diponegoro
- Penentuan Umur (Lampiran 1) maka Fasies Delta Plain ini
Dari hasil analisis biostratigrafi disimpulkan berumur Eosen Tengah Eosen
terdapat jenis Foraminifera Besar antara lain Akhir.
Nummulites javanus pada sampel BN 147-
148 dan Nanno Fosil antara lain D. F. Lingkungan Pengendapan Formasi
Scrippsae di Lintasan Bintang Ninggi Tanjung
menunjukan umur N17-N25(Eosen Tengah). Secara umum Formasi Tanjung
Berdasarkan integrasi hasil analisis merupakan lingkungan pengendapan delta
biostratigrafi di atas dengan analisis Kolom yang dipengaruhi oleh proses fluvial secara
Stratigrafi Komposit Bintang Ninggi dominan. Kehadiran batubara pada satuan
(Lampiran 2) maka Fasies Fluvial ini batupasir konglomeratan memperjelas
disimpulkan berumur Eosen Tengah. bahwa Formasi Tanjung tidak jauh dari
Formasi Tanjung bagian atas (Upper pengaruh material asal darat (fluvial),
Tanjung Formation) sedangkan kehadiran komponen karbonat
Formasi Tanjung bagian atas (Upper pada satuan batulempung pasiran
Tanjung Formation) terdiri dari 2 Fasies menunjukkan bahwa adanya pengaruh
yaitu Fasies Delta Plain yang tersusun oleh lingkungan laut berupa proses pasang surut
Distributaries Channel, Flood Plain, (tidal) namun tidak bersifat dominan.
Channel Fills, Tidal Flat dan Fasies Delta Dari asosiasi fasies pada Formasi
Front yang tersusun oleh Distributaries Tanjung menunjukkan asosiasi fasies
Mouth Bar, Tidal Bar dan Shoreface. Formasi Tanjung bagian bawah (Lower
Formasi Tanjung bagian atas termasuk ke Tanjung Formation) terdiri dari Braided
dalam lingkungan pengendapan delta yang river dan Meandering river, maka
dipengaruhi oleh proses fluvial dan tide lingkungan pengendapan Formasi Tanjung
secara dominan, hal tersebut ditunjukkan bagian bawah adalah Fluvial.
oleh ketebalan batupasir yang seimbang Sedangkan asosiasi fasies Formasi
dengan ketebalan butiran-butiran halus Tanjung bagian atas (Upper Tanjung
lempung dan lanau yang ada pada formasi Formation) terdiri dari Channel Fills,
ini. Kehadiran batubara pada satuan Distributary Channel, Mouth Bar , Flood
batupasir kerikilan memperjelas bahwa Plain Deposite, Distributary Mouth Bar,
Formasi Tanjung tidak jauh dari pengaruh maka lingkungan pengendapan Formasi
material asal darat (fluvial). Tanjung bagian atas adalah Lower Delta
- Penentuan Umur Plain - Delta Front yang didominasi oleh
Dari hasil analisis biostratigrafi proses Fluvial & Tidal (Tide dominated
terdapat jenis Foraminifera Besar antara lain Delta Front ).
Cyclicargolithus floridanus, D. scrippsae
pada sampel HNR GP 136 (Lintasan B-9) KESIMPULAN DAN SARAN
menunjukan umur NP 20 NP 25 A. KESIMPULAN
(EosenAkhir). Berdasarkan integrasi hasil Berdasarkan hasil analisis dan
analisis biostratigrafi di atas dengan analisis pembahasan yang telah dilakukan, maka
Kolom Stratigrafi Komposit Benangin dapat diambil kesimpulan bahwa :

5
* Teknik Geologi Universitas Diponegoro
1. Formasi Tanjung bagian bawah (Lower oleh proses fluvial dan tide secara
Tanjung Formation) terdiri dari beberapa dominan di daerah Benangin.
Fasies yaitu : Fasies Sungai Teranyam 4. Berdasarkan analisis struktur geologi di
(Braided River), Fasies Sungai Berkelok daerah penelitian, dijumpai sesar
(Meandering River). Dan Formasi normal dengan arah tegasan berarah
Tanjung bagian atas (Upper Tanjung tenggara barat laut. Analisis kekar
Formation) terdiri dari 2 Fasies yaitu : terdiri dari 2 jenis analisis batuan yaitu
Fasies Delta Plain yang tersusun dari Analisis kekar batupasir berumur Eosen
Fasies Tidal Flat, Channel Fills, Tengah Eosen Akhir dan Analisis
Distributary Channel, Flood Plain kekar batugamping berumur Oligosen
Deposite, Mouth Bar dan Fasies Delta Awal Oligosen Akhir yang
Front yang tersusun dari Fasies Tidal Bar menunjukkan bahwa arah tegasan utama
dan Distributary Mouth Bar. Maka yang berpengaruh berarah baratlaut
lingkungan pengendapan Formasi tenggara.
Tanjung daerah penelitian adalah Lower
Delta Plain -Delta Front yang B. SARAN
didominasi oleh proses Fluvial & Tidal 1. Kegiatan penelitian pemetaan geologi
(Tide dominated delta front ). disarankan menggunakan metode
2. Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari chaining. Metode chaining sangat tepat
lima satuan unit, dari umur yang paling dilakukan pada daerah yang
tua ke muda adalah membutuhkan data permukaan rinci,
a. Satuan Batuan Eosen Tengah karena pemetaan geologi ini dilakukan
Eosen Akhir secara menerus dan setiap lintasan
b. Satuan Batuan Eosen Akhir saling terikat satu sama lain, sehingga
Oligosen Awal akan diperoleh stratigrafi daerah
c. Satuan Batuan Oligosen Awal penelitian dari batuan tertua hingga
Oligosen Akhir termuda secara vertikal maupun
d. Satuan Batuan Oligosen Akhir penyebarannya secara lateral.
Miosen Awal
e. Satuan Endapan Kuarter DAFTAR PUSTAKA
3. Lingkungan Pengendapan Formasi Allen, G. P., and J. L. C. Chambers, 1998,
Tanjung di daerah penelitian terdiri dari Sedimentation in the modern and
Miocene Mahakam Delta: Jakarta,
2 yaitu Formasi Tanjung bagian bawah
Indonesian Petroleum Association, 236 p.
(Lower Tanjung Formation) terbentuk Allen, G.P. 1987. Deltaic Sediments in the
di lingkungan pengendapan fluvial yang Modern and Miocene Mahakam Delta.
dipengaruhi oleh proses fluviatil di Total Expl. Laboratory, Pessac, France,
daerah Bintang Ninggi dan Formasi 55 h
Tanjung bagian atas (Upper Tanjung Galloway, W.E., 1975, Process framework
Formation) terbentuk di lingkungan for describing the morphologic and
stratigraphic evolution of deltaic
pengendapan delta yang dipengaruhi
depositional system, in M L Broussard

6
* Teknik Geologi Universitas Diponegoro
(ed.), Deltas: Model for exploration, a Key to the Search for Paleogene
Houston Geological Society, Houston, Structures, Proceedings Indonesian
8798. Petroleum Association (IPA), 24th
Hall, R. 2011. Stratigraphy and Sediment Annual Convention, Jakarta, p.263-276.
Provenance, Barito Basin, Southeast Selley, Richard C. 1985. Applied
Kalimantan. Proceedings Indonesian Sedimentology. Royal School Mines :
Petroleum Association (IPA), 35th London, United Kingdom.
Annual Convention, Jakarta, IPA11.G- Tucker, M. 1986. The Field Description of
054. Sedimentary Rocks. Open University
Koesoemadinata, R.P., Taib, M.I.T., dan Press & Halsted Press., New York,
Samuel, L., 1994. Subsidence curves Toronto, 112 h.
dan modeling of some Indonesia Van Bemmelen, R.W. 1949. Geology of
Tertiary Basins: 1994 AAPG Indonesia, Volume IA. The Hague
International Conference dan Martinus Nijhoff, Nedherland, 732 h.
Exhibition Kuala Lumpur, Malaysia, p. Van Zuidam, R.A, 1983 Guide to
1-42. Geomorphology Aerial Photographic
Mutti, E., Rosell, J., Allen, G.P., Fonnesu, Interpretation and Mapping, Enshede,
F., and Sgavetti, M., 1985. The Eocene The Netherland.
Baronia tide-dominated delta-shelf Walker, R.G and James. 1992. Facies
system in the Ager basin. In, M.D. Mila Models. Reprint Series 1, Geoscience
and J. Rosell, eds., 6th European Canada. Dept. of Geology McMuster
Regional Meeting of the International University, Canada.
Association of Sedimentologists,
Excursion Guide Book, Universitat
Autonoma de Barcelone, p. 579-600.
Satyana, A.H. and Silitonga, P.D., 1994,
Tectonic Reversal in East Barito Basin,
South Kalimantan : Consideration of
the Types of Inversion Structures and
Petroleum System Significance,
Proceedings Indonesian Petroleum
Association (IPA), 23rd Annual
Convention, Jakarta, p.57-74
Satyana, A.H., 1994, The Northern Massives
of the Meratus Mountains, South
Kalimantan : Nature, Evolution and
Tectonic Implications to the Barito
Structures, Proceedings Indonesian
Association of Geologists (IAGI), 23rd
Annual Convention, Jakarta, p. 457-
470.
Satyana, A.H., 1995, Paleogene
Unconformities in the Barito Basin,
S.E. Kalimantan : A Concept for the
Solution of the Barito Dilemma and

7
* Teknik Geologi Universitas Diponegoro
Lampiran 1

Gambar 1. Kolom Komposit Daerah Benangin

8
* Teknik Geologi Universitas Diponegoro
Lampiran 2

Gambar 2. Kolom Komposit Daerah Bintang Ninggi

9
* Teknik Geologi Universitas Diponegoro
Lampiran 3

Gambar 3. Peta Fasies Daerah Benangin

10
* Teknik Geologi Universitas Diponegoro
Lampiran 4

Gambar 4. Peta Fasies Daerah Bintang Ninggi

11
* Teknik Geologi Universitas Diponegoro
Lampiran 5

Gambar 5a. Penampang Fasies Daerah Bintang Ninggi.

Gambar 5b. Penampang Fasies Daerah Benangin.

12
* Teknik Geologi Universitas Diponegoro
Lampiran 6

Gambar 6. Analisis Fasies berdasarkan kolom stratigrafi terukur GP 183-185, DaerahBenangin.

13
* Teknik Geologi Universitas Diponegoro
Lampiran 7

Gambar 7. Analisis Fasies berdasarkan kolom stratigrafi terukur GP 394-395, Daerah Bintang Ninggi.

14
* Teknik Geologi Universitas Diponegoro
Lampiran 8

Gambar 8. Korelasi 2D Fasies berdasarkan outcrop GP 183-185, Daerah Benangin.

15
* Teknik Geologi Universitas Diponegoro

Vous aimerez peut-être aussi